Status Pengelolaan Perikanan Sidat (Anguilla Spp.)..,

[Faridz Rizal Fachri, dkk]

STATUS PENGELOLAAN PERIKANAN SIDAT (Anguilla Spp.) BERDASARKAN PADA PENDEKATAN EKOSISTEM DI DAERAH

ALIRAN SUNGAI (DAS) CIMANDIRI, JAWA BARAT

Faridz Rizal Fachri1)*, I Wayan Arthana2), I Nyoman Merit3), Achmad Mustofa4)

1)Yayasan Pesisir Lestari-Denpasar, Bali

2)Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana-Badung, Bali 3)Magister Ilmu Lingkungan, Pasca Sarjana, Universitas Udayana-Denpasar, Bali 4)Yayasan WWF Indonesia-Denpasar, Bali

*Email: faridz@pesisirlestari.org

ABSTRACK

THE STATUS OF EEL (Anguilla spp.) FISHERY MANAGEMENT BASED ON ECOSYSTEM APPROACH IN CIMANDIRI WATERSHED, WEST JAVA

Anguilla spp. is a catadromous fish species that have high export value in supporting the livelihood and food source for the local community in the Cimandiri Watershed, West Java, which is involved in the Indonesian Fisheries Management Area - Inland Waters (WPPNRI-PD) 432. However, pressure on habitat and watershed ecosystems is leading to degradation due to anthropogenic activities is inevitable. This study aimed to determine the composite index of the seven domains and the eel-fishery management status performance based on the EAFM approach in the Cimandiri watershed. The research was carried out from April 2021–February 2022, using a quantitative method focused on testing theory by measuring research variables with numbers and analyzing data based on the findings in each domain. The ex-situ and in-situ data were collected through direct measurements and in-depth interviews with respondents. Subsequently, the composite scores of domains were calculated using flag modeling (multi-criteria analysis). The results highly likely indicated that habitat and social are the lowest-performance domains and require more attention for improvements. In general, the status of the eel fishery management using the EAFM approach in the Cimandiri watershed is fairly good. However, integration of multi-sectoral collaboration is highly needed through the development of effective co-management by maximizing the roles of the community to be further involved in planning and implementing the management actions of the Cimandiri watershed in the form of participative, community-based, toward sustainable use of the resources.

Kata kunci: Eel, Cimandiri Watershed, EAFM, Co-management

menjadi komoditas ekpor dengan tujuan utama pasar Asia Timur, terutama dari jenis Anguilla bicolor bicolor (Arai et al., 2016). Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimandiri merupakan salah satu wilayah DAS di Jawa Barat yang menjadi habitat utama ikan sidat dari jenis Anguilla bicolor bicolor, Anguilla marmorata dan Anguilla nebulosa nebulosa (Fahmi et al.,

2015). DAS ini masuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia-Perairan Darat (WPPNRI-PD) 432. Di wilayah ini tingkat pemanfaatan sidat pada fase benih (glass eel) sangat tinggi, hingga mencapai 11,3 juta ekor pada tahun 2018 dengan jumlah penangkap sebanyak 446 orang (FAO, 2019). Glass eel hasil tangkapan ini sebagian besar untuk pemenuhan permintaan industri budidaya. Sedangkan untuk pemanfaatan pada fase dewasa (yellow-silver eel) lebih cenderung bersifat subsisten untuk keperluan pangan lokal dan hobi. Belum adanya pengelolaan yang komprehensif dengan melibatkan elemen ekosistem dapat berpotensi menjadikan komoditas sidat masuk kategori Appendix II CITES terutama dari jenis Anguila bicolor-bicolor.

Ketersediaan data dan informasi yang dapat menggambarkan status stok perikanan ini menjadi tantangan yang perlu dipecahkan. Di sisi lain, tekanan terhadap degradasi habitat dan ekosistem DAS Cimandiri akibat kegiatan antropogenik, baik di wilayah hulu dan hilir juga tidak terhindarkan (Gollock et al., 2018: Sudriani et al., 2018). Tata kelola perikanan sidat dengan pendekatan ekosistem, atau Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) dapat menjadi salah satu pendekatan yang representatif dalam mendorongkan tata kelola perikanan sidat yang berkelanjutan (KKP, 2020). Pendekatan EAFM

menyeimbangkan antara kondisi sosial -ekonomi dalam pengelolaan perikanan terhadap ketidakpastian kondisi komponen biotik dan abiotik yang meliputi interaksi manusia dengan ekosistem perarian melalui sebuah pengelolaan perikanan yang terpadu, komperehensif serta berkelanjutan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat status pengelolaan perikanan sidat (Anguilla spp.) berdasarkan pada pendekatan EAFM di wilayah DAS Cimandiri, Jawa Barat, WPPNRI-PD 432 sebagai landasan dalam perencanaan aksi pengelolaan perikanan sidat yang lestari dan berkelanjutan.

  • 2.    METODOLOGI

    • 2.1    Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2021 – Februari 2022, dengan lokasi fokus kajian pada kawasan DAS Cimandiri, Jawa Barat (WPPNRI-PD 432) sebagaimana yang tersaji pada Gambar 1. Analisis sampel kualitas air dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan (Proling), Institut Pertanian Bogor (IPB). Adapun lokasi pengambilan data primer melalui observasi langsung di lapangan mengacu pada distribusi sidat dan pembagian orde sungai DAS Cimandiri seperti pada Hakim et al. (2019).

Gambar 1.


Lokasi Penelitian dan Sebaran Pemanfaatan Ruang untuk Infrastruktur, Pemanfaatan Sumber Daya Mineral dan Sumber Daya Sidat di DAS Cimandiri

  • 2.2    Teknik Pengumpulan Data

Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang fokus pada pengujian teori melalui pengukuran variabel penelitian dengan angka dan analisis data sesuai dengan temuan yang didapatkan. Variabel penelitian ini mencakup seluruh indikator yang ada pada domain EAFM, antara lain: 1) jenis sumber daya ikan; 2) lingkungan sumber daya ikan; 3) teknologi penangkapan; 4) sosial; 5) ekonomi; 6) tata kelola; dan 7) pemangku kepentingan.

Secara rinci variabel penelitian tersaji pada Tabel 1. Penghimpunan data primer dilakukan secara in-situ dan ex-situ melalui pengukuran (quantitative) secara langsung di lapangan dan wawancara secara mendalam (depth-interview) kepada 45 responden. Data yang didapatkan dilengkapi dengan data sekunder, selanjutnya disintesis untuk menentukan nilai kriteria melalui skoring pada tiap indikator pada tujuh domain EAFM tersebut.

Tabel 1. Variabel Penelitian

Domain EAFM

Variabel – Indikator

Jenis Data          Sumber Data

Penelitian

Jenis Sumber Daya Ikan

In-situ, (Depth interview)

Tren produksi              Primer & Sekunder

dan desk study

In-situ, Ex-situ & Depth

Perubahan ukuran           Primer & Sekunder   Interview, serta desk

study

Proporsi yuwana            Sekunder           Desk-study

Komposisi tangkapan        Primer              In-situ & Ex-situ

Domain EAFM

Variabel – Indikator Penelitian

Jenis Data

Sumber Data

Spesies Introduksi

Sekunder

Desk-study

Fluktuasi tinggi muka air

Sekunder

Desk study

Pencemaran fisik dan kimia

Primer

In-situ & Ex-situ

Lingkungan

Sumber Daya Ikan

Sempadan

Habitat suaka

Modifikasi lingkungan

Primer

Sekunder

Sekunder

In-situ

Desk study

Desk study

Pendangkalan atau pengeluaran luasan perairan

Sekunder

Desk study

Habitat pemijahan

Sekunder

Desk study

Alat tangkap tidak ramah lingkungan

Primer

In-situ

(Depth interview)

Teknologi

Metode penangkapan ikan tidak ramah lingkungan

Primer

In-situ

(Depth interview)

Penangkapan

Selektivitas alat tangkap

Produktivitas alat tangkap

Primer

Sekunder

In-situ

Desk study

Modernisasi alat tangkap/ alat bantu

Sekunder

Desk study

Partisipasi Masyarakat

Primer

In-situ, (Depth interview)

Konflik perikanan

Primer

In-situ, (Depth interview)

Sosial

Pemanfaatan pengetahuan local dalam pengelolaan SDI

Primer

In-situ, (Depth interview)

Representasi Tokoh

Primer

In-situ, (Depth interview)

Tingkat pendidikan, atau struktur sosial masyarakat

Primer & Sekunder

In-situ

(Depth interview), dan desk study

Kepemilikan asset

Primer

In-situ (Depth interview)

Ekonomi

Pendapatan atau sumber pendapatan

Primer

In-situ (Depth interview)

Tingkat Konsumtif

Primer & Sekunder

In-situ (Depth interview) dan desk study

Ketergantungan ekonomi

Primer

In-situ (Depth interview)

Kepatuhan terhadap praktek perikanan berkelanjutan

Primer

In-situ (Depth interview)

Kelengkapan aturan hukum

Primer

In-situ (Depth interview)

Tata kelola

Kearifan lokal

Primer

In-situ (Depth interview)

Mekanisme pengambilan keputusan

Primer

In-situ (Depth interview)

Rencana pengelolaan perikanan

Primer & Sekunder

In-situ (Depth interview), dan desk study

Tingkat sinergitas kebijakan pengelolaan

Primer

In-situ (Depth interview)

Pemangku kepentingan

Peningkatan kapasitas pemangku kepentingan

Primer

In-situ (Depth interview)

Arah kebijakan yang mendukung pengelolaan perikanan berkelanjutan

Primer & Sekunder

In-situ (Depth interview), dan desk study

  • 2.3    Teknik Analisis Data

Analisis status pengelolaan sidat berdasarkan pada EAFM mengacu pada pedoman yang disusun oleh KKP (2020). Analisis dilakukan secara semi-quantitative dengan menggunakan metode flag modelling melalui Multi-Criteria Analysis (MCA) berfokus pada pendekatan gejala atau performa indikasi kondisi ekosistem perairan secara umum dengan menentukan nilai bobot (NB), dan nilai kriteria (NK) (Damanik et al., 2016). Kemudian nilai indeks komposit (IC) dari setiap indikator ke-x dan domain ke-z, didapatkan melalui pengalian antara nilai rangking, nilai bobot dan nilai kriteria. Selanjutnya dilakukan penjumlahan

masing nilai indeks komposit pada tiap domain, dan nilai rata-rata indeks komposit digunakan untuk menentukan status pengelolaan sidat berdasarkan pendekatan EAFM di DAS Cimandiri.

IC

xz

= NR x NB x NK

(1)

ICxz

= CIxz-1+CIxz-2+CIxz-3+CIxz-)

(2)

ICrata-rata

= ∑ICxz/n

(3)

Berdasarkan pada nilai tersebut, maka dapat ditetapkan batas atas dan batas bawah status EAFM dengan menggunakan flag modeling yang telah ditentukan sebelumnya oleh (KKP, 2020) sebagaiamana ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria Flag Status EAFM

338

s/d

563

Kurang

564

s/d

789

Sedang

790

s/d

1013

Baik


Flag-status EAFM (KKP, 2020) ICrata-rata

Pengelolaan perikanan di ekosistem setempat belum menerapkan prinsip perikanan berkelanjutan Pengelolaan perikanan di ekosistem setempat sudah menerapkan prinsip perikanan berkelanjutan, tapi belum optimal Pengelolaan perikanan di ekosistem setempat sudah menerapkan prinsip perikanan berkelanjutan dan indicator yang ada

  • 3.    HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 3.1    Kondisi Umum DAS Cimandiri

DAS Cimandiri merupakan salah satu wilayah DAS yang terletak di Jawa Barat (WPPNRI-PD 432) dan masuk dalam pengelolaan wilayah Sungai Cisadea – Cibareno, yang membentang sepanjang 195.9 km dengan luas 1.821 km2 berhulu dari kompleks pegunungan Gede-Pangrango pada bagian timur laut dan Gunung Salak pada bagian utaranya, dan bermuara di Pelabuhan Ratu di Jawa Barat. DAS ini mengalir melalui anak-anak sungai: Cicatih, Cipelang, Citarik, Cibodas, dan Cidadap. DAS Cimandiri merupakan DAS lokal, artinya secara geografis terletak secara utuh berada disatu kabupaten atau kota, dan atau DAS

yang secara potensial hanya dimanfaatkan oleh satu daerah kabupaten/kota (Dinas SDA-Jawa Barat, 2017: Hartono, 2016).

Tidak hanya pemanfaatan pada sumber daya perikanan, pemanfaatan sumber daya air DAS Cimandiri juga dimanfaatkan sebagai aliran irigrasi pertanian dan perkebunan, penambangan mineral serta pembangkit listrik tenaga mikro-hidro, ini dikarenakan DAS Cimandiri memiliki curah hujan yang besar, topografi yang mendukung dan vegetasi alam yang cukup bagus. Namun tekanan yang terjadi juga cukup tinggi dengan adanya masukan limbah organik ataupun anorganik dari limbah domestik dan industri. Tentunya hal ini dapat mempengaruhi kondisi kesehatan DAS Cimandiri sebagai ekosistem utama sidat yang ada di wilayah

tersebut (Hartono, 2016; Afianti & Sutiknowati, 2020).

  • A.    Jenis SDI

Nilai IC rata-rata untuk domain jenis SDI adalah 680,0 (sedang). Salah satu indikator yang memiliki nilai paling rendah adalah indikator proporsi yuwana dan juga teridentifikasinya spesies infasif yakni ikan sapu-sapu yang ditemui diwilayah penangkapan. Hal ini cukup berbeda dengan hasil penelitian dari Ditya et al., (2022) yang melakukan penilaian indikator EAFM terhadap pengelolaan SDI perairan darat di Indonesia, salah satunya adalah Sungai Citanduy, Kabupaten Sukabumi, yang cenderung lebih baik.

Padahal terjadi indikasi penurunan CPUE sidat glass eel di DAS Cimandiri yang terlihat dari penelitian Triyanto (2020), kemudian status IUCN sidat untuk A. bicolor bicolor (Near Threatened), A. marmorata (Least Concern) dan A. nebulosa (Not Evaluated) (Gollock et al. 2018), serta masuknya sidat sebagai spesies yang dilindungi terbatas, sesuai dengan KEPMEN KP No.80 tahun 2020, menunjukkan kondisi dimana spesies ikan ini memerlukan treatment khusus. Indikasi penurunan kelimpahan elver di DAS Cimandiri yang telah diamati oleh Faulia (2020). Kondisi ini juga ditambah dengan minimnya data tingkat pemanfaatan sidat pada fase yellow-silver eel, serta ancaman spesies invasif (ikan sapu-sapu) yang mendekati 25% dari total tangkapan.

Tentunya diperlukan prinsip kehati-hatian dalam menyimpulkan kondisi SDI sidat pada DAS Cimandiri, dengan memberikan kriteria kuning (cukup baik), sebagai bentuk peringatan akan kelesetarian dari stok di masa dapan. Prinsip kehati-hatian untuk suatu pengelolaan perikanan menganjurkan untuk melaksanakan strategi pengelolaan yang dapat melakukan mitigasi resiko sumber daya, yang mencakup titik

referensi biologis dan memperhitungkan ketidakpastian ilmiah (proses, model dan analisis) (Mildenberger et al. 2021). Berdasarkan hal tersebut, tentunya diperlukan data yang lebih lengkap untuk menutupi kesenjangan pemahaman sumber daya sidat di DAS Cimandiri yang belum diketahui sepenuhnya.

  • B.    Lingkungan SDI/Habitat

Nilai IC rata-rata menunjukkan pada kondisi yang kurang baik, dengan nilai 771,4 (kurang). Ini diakibatkan karena banyaknya tekanan-tekanan ekologis yang dijumpai di batang tubuh DAS Cimandiri, seperti: ancaman banjir akibat fluktuasi volume air; pencemaran fisik dan kimia yang telah diketahui secara pasti dengan status tercemar berat di wilayah badan (tengah sungai), hingga tercemar ringan – sedang di wilayah hilir sungai; adanya modifikasi lingkungan berupa bendung; alih fungsi sempadan; tidak adanya wilayah suaka; serta terjadinya pendangkalan di beberapa titik akibat sidementasi dan sampah, dan pengeluaran luasan perairan akibat aktivitas penambangan pasir.

Tekanan dan ancaman DAS Cimandiri telah dilaporkan pada beberapa hasil kajian ilmiah: a) tingginya unsur nitrogen dan bahan organik lainnya (Hakim et al., 2016; Aisyah et al. 2022); ancaman banjir (Ikbar & Purwanti, 2022); keberadaan sampah dan mikroplastik melebihi ambang batas di wilayah Muara DAS Cimandiri, (Zaini et al. 2020); pencemaran mikrobiologis (coliform) melebihi standard di wilayah Muara DAS Cimandiri (Afianti & Sutiknowati, 2020); konsentrasi logam berat melebihi batas Fe, Mn dan Zn (DLH, 2021); akumulasi sedimentasi (melalui nilai TSS di Muara Cimandiri) (Widryani et al. 2019); serta ditemukannya berbagai fase sidat campuran (non-glass eel) di seluruh jaringan DAS Cimandiri sesuai dengan hasil pengamatan penelitian Hakim (2016).

  • C.    Teknologi Penangkapan Ikan

Hasil nilai IC rata-rata untuk domain ini menunjukkan pada kondisi yang kurang baik, dengan rata-rata nilai IC 440,0 (sedang). Hal yang menjadikan nilainya tidak maksimal adalah masih ditemukannya alat tangkap yang merusak (seperti menggunakan listrik, terkadang menggunakan racun) saat penangkapan sidat dewasa, sebagaimana juga yang ditemui oleh Hakim et al., (2020), serta selektivitas alat tangkap yang rendah untuk penangkapan glass eel, dimana lebih 15 famili melalui data ±1 tahun pengambilan data di Muara Cimandiri, yang mana hasil ini sesuai dengan hasil pengamatan dari Wahju et al., (2021); Annida et al., (2021). Hal ini diduga kelimpahan dan keanekaragaman dari Sungai Citanduy dan Muara DAS Cimandiri sangat berbeda.

  • D.    Sosial

Hasil analisis nilai IC rata-rata 560,0 (kurang). Salah satu indikator yang memiliki nilai kriteria rendah adalah tingkat partisipasi masyarakat, dan tingkat pendidikan atau struktur sosial masyarakat.

Rendahnya partisipasi masyarakat ini diduga lebih dikarenakan pada akses masyarakat yang terbatas untuk ikut atau berperan serta dalam penyusunan rencana pengelolaan DAS ataupun perikanan di wilayah terkait, rendahnya akses ini juga sumbangsih atas minimnya wadah atau platform sebagai penyaluran aspirasi atau ide pengelolaan dari masyarakat. Selain itu usaha dari para pemangku kepentingan (pemerintah) untuk dapat melibatkan peran masyarakat lebih luas dalam perencanaan pengelolaan juga menjadi salah satu perhatian.

Dilain sisi, kondisi rendahnya pendidikan dari para pemanfaat sumber daya terhadap jenjang pendidikan terlihat dari hasil depth interview serta data BPS Kabupaten Sukabumi, yang mana level pendidikan ini mempengaruhi kualitas

dari mata pencaharian masyarakat, yang cenderung belum memiliki pekerjaan yang tetap, dan serabutan. Berdasarkan pada FAO (2020), para komunitas pemanfaat sidat (baik glass eel dan silver-yellow eel) dapat dikategorikan sebagai subyek yang memiliki kepentingan tinggi terhadap sumber daya sidat di DAS Cimandiri, namun tidak memiliki pengaruh bersar untuk dapat mempengaruhi pengambilan keputusan terkait pengelolaan perikanan sidat dan DAS yang berkelanjutan. Padahal komunitas masyarakat lokal disinyalir memiliki pemahaman yang lebih baik atas sumber dayanya (Haeruddin, 2016).

Pengarus utamaan pentingnya keterlibatan peran serta masyarakat atau komunitas dalam pengelolaan perikanan darat dan DAS yang berkelanjutan di DAS Cimandiri juga disampaikan oleh Cooke et al (2016); Putra et al., (2021); dan Hakim et al., (2020). Salah satu justifikasi yang paling utama adalah keunikan dari tiap wilayah sungai jaringan DAS Cimandiri, mulai dari hulu, tengah (badan sungai) hingga pada kawasan hilir (muara) memerlukan langkah pengelolaan yang berbeda-beda, melibatkan suatu hamparan ekosistem yang luas, dan bergamnya pemanfaatan yang ada, baik pemanfaatan sumber daya ikan, pertanian, mineral dan sebagainya, sehingga pengembangan komunitas masyarakat menjadi hal penting untuk dilakukan.

  • E.    Ekonomi

Nilai IC rata-rata pada domain ekonomi pada angka 700,0 (sedang). Terdapat dua indikator yang memiliki nilai IC yang sangat rendah, yakni; kepemilikan aset dan pendapatan atau sumber pendapatan pemanfaat sidat. Dimana tidak banyak yang memiliki aset dengan nilai yang berkembang, serta pendapatan mereka 45% masih di bawah UMK, dan lebih dari 80% tidak puas akan pendapatan saat ini.

Begitu juga dengan ketergantungan terhadap ekonomi, perikanan sidat masih belum memberikan jaminan pasti bagi pendapatan mereka, mengingat penangkapan cenderung musiman, belum ada pasar yang pasti (Putra et al., 2021), dan teknologi budidaya sidat secara tradisional yang masih belum dimaksimalkan untuk mununjang penghidupan RTP, padahal sektor budidaya ini memiliki potensi yang besar (Kartamiharja, 2015).

Terlihat juga dari rendahnya kepemilikan tabungan RTP, dimana hanya kurang lebih 27% RTP yang memiliki tabungan. Hasil ini juga sesuai dengan beberapa fakta temuan dari Ditya et al., (2021) terkait kondisi domain sosial di wilayah Sungai Kampar, Sungai Kapuas, Sungai Barito, Segara Anakan dan Sungai Citanduy, yang mana nilai rata-rata IC untuk domain sosial sebagian besar merah (kurang baik).

  • F.    Tata Kelola

Nilai IC rata-rata untuk domain tata kelola adalah 733,3 (sedang). Sebagian besar untuk indikator pada domain ini memiliki nilai IC pada kondisi yang kurang baik (kuning). Sejatinya pada domain ini menganalisis lebih jauh terkait efektifitas dari tata kelola yang telah dilakukan dalam pengelolaan perikanan sidat dan DAS Cimandiri di WPPN-RI 432, yang meliputi: kepatuhan terhadap praktek berkelanjutan; kelengkapan aturan hukum; kearifan lokal; mekanisme pengambilan keputusan; dan rencana pengelolaan perikanan.

Salah satu tugas yang perlu dilakukan untuk perbaikan berdasarkan pada kesenjangan yang ditemukan selama penelitian adalah bagaimana eksekusi pengelolaan ini bisa berjalan dengan baik, dengan memaksimalkan beberapa hal, seperti: a) peningkatan pengawasan dan penegakan hukum; b) akomodasi kearifan lokal dalam pengelolaan; c) mekanisme pemaksimalan pengambilan keputusan

dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat atau komunitas; dan d) integrasi rencana pengelolaan perikanan dan DAS melalui skema perencanaan nasional atau daerah sesuai dengan perundangan. Ini sesuai dengan rekomendasi dari FAO (2020), guna mewujudkan tata kelola perikanan yang berkelanjutan perlu fokus pada keterlibatan      seluruh     pemangku

kepentingan secara aktif pada seluruh tahapan pengelolaan:    perencanaan;

pengembangan; pengelolaan hingga pengawasan dan penegakan hukum dalam pengelolaan sidat dan DAS yang berkelanjutan. Memang hal ini lah yang perlu dilakukan, dimana integrasi dan koordinasi efektif memgang kuat untuk kombinasi berbagai dimensi pemanfaatan di wilayah ini (Cooke et al., 2016).

Keberadaan KEPMEN KP No.118 Tahun 2021 terkait dengan rencana pengelolaan sidat dan juga Peraturan Gubernur Jawa Barat No.21 Tahun 2017 Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Cisadea – Cibareno seharusnya sudah dapat menjadi referensi hukum yang jelas dan menjadi landasan di tingkat lokal (Dinas Perikanan, Kabupaten Sukabumi) dan UPTD PSDA WS Cisadea – Cibareno untuk merencanakan pengelolaan perikanan sidat dan DAS Cimandiri baik dalam penyusunan rencana strategis dan detail rencana kerja tahunan. G. Pemangku Kepentingan

Nilai IC rata-rata untuk domain pemangku kepentingan 466,7 (sedang). Sama halnya dengan domain tata kelola, Sebagian besar nilai IC pada tiap indikator pada domain pemangku kepentingan ini secara keseluruhan masih kurang baik (kuning). Hal yang paling dibutuhkan untuk perbaikan adalah bagaimana mengintergasikan seluruh rencana pengelolaan ini terkoneksi dengan rencana kerja kepada satuan kerja/OPD terkait sesuai dengan fungsi masing-masing.

Penurunan rencana kerja terintegrasi ini tentunya dimulai dari penyusunan rencana startegis lima tahunan, dan detail aksi tahunan yang selanjutnya mengindentifikasi kesenjangan penganggaran untuk dapat ditawarkan kepada pihak lain yang relevan untuk mengisi relung kekosongan penganggaran tersebut, seperti pihak swasta dan juga NGO/CSO yang beroperasi di wilayah tersebut. Sinkronisasi ini tentunya sangat perlu dilakukan untuk melihat kesesuaian dengan rencana tata ruang daerah (RTRW Kabupaten Sukabumi) (FAO, 2020).

Penyeragaman persepsi dan tingkat kapasitas dari para pihak terkait perlu dilakukan guna penyeragaman pemahaman, visi dan misi pengelolaan perikanan sidat dan DAS Cimandiri. Media atau wadah komunikasi, serta koordinasi yang efektif dibutuhkan sebagai salah satu usaha penyeragaman pandangan tersebut. Sehingga pengarus utamaan peran Forum DAS yang efektif di masing wilayah akan sangat membantu, dan bagaimana membawa isu di tingkat tapak ini dapat terakomodir dalam perencanaan melalui sidang TKPSDA WS Cisadea – Cibareno.

Memang forum dan strategi ini dapat menjadi salah satu potensi dan kekuatan untuk dapat sinkronisasi kebijakan dan

mengembangkan kapasitas sumber daya manusia guna mendukung pengelolaan sidat yang berkelanjutan di DAS Cimandiri (Putra et al., 2021); (Haryani, 2021), dan co-management menjadi opsi yang terbaik (Amarasinghe & Wijenayake, 2015).

  • 3.2    Hasil Akhir Pengelolaan Perikanan Sidat Berdasarkan EAFM di DAS Cimandiri (WPPNRI PD-432)

Berdasarkan pada hasil temuan pada masing indikator sebagaimana yang telah disampaikan diatas, didapatkan nilai sebaran performa masing-masing indikato pada tiap domain sebagaimana yang tersaji pada Tabel 3, telah teridentifikasi beberapa indikator yang dalam kondisi buruk dan perlu penanganan atau aksi perbaikan segera, seperti: ketertangkapan proporsi    yuwana    yang besar,

teridentifikasinya spesies introduksi, pencemaran fisika dan kimia perairan, alih fungsi sempadan, belum adanya habitat suaka, terjadinya modifikasi lingkungan, selektivitas alat tangkap, tingkat pendidiakan dan partisipasi masyarakat yang rendah, kepemilikan aset, serta pendapatan masyarakat sekitar DAS yang sebagian besar di bawah UMK.

Tabel 3. Performa Masing Indikator pada Tiap Domain EAFM di DAS Cimandiri

Domain EAFM

Indikator

Nilai Ranking (NR)

Skor Kriteria

Nilai Kriteria (NK)

Nilai Indeks Komposit (IC)

Tren produksi sidat

5

1= tren tangkapan menurun >25% 2= tren tangkapan menurun 25% 3= tren tangkapan stabil/ meningkat

2

333,3

Perubahan ukuran

2

1= ukuran tangkapan mengecil

2= ukuran tangkapan relative sama

3= ukuran tangkapan bertambah

2

53,3

Jenis Sumber Daya Ikan

Proporsi yuwana

1

1= yuwana tertangkap >50% 2= yuwana tertangkap 25-50% 3= yuwana tertangkap <25%

1

6,7

Komposisi tangkapan

3

1= komposisi lengkap, dominasi jenis tertentu rendah, dominasi invasive >50%

2= komposisi lengkap, dominasi jenis tertentu rendah, dominasi invasive 25-50%

3

180,0

Domain EAFM

Indikator

Nilai Ranking (NR)

Skor Kriteria

Nilai Kriteria (NK)

Nilai Indeks Komposit (IC)

3= komposisi lengkap, dominasi jenis tertentu rendah, dominasi invasive <25%

Spesies

Introduksi

4

1= terdapat spesies introduksi dan sudah menjadi spesies invasif

2= terdapat spesies introduksi, namun belum menjadi invasive

3= tidak terdapat

1

106,7

Fluktuasi tinggi muka air

1

Fluktuasi: 1= tidak terjadi, 2= rendah-sedang 3= tinggi

2

10,7

Pencemaran fisik dan kimia

6

Dibandingkan dengan standard:

1= tercemar

2= sedang

3=tidak tercemar

1

128,6

Sempadan

3

Kondisi sempadan: 1= tidak ada 2= 1-14 m 3= >15 m

2

64,3

Habitat suaka

2

1= tidak ada suaka perikanan

2= ada suaka perikanan tapi belum

dikelola dengan baik

3= ada suaka perikanan dan dikelola dengan baik

1

14,3

Lingkungan Sumber Daya Ikan/Habitat

Modifikasi lingkungan

5

1= ada modifikasi yang mengganggu ruaya sidat 2= ada modifikasi tapi tidak mengganggu ruaya sidat 3= tidak ada modifikasi

1

89,3

Pendangkala n atau pengeluaran luasan perairan

7

1= terjadi pendangkalan, pengurangan luasan, volume air yang siginifikan dan berpengaruh terhadap perikanan

2= terjadi pendangkalan, pengurangan luasan, volume air yang tidak signifikan dan tidak berpengaruh terhadap perikanan 3= tidak terjadi pendangkalan, pengurangan luasan, pengurangan volume air

2

350,0

Habitat penting (Spawning/ Nursery/ Enlargment Area)

4

1= habitat pemijahan/

asuhan/mencari makan rusak berat 2= habitat pemijahan/asuhan/ mencari makan rusak sedang

3= habitat pemijahan/asuhan/ mencari makan masih baik

2

114,3

Teknologi Penangkapan

Alat tangkap tidak ramah lingkungan

3

1= terdapat kegiatan penangkapan yang bersifat destruktif > 5 alat tangkap

2= terdapat kegiatan penangkapan yang bersifat destruktif 1-5 alat tangkap

3= tidak ada kegiatan penangkapan ikan yang bersifat destruktif

2

120,0

Domain EAFM

Indikator

Nilai Ranking (NR)

Skor Kriteria

Nilai Kriteria (NK)

Nilai Indeks Komposit (IC)

Metode penangkapan ikan tidak ramah lingkungan

1

1= terdapat metode penangkapan ikan yang membahayakan SDI >10 kasus

2= terdapat metode penangkapan ikan yang membahayakan SDI 3-10 kasus

3= terdapat metode penangkapan ikan yang membahayakan SDI <3 kasus

3

20,0

Selektivitas alat tangkap

2

1= jumlah alat tangkap yang tidak selektif ≥50%

2= Jumlah alat tangkap yang tidak selektif 10-50%

3= Jumlah alat tangkap yang tidak selektif <10%

1

26,7

Produktivitas alat tangkap

4

1= jumlah alat tangkap yang produktif ≥50%

2= jumlah alat tangkap yang produktif 10-50%

3= jumlah alat tangkap yang produktif <10%

1

106,7

Modernisasi alat tangkap/ alat bantu

5

1= alat tangkap tradisional

2= alat tangkap menggunakan teknologi atau alat bantu

3= alat tangkap menggunakan teknologi dan alat bantu

1

166,7

Partisipasi

Masyarakat

5

1= partisipasi masyarakat <50% 2= partisipasi masyarakat 50-75% 3= partisipasi masyarakat >75%

1

166,7

Konflik perikanan

4

1= terjadi konflik perikanan >5 kali per tahun

2= terjadi konflik perikanan 2-5 kali per tahun

3-terjadi konflik perikanan <2 kali per tahun

3

213,3

Sosial

Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan SDI

3

1= tidak ada

2= ada tetapi tidak efektif

3= ada dan efektif digunakan

2

120,0

Representasi Tokoh

2

1= keterwakilan tokoh tidak ada

2= keterwakilan tokoh ada, tapi tidak dominan

3= keterwakilan tokoh sangat dominan

2

53,3

Tingkat pendidikan, atau struktur sosial masyarakat

1

1= jumlah nelayan dengan tingkat pendidikan rendah >75%

2= jumlah nelayan dengan tingkat pendidikan rendah 50-75%

3= jumlah nelayan dengan tingkat pendidikan rendah <50%

1

6,7

Ekonomi

Kepemilikan aset

1

1= jumlah/nilai aset <50% 2= jumlah/nilai aset 50-75% 3= jumlah/nilai aset >75%

1

10,0

Domain EAFM

Indikator

Nilai Ranking (NR)

Skor Kriteria

Nilai Kriteria (NK)

Nilai Indeks Komposit (IC)

Pendapatan atau sumber pendapatan

3

1= kurang dari rata-rata UMK

2= sama dengan rata-rata UMK 3= diatas rata-rata UMK

1

90,0

Tingkat

Konsumtif

2

1= tingkat konsumtif tinggi, membelanjakan pendapatannya untuk barang konsumtif >75% 2= tingkat konsumtif sedang, membelanjakan pendapatannya untuk barang konsumtif 25-75% 3= tingkat konsumtif rendah, membelanjakan pendapatannya untuk barang konsumtif <25% atau membelanjakannya pendapatannya hanya untuk kebutuhan pokok

3

120,0

Ketergantun gan ekonomi

4

1= ekonomi keluarga hanya berasal dari kegiatan penangkapan ikan 2= ekonomi keluarga berasal dari kegiatan penangkapan ikan dan pengolahan/diversifikasi hasil perikanan

3= ekonomi keluarga berasal dari usaha perikanan dan usaha lainnya

3

480,0

Kepatuhan terhadap praktek perikanan berkelanjuta n

5

1= terjadi pelanggaran > 5 kali

2= terjadi pelanggaran 1-5 kali

3= tidak pernah terjadi pelanggaran

2

333,3

Kelengkapan aturan hukum

4

1= tidak ada regulasi

2= tersedia regulasi, namun belum secara lengkap mengatur pengelolaan perikanan secara

berkelanjutan

3= tersedia regulasi yang secara komprehensif dapat mengatur pengelolaan perikanan secara berkelanjutan

2

213,3

Tata kelola

Kearifan lokal

3

1= tidak terdapat kearifan lokal

2= terdapat kearifan lokal, namun belum secara penuh mampu menjamin kelestarian SDI dan lingkungan

3= terdapat kearifan lokal, secara penuh mampu menjamin kelestarian SDI dan lingkungan

2

120,0

Mekanisme pengambilan keputusan

2

1= tidak dilakukan mekanisme pengambilan keputusan

2= dilakukan mekanisme pengambilan keputusan, namun belum melibatkan seluruh anggota komunitas terkait atau <2/3 dari keseluruhan anggota komunitas yang sepakat

3= dilakukan mekanisme pengambilan keputusan dan

2

53,3

Domain EAFM

Indikator

Nilai Ranking (NR)

Skor Kriteria

Nilai Kriteria (NK)

Nilai Indeks Komposit (IC)

melibatkan seluruh anggota komunitas terkait atau >2/3 dari keseluruhan anggota komunitas yang sepakat

Rencana pengelolaan perikanan

1

1= belum ada RPP

2= ada RPP namun belum sepenuhnya di implementasikan 3= ada RPP dan telah di implementasikan oleh seluruh pemangku kepentingan terkait

2

13,3

Tingkat sinergitas kebijakan pengelolaan

3

1= banyak sector yang memanfaatkan perairan darat dan tidak ada upaya menyinergikan kebijkan

2= ada upaya sinergi kebijakan, tapi kurang efektif

3= sinergi antar lembaga berjalan baik, upaya sinergi berjalan baik, masing-masing kebijakan lintas sector mendukung pengelolaan perikanan secara berkelanjutan

2

300,0

Pemangku kepentingan

Kapasitas pemangku kepentingan

2

1= stakehoders latents tidak memiliki orientasi kebijakan terhadap pengelolaan perikanan secara berkelanjutan

2= stakeholders latents memiliki orientasi kebijakan terhadap pengelolaan perikanan secara berkelanjutan, tapi sangat terbatas 3= stakeholders latents memiliki orientasi kebijakan terhadap pengelolaan perikanan secara berkelanjutan, dan stakeholders lainnya memiliki kapasitas yang memadai

2

33,3

Arah kebijakan yang mendukung pengelolaan perikanan berkelanjuta n

1

1= tidak ada

program/kegiatan/anggaran untuk mendukung pengelolaan perikanan secara berkelanjutan

2= ada program/kegiatan/anggaran untuk mendukung pengelolaan perikanan secara berkelanjutan, tapi sangat terbatas

3= ketersediaan

program/kegiatan/anggaran sangat mendukung pengelolaan perikanan secara berkelanjutan

2

133,3

perikanan yang berkelanjutan dengan terutama pada domain lingkungan sumber memperhatikan juga kondisi ekosistem, daya ikan dan sosial (Gambar 2).

Tabel 4. Hasil Kumulatif Nilai Akhir Performa Pengelolaan Perikanan Sidat Berdasarkan Pendekatan EAFM di DAS Cimandiri, Jawa Barat (WPPNRI-PD 432)

Domain EAFM PUD

Nilai Indeks Komposite (IC) Rata-Rata/ Domain

Kategori

Jenis Sumberdaya Ikan (SDI)

680,0

Sedang

Lingkungan Sumber daya Ikan

771,4^H

Kurang

Teknologi Penangkapan

440,0

Sedang

Sosial I

560,0^^1

Kurang

Ekonomi

700,0

Sedang

Tata Kelola

733,3

Sedang

Pemangku Kepentingan

466,7

Sedang

Rata-Rata Nilai Indeks Komposite

621,6

Sedang

Berdasarkan pada hasil tersebut, didapatkan hasil akhir status pengelolaan perikanan sidat berdasarkan pada pendekatan EAFM di DAS Cimandiri (WPPNRI-PD 432) pada kondisi yang


sedang (kurang baik) dengan nilai rata-rata IC sebesar 621,6 (Tabel 4). Hasil ini tentunya masih belum optimal dan diperlukan perbaikan di beberapa sektor untuk dapat menerapkan prinsip-prinsip


Gambar 2.

Domain Lingkungan SDI dan Sosial Menjadi Domain dengan Nilai Terendah


  • 3.3    Rekomendasi langkah perbaikan pengelolaan DAS Cimandiri, Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Jawa Barat

Langkah pengelolaan yang adaptif tentunya diperlukan untuk dapat menindaklanjuti atas temuan kesenjangan terhadap prinsip-prinsip EAFM yang didapatkan selama penelitian ini dilaksanakan. Rekomendasi langkah

perbaikan ini difokuskan pada indikator-indikator yang diprioritaskan untuk dapat dilakukan perbaikan, skala prioritas tentunya dapat digunakan untuk menyesuaikan indikator pengelolaan yang perlu dieksekusi secara cepat. Seperti indikator-indikator pada domain lingkungan SDI dan juga domain sosial. Hal lain yang juga menjadi fokus adalah bagaimana rencana kerja untuk pengelolaan perikanan sidat dan DAS

Cimandiri di WPPNRI-PD 432 ini dapat berkelanjutan dan berlandaskan kondisi ekosistem.

Penentuan langkah tujuan utama dalam pengelolaan perikanan dalam lingkup DAS tentunya dilakukan dengan mengintegrasikan segala kebutuhan perbaikan perikanan dan DAS melalui wadah atau platform pengelolaan yang efektif, dan memastikan proses konsultasi dapat berjalan dengan baik, sehingga para pemangku kepentingan terkait dapat menyepakati tujuan utama tersebut berdasarkan pada prioritas yang disaepakati (FAO, 2017). Pada konteks pengelolaan DAS di Indonesia, memerlukan langkah yang koheren dari berbagai regulasi yang ada. Kelengkapan aturan hukum ini menjadi kerangka bagi para pemangku kepentingan untuk eksekusi pengelolaan di lapangan.

Kelengkapan aturan hukum tersebut memang memberikan arahan tata kelola secara detail dan lengkap, namun disisi lain menghasilkan kompleksitas dan ketidak jelasan implementasinya karena ada indikasi tumpang tindih, cenderung top-down, hingga rendahnya kualitas koordinasi multi-sektor yang ada, baik antar OPD ataupun pelibatan para pemangku kepentingan yang lain hingga pada level akar rumput (Basuki et al., 2022; Irawan & Dharmawan, 2015; Sulistiyaningsih et al., 2019; Waskito et al., 2022; Utomo & Samuel, 2017).

Mengacu pada PP No.37 Tahun 2012 tentang pengelolaan DAS, serta keterangan dari Pambudi (2019) keterlibatan pengelolaan dalam mendukung DAS yang berkelanjutan masih menitik beratkan pada unsur fisik dan konservasi sungai, pendayagunaan sumber daya air, kualitas air, vegetasi dan penggunaan lahan, namun belum melibatkan unsur sumber daya perikanan yang ada di wilayah sungai. Diduga ini dikarenakan masih dianggap belum pentingnya sumber daya perikanan di

wilayah perairan darat, sebagai salah satu indikator dalam pengelolaan DAS, termasuk menjadi hal pertimbangan dalam pembangunan infrastruktur pengelolaan sumber daya air yang dapat memicu degradasi dan fragmentasi habitat (Ditya et al., 2021; Muthmainnah & Rais, 2021: Haryani, 2020; Syafei, 2017).

Padahal Indonesia memiliki jenis sumber daya ikan perairan darat endemik mencapai 1193 spesies, dengan 798 jenis ikan pada dangkalan Sunda (Kottelat et al., 1993; Froese & Pauly, 2013), dengan prediksi nilai ekonomi yang dihasilkan dari sektor perikanan ini untuk mendukung ketahanan pangan lokal dan mata pencaharian masyarakat mencapai Rp. 1.548.605.000.000,- di tahun 2011 (Utomo & Samuel, 2017). Hal ini belum menghitung potensi ekonomi dari sektor ornamental fishes (Channidae atau snakehead, Arapaiminae atau arwana, Notopteridae atau belida, dan lain-lainnya). Namun sayangnya semua komoditas ikan ini belum tercatat dengan baik. Berbagai tekanan lingkungan di ekosistem DAS, serta tidak adanya intergasi pengelolaan yang optimal memicu kepunahan yang merugikan bagi Indonesia atas hilangnya plasma nutfah keanekaragaman hayati (Gustiano et al., 2021).

Berdasarkan justifikasi tersebut, tentunya integrasi pengelolaan perikanan sidat dan DAS Cimandiri di wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (WPPNRI-PD 432) sangat krusial untuk harus dilakukan. Perbaikan pengelolaan memerlukan strategi yang spesifik untuk dapat terakomodir dan terintergasi pada rencana strategis pengelolaan WS Cisadea-Cibareno pada tim OPD terkait di Provinsi Jawa Barat (UPTD PSDA WS Cisadea – Cibareno), serta pada rencana strategis daerah Kabupaten Sukabumi. Gambar 3 merupakan alur intergasi dan koordinasi pengembangan rencana pengelolaan perikanan sidat dan DAS

Cimandiri yang terintegrasi dan sinergi langkah-langkah pengelolaan untuk seluruh para pemangku kepentingan yang terlibat menuju pengelolaan yang berkelanjutan dengan pendekatan ekosistem (dimodifikasi dari Pambudi, 2019) (Gambar 3).

Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 78 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 20 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, menyatakan bahwa Rencana Pengelolaan DAS menjadi acuan dalam; a) rencana pembangunan sektor untuk menyusun program dan kegiatan yang lebih detail di wilayah DAS; b) penyusunan RPJPD, RPJMD dan RKPD; c) pencapaian tujuan secara sistematik dan pertanggungjawaban pengelola DAS. Rencana pengelolaan DAS dikembangkan secara terpadu, satu kesatuan ekosistem, satu rencana dan satu sistem pengelolaan, serta berlandasakan pada asas legalitas, profesional, keadilan, transparan dan akuntabilitas.

Sejatinya adanya Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 78 Tahun 2020 ini telah menjadi landasan yang sangat jelas pengelolaan DAS di wilayah Jawa Barat untuk dapat dikembangkan secara komperehensif mengakomodir satuan ekosistem dalam pengelolaan, meskipun unsur perikanan juga belum terlihat secara

jelas di peraturan tersebut, namun dengan highlight kata ekosistem dalam peraturan tersbut tentunya sektor perikanan (seperti sidat) harus menjadi bahan pertimbangan pengelolaan.

Urgensi dari pengarus utamaan comanagement dan kolaborasi aktif dari pengelolaan DAS disebabkan karena tidak adanya organisasi atau institusi yang punya otoritas penuh mengelolaa DAS, yang punya kekuatan untuk mengakomodir lintas sektoral (Direktur Jenderal Pengelolaan Aliran Sungai dan Hutan Lindung/PDASHL, KLHK dalam Antaranews, 2018).

Efektifitas adanya Forum Koordinasi DAS tingkat tapak (Kabupaten/Kota) Forum Koordinasi DAS di tingkat Provinsi Jawa Barat dan TKPSDA WS (Gambar 4), menjadi hal yang krusial sebagai motor utama penggerak comanagement untuk dapat segera dilaksanakan. Dimana menyesuaikan dengan kasus DAS Cimandiri yang menjadi bagian otoritas kelola Provinsi Jawa Barat, tentunya BAPPEDA Provinsi Jawa Barat menjadi pihak utama sebagai pengakomodir koordinasi dan integrasi lintas sektoral menuju pengelolaan perikanan sidat di DAS Cimandiri WPPNRI-PD 432 yang berlandaskan ekosistem.

Gambar 3.

Peningkatan Koordinasi dan Efektivitas Forum DAS dan Juga TKPSDA WS Cisadea – Cibareno Guna Memastikan Tiap Isu Dapat Terakomodir dalam Rencana Pengelolaan DAS yang Disahkan oleh Gubernur, dengan Menitik Beratkan pada Pengelolaan Partisipatif Berbasis Masyarakat

Gambar 4.


Implementasi Integrasi dan Sinergi Langkah Pengelolaan Sidat dan DAS Cimandiri di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, WPPNRI-PD yang Dimodifikasi atas Hasil Analisis dari Pambudi (2019)

  • 4.    SIMPULAN DAN SARAN

    • 4.1    Simpulan

Status pengelolaan perikanan sidat berdasarkan pendekatan ekosistem di DAS Cimandiri, Jawa Barat (WPPNRI PD-432) dalam kondisi sedang (cukup baik), dengan domain lingkungan SDI (habitat) dan domain sosial merupakan dua domain yang memiliki nilai paling rendah dan memerlukan perhatian yang serius. Integrasi dan sinergi rencana pengelolaan perikanan sidat dan rencana pengelolaan DAS Cimandiri melalui comanagement menjadi hal penting untuk dapat dilaksanakan, dengan membangun keterlibatan komunitas pada akar rumput dalam perencanaan pengelolaan melalui Forum DAS dan TKPSDA yang efektif, dimana BAPPEDA Provinsi Jawa Barat sebagai pemeran kunci atau aktor utama pengelola.

  • 4.2    Saran

Mengingat luasnya dimensi dan domain dalam membangun perencanaan perikanan sidat dan DAS dengan pendekatan ekosistem, diperlukan keterlibatan responden yang lebih luas, guna memastikan tingkat keterwakilan untuk menghasilkan informasi dan data yang lebih spesifik.

DAFTAR PUSTAKA

Afianti, N. F. & Sutiknowati, L. I. 2020.

Kondisi pencemaran lingkungan berdasarkan parameter mikrobiologis di sekitar muara Sungai Cimandiri, Teluk Pelabuhanratu, Jawa Barat. Majalah Ilmiah Biologi Biosfera: A Scientific Journal 37 (3): 135-140.

Aisyah, S. Ibrahim, A., & Triyanto, T. 2022.

Analisis karakteristik fisika dan kimia sedimen di daerah aliran sungai (DAS) dan Pesisir Cimandiri, Jawa Barat. Jurnal Akuatik Lestari 5 (2).

Amarasinghe, S., & Wijenayake. 2015. Perspective on culture-based fisheries development in Asia. Edition: NACA Monograph Series No.3 Publisher. Network of Aquaculture Centres in Asia –Pasific. Bangkok.

Antaranews. 2018. Peran forum DAS dinilai belum efektif. Peran forum DAS dinilai belum efektif -ANTARA News Megapolitan (diakses pada 01 November 2022).

Arai, T. & H. G Sugeha. 2016. Biology and ecology of Anguilid Eels, edited by Takaomi Arai. Marine Biology Research 13 (2): 253-354.

Arai, T. & N. Chino. 2019. Variations in the migratory history of the tropical catadromous eels Anguilla bicolor bicolor and Anguilla bicolor pacifica in south-east Asian waters. Journal of Fish Biology 94 (5): 752-758.

Arai, T. 2020. Ecology and evolution of migration in the freshwater eels of the genus Anguilla Schrank, 1798. Heliyon 6 (10): 1-11.

Basuki, T.M., Mugroho, H.Y.S.H., Indrajaya, Y., Pramono, I.B., Nugroho, N.P.,  Supangat, A.B.,

Indrawati, D.R., Savitri, E., Wahyuningrum,   N., Purwanto,

Cahyono, S.A., Putra, P.B., Adi, N.R, Nugroho, A.W. Auliyani, D., Wuryanta, A, Riyanto., H.D., Harjadi, B.,        Yudilastyantoro,        C.,

Hanindityasari, L., Nada, F.M.H., & Simarmata, D.P. 2022. Improvement of integrated watershed management in Indonesia for mitigation and adaptation to climate change: a review. Sustainability 14  (9997):

1:41.

Cooke, S.J., Allison, E.H., Beard Jr, T.D., Arlinghus, R., Arthington, A.H., Bartley, D.M., Cowx,    I.G.,

Fuentevilla, C.,   Leonard,   N.J.,

Lorenzen, K., Lynch, A.J., Nguyen,

V.M., Youn, S., Taylor, W.W. & Welcomme, R.L. 2016. On the sustainability of inland fisheries: finding a future for the forgotten. Journal Springer. Pp 753-764.

Dinas SDA-Jawa Barat. 2017. Buku sumber daya air Provinsi Jawa Barat.

Ditya, Y.C., & Dwirastina, M. 2019.

Pengelolaan sumber daya perikanan di Sungai Kumbe Kabupaten Merauke Provinsi Papua. Jurnal Ilmu Lingkungan 17 (3): 435-442.

Fahmi, M. R., D. D. Solihin, K. Soewardi, L. Pouyaud, & P. Berrebi. 2015. Molecular phylogeny and genetic diversity of freshwater Anguilla eels in Indonesia waters based on mitochondrial sequences. Vie Milieu 65 (3): 139-150.

FAO. 2017. Watershed management in action: lesson learned from FAO field projects.

FAO. 2019. Verification report development of participatory land use plans for sukabumi district West Java.

Faulia, T.N. (2020). Karakteristik penangkapan ikan sidat di Perairan Muara Sungai Cimandiri, Teluk Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Pp 1-13.

Froese, R. & D., Pauly. 2019. FishBase: World Wide Web electronic publication. http://www.fishbase.org, version 08.2019.

Gollock, M., H. Shiraishi, S. Carrizo, V. Crook & E. Levy. 2018. Status of non-CITES listed anguillid eels. Zoological Society of London. UK.

Gustiano, R., Haryani, G.S., & Haryono. 2021. Economically important freshwater fish native to Indonesia: diversity, ecology, and history. Journal of Hunan University 48 (10): 9-17.

Haeruddin. 2016. Kajian kelembagaan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di Kabupaten Maros (Studi kasus Desa Pajjukukang Kecamatan Bontoa). Jurnal Argovital (1): 12-20.

Hakim, A.A., Kamal, M.M., & Butet, N. 2016. Kondisi kualitas air sungai, aktivitas penangkapan dan pemangku kepentingan (stakeholder) pada perikanan sidat di DAS Cimandiri, Jawa Barat. Seminar Nasional II Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai. 497-506.

Hakim, A. A., M. M. Kamal, N. A. Butet & R. Affandi. 2019. Analisis orde sungai dan distribusi stadia sebagai dasar penentuan daerah perlindungan sidat (Anguilla spp.) di DAS Cimandiri, Jawa Barat. Journal of Tropical Fisheries Management 03 (1).

Hartono. 2016 Pemetaan potensi debit untuk irigasi dan energy mikro hidro pada sub-DAS Cimandiri, Sukabumi. Conference Paper.

Haryani, G.S. 2021. Sustainable use and conservation of inland water ecosystem in Indonesi: Challenge for fisheries mamagement in lake and river ecosystem. IOP Conference Series:  Earth and Environmental

Science.

Ikbar R., & Purwanti, J. 2020. Analisis daerah rawan banjir pada DAS Cimandiri di Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi berbasis SIG. Scientific Repository IPB.

Irawan, E.; Dharmawan, I.W.S. Diskoneksitas regulasi pengelolaan daerah aliran sungai di Indonesia. In Proceedings of the Seminar Asional Restorasi DAS: Mencari Keterpaduan

Di Tengah Isu Perubahan Iklim, Surakarta, Indonesia.

Kartamiharja, E.S., Purnomo, K. & Umar, C. 2008. Sumber daya ikan perairan umum daratan di Indonesia-terabaikan. J. Kebijak. Perikan. Ind. 1 (1): 1-15.

KKP. 2020. Produk akuakultur mencatat nilai ekspor dominan di awal tahun 2020. https://kkp.go.id/djpb/artikel/ 16524-produk-akuakultur-mencatat-nilai-ekspor-dominan-di-awal-tahun-2020. Diakses pada 22 April 2021.

Kottelat, M., A.J Whitten, S.N Kartikasari dan S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi (Ikan Air tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi). Periplus Editions- Proyek EMDI. Jakarta.

Mildenberger, T.K., Berg, C.W., Kokkalis, A., Hordyk, A.R., Wetzel, C., Jacobsen, A.S., Punt, A.E., &

Nielsen, J.R. 2020. Implementing the precautionary approach into fisheries management:   biomass reference

points and uncertainty buffers. Wiley. Fish and Fisheries. 73-92.

Pambudi, A. S. 2019. Watershed management in Indonesia:   A

regulation. Institution, and policy review. The Indonesian Journal of Development Planningm3 (2): Pp.

186-202.

Putra, M.D., Effendi, H., Kamal, M.M, & Taryono. 2021. Management strategy of freshwater eels (Anguilla spp.) based on socio-economic influence in Cimandiri River. IOP Conference Series:  Earth and Environmental

Science.

Sudriani, Y., I. Ridwansyah & H. A. Rustini. 2018. Long short-term memory (LSTM) recurrent neural network (RNN) for discharge level prediction and forecast in Cimandiri river, Indonesia.

Syafei, L.S. 2017. Keanekaragaman hayati dan konservasi ikan air tawar. Jurnal penyuluhan kelautan pdan perikanan Indonesia 11 (1): 48-62.

Muthmainnah, D., & Rais, A.H. 2021. Assesing the sustainability of smallscale inland fisheries: a case of the fisheries in Barito River of Indonesia. Southeast      Asian      Fisheries

Development Center (SEAFDEC).

Utomo, A.D.,   & Samuel. 2017.

Susutainable management of inland capture fisheries for food security: experience of Indonesia. Southeast Asian Fisheries Development Center (SEAFDEC).

Wahju, R. I., Kamal, M.M., Hemrawati, S., Fachri, F.F., Iqbal, M., & Afifah, N. 2021. Catch composition and bycatch from glass eel fisheries in Cimandiri River at Sukabumi, West Java. IOP Conference Series Earth and Environmental Science 744 (1): 012094.    DOI:     10.1088/1755

1315/744/1/012094

Waskito, N.T., Pratama, A.A.,  &

Muttaqin, T.    2021. Sectoral

integration in watershed management in Indonesia:   challenges and

recommendation.

Zaini, Y. I., Hariyadi, S., & Taryono. 2022. Marine debris generation in the cimandiri estuarie area river flow, Pelabuhan Ratu Bay. Jurnal Pengelolaan Perikanan Tropis 6 (1): 17-26.

118

ECOTROPHIC 17(1): 98-118 p-ISSN:1907-5626,e-ISSN: 2503-3395