Relasi Gramatikal BahasaMelayu Klasik dalam Hikajat ‘Abdullah
on
Relasi Gramatikal BahasaMelayu Klasik dalam Hikajat ‘Abdullah
Muhammad Yusdi (Mahasiswa)
Prof. Dr.Aron Meko Mbete (Promotor)
Prof. Dr. Drs. I Ketut Artawa, M.A., Ph.d. (Kopromotor I)
Prof. Dr. I Wayan Pastika, M.S. (Kopromotor II)
Program Pendidikan Doktor (3) Prrogram Studi Linguistik
Universitas Udayana, Jalan Nias No. 13, Denpasar, Bali
Abstrak
Beberapa orang ahli linguistik telah mengkaji naskah Bahasa Melayu Klasik namun naskah BMK pada Hikajat ‘Abdullah yang berkenaan dengan Relasi Gramatikal belum pernah dilakukan hingga sekarang ini. Penelitian dan pembahasan tentang tipologi sintaksis BMK secara khusus belum menjadi perhatian para peneliti dan pengamat BMK dengan kerangka kerja sesuai dengan tipologi linguistik. Penelitian ini membahas perihal relasi gramatikal dengan kerangka kerja linguistis Adapun yang menjadi pokok bahasan dalam disertasi ini ialah “Bagaimana Relasi Gramatikal” saling berhubungan dalam BMK yang terdapat pada Hikajat ‘Abdullah. Selain dengan pembahasan yang dilandasi dengan teori tipologi linguistik, penelaahan data penelitian ini juga dilakukan dengan teori tata bahasa formal yaitu Tata bahasa Relasional (TR) dan pembahasan ini juga melibatkan peran semantis yang tercakup pada sebuah bangunan sintaksis secara keseluruhan sehingga orang tidak kehilangan momentum dan masih menyadari bahwa bahasa adalah maujud hak milik umat manusia yang berartikulasi ganda, yaitu bentuk (bunyi) di satu pihak dan arti (makna) di pihak lain. Sasaran pembahasan ini dititik beratkan pada tataran sintaksis namun dengan tidak meninggalkan sama sekali keberterimaan semantis seperti yang disebutkan di atas tadi. Adapun di antara pokok persoalan yang dianalisis tersebut ialah masalah akusativitas, ergativitas, dan medialitas. Adapun tujuan utama penelitian ini ialah menganalisis dan membahas sifat-perilaku gramatikal yang pada gilirannya memperlihatkan peran semantis juga pada tataran sintaktis BMK HABAKM. Dengan demikian, dapatlah ditentukan relasi gramatikal dan peran semantis dari segi tipologi sintaksis BMK HABAKM ini.
Setelah menelaah data yang ada pada BMK HABAKM secara tipolgis, dapat disimpulkan bahwa, secara sintaktis, BMK HABAKM memperlakukan S sama dengan A, dan perlakuan yang berbeda dikenakan pada P (S = A, ≠ P). Oleh karena itu, BMK HABAKM termasuk kelompok bahasa yang bervivot S/A. Sistem relasi gramatikal yang seperti ini membuktikan bahwa BMK pada saat Hikajat ‘Abdullah itu ditulis berkaidah sintaksis sebagai bahasa yang bertipologi nominatif-akusatif. Kalau diamati dengan teliti, perilaku A dan P verba intransitif dalam bahasa ini, kemudian dihubungkan dengan S secara semantis dengan pemakaiannya, kelihatanlah bahwa BMK HABAKM tergolong dalam bahasa yang bersistem Sa dan Sp sebagai
sub-bahagian S. Pemarkahan morfologis menunjukkan bahwa terdapat S terpilah (split) dan S alir (fluid) dalam BMK dengan verbanya sebagai poros. Dengan demikian, secara tipologis, BMK lebih merupakan bahasa nominatif-akusatif yang menurunkan diatesis aktif >< pasif karena secara morfosintaktis dimarkahi oleh pola Sintaksis SPvt + (men- >< di-) O daripada bahasa ergatif yang menurunkan diatesis ergatif dan anti-pasif itu. Pengkajian tipologis yang menempatkan BMK sebagai bahasa nominatif-akusatif, secara sintaktis, membuktikan bahwa terdapat dua perbandingan penting dalam menentukan tipologi BMK: (i) perbandingan klausa intransitif dan klausa transitif, (ii) perbandingan peran semantik A dan P pada klausa intransitif. Dengan mempertimbangkan betapa penting perilaku relasi gramatikal, peran semantis, dan juga fungsi (komunikatif) pragmatis pada klausa BMK, maka ada baiknya kajian tipologi sintaksis diteruskan dengan kajian tipologi fungsional.
Jika dikaitkan dengan fungsi pragmatis, maka BMK termasuk bahasa yang menonjolkan/mementingkan subjek. Dengan perkataan lain, konstruksi dasar klausa BMK lebih tepat diperlakukan sebagai “Subjek-Predikat” daripada sebagai “Topik-Komen”. Sebagai bahasa yang bertiopologi sintaktis nominatif-akusatif BMK HABAKM mengenal diatesis aktif (diatesis dasar) >< diatesis pasif (diatesis turunan), ergatif, dan diatesis medial.
Kata-kata Kunci: relasi gramatikal, peran semantis, tipologi, diatesis, nominatif-akusatif, aktif >< pasif, ergatif, anti-pasif, medial, S terpilah, dan S alir
Pendahuluan
Adapun bahasa Melayu klasik (yang selanjutnya disingkat BMK) adalah bahasa Melayu yang dituturkan pada abad XV – XVII di sekitar wilayah Semenanjung Malaysia dan Singapura serta Riau, tepatnya adalah Malaka, Johor, dan Kesultanan Siak. BMK yang dianalisis dalam disertasi ini adalah karya tulis ‘Abdullah bin ‘Abdul Kadir Munsyi yang naskah itu sendiri diterbitkan oleh Pustaka Djambatan (1958) dan sudah dianotasi – diberi keterangan dan penjelasan yang kritis oleh Teeuw dan dibantu oleh Datoek Besar.
Sesungguhnya, penelitian ini menitikberatkan kajian pada tataran sintaksis namun hal-hal yang berkenaan dengan morfologi, semantik, atau pragmatik juga dibicarakan seperlunya. Ada dua hal penting yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini, yaitu yang berkenaan dengan relasi gramatikal dan peran semantis yang harus dirumuskan.
-
(1) Bagaimanakah relasi gramatikal BMK HABAKM ?
-
(2) Peran semantis apa sajakah yang mengisi slot fungsi sintaksis dalam BMK HABAKM?
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk membahas, memahami, dan menjelaskan tipologi sintaksis dan juga peran semantis dan sedikit tentang fungsi pragmatis BMK
yang terdapat pada naskah BMK HABAKM melalui kajian relasi gramatikal dan peran semantik.
Secara teoretis, penelitian ini akan memperkaya khazanah linguistik, terutama di bidang tipologi bahasa dan sintaksis. Hasil penelitian ini dapat saja dijadikan bahan perbandingan dan tempat pijakan untuk penelitian lanjutan yang terkait. Penelitian ini telah merekam, dan mencatat serta mengumpulkan informasi dan data bahasa tulis yang bersumber dari naskah BMK HABAKM yang dapat digunakan sebagai bahan penelitian linguistik kala kini dan kala nanti.
Analisis Data dan Temuan Pnelitian
Berdasarkan analisis, diketahui bahwa semua afiks verbal BMK berupa meng, ber-, memper-, bersi-, dan -kan dan -i. Afiks meng- dan di- memarkahi verba yang diatesisnya menjadi aktif dan juga seluruh varian morfofonemisnya. Konstruksi verba yang demikian itu muncul pada BMK dalam bentuk struktur dasar. Adapun beradalah pemarkah verba aktif-intransif apabila bervalensi dengan verba turunan ; dan ber- juga dapat berfungsi sebagai pemarkah ergatif apabila bervalensi dengan verba transitif dan ia akan berdiatesis ergatif apabila predikat verba intransitif itu diikuti oleh nomina tanpa didahului oleh preposisi.
Seperti yang telah disebutkan di muka bahwa verbalisasi dengan prefiks meng- dan ber- menderivasi verba yang berdiatesis aktif. Adapun verbalisasi dengan prefiks ber- dengan bentuk dasar verba transitif mempunyai makna turunan ergatif dalam BMK, dan bentuk verba yang demikian itu tidak pernah menimbulkan makna pasif. Dikatakan demikian, karena dalam BMK diatesis aktif >< pasif sudah dimarkahi dengan tegas oleh Vtr + meng- untuk penanda aktif; dan Vtr + di- untuk penanda pasif. Apabila verba dengan bentuk dasar nomina berprefiks ber- maka makna yang timbul adalah (aktif) intransitif. Dalam hal ini transitivitas pada kata turunan ditandai oleh sufiks -i dan -kan. Hal ini berlaku umum untuk semua bentuk dasar yang non-verba. Adapun prefiks per- hanya dapat memverbalisasi adjektiva saja dengan makna ‘komparatif’. Berkenaan dengan pentransitif -i dapat dikatakan bahwa sufiks ini membawa makna ‘lokatif’, sedangkan pentransitif -kan akan membawa makna ‘kausatif’. Sebenarnya, baik -i dan -kan kedua-duanya dapat mengafiksi verba transitif, yaitu -i membawa makna ‘iteratif’ dalam melempari ‘melempar berkali-kali’ dan -kan membawa makna ‘benefaktif’’ dalam kata menuliskan ‘menulis untuk’, sedangkan di- dapat ditambahkan pada semua verba transitif.
Relasi gramatikal BMK, seperti juga relasi bahasa yang ada di dunia, terdiri atas S-OL-OTL dan OBL. Pengujian relasi subjek gramatikal dilakukan berdasarkan uji gramatikal yaitu dengan uji penaikan, relativisasi, penjangka kambang, penyisipan adverbia, dan mempertanyakan konstituen. Hasil uji tersebut memperlihatkan bahwa:
-
(1) FN yang berposisi praverbal adalah subjek gramatikal dalam BMK HABAKM;
-
(2) FN pada urutan pertama (pada posisi tak langsung praverba) adalah subjek gramatikal yang berbentuk transitif dalam BMK dengan syarat verbanya tidak berafiks;
-
(3) FN dengan posisi praverbal berafiks men-/tidak berafiks adalah subjek gramatikal dalam BMK HABAKM.;
-
(4) FN praverba transitif dan pasca FN objek gramatikal adalah subjek dalam BMK HABAKM;
-
(5) Subjek gramatikal BMK HABAKM adalah argumen agen yang dapat direlatifkan secara langsung;
-
(6) FN refleksif BMK HABAKM tidak dapat meduduki subjek gramatikal;
-
(7) Subjek gramatikal BMK HABAKM termasuk bentuk yang tidak berpemarkah.
Relasi gramatikal objek dalam BMK memiliki ciri sebagai berikut:
-
(1) Objek gramatikal BMK adalah FN langsung yang berposisi menyusul verba;
-
(2) Objek gramatikal BMK adalah FN yang tidak tersisipi dengan adverbia verbanya;
-
(3) Objek gramatikal BMK adalah FN yang dapat digantikan oleh FN refleksif;
-
(4) Objek gramatikal BMK adalah FN yang menempati posisi objek kalimat aktif yang dapat dipermutasi menjadi subjek kalimat pasif;
-
(5) Objek gramatikal BMK adalah relasi yang tidak dapat direlatifkan secara langsung;
-
(6) Objek gramatikal BMK adalah unsur kalimat yang tidak terlesapkan pada kalimat koordinatif;
-
(7) Objek gramatikal tak langsung BMK adalah FN yang langsung menyusul verba sedangkan objek langsung mengikuti objek gramatikal tak langsung itu. Ciri-ciri gramatikal relasi oblik BMK adalah sebagai berikut:
-
(1) Oblik BMK adalah argumen (FN) baik yang berpreposisi maupun yang tanpa preposisi.
-
(2) Relasi oblik BMK tidak dapat dijadikan subjek kalimat.
Adapun tipologi sintaktik BMK, setelah dicermati berdasarkan satuan dasar sintaktis-semantis universal maka satuan yang diterapkan itu adalah sebagai berikut: S = Subjek intransitif (argumen satu-satunya dalam klausa intransitif)
A = Agen merupakan subjek (argumen agen pada klausa transitif);
P = Pasien merupakan objek transitif (argumen pasien pada klausa transitif); Sementara itu, pemahaman subjek gramatikal (Comrie, 1981 dan 1989) dapat disejajarkan dengan istilah pivot yang diajukan oleh Dixon (1994).
Berdasarkan data dan pengkajian tipologis, maka diperoleh temuan bahwa BMK berperilaku gramatikal seperti Bing: S diperlakukan sama dengan A. Apabila S dan P saling rujuk maka BMK memperlakukan konstruksi turunan yaitu pemasivan atau pentopikan. Itulah alasannya mengapa BMK dikatakan beroperasi dengan pivot S/A yang merupakan salah satu ciri bahasa akusatif.
Sejauh pembahasan yang dikemukakan di atas, maka dapatlah ditarik suatu simpulan bahwa relasi gramatikal dan peran semantis BMK adalah S + A da ≠ P. Hal
ini berarti bahwa BMK memperlakukan S adalah A dan S bukanlah P. Pola relasi gramatikal dan peran semantis yang seperti ini sekali lagi membuktikan bahwa BMK, secara sintaktis, bertipologi nominatif-akusatif. Sebagai bahasa yang bertipologi nominatif-akusatif, BMK mengenal tiga macam diatesis yaitu diatesis aktif-pasif yang diturunkan dari tipologi nominatif-akusatif, ergatif-antipasif yang diturunkan dari tipologi ergatif, dan diatesis medial dengan sub-diatesisnya medial-leksikal, medial perifrastik, dan medial leksikal.
Pembahasan
Dengan penemuan baru tersebut di atas, maka persoalan diatesis dalam BMK, BM dan BI sudah jelas sehingga pembahasan yang berkaitan dengan diatesis, terutama aktif >< pasif, di satu pihak dan ergatif dan anti-pasif di pihak lain, terutama dalam BMK, BM, dan BI tidak lagi menjadi perdebatan yang berkepanjangan karena hal itu sudah dibuktikan secara linguistis yang secara teknis dengan menggunakan peranti bentuk dan makna yakni relasi gramatikal (sintaksis) dan peran semantis (semantis). Adapun temuan baru tersebut adalah sebagai berikut.
-
1. Bahasa Melayu Klasik, BM, dan BI hanya mengenal satu macam diatesis aktif dan satu macam pula diatesis pasif keduanya dapat diperinci dengan sebutan bahwa hanya pola aktif kanonis dan mitranya pasif kanonis dengan pola sintaksis sebagai berikut:
-
a. Aktif Kanonis: Subjek Peredikat Objek (Dasar) FN Vtr + men- N
Ali membeli buku itu.
-
b. Pasif Kanonis: Subjek Predikat (Komplemen) (Dasar) FN Vtr + di- (oleh) (PN) Buku itu (dibeli (oleh) Ali).
-
2. Di samping diatesis aktif kanonis dan diatesis pasif kanonis, BMK, BM, dan BI juga mengakui keberadaan diatesis aktif non-kanonis yang pola sintaksisnya SPO terutama dengan kasus subjek pronomina dengan predikat Vtr + Ø dan juga diikuti oleh objek (pro)nomina seperti contoh di bawah ini:
-
a. Aktif Non-kanonis: Subjek Predikat Objek (Dasar dan Non-topikal) FN Vtr + Ø FN
Saya jemput Ali.
-
b. Aktif Non-kanonis: Objek Subjek Predikat (Non-dasar dan topikal) FN FN Vtr + Ø
Ali saya jemput.
Apabila kalimat (2a. dan b.) itu diperhatikan secara saksama, terutama secara morfologis, maka akan jelaslah perbedaannya dari kalimat (1a. dan b.) karena kedua kalimat (1a dan b) berpemarkah secara morfologis, sebaliknya, adapun kedua kalimat (2a. dan b.) tidak demikian halnya. Demikian juga secara sintaktis, kedua kalimat (1a. dan 1b.) adalah kalimat yang berpola SPO keduanya. Subjek gramatikal kalimat (aktif) (1a.) menjadi komplemen dengan relasi oblik dan peran agen pada kalimat (pasif) (1b.) dan objek gramatikal kalimat (1a.) menjadi subjek gramatikal pada kalimat (pasif) (1b.) Jadi, secara sintaksis pula, pemasivan kalimat aktif kanonis dapat dilakukan, demikian juga sebaliknya, pengaktivan kalimat pasif kanonis akan menciptakan subjek baru pada kedua kalimat itu.
Hal tersebut tidak pernah terjadi pada pola kalimat (2a. dan b.) yang aktif non-kanonis itu karena pengedepanan objek gramatikal (2a.) Ali tidak menyebabkan objek tersebut (Ali) menjadi subjek gramatikal pada kalimat (2b). Artinya proses pengedepanan itu tidak menimbulkan subjek baru tetapi hanya merupakan pengedepanan objek saja (object fronting) atau pentopikan. Alasan pemarkah morfologis yang tidak terlilihat dan pengedepanan objek sebagai topik itu saja sudah cukup kuat untuk mengatakan bahwa kalimat (2a) dan (2b) adalah berpola ergatif, sedangkan kalimat (1a) dan (1b) adalah kalimat yang berpola nominatif-akusatif. Dengan tegas dapat dikatakan bahwa kalimat yang bertipe nominatif-akusatif dapat dipasifkan, sebaliknya, kalimat yang bertipe ergatif hanya dapat ditopikkan. Pentopikan kalimat bertipe nominatif-akusatif seperti dibawah ini memicu konstruksi kalimat yang tidak berterima baik, dalam BMK, BM, maupun BI seperti contoh ini.
Objek Subjek Predikat
*Buku itu Ali membeli.
N N Vtr + men-
Simpulan dan Saran
Dengan bertitik-tolak pada pokok persoalan penelitian mengenai Relasi Gramatikal BMK, pembahasan tentang sintaksis semantik telah menghasilkan temuan bahwa BMK merupakan bahasa yang berpola dasar nominatif-akusatif.
Secara diatesis, BMK mengenal diatesis aktif >< pasif dengan konstruksi S-P-O yang merupakan kalimat nominatif-akusatif yang secara morfologis dimarkahi oleh Vtr + me->< Vtr + di- (yang dapat dikatakan sebagai aktif kanonis (cannonical active) maupun pasif kanonis (cannonical passive) dengan konsep bahwa kalimat aktif itu, secara semantis, memperlakukan subjek gramatikal sebagai agen (S/A) yang kalimat aktifnya, secara gramatikal, dapat dipasifkan dengan tetep memelihara S-P-O sebagai struktur dasar.
Grammatical Relation in
Classical Malay of “Hikajat ‘Abdullah”
Abstract
Many linguists have studied manuscript of the classical Malay albeit the classical Malays manuscript of Hikajat ‘Abdullah regarding the grammatical relations and semantic roles has hardly ever been done up to the present. Both researches and discussions on the syntactic typology of classical Malay, in particular, have not drawn the attention of classical Malays researchers yet within the framework of linguistic typology. This research discusses the subject matter of grammatical relations within linguistic perspectives. Whereas the state affairs of discussion within this dissertation is that “How the Grammatical Relation works in the classical Malays prevailing in the Hikajat ‘Abdullah. Apart from the discussion based upon the theory of linguistic typology, the research analysis of data is also conducted under formal grammatical theory that is Relational Grammar (RG), and such a discussion also involves semantic role covered within the construct of syntax as a whole that one does not lose the momentum and does still realize that language is an entity of human property comprising of double articulation that is form (speech sound) in one hand and meaning (semantics) on the other. The purpose of the analysis is strongly focused on syntactic level without leaving the semantic acceptability at all. Whereas the subject matters of discussion among others are of the diathesis concerning with nominativeaccusative, ergative, and medial cases. Whereas the main objectives of this research is to discuss and analyze the grammatical features which in turn show the semantic role as well on syntactic level of Classical Malays of the Hikajat ‘Abdullah. Therefore, one may define typologically both grammatical relation and semantic role of this Classical Malays of the Hikajat ‘Abdullah.
After having meticulously analyzed the data found in Classical Malays of the Hikajat ‘Abdullah then it can be concluded that from the typological view point, the language written in Classical Malays of the Hikajat ‘Abdullah syntactically treats S as equal to A and such a treatment differs from the one imposed to P (S = A, ≠ P). Thus, the language written in Classical Malays of the Hikajat ‘Abdullah grouped into the language pivoted S/A. Such a grammatical system proves that at the time of the Hikajat ‘Abdullah written it was syntactically constrained under nominativeaccusative typology. A close analysis shows that the features of A and P intransitive verb in this language in its relation to S, its use seems semantically that the Classical Malays of Hikajat ‘Abdullah may be grouped into Sa and Sp systemized language as sub-division of S. Morphological marking proves that there is a split S and fluid S in Classical Malays of the Hikajat ‘Abdullah occurring within its verb as an axis or pivot. Therefore, from typological point of view, classical Malays is much more nominative-accusative language deriving active >< passive diathesis morphologically marked by syntactic pattern SPvt + (men- >< di-) O rather than ergative one deriving ergative and anti-passive one. Typological study positioning classical Malays as
nominative-accusative language, which syntactically proves that there are two salient comparisons in defining the classical Malays typology: (i) the comparison of both intransitive and transitive clause, and (ii) comparison of semantic role of A and P in intransitive clause. By considering how important the features of grammatical relation and semantic role as well as pragmatic (communicative) function are in the clause of the classical Malays. Therefore, preferably, the study of syntactic typology is carried on with the study of functional typology.
From the pragmatic (communicative) function point of view, thus Classical Malay may be classified into a subject prominent language. In other words, the basic construction of classical Malays clause is more appropriately treated under “SubjectPredicate” rather than “Topic-Comment” one. As a syntactically nominativeaccusative typed language, the Classical Malays of Hikajat ‘Abdullah” recognizes active (basic) >< passive (derived), ergative, and medial diathesis.
Key Words: grammatical relation, semantic role, typology, diathesis, nominative- accusative, active >< passive, ergative, anti-pasif, medial split S, and fluid S.
Foreword
Whereas classical (hereinafter referred to as BMK) is Malay language spoken in XV – XVII century within the territory of Malay Peninsula dan Singapore as well as Riau, particularly Malaca, Johor, and Sultanate of Siak. BMK analyzed in this dissertation is a work written by ‘Abdul Kadir Munsyi and the manuscript it self is published by Pustaka Djambatan (1958) and has been annotated – accompanied with commentary and critical remarks by Teeuw and assisted by Datoek Besar.
Theoretically, this research will enrich the linguistic horizon, primarily in the field of linguistic typology and syntax. The findings of this research may be taken as a comparison and leaping stone for further related. This research has resumed, recorded, noted, and collected information and data of written language resourced from the manuscript of BMK HABAKM that can be used as a linguistic research material at the present moment as well as for the coming future.
This research does emphasize its focus on syntactic level, though cases touching morphology, semantics, and pragmatics are also treated as necessary. There are two main problems within this research that is something pertaining with grammatical relation and semantic role to.
-
(1) How does grammatical relation work in BMK HABAKM ?
-
(2) What semantic roles fill in the syntactic function slot in BMK HABAKM?
Both main problems above are discussed scientifically descriptive under linguistic typological theory relied upon the the formal grammar that is relational grammar (RG) in which exists terms relation S-OL-IO and oblique relation and A-P immediately related to this research.
Data Analysis and Findings
Based upon findings finding that all verbal affixes of BMK consist of meng-, di-,ber-memper-, bersi, and -kan dan -i. Affix of meng- marks the verb whose diathesis belongs to active voice and all together with its morphophonemic variants and di- is to marks the passive one. Such a BMK verbal construction appears in the form of basic structure whereas ber- apperas to mark intransitive verb when it is valenced with derived verb; and affix of ber- could also function as to mark ergativity as valenced to transive verb and it will be having ergative diathesis as the predicate of intransitive verb followed by noun without being preceded by a preposition.
The appearance of meng- >< di- contrastively marks active voice from the passive one. If the verb is derived from a noun + ber- thus it belongs to intransitive one. Affixes of -i and -kan derive transitivity in which -i refers to ‘locative’ and -kan referes to ‘causative’. Affix of per- will construe a verb as it is affixed adjective whose meaning refers to ‘comparative’. Truely both -i ‘iterative’ and -kan ‘applicative benefactive’may be affixed to transitive basic verbs.
BMK relational grammar, as well as linguistic relation all over the world consists of S-OL-OTL dan OBL. The test of grammatical subject relation is done under grammatical test viz the test of raising, floating quantifier, adverbial insertion, and questioning constituent. The result indicates that:
-
(1) Preverbal positioned NP is the grammatical subject in BMK HABAKM;
-
(2) First ordered NP(in indirect position of preverb) is the grammatical subject in form of transitivity in BMK provided that the verb is affixless;
-
(3) Preverbally positioned meng- affixed/unaffixed NP is the grammatical subject in BMK HABAKM.;
-
(4) A transitive preverb NP and post NP of grammatical object is subject in BMK HABAKM;
-
(5) Gramatical Subject of BMK HABAKM is the immediately relativizable agent argument;
-
(6) Reflexive NP of BMK HABAKM may not occupy grammatical subject;
-
(7) Gramatical subject of BMK HABAKM is formally unmarked.
In BMK the object grammatical relation has the following features:
-
(1) BMK grammatical object is an immediate NP directly following verb;
-
(2) BMK grammatical object is an NP of adverbially uninterruptible verb;
-
(3) BMK grammatical object is an NP of sustitutably reflexisive NP;
-
(4) BMK grammatical object is an NP occupying object position of active voice permutable into the subject of passive voice;
-
(5) BMK grammatical object is unrelativized relation directly;
-
(6) BMK grammatical object is undeletable sentential constituent within coordinative clause;
-
(7) BMK indirect grammatical object is an NP directly following verb whereas direct object comes to follow the indirect grammatical object.
BMK grammatical features of oblique relation may be seen as follow:
-
(1) BMK oblique is NP argument either with or without preposisi.
-
(2) BMK oblique relation cannot be made subject of a clause.
Based upon the data and typological study, is found that BMK grammatically behaves just like English in which S is treated as A. in case of S and P corefers thus BMK treats the derived construction by passivization or topicalization. That is the very reasons why BMK is said to operate in the pivot of S/A which identifies the property of accusative language.
Whereas the BMK syntactic typology, prior to observation based upon the basic unit of syntactic-semantic universals thus, the unit defined is: S = Intransitive subjek (the one and only argument in intransitive clause).
A = Agent is the subject (agent argument of transitive clause);
P = Patient is transitive object (patient argument of transitive clause); Meanwhile, the understanding of grammatical subject (Comrie, 1981 and 1989) may be similarized to the term of pivot proposed by Dixon (1994).
Based upon the data and typological study, is found that BMK grammatically behaves just like English in which S is treated as A. in case of S and P corefer thus BMK treats the derived construction by passivization or topicalization. That is the very reasons why BMK is said to operate in the pivot of S/A which identifies the property of accusative language.
As far as the discussion above proposed, therefore one could come to a conclusion that BMK grammatical relation and semantic role is S + A da ≠ P. it means that BMK treats S as A and S is not P. Such a grammatical relation and semantic role once again proves that BMK is syntactically, nominative-accusative typed language. As a nominative-accusative typed language, BMK recognizes three kinds of diathesis those are active-passive derived from nominative-accusative, ergative-anti passive diathesis derived from ergative typology and medial diathesis with its sub-diathesis consisting of lexical medial, periphrastic medial, and lexical medial.
Discussion
By having the novelty above, thus, the case of diathesis in BMK, BM and B is clear enough so that the discussion concerning with diathesis, particularly active >< passive, on one hand and ergative and anti-passive on the other, mainly in BMK, BM, and BI will never be an endless dispute since it has been empirically and linguistically proved technically by using formal and semantic device those are grammatical relation (syntax) and semantic role (semantics). Whereas the novelties are as follows.
-
1. Classical Malay, BM, and BI only recognizes one type of active diathesis and one type of passive diathesis both can be described under one notion that only cannoncal active construction and its counterpart cannonical passive with the following syntactical pattern:
-
a. Cannonical Active: Subject Predicate Object (Basic)
NP Vtr + men- NP
Ali mem- beli buku itu. ali ACT bougt book ART
‘Ali bought the book.’
-
b. Cannonical Passive: Subject Predicate (Complement) (Basic) NP Vtr + di- (oleh) (PN)
Buku itu di- beli (oleh) Ali).
book ART PAS bought (by) ali ‘The book was bought by Ali.’
-
2. Other than cannonical active diathesis and cannonical passive diathesis, BMK, BM, and BI also recognize non-cannonical active diathesis whose syntactic construction is SPO primarily with the case of pronominal subject with predicate Vtr + Ø and it is also followed by (pro)nominal object such as examples below:
-
a. Non-cannonical Active: Subject Predicate Object (Basic dan Non-topical)
NP Vtr + Ø PN
Saya jemput Ali. 1SG fetched ali ‘I fetchet Ali.’
-
b. Non-canonical Active: Object Subjek Predikat (Non-basic and topical) NP NP Vtr + Ø Ali saya jemput.
ali 1SG fetch
‘Ali I fetched.’
As sentences (2a. and b.) closely read, morphologically, therefore the difference will be clearly visible from (1a. dan b.) for both (1a dan b morphologically marked, reversely, both (2a. dan b.) are quite other wise. Syntactically , both sentences (1a. and 1b.) are both of SPO constructed. The grammatical subject of active voice (1a.) becomes a complement of oblique relation and role of agent for passive voice of (1b.) and the grammatical object of sentence (1a.) becomes the grammatical subject of pasive voice of (1b.) therefore, syntactically, the passivizasion of cannonical active voice can be done, in contrast, the activization of cannonical passive voice may bring about a new subject within both sentences.
Never does such a case occur in sentences (2a. dan b.) which is non-cannonical active for the preposing of grammatical object of (2a.) Ali does not bring about the object (Ali) to become grammatical subject of sentence (2b). It means that the process of object preposing does not create a new subject but it is only an object
preposing (object fronting) or topicalization. The reason of both just unseen morphological marker and object preposing as the topic is strong enough to say that sentences (2a) and (2b) aree ergatively organized, whereas sentences (1a) dan (1b) nominatively-accusatively organized. Undoubtedly, it can be said the sentence nominatively-accusatively typed is passivizible, on the other hand, ergatively typed sentenced may only be topikalized. Topicalizing of a nominative-accusative typed sententence as written below triggers unaccepted sentence construction, neither in BMK, BM, nor BI such as the example below.
Object Subject Predicate
NP NP Vtr + men-
*Buku itu Ali mem- beli.
book ART ali ACT beli
‘Buku itu Ali membeli.’
Conclusion and Suggestion
By focusing on the subject matters of the research dealing with grammatical relation in BMK, the discussion about syntax-semantics has brought about finding that BMK is a nominative-accusative basic pattern language.
From diathesis point of view, BMK recognizes the diathesis of active >< passive under S-P-O construction in which nominative-accusative sentence is morphologically marked by Vtr + me->< Vtr + di- said to be cannonical active or cannonical passive with the conception that the active one, semantically, traets the grammatical subject as an agent (S/A) in which the active one, grammaticallycould be passivized by keeping preserving S-P-O order as a basic structure.
REFERENSI
Adelaar, Alexander K. 1985. Proto Malayic: The Reconstruction of Its Phonology and Morphology and Parts of Its Lexicon. Alblasserdam: Offset Drukkerij Kanters BV.
Adelaar, Alexander K. 2005. Structural Diversity in The Malayic Subgroup. dalam Alexander K. Adelaar dan Nikolaus P. Himmelmann (ed.). The Austronesian Languages of Asia and Madagascar. London: Routledge.
Alsina, Alex. 1996. The Role of Argument Structure in Grammar: Evidence from Romance. Stanford California: CSLI Publishers.
Alwi, Hasan. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Artawa, I Ketut. 1998. Ergativity and Balinese Syntax. Part I, II, dan III. Dalam NUSA Vol. 42, 43, dan 44. Jakarta: Badan Penyelenggara Seri Nusa Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.
Artawa, I Ketut. 2004. Balinese Language: A Typological Description. Denpasar: CV Bali Media Adhikarsa.
Artawa, I.Ketut. 2000. Alternasi Diatesis pada Beberapa Bahasa Nusantara. dalam Kajian Serba Linguistik untuk Anton Moeliono Pereksa Bahasa (ed. Bambang Kaswanti Purwo). Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya dan PT. BPK Gunung Mulia.
Artawa, I.Ketut. 2002. Ergativity and Grammatical Relation. Dalam Linguistika Vol. 9 No. 16. Denpasar: Program Magister (S-2) Linguistik dan Doktor Linguistik (S-3) Universitas Udayana.
Azar, Betty S. 1993. Understanding and Using English Grammar. Jakarta: Binarupa Aksara.
Blake, Barry J. 1990. Relational Grammar. London: Routledge.
Blake, Barry J. 1994. Case. Cambridge: Cambridge University Press.
Bloomfield, Leonard. 1995. Language (Bahasa) Edisi Bahasa Indonesia. Penerjemah Sutikno. Jakarta: PT Gramedia.
Booij, Geert. 2007. The Grammar of Words: An Introduction to Morphology. New York: Oxford University Press.
Bolinger, Dwight. 1975. Aspects of Language. New York: Hartcourt Brace Jovanovich.
Bresnan, Joan. 1995. Lexical Functional Syntax. Stanford: Stanford University.
Cartier, Alice. 1979. De-voiced Transitive Verb in Formal Indonesian. Universite de Paris V (Rene Descartes), 12 Rue de l’ecole de medicine, 75270 Paris Cedex 06.
Cattel, N.R. 1978. The New English Grammar. Massachussett: The M.I.T. Press
Chafe, Wallace L. 1975. Meaning and The Structure of Language. Chicago: The University of Chicago Press.
Chomsky, Noam. 1976. Syntactic Structures. Massachussett: The M.I.T. Press.
Chung, Sandra. 1976. On The Subject of Two Passives in Indonesian. University of California at Santa Barbara, California 93106.
Comrie, Bernard. 1983, 1989. Linguistic Universals and Linguistic Typology. Oxford: Basil Blackwell Publisher Limited.
Comrie, Bernard. 1988. “Linguistic Typology”. Dalam F.J. Newmeyer (ed.). Linguistics: The Cambridge Survey. Vol. I, hlm.: 447 – 467. Cambridge: Cambridge University Press.
Crystal, David. 1991.A Dictionary of Linguistics and Phonetics. Massachussett: Basil Blackwell.
Culicover, Peter W. 1976. Syntax. San Francisco : Academic Press.
Cumming, Susanna. 1991. Agent Position in The Sedjarah Melaju. Santa Barbara University of California.
Cumming, Susanna. 1991. Functional Change: The Case of Malay Constituent Order. Berlin: Mouton de Gruyter.
Dillon, George L. 1977. Introduction to Contemporary Linguistic Semantics. New Jersey: Prentice-Hall Inc.
Discussion and feedback