Bentuk Potensial Bahasa Indonesia:

Kesenjangan antara Kaidah Pembentukan Kata dengan Pruduktivitas dan Kreativitas Penutur Suatu Bahasa

Muhammad Sukri dan Ni Luh Sutjiati Beratha

email:[email protected]

Abstraks

Penelitian ini berpijak pada teori morfologi generatif. Teori morfologi generatif memiliki perangkat kaidah untuk membentuk katakata baru atau kalimat-kalimat baru dengan menggunakan kaidah-kaidah transformasi.

Proses pembentukan kata yang menggunakan paradigma morfologi generatif mensyaratkan empat komponen, yakni 1) daftar morfem, 2) kaidah pembentukan kata, 3) saringan, dan 4) kamus. Kamus tidak hanya berisi kata bentukan yang sesuai dengan KPK, tetapi juga dapat diisi oleh “kata baru” (yang sebelumnya dikenal dengan bentuk potensial tetapi lolos ke komponen kamus) dikarenakan produktivitas dan kreativitas penutur suatu bahasa.

Parameter kepotensialan suatu kata bentukan dalam BI berdasarkan pada kriteria: 1) pelekatan afiks tertentu, terutama dari arti gramatikal afiks tersebut setelah menurunkan kata bentukan, 2) terlepas dari ambivalensi normatif bahasa, yang praksisnya digunakan oleh manusia sebagi alat komunikasi, unsur fundamental bahasa sebenarnya satu, yakni bunyi. Jadi, bentuk bunyi apa pun yang digunakan oleh manusia sebagai pengguna bahasa, itulah kenyataan bahasa, 3) meskipun ada banyak kata-kata potensial dalam suatu bahasa, beberapa di antaranya lebih mungkin menjadi kata-kata aktual, dan 4) produktivitas adalah gagasan kemungkinan dan bukan bagian dari tata bahasa. Oleh karena itu, produktivitas seyogianya diperlakukan sebagai suatu fenomena yang dihubungkan dari sudut kompetensi penutur.

Kata kunci: morfologi , bentuk potensial , produktivitas , kreativitas

  • 1.    Pendahuluan

Bentuk potensial yang dimaksudkan dalam kajian ini ialah bentuk-bentuk atau “kata” potensial, yaitu bentuk satuan lingual yang belum ada dalam realitas tetapi mungkin akan ada karena memenuhi persyaratan KPK1. Bentuk-bentuk yang dimaksud diakui memenuhi persayaratan KPK, tetapi dalam fenomena kebahasaan bentuk yang dimaksud belum digunakan oleh penutur bahasa tersebut.

Masalah umum yang sering muncul adalah penutur cenderung lebih jauh merasa segan atau malas menerima kata-kata baru daripada menerima kalimat baru, mungkin karena mereka (penutur) sangat sering tidak menemui kata-kata baru dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata seperti: berkantor, ngejus, atau dipandang sebagai kata-kata bahasa Indonesia yang dimungkinkan/berterima walaupun tidak seorang pun akan menggunakan kata-kata tersebut dan suara mereka secara jelas terdengar aneh.

Untuk alasan inilah, kebanyakan ahli morfologi tertarik dalam kata-kata aktual dan banyak orang mempelajari pembentukan kata baru yang diperhatikan di dalam bahasa kontemporer. Perlu dicatat di sini bahwa kata-kata aktual adalah suatu kata yang pernah digunakan paling tidak sekali, tetapi jika kata itu tidak pernah digunakan lagi maka hampir tidak cukup alasan untuk mengatakan bahwa kata-kata itu telah menjadi bagian dari bahasa. Adapun kata-kata yang telah diamati paling tidak dalam satu kesempatan atau pada suatu saat tertentu tetapi tidak pernah ditemukan di dalam masyarakat tutur dikenal dengan istilah kata jarang atau kata-kata sesekali2.

Mengangkat kata atau bentukan kata potensial adalah salah satu cara untuk mengembangkan atau menambah kosakata BI seiring dengan perkembangan matra waktu

  • 2.    Materi dan Diskusi

Berbicara mengenai pembentukan kata baru, sebenarnya kajian ini berkait erat dengan bentuk-bentuk potensial. Katamba (1993:65) mensinyalir masalah bentuk-bentuk potensial bahwa salah satu tujuan teori morfologi adalah tidak hanya memahami dan membentuk kata yang ada dalam bahasa mereka tetapi bagaimana juga mereka membentuk katakata potensial yang tidak mereka gunakan pada saat mereka berujar. Secara tipikal, penutur suatu bahasa tidak semata-mata mengembalikan kalimat-kalimat yang sudah dihafal dari percakapan sebelumnya, tetapi lebih dari itu yakni mereka cenderung untuk membentuk kalimat baru dengan maksud menyetel/mengarahkan peristiwa percakapan (bdk. Aronoff dan Fudeman, 2005:214).

Dalam kaitannya dengan produktivitas pembentukan kata, Katamba (1993:69-72) menjelaskan seperti dalam kutipan berikut.

“Suatu proses dikatakan produktif jika proses yang dimaksud terjadi secara umum yang mencakup banyak kata dan membentuk kata baru. Dalam hal ini tidak diberikan konsep semi-produktif yang layak diakui karena dalam prakteknya sulit sekali untuk menentukan proses pembentukan kata mana yang tergolong semi-produktif”.

Di pihak lain Matthews (dalam Katamba 199371) mengakui adanya kategori khusus terkait dengan ihwal pembentukan kata ini. Matthews memberi label kategori khusus tersebut dengan istilah semi produktif yang mencakup idiosinkresi afiks-afiks yang tidak dapat dijelaskan atau tidak bisa dipahami secara pasti terhadap kemunculan bentuk-bentuk yang dapat dipilih. Lebih jauh, afiks-afiks yang digunakan pada proses pembentukan kata tersebut, memiliki makna yang tidak dapat diprediksi. (periksa, Haspalmath, 2002:102).

Kajian ini merujuk pada konsep Katamba (1993:72) terkait dengan kreativitas pembentukan kata-kata baru. Alasannya adalah bahwa konsep Katamba ini memiliki kejelasan dibanding dengan konsep Matthews yang

terlalu sulit dipahami. Artinya, Dia sendiri (Matthews) tidak membuat semacam konsep yang pasti mengenai semi-produktif tersebut.

Berian berikut ini dapat dikatakan sebagai bukti empiris ihwal “lahir”-nya bentuk-bentuk yang sebelumnya dikatakan potensial dalam BI. 1) Satu tahun memang tak cukup untuk menilai capaian di bidang energi (Jawa Post, 19 Oktober 2005:1).

  • 2)    Niatan itu menjadi semakin mudah karena di belakang para pembalap lain harus salip-menyalip, saling memperlamban (Jawa Post, 2 Mei 2005:24).

  • 3)    Menurut orang tua Ani, Ani menghilang setelah bubaran sekolah (SCTV, Lintas Siang; 27 April 2007).

  • 4)    Demikian pula, burung-burung jantan pasti akan memanggil dan menyiuli pasangan-pasangan kawinnya dengan cara dan manifestasi bahasa burung yang tidak sama (Kuncana, 2006:53 dalam Bahasa Kaya Bahasa Berwibawa).

  • 5)    Kemudian, masalahnya adalah kenapa pembedaan peran dan fungsi bahasa yang ada sering terpengaruh maksud berbahasa tertentu dengan menggunakan bahasa daerah (Kuncana, 2006:34)

  • 6)    Pecatan TNI AL itu cetak uang palsu Rp 500 juta (Lativi: TIKAM, Jumat, pkl.01.30 dini hari/17 Februari 2006).

  • 7)    Mereka lagi asyik pesta tahun baruan (RCTI: GULALI, Selasa, pkl.23.30/27 Desember 2005).

  • 8)    “Aduh, pinjam di bu Tatik krn hari ini sy tdk ngampus” (Titin Untari, senin, 2 Januari 2006 pkl. 08.45:sms ke penulis).

Jadi, ‘kata baru’ adalah istilah yang bersifat relatif dalam sirkumstan ini; tidak dapat diketahui apakah penggunaan atau pembentukan tertentu seperti data BI di atas itu merupakan hal yang unik di dalam bahasa tersebut. Tetapi apa yang dapat dikatakan adalah bahwa sepanjang mengenai penuturnya, mungkin memang unik; hal itu adalah penggunaan secara individual atas asas atau kaidah yang ada bagi pemakai bahasa sebagai alat untuk memperluas daftar leksikalnya.

  • 3.    Simpulan

Pada akhirnya, pembahasan kajian ini mengisyaratkan bahwa penutur dapat mempelajari tingkat produktivitas suatu kaidah hanya dengan mengamati/memperhatikan pada tingkat mana penutur lain menciptakan kata-kata baru dengan menggunakan kaidah (Rainer, 1993: 34 dalam Haspelmath, 2002:112). Jadi, jika linguis ingin memprediksi penilaian produktivitas penutur, pendekatan terbaik yang dilakukan adalah dengan mengukur produktivitas diakronis kaidah tersebut selama periode tidak melewatkan waktu sebelum momen itu.

Hasil/kesudahan dari diskusi ini bahwa penutur dapat mempelajari tingkat produktivitas suatu kaidah hanya dengan mengamati/memperhatikan pada tingkat mana penutur lain menciptakan kata-kata baru dengan menggunakan kaidah. Jadi, jika linguis ingin memprediksi penilaian produktivitas penutur, pendekatan terbaik yang dilakukan adalah dengan mengukur produktivitas diakronis kaidah tersebut selama periode tidak melewatkan waktu sebelum momen itu.

Suatu bentukan dikatakan potensial dengan menggunakan parameter sebagai berikut:

  • 1)    Bentuk potensial yang semula tertahan dalam komponen filter, muncul dalam fenomena kebahasaan BI disebabkan mengikuti pola pembentukan kata dengan pelekatan afiks tertentu, terutama dari arti gramatikal afiks tersebut setelah menurunkan kata bentukan.

  • 2)    Terlepas dari ambivalensi normatif bahasa yang praksisnya digunakan oleh manusia sebagi alat komunikasi, unsur fundamental bahasa sebenarnya satu, yakni bunyi. Jadi, bentuk bunyi apa pun yang digunakan oleh manusia sebagai pengguna bahasa, itulah kenyataan bahasa.

  • 3)    Meskipun ada banyak kata-kata potensial dalam suatu bahasa, beberapa di antaranya lebih mungkin menjadi kata-kata aktual.

  • 4)    Produktivitas adalah gagasan kemungkinan dan bukan bagian dari tata bahasa. Oleh karena itu, produktivitas seyogianya diperlakukan sebagai suatu fenomena yang dihubungkan dari sudut kompetensi penutur

  • 4.    Referensi

Aronoff, M.1976. Word Formation in Generative

Grammar.Cambridge: The MIT Press.

Aronoff, Mark and Kirsten Fudeman. 2005. What is Morphology? Blackwell Publishing Ltd. 305 Main Street, Malden, MA 021485020, USA.

Haspelmath, Martin.2002. Understanding Morphology. New York: Oxford University Press.

Jawa Post.2005. 2 Mei halaman 24.

Jawa Post. 2005. 19 Oktober halaman 1.

Katamba,F.1993. Morphology. London: Macmilland Press,LTD.

Lativi: TIKAM, Jumat, pkl.01.30 dini hari/17 Februari 2006).

Mayerthaler, W.1988. Morphological Naturalness. Karoma Publisher, INC.

Rahardi, R.Kunjana.2006. Bahasa Kaya Bahasa Berwibawa. Bahasa Indonesia dalam Dinamika Konteks Ekstrabahasa. Yogyakarta: ANDI.

RCTI: GULALI, Selasa, pkl.23.30/27 Desember 2005.

SCTV.. Lintas Siang, pkl 13.00/ 27 April 2007

  • 5.    Ucapan Terimakasih

Kajian ini diilhami ketika saya disarankan oleh Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A selaku dosen pembina matakuliah morfologi ketika saya mencoba membuat draft usulan disertasi pada saat saya mengambil mata kuliah menjelang seminar proposal.untuk membaca buku Martin Haspelmath (2002) yang berjudul Understanding morphology, buku Aronoff dan Fudeman dengan judul What is Morphology (2005), dan

buku Katamba yang berjudul Morphology (1993). Oleh karena itu, ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati yang telah banyak membimbing, mengarahkan, serta memberi masukan kepada saya.

The Potential Forms of Indonesian Language:

The Gap between the Word Formation Rules with Productivity and Language Speaker’s Creativity

By Muhammad Sukri and N.L. Sutjiati Beratha

email:[email protected]

Abstract

This research is based on the theory of generative morphology. This theory has formula to form new words or sentences by using transformation rules.

The process of forming words which use generative morphology paradigm has four components, i.e. 1) list of morphemes, 2) KPK, 3) filter, and 4) dictionary. Dictionary does not only consist of derived forms that fit in KPK, but also consist of new forms (known as potential- formes and accepted in dictionary component because of the productivity and creativity of language speakers.

The potentiality parameter of word formation in BI is based on some conditions, i.e. 1) certain additional affix, especially from the meaning of grammatical affix after deriving the word-formed, 2) apart from language normative ambivalence, it is used practically by human beings as a means of communication, the only real language element is sound. Therefore, any sound used by human beings as language users is language in reality, 3) though there are infinitely many potential words in a language, some are more likely to become actual words than others, and 4) productivity is a probabilistic notion and hence is not part of grammar. Under this view, productivity would have to be treated as a phenomenon that is related to a speaker’s competence.

Keywords: morphology ,potential forms , productivity ,creativity

  • 1.    Introduction

The potential forms meant in this study are the forms or potential “words”, namely a linguistic entity which not exist in the reality but will probably exist due to the fulfillment of WFR3 requirement. The mentioned forms are admitted to have fulfilled the WFR requirements although within the linguistic phenomena the forms are not used yet by the speakers of the language.

The general problem that frequently appears is that speakers tend to be more reluctant or lazier to accept a new word rather than to accept a new sentence. This is possibly because of the fact that the speakers are not really frequent to come across any new words in daily life. The word like berkantor (working at office), or ngejus (drinking juice) are even treated as Indonesian words which are perhaps accepted even though none will use them and their sound are clearly weird.

For this reason, most of morphological experts are interested in the actual words and most people study the formation of new words which are really detected within the contemporary language. It is important to note that the actual words are the words that have been used once at least, but if the words are no longer used then there will be no ample reason to state that they have become a part of language. The words which have been noticed and used in certain opportunity but are not used any longer in the speaker’s society is called rare words4.

To put forward the word or potential word formation is one of the way to develop and increase the vocabulary of Indonesian language .

  • 2.    Material and Discussion

As regard to the formation of the new words, this study actually closely relates to potential forms. Katamba (1993:65) signalizes the issue of the potential words by saying that one of the objectives of morphology is not only to

understand and to form the given words in the speaker’s language but also how they create the potential words which are not used in their speech. Typically, a speaker of certain language does not merely repeat the sentences which have been memorized in the previous conversation but it is more than that; namely, he is prone to create a new sentence in order to direct an event of conversation (cf. Aronoff and Fudeman, 2005:214).

Related to the productivity in word formation, Katamba (1993:69-72) explains that: “One process is said to be productive if the process generally happens by including many words and creating a new word. In this case it is not presented the semi-productive concept which is properly admitted because practically it is difficult to determine which the process of the word formation included as semi-productive is.”

Matthews (in Katamba,1993:71) recognizes a special category related to the issue of this word formation. Matthews gives a label to special category with a term so called semi productive, covering indyosincretion of affixes which cannot be surely explained or understood toward the appearance of the selected words. Moreover, the affixes that are used in the process of word formation have unpredictable meanings (see Haspalmath, 2002:102).

This study refers to Katamba’s concept (1993:720 related to the creativy in forming new words. The reason is that this Katamba’s concept is more comprehensible compared to Matthews’ concept which is really hard to comprehend. It means that Matthews himself does not present an exact concept pertaining such semi-productive.

The following examples illustrate to the ‘birth’ of the word form which are previously known as potential ones in Indonesian Language.

  • 1)    Satu tahun memang tak cukup untuk menilai capaian di bidang energi One year of course not enough for evaluate achievement in field energy.

(Jawa Post, 19 October 2005: page 1).

  • 2)    Niatan itu menjadi semakin mudah karena di belakang para pembalap lain harus Aim that become too simple cause in back races other must salip-menyalip, saling memperlamban .

pass through, each make slower

(Jawa Post, 2 Mei 2005:24).

  • 3)    Menurut orang tua Ani, Ani menghilang setelah bubaran sekolah According parents Ani, Ani lost after dismissed school

(SCTV, Lintas Siang; 27 April 2007).

  • 4)    Demikian pula, burung-burung jantan pasti akan memanggil dan menyiuli

Besides birds          male    certainly will     call up and whistle

pasangan-pasangan kawinnya dengan cara dan manifestasi bahasa burung yang tidak sama their-couple married by and manifestation language birds which not same

(Kuncana, 2006: page 53)

  • 5)    Kemudian, masalahnya adalah kenapa pembedaan peran dan fungsi Then problem is why differentiation role and function

bahasa yang ada sering      terpengaruh maksud berbahasa tertentu dengan

language which exist frequently influenced aim speaking certain through

menggunakan using

bahasa         daerah

language        local.

(Kuncana, 2006: page 34)

6) Pecatan TNI AL The ex-soldier navy

itu cetak uang        palsu          Rp 500 juta

that making money      false         Rp.500 millions.

(Lativi: TIKAM, Friday, 01.30 a.m./17 February

2006).

7) Mereka

lagi asyik

pesta

tahun baruan

They

enjoying

feast

new year

(RCTI: GULALI, Tuesday,.23.30 p.m./27 December 2005)

8) “Aduh, pinjam di bu Tatik

karena

hari ini saya tidak ngampus

“O dear, borrow

at Mrs. Tati

because

today      I don’t to campus

(Titin Untari, 2 January, Monday 2006 pkl. 08.45 p.m :sms to writer)

Thus, ‘new word’ is a term which serves very relative in this circumstance; it cannot be noticed whether certain use or form like the above-mentioned data of BI (Indonesian Language) are very unique issues in the are concerned language. However what is necessary to say here is that as far as speakers, the languages are very unique; indeed, this is actually the individual usage based on the given basis or rule for the language speakers in terms of their effort to develop the lexical list.

  • 3.    Conclusion

The result of discussion shows that speakers can learn the level of productivity of a rule merely by observing/noticing at how other speakers form new words using the rule (Rainer, 1993:34 in Haspelmath, 2002:112). So, if a linguist wishes to predict the evaluation of speakers’ productivity, the best approach to be conducted is then by measuring the productivity of diachronic rule as long as the period does not pass the determined moment.

Potential forms could be identified by applying the following parameters:

  • 1.    The potential form, which is early obstructed in the filtering component, appears in the linguistic phenomena of Indonesian language (BI) due to conformingto the pattern of word formation by adding certain affix, particularly from its grammatical meaning resulting from a derivative word.

  • 2.    Apart from the normative ambivalence of language which is practically used by human as a means of communication, the fundamental element of language is one; that is sound. Therefore, the form of any sound used by human as language user is the very reality of the language.

  • 3.    although there are many potential words in a language, some of which are possible to be the actual words.

  • 4.    Productivity is an idea of possibility and not a part of grammar. Therefore, productivity should be treated as a phenomenon related to the realm of speakers’ competence.

  • 4.    Reference

Aronoff, M.1976. Word Formation in Generative Grammar.Cambridge: The MIT Press.

Aronoff, Mark and Kirsten Fudeman. 2005. What is Morphology? Blackwell Publishing Ltd. 305 Main Street, Malden, MA 021485020, USA.

Haspelmath, Martin.2002. Understanding Morphology. New York: Oxford University Press.

Jawa Post.2005. 2 Mei page: 24.

Jawa Post. 2005. 19 Oktober page: 1.

Katamba, F.1993. Morphology. London: Macmilland Press,LTD.

Lativi: TIKAM, Friday, 01.30 a.m/17 Februari ,2006).

Mayerthaler, W.1988. Morphological Naturalness. Karoma Publisher, INC.

Rahardi, R.Kunjana.2006. Bahasa Kaya Bahasa Berwibawa. Bahasa Indonesia dalam Dinamika Konteks Ekstrabahasa. Yogyakarta: ANDI.

RCTI: GULALI, Tuesday, 23.30 p.m./27 December 2005.

SCTV. Lintas Siang, Friday, pkl 13.00 p.m./ 27 April 2007.

  • 5.    Acknowledgement

This study is inspired when I was suggested by Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A. as the lecturer of morphology and at the same time I was trying to make a draft of dissertation for seminar class. She suggested me to read Martin Haspelmath’s volume (2002) entitlied Understanding Morphology, Aronoff and Fudeman’s What is Morfhology (2005), and other Katamba’s volume, Morphology (1993). Therefore, my highest gratitude goes to Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati who had patiently guided, directed and given me a number of suggestions.

14


15


16