Identification of Macrozoobenthos as Bioindicator...,

[Eka Ari Sutrisnawati, dkk]

IDENTIFIKASI MAKROZOOBENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DI PANTAI TELUK BENOA, BADUNG

Eka Ari Sutrisnawati), I Wayan Arthana2), Ida Bagus Windia Adnyana3)

1)Program Studi MagisteraIlmuaLingkungan, UniversitasaUdayana

  • 2)    FakultasaKelautan dan Perikanan, UniversitasaUdayana

  • 3)    Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana

Email: ek4_4r1@yahoo.com

ABSTRACT

IDENTIFICATION OF MACROZOOBENTHOS AS BIOINDICATOR OF WATER QUALITY ON BENOA BAY COAST - BADUNG

Utilization of coastal waters for aquaculture activities or for other activities provides positive value for human welfare but can also provide the potential for reducing water quality. The decline in environmental quality can be seen from changes in components such as biology, chemistry, and beach physics. Changes in chemical and physical components cause sediment to decrease, which will affect the life of marine biotas, such as the community structure, especially the slow-moving and relatively settled biota on the bottom of the waters (macrozoobenthos). Macrozoobenthos are very appropriate to be used as an indicator of changes in water quality due to their benthic nature which is relatively silent or has low mobility so it is strongly influenced by the environment. The purpose of the study was to determine the structure of the macrozoobenthos community and the condition of seawater quality. There were 25 species of gastropods and 3 other classes. The macrozoobenthos species diversity index on the Benoa Bay Coast showed a moderate level of diversity with the highest value of 2.4576. The uniformity index at each station ranges from 0.0894 – 0.5337. The value of the dominance index ranges between 0.000004-0.7656. Based on the relative abundance, the macrobenthos community is dominated by the Gastropod class. The temperature values at each station were relatively the same, ranging from 29.3°C– 30.8°C, and the pH was in accordance with quality standards for macrozoobenthos growth. Some indicators of water quality are still below the quality standard threshold, but the concentration of phosphate (PO4) at all locations is already above the predetermined quality standard of 0.015 mg/L.

Keyword: Macrozoobenthos; Bioindicator; Benoa Bay; Bali.

  • 1.    PENDAHULUAN

Wilayah pesisir memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, seperti pemanfaatan wilayah pesisir untuk kegiatan budidaya, jalur transportasi, industri, pemukiman, dan pariwisata yang dapat memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat. Namun disisi

lain kegiatan tersebut dapat memberikan dampak negatif jika tidak ada dikelola dengan baik, salah satunya adalah penurunan kualitas perairan. Hal ini sesuai dengen pendapat Asriani (2017), dimana penurunan kualitas air dapat diakibatkan dari berbagai kegiatan manusia yang secara langsung maupun tidak langsung menjadikan laut sebagai tempat akhir pembuangan limbah.

Dalam mendeteksi adanya pencemaran di lingkungan perairan ada tiga aspek indikator yang dapat diamati yaitu kondisi air, sedimen, dan organisme yang hidup di dalamnya. Pratiwi (2019) menyatakan bahwa kondisi tanaman dan hewan, mikroba dan plankton dapat dijadikan sebagai bioindikator kesehatan ekosistem alami lingkungan.

Ketidakseimbangan ekosistem menyebabkan perubahan komponen fisik dan kimia lingkungan. Perubahan ini tentu saja dapat mengakibatkan penurunan kualitas perairan sehingga struktur komunitas biota di dalamnya menjadi terganggu (Octyviana, 2017). Salah satu jenis biota yang akan terdampak adalah makrozoobenthos karena biota ini hidup relatif menetap di dasar perairan dan memiliki pergerakan yang lambat. Oleh karena itu, keberadaan makrozoobentos dapat dijadikan sebagai bioindikator untuk mengetahui tercemar atau tidaknya suatu perairan. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Pratami, dkk. (2018) yang menyatakan bahwa setidaknya terdapat dua spesies makrozoobentos yang dapat dijadikan indikator tercemarnya suatu perairan.

Teluk Benoa adalah bagian dari perairan di Pulau Bali yang memiliki peranan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Ekosistem di Teluk Benoa juga berperan dalam menjaga kelestarian sumberdaya alam yang ada di dalamnya sebagai penyokong perekonomian dan kegiatan sosial budaya masyarakat sekitarnya. Berkembangnya pembangunan pariwisata, pelabuhan, dan pemukiman memberikan andil dalam perubahan kualitas perairan karena akumulasi dari kegiatan tersebut dapat meningkatkan polutan yang berpotensi mencemari wilayah pesisir, sehingga perlu dilakukan kajian secara komprehensif dengan menggunakan makrozoobenthos sebagai bioindikator

perubahan kualitas perairan di Teluk Benoa.

  • 2.    METODOLOGI

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Deskripsi obyektif tentang fenomena tertentu dan menentukan terkontrol atau tidaknya fenomena tersebut melalui beberapa interversi. Dengan kata lain, penelitian ini juga dijabarkan sebagai sebuah penelitian studi kasus yang mana merupakan salah satu jenis dari metode deskriptif.

Metode penentuan titik/stasiun sampling dilakukan secara purposive sampling, yaitu penentuan titik/stasiun lokasi pengamatan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi dan hal atau kegiatan yang dapat memberikan pengaruh terhadap kondisi aktual di lapangan.

Pengambilan sampel dilakukan saat air laut dalam kondisi surut. Sampel makrobenthos diambil dengan menggunakan alat Ekman Grab, kemudian disaring dengan mata saringan 1,0 mm2. Hasil dari tahap penyaringan tersebut akan diberi larutan formalin 4% dan pewarna Rose Bengal. Makrozoobenthos yang didapat dimasukkan ke larutan alkohol 70% dan selanjutnya dilakukan pengamatan menggunakan menggunakan mikroskop dan diidentifikasi menggunakan buku Identifikasi dari Kenneth L. Gosner.

Pengambilan sampel air diambil sebanyak yang dilakukan dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 yang meliputi suhu, pH, Total Suspended Solid (TSS), Chemical Oxygen Demand (COD), Biologicala Oxygen Demand (BOD), Amonia (NH3), Phospat (PO4), minyak dan lemak, dan logam berat (Hg, Pb, Cu, dan Cd).

  • 2.1    Pengolahan Data dan Analisis Data

    • 2.1.1    Metode dan Teknik Analisis Data

Analisis     struktur komunitas

makrozoobenthos meliputi indeks yaitu, Keanekaraaman (H’), keseragaman (E), Dominansi (C), dan Kelimpahan Relatif (KR).

  • A.    IndeksaKeanekaragaman

(Diversitas)

Indeks keanekaragaman (H') menjelaskan keadaan populasi organisme berdasarkan jumlah individu setiap jenis dalam suatu komunitas. Persamaan yang digunakan untuk menghitung H' adalah persamaan Shannon-Wiener (Magurran, 2004).

H ' = -∑ ■J log ⅛ ........................(1)

Keterangani:

H’i   = indeksikeanekaragamanijenis

nia    = jumlahaindividu jenisike - i

Ni    = jumlahatotal individui

t      = jumlahajenis

Nilai keanekaragaman suatu populasi      dikategorikan     menjadi

keanekaragaman populasi rendah; keanekaragaman populasi sedang; dan keanekaragaman     populasi     tinggi

(Magurran, 2004).

Menurut Magurran (2004):

  • (1)  H<1   = keanekaragamanarendah,

penyebaran jumlahaindividu tiap jenis                        rendah,

kestabilanakomunitasarendah, indikasi adanyaipencemaraniberat

  • (2)  1<H<3 = keanekaragamanasedang,

penyebaranwjumlahaindividu tiapwjenis                  sedang,

kestabilanakomunitasasedang, indikasi adanya pencemaran sedang

  • (3)  H>3   = keanekaragamanatinggi,

penyebaranaindividu tiap jenis tinggi,akestabilan komunitasatinggi, indikasi tidak terjadi pencemaran.

  • B.    Indeks Keseragaman (Regularitas)

Fungsi Shannon – Wiener sesungguhnya terdapat dua komponen keanekaragaman yang digabungkan yaitu jumlah jenis dan kesamaan atau perataan jumlah individu antar jenis. Kemudian dilanjutkan dengan analisis kesamaan komunitas atau indeks kesamaan dengan rumus:

E =     .........................

Hmaks

Keterangan:

E    = IndeksaKesamaan

(2)


H’ =

IndeksaKeanekaragamanaShannon     -

Wienner

H’mak =       IndeksaKeanekaragaman

maksimum/log2 S

Hasil      analisis      kemudian

dibandingkan dengan klasifikasi nilai indeks kesamaan (E) dari (Magurran, 2004).

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Kesamaan (E) Indeks Kesamaan       Keterangan

0,00 < E ≤ 0,50    Komunitas      pada

0,50 < E ≤ 0,75    kondisi tertekan

0,75 < E ≤ 1,00    Komunitas     dalam

kondisi labil Komunitas    dalam

kondisi stabil

  • C.    Indeks Dominansi

Spesies makrozoobenthos yang bersifat dominan dan mengendalikan suatu komunitas perairan dapat diketahui dengan menghitung Indeks Dominansi (Odum, 1993) dengan persamaan sebagai berikut:

2

C =∑(τ ) .............................(3)

Keterangan:

C    = IndeksaDominansi

nia    = jumlahaindividu jenis kei– i

Na    = jumlahatotalaindividu seluruh

jenis.

  • D.    Kelimpahan Relatif

Menghitung kelimpahan relatif makrozoobenthos dengan rumus sebagai berikut:

KR = - × 100                 (4)

N                                   v ,

Keterangan :

KRa  = Kelimpahanarelatif (%)

nia    = Jumlahaindividuasetiap spesies

Na   = Jumlah seluruhaindividu

  • 3.  HASILaDANaPEMBAHASAN

  • 1)    Makrozoobenthos di Pantai Teluk

Benoa

Makrozoobenthos yang ditemukan dalam penelitian ini telah diidentifikasi dan ditemukan 20 famili yang berbeda. Makrozoobenthos yang ditemukan di setiap stasiun dapat menggambarkan jenis-jenis makrozoobenthos yang berada di lokasi penelitian. Pada tabel 2 dapat dilihat jenis makrozoobenthos yang ditemukan di empat lokasi di Pantai Teluk Benoa.

  • 3.1    Hasila

    3.1.1    KomunitasiMakrozoobenthos di
    Pantai Teluk Benoa

Tabel 2. Makrozoobenthos di Pantai Teluk Benoa

No

Nama Famili

Jumlah

I

Pelabuhan

I

MIC

II

III

Jalan Tol Bali Mandara

Tanjung Benoa

II

III

I

II

III

I

II

III

1

Arcidae

0

0

0

0

0

0

0

0

10

2

6

1

2

Buccinidae

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1

1

2

3

Cancellariidae

0

0

0

0

0

0

0

0

1

3

6

2

4

Cerithiidae

1

5

1

46

58

7

26

28

63

40

53

48

5

Columbellidae

0

0

0

9

6

0

10

0

40

3

8

4

6

Cyclophoridae

1

2

2

0

4

0

0

0

0

9

8

5

7

Epitoniidae

0

0

0

1

0

1

0

0

6

1

1

1

8

Fasciolariidae

1

0

1

4

1

0

0

0

2

2

3

3

9

Fissurellidae

0

0

0

0

3

0

1

0

1

9

12

3

10

Haminoeidae

0

0

0

0

0

0

0

0

1

2

1

1

11

Littorinidae

5

4

2

0

0

2

2

0

3

9

6

2

12

Mitridae

0

0

0

0

7

0

0

0

0

0

0

0

13

Muricidae

0

0

0

0

0

0

0

0

1

0

2

1

14

Naticidae

0

0

0

0

3

0

1

1

0

0

0

0

15

Neritidae

0

0

0

0

1

0

1

0

0

11

18

11

16

Ocypodidae

1

2

2

2

1

0

0

0

0

1

1

1

17

Olividae

0

0

0

15

21

0

10

0

18

0

1

1

18

Pupinidae

0

0

0

0

1

0

0

0

0

0

0

0

19

Strombidae

0

0

0

0

4

0

2

0

3

0

0

1

20

Tellinidae

2

1

4

0

7

0

10

3

16

17

15

10

Makrozoobenthos yang ditemukan dalam penelitian ini sangat bervariasi. Spesies makrozoobenthos di Pantai Teluk Benoa didominasi oleh famili Cerithiidae karena terdapat 3 spesies berbeda yang ditemukan. Jumlah tertinggi yaitu dari famili Cerithiidae yaitu 376 individu dan yang terendah adalah Pupinidae yaitu 1 individu.

  • 2)   IndeksiKeanekaragaman,iIndeksiKe

seragaman,iIndeksiDominansiidani Kelimpahan Relatif

Indeks           keanekaragaman

makrozoobenthos di pelabuhan Benoa dalam kategori keanekaragaman sedang dengan indeks keanekaragaman di stasiun I (H’= 1,8462), II (H’=1,6308), dan III (H’=1,7918). Pada Mangrove Information Center dalam kategori keanekaragaman

sedang dengan indeks keanekaragaman di stasiun I (H’=1,2448), II (H’= 2,0104), dan III (H’=1,0889). Lokasi Tol Bali Mandara tergolong dalam kategori keanekaragaman sedang dengan nilai ideks keanearagaman di stasiun I (H’=1,8601), II (H’=0,4471), dan III (H’=1,9711). Pada Tanjung Benoa tergolong dalam kategori keanekaragaman

sedang dengan indeks keanekaragaman di stasiun I (H’=2,3246), II (H’= 2,4576), dan III (H’=2,2452). Dari Gambar 1 indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada lokasi 4 yaitu Tanjung Benoa dengan indeks keanekaragan tertinggi di stasiun II, sebaliknya indeks keanekaragaman terendah terdapat pada lokasi 3 yaitu pada stasiun II Jalan Tol Bali Mandara.

Indeks Keanekaragaman (H')


Gambar 1.

Grafik Indeks Keanekaragaman

Indeks Keseragaman (E)


Gambar 2.

Grafik Indeks Keseragaman

Indeks keseragaman di lokasi pelabuhan Benoa pada stasiun I dalam kategori keseragaman labil (E=0,5337), sedangkan pada stasiun II dan III dalam kategori keseragaman tertekan (E=0.4283 dan E=0,4998). Lokasi MIC indeks keseragaman dalam kategori keseragaman tertekan dengan nilai E di stasiun I = 0,5337, stasiun II = 0,4283, dan stasiun III = 0,4998. Indeks keseragaman di lokasi Tol Bali Mandara dalam kategori

keseragaman tertekan dengan nilai E di stasiun I = 0,3112, stasiun II = 0,0894, dan stasiun III 0,2676. Tanjung benoa memiliki indeks keseragaman dalam kategori keseragaman tertekan dengan nilai E di stasiun I = 0,3428, stasiun II = 0,3437, dan stasiun III = 0,3402. Jika dilihat pada Gambar 2 Indeks keseragaman tertinggi terdapat pada lokasi 1 yaitu Pelabuhan, sedangkan indeks

terendah terdapat pada lokasi 3 yaitu Jalan Tol Bali Mandara stasiun II.

Gambar 3.

Grafik Indeks Dominansi di Pelabuhan

Gambar 4.

Grafik Indeks Kelimpahan Relatif di Pelabuhan

Pada stasiun 1 indeks dominansi dan kelimpahan relatif tertinggi adalah pada famili Littorinidae 2 (C=0,0744;KR=27,2727), stasiun 2 indeks dominansi tertinggi adalah pada famili Cerithiidae 1 (C=0,1276;KR=35,7143) dan stasiun 3 indeks dominansi tertinggi adalah pada famili Tellinidae (C=0,1111;KR=33,3333) (Gambar 3 dan Gambar 4).

Grafik Indeks Dominansi di MIC

Gambar 6.

Grafik Indeks Kelimpahan Relatif di MIC


Pada stasiun 1 indeks dominansi dan kelimpahan relatif tertinggi adalah pada famili Cerithiidae 1 (C=0,3415;KR=58,4416), stasiun 2 indeks dominansi tertinggi adalah pada famili

Cerithiidae 1 (C=0,1351;KR=36,7521) dan stasiun 3 indeks dominansi tertinggi adalah pada famili Cerithiidae 1 (C=0,3600;KR=60,00) (Gambar 5 dan Gambar 6).

0,8000

0,7000

0,6000

0,5000

0,4000

0,3000

0,2000

0,1000

0,0000

C


•s


C


⅛ 8


1


2


∙≡                        o αj ∙

§ 3 ⅞ .s 3 <S 3 ⅛ S;


3


  • III.    Jalan Tol

Gambar 7.

Grafik Indeks Dominansi di Jalan Tol Bali Mandara

Gambar 8.

Grafik Indeks Kelimpahan Relatif di Jalan Tol Bali Mandara


Pada stasiun 1 indeks dominansi dan kelimpahan relatif tertinggi adalah pada famili Cerithiidae 1 (C=0,1111; KR=33,3333), stasiun 2 indeks dominansi tertinggi adalah pada famili Cerithiidae 1

(C=0,7656; KR=87,5) dan stasiun 3 indeks dominansi tertinggi adalah pada famili Cerithiidae 1 (C=0,1152; KR=33,9394) (Gambar 7 dan Gambar 8).

0,18 0,16 0,14 0,12 0,10

0,08 0,06 0,04 0,02 0,00

-0,02


∑π


Ll


^ ∙^ 55"


•S


9



.9 S

M



§ -S


GS S O ⅛ S

SS ⅛O S o ⅛


S' 9



9


•s


m




1


2


3


■C


  • IV.    Tanjung Benoa

Gambar 9.

Grafik Indeks Dominansi di Tanjung Benoa

45

40

35

30

25

20

15

10

5

0


•S


•S


s' a



.9

K



"o ⅛


a


•S


•S


1


9 -S


.9

K



"o ⅛



o


Lu

; O o


s' a


2


3


1


■ KR


S 9 9





  • IV.    Tanjung Benoa Gambar 10.

Grafik Indeks Kelimpahan Relatif di Tanjung Benoa

Pada stasiun 1 indeks dominansi dan kelimpahan relatif tertinggi adalah pada famili Cerithiidae 1 (C=0,1072; KR=33,6364), stasiun 2 indeks dominansi tertinggi adalah pada famili Cerithiidae 1

(C=0,0990; KR=31,6901) dan stasiun 3 indeks dominansi tertinggi adalah pada famili Cerithiidae 1 (C=0,1750; KR=42,2680) (Gambar 9 dan Gambar 10).

  • 3)    Kualitas Air di Pantai Teluk Benoa

Nilai hasil pengukuran dan uji analisis faktor biologi-fisika-kimia air

yang diambil di Pantai Teluk Benoa setiap stasiun disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. KualitasiAiridi Pantai Teluk Benoa

No

Parameter Lingkungan

Satuan

Pelabuhan

MIC

Jalan Tol

Tanjung Benoa

Baku Mutu (Biota Laut)

1

Suhu

°C

29,3

29,4

30,8

30,6

28 – 30

2

pH

-

7,31

7,35

7,37

7,23

7 – 8,5

3

TSS

mg/L

Ttd

2,095

8,064

Ttd

I    20

4

BOD

mg/L

3,83

3,17

9,89

3,88

20

5

COD

mg/L

11,45

10,25

20,67

11,33

6

Amonia

mg/L

0,074

0,071

Ttd

0,017

0,3

7

Phospat

mg/L

0,1

0,3

0,4

Ttd

0,015

8

Minyak/Lemak

mg/L

11

3

13

6

-

9

Hg

mg/L

Ttd

Ttd

Ttd

Ttd

0,001■

10

Pb

mg/L

0,0125

0,0195

0,0135

0,016

0,008

11

Cu

mg/L

Ttd

Ttd

Ttd

Ttd

0,008

12

Cd

mg/L

Ttd

Ttd

Ttd

Ttd

0,001

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa suhu pada masing-masing stasiun berbeda, rentangan suhu tersebut antara 29,3°C– 30,8°C. pH di setiap stasiun tergolong kategori netral karena berada di rentangan 7,23 – 7,37.

Pengukuran TSS pada stasiun 2 ditemukan nilai 2,095 mg/L dan di stasiun 3 bernilai 8,064 mg/L, namun pada stasiun 1 dan 4 tidak terdeteksi hal ini. Konsentrasi TSS di perairan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti: arus permukaan, angin, waktu pengambilan data dan kondisi fisik perairan (Andini, 2015). BOD dan COD tertinggi di stasiun 3 dengan nilai 9,89 mg/L dan 20,67 mg/L. Kandungan amonia tinggi ditemukan pada stasiun 1 yaitu 0,074 mg/L, kandungan phospat dan minyak/lemak tertinggi ditemukan di stasiun 3 dengan nilai 0,4 mg/L dan 13 mg/L.

Kandungan bahan kimia Hg, Pb, Cu dan Cd. Pb dengan jumlah kandungan paling tinggi 0,0195 mg/L. Logam berat yang berfungsi sebagai mikronutrien tetapi dalam jumlah yang banyak akan bersifat toksik bagi hewan dan tumbuhan adalah Zn, Cu, Fe, Mn, dan logam berat yang belum diketahui manfaatnya dan dianggap bersifat toksik adalah Hg, Pb, Cd, Cr (Rompas, 2010). Pb dapat merusak sistem saraf biota laut, mengganggu keseimbangan berenang dan dapat menyebabkan hasil budidaya laut berkurang (Rompas, 2010).

  • 1.    Hubungan Kualitas Air dan Indeks Keanekaragaman Makrozoobenthos Hasil analisis antara variable kualitas air dan indeks keanekaragaman menghasilkan koefisien regresi yang tersaji dalam Tabel 4.

Tabel 4. Tabel Koefisien regresi antara variable kualitas air dan indeks keanekaragaman di Teluk Benoa

Variabel Terikat (Y)

Variabel Bebas (X)

Persamaan Garis

Koefisien

Regresi (R²)

Indeks

Suhu

y = -3,8983x + 31,317

R² = 0,3261

Keanekaragaman

pH

y = -0,2452x + 7,3962

R² = 0,2072

(H')

TSS

y = -25,169x + 10,878

R² = 0,5758

BOD

y = -15,615x + 10,366

R² = 0,3251

COD

y = -23,523x + 21,218

R² = 0,3096

Amonia

y = 0,1914x - 0,0229

R² = 0,3423

Phospat

y = -1,1433x + 0,5788

R² = 0,5183

Minyak/Lemak

y = -1,1433x + 0,5788

R² = 0,5183

Pb

y = -0,0121x + 0,0194

R² = 0,1979

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa variabel TSS memiliki koefisien regresi yang tinggi (0,5758), jika dibandingkan dengan variabel lainnya. Setelah dilakukan analisis terhadap variabel TSS dan indeks keanekaragaman maka diperoleh persamaan regresi linier yaitu y = -25,169x + 10.878 dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 58%.

  • 3.2 Pembahasana

  • 3.2.1    Struktur Komunitas

Makrozoobenthos di Pantai Teluk Benoa

Komunitas makrobenthos terdiri atas 28 spesies gastropoda dari 17 famili yaitu, Buccinidae, Cancellariidae, Cerithiidae, Columbellidae, Cyclophoridae, Epitoniidae, Fasciolariidae, Fissurellidae, Haminoeidae, Littorinidae, Mitridae, Muricidae, Naticidae, Neritidae, Olividae, Pupinidae, dan Strombidae. Selain gastropoda ditemukan juga 2 kelas lainnya yaitu 1 spesies dari kelas Malacostraca yaitu famili Ocypodidae, dan 1 kelas bivalvia hanya ditemukan 2 spesies yakni famili Arcidae dan Tellinidae.

Spesies dari famili Cerithiidae merupakan makrozoobenthos yang paling banyak ditemukan dalam penelitian ini.

Moluska ini ditemukan di laut dangkal di daerah tropis. Cara hidup mereka adalah membentuk koloni besar. Cerithiidae adalah hewan herbivora yang memakan detritus dan alga yang membusuk (Maretta, 2019). Lokasi Teluk Benoa merupakan tempat berkembangnya algae yang merupakan makanan dari famili. Menurut Armansyah (2022), Cerithiidae merupakan kelas gastropoda yang paling banyak dijumpai karena memiliki sebaran terluas di ekosistem perairan. Spesies ini merupakan makrozoobentos asli yang menghuni ekosistem laut dan memiliki kehidupan di atas substrat pasir hingga lumpur dan memiliki kelimpahan yang cukup tinggi. Peran penting Cerithiidae dalam lingkungan sebagai pendeteksi kestabilan bahan organik dalam perairan serta penanda bahwa perairan tersebut memiliki bahan organik tinggi (Saputri, 2019).

Indeks keanekaragaman spesies makrozoobenthos di area penelitian memiliki indek diversitas sedang karena nilai 1<H’>3. Menurut Iswanti dkk. (2012) nilai indeks diversitas dijadikan sebagai perkiraan keadaan lingkungan perairan. Nilai indeks diversitas tinggi, sebaran jumlah individu setiap spesies tinggi maka perairan belum tercemar, sebaliknya jika indeks keanekaragaman

rendah, jumlah individu pada setiap spesies rendah, stabilitas komunitas rendah berarti kondisi sangat tercemar (Meisaroh et al., 2019). Nilai keanekaragaman tertinggi terdapat di Tanjung Benoa pada stasiun 2 dengan indeks keanekaragaman sebesar 2,4576 yang menunjukkan tingkat keanekaragaman sedang. Berhubungan dengan penelitian Febrian, dkk (2022) Indeks diversitas pada suatu ekosistem ditentukan dengan banyaknya jenis serta kemerataan kelimpahan individu tiap jenis yang didapatkan. Alrazik, dkk. (2017) mengatakan, apabila di dalam ekosistem tersebut keanekaragaman jenis tinggi maka, dapat dikatakan lingkungan ekosistem tersebut seimbang atau stabil. Sebaliknya apabila keanekaragamannya rendah, bisa dikatakan bahwa ekosistem memiliki kondisi tertekan/terdegradasi. Berdasarkan penyataan tersebut, dari keseluruhan stasiun hanya pada stasiun 2 (Jalan Tol Bali Mandara) yang memiliki keanekaragaman rendah yaitu 0.4471.

Hasil perhitungan indeks keseragaman di setiap stasiun pada lokasi pengambilan data berkisar antara 0,0894 – 0,5337. Indeks keseragaman tertinggi berada pada Pelabuhan Benoa (stasiun 1) dan yang terendah berada pada Tol Bali Mandara (stasiun 2). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah individu pada setiap famili yang terdapat pada setiap stasiun umumnya memiliki keseragaman sedang. Tinggi rendahnya nilai indeks keseragaman (E) dapat menggambarkan tingkat kestabilan komunitas dalam suatu ekosistem. Nilai keseragaman mendekati angka 1, maka suatu komunitas dikatakan memiliki kondisi stabil. Semakin kecil nilai E menunjukkan persebaran jenis tidak sama, sebaliknya semakin besar nilainya berarti persebaran jenis relatif merata (Ilham, dkk., 2020). Distribusi spesies juga erat kaitannya dengan dominasi, dimana jika nilai keseragaman

kecil menunjukkan adanya dominasi spesies tertentu.

Nilai indeks dominansi setiap stasiun pengamatan berada antara 0,00004-0,7656. Nilai dominansi tertinggi terdapat pada famili Cerithium yang ditemukan di stasiun 2 pada lokasi Jalan Tol Bali Mandara. Hasil penelitian sejalan dengan Meisaroh, dkk (2019) indeks dominansi tertinggi adalah 0,63. Nilai indeks dominansi yang mendekati 1 berarti bahwa terdapat satu spesies yang mendominasi jenis lainnya. Sebaliknya jika nilainya mendekati 0 berarti hampir tidak ada spesies yang mendominasi dalam komunitas tersebut (Odum, 1993). Adanya dominasi berarti kondisi lingkungan sangat mendukung dalam mendukung pertumbuhan spesies tertentu.

Berdasarkan kelimpahan relatif maka komunitas makrozoobenthos dihuni oleh kelas Gastropoda. Famili Cerithiidae 1 merupakan biota dari kelas Gastropoda yang sering dijumpai dari setiap stasiun, dapat dilihat melalui nilai kelimpahan relatif (KR) yang diperoleh yaitu Pelabuhan Benoa (II=35,71), MIC (I=58,44; II=36,75; III=60), Jalan Tol Bali Mandara (I=33,3; II=87,5; III=33,9), dan Tanjung Benoa (I=33,63; II=31,69; III= 42,26). Menurut Rahayu, dkk. (2015), Tingginya kelimpahan makrozoobentos juga dipengaruhi beberapa faktor yaitu aktivitas manusia di setiap perairan dan perbedaan ketersediaan makanan. Namun, bisa juga dipengaruhi oleh tingkat adaptasi, kompetisi, dan predator.

Ketersediaan makanan bagi makrozoobentos dipengaruhi oleh keadaan substrat tempat hidupnya. Pelabuhan Benoa dan Tanjung Benoa memiliki karakteristik substrat yang didominasi oleh pasir. Menurut Bai’un (2021), bahwa jenis substrat berpasir akan memudahkan moluska khususnya untuk mendapatkan suplai nutrisi, menyaring makanan dan air yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya. Berbeda dengan

2 lokasi penelitian lainnya yaitu MIC dan Jalan Tol Bali Mandara yang didominasi dengan substrat lumpur. Kegiatan atau kegiatan di lokasi pendataan juga menimbulkan tekanan terhadap lingkungan sekitar yang dapat menyebabkan rusaknya sistem biotik. Afwanudin, dkk (2019) menyatakan bahwa substrat berlumpur yang juga merupakan faktor yang mempengaruhi keberadaan gastropoda karena substrat berupa lumpur memiliki kandungan oksigen yang lebih sedikit dibandingkan pasir. Abdullah, dkk (2018) dalam penelitiannya menyatakan bahwa fraksi lumpur memiliki sirkulasi oksigen yang lebih sedikit yang mengakibatkan penurunan kelimpahan gastropoda.

  • 3.2.2    Kualitas air laut di pantai Teluk Benoa

Parameter lingkungan merupakan hal penting dalam penataan komunitas biota dalam suatu ekosistem. Persebaran makrozoobentos sangat dipengaruhi oleh sifat fisik, kimia dan biologi perairan. Beberapa parameter fisik seperti kedalaman, kecepatan arus, kekeruhan, dan jenis substrat serta suhu air secara langsung dapat mempengaruhi makrozoobentos. Sedangkan variabel kimia memiliki pengaruh langsung terhadap makrozoobentos yaitu pH, salinitas dan DO (Khedhri dan Aleya, 2017).

Suhu dapat membatasi distribusi geografis hewan bentik. Suhu akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme akuatik dasar secara langsung maupun tidak langsung. Suhu pada masing-masing stasiun penelitian memiliki nilai yang relatif sama yaitu berada antara 29,3°C– 30,8°C. Keberadaan makrozoobenthos dipengaruhi juga oleh suhu, suhu dapat membatasi sebaran makrozoobenthos secara geografik. Suhu yang mendukung untuk pertumbuhan makrozoobenthos berkisar antara 25 – 31 °C (Prihatin, 2021).

Kisaran nilai pH yang didapatkan setelah melakukan pengukuran pada keempat stasiun adalah 7,23 – 7,37. Sejalan dengan penelitian Meisaroh (2019) pH yang diamati dari ketiga stasiun di Pantai Serangan berkisar antara 7,5-7,8. Hasil penelitian telah sesuai baku mutu pertumbuhan makrozoobentos. Nilai pH terendah terdapat pada lokasi IV, yaitu 7,23. Menurut Izzati (2008), perubahan pH dapat terjadi dari aktivitas fotosintesis dan respirasi pada suatu ekosistem. Semakin tinggi konsentrasi karbon dioksida, semakin rendah pH air. Dalam hal ini, karbon dioksida dalam ekosistem diperoleh dari proses respirasi organisme. Handayani dan Patria (2005) dalam penelitiannya mengatakan bahwa suhu dan pH berhubungan positif. Dari arah perubahan suhu dan pH mengalami perubahan searah yang artinya saat suhu naik nilai pH akan naik. pH mempengaruhi keberadaan suatu organisme di dalam lingkungan. Apabila terjadi perubahan pH yang ekstrim dapat mempengaruhi keanekaragaman serta kelimpahan organisme di lingkungan tersebut (Prihatin, 2021).

Nilai koefisien regresi TSS dan Indeks Keanekaragaman yaitu sebesar 0,5758, yang menunjukkan hubungan negatif antara TSS dan Indeks Keanekaragaman. Ketika nilai TSS rendah maka nilai Indeks Keanekaragaman tinggi. Cahaya matahari akan terhalangi jika nilai TSS dalam air tinggi, dalam hal ini proses fotosintesis terganggu sehingga berkurangnya suplai oksigen terlarut di dalam air. Dampaknya adalah ekosistem yang berada di sekitar perairan akan terganggu. Baku mutu untuk parameter padatan tersuspensi biota laut adalah 20 mg/Lt (KepmenLH, 2004). Nilai padatan tersuspensi perairan Pantai Teluk Benoa berkisar antara 2,095 mg/L – 8,064 mg/L dan nilai tersebut masih di bawah baku mutu. Kelimpahan makrozoobentos dapat dipengaruhi oleh tingginya nilai total

padatan tersuspensi, diduga karena nilai C organik berfungsi sebagai sumber makanan organisme bentik (Pamuji, 2015). Padatan tersuspensi yang terbawa arus lalu mengendap di dasar perairan memiliki tekstur sebagai makanan organisme bentik. Tekstur lempung dapat mendukung kehidupan makrozoobentos karena padatan teruspensi juga mengandung cukup tinggi bahan organik. Wiranto (2014) menjelaskan bahwa padatan tersuspensi memiliki tekstur semakin halus yang mengendap pada dasar perairan, banyak bahan organic didalamnya. Seiring dengan pendapat Badrun (2008) kualitas air dapat digambarkan dengan melihat sedimen perairan karena sifat sedimen sebagai media hidup bentik yang cenderung bersifat akumulatif terhadap masukan pencemar.

BOD merupakan oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba untuk menguraikan bahan organik di perairan. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata terhadap 4 lokasi pengambilan data dalam penelitian ini masih di bawah ambang baku mutu perairan yang dipersyaratkan yaitu berkisar antara 3,17-9,89. Hal ini juga didukung oleh suhu air laut yang relatif rendah, sehingga membantu proses dekomposisi bahan organik dengan cepat, seperti yang dijelaskan dalam Kep. MENLH Nomor 51/2004, biota laut memiliki baku mutu BOD yaitu 20 mg/L. Jumlah sampah organik yang masuk ke perairan dapat menyebabkan perubahan nilai BOD. Menurut Gazali, dkk (2013) Nilai BOD tinggi disebabkan oleh pencemaran di perairan, banyak bahan organik yang masuk dalam air yang mengakibatkan berkurangnya O2 karena mikroba pengurai menggunakan O2 untuk mendegradasi bahan organik.

Hasil uji COD air di Pantai Teluk Benoa berkisar antara 10,25-20,67 mg/L. Nilai COD yang tinggi dalam suatu perairan menunjukkan adanya limbah

organik yang tidak terdekomposisi biologis dengan cepat. COD tidak termasuk parameter yang menjadi baku mutu air laut. Hal ini kemungkinan karena penentuan COD air laut relatif sulit sehubungan dengan interferensi atau gangguan keberadaan klorida (Cl) yang tinggi di air laut terhadap reaksi analitiknya (Hariyadi, 2004).

Hasil pengukuran amonia (Tabel 5.6) yang didapat pada lokasi I, II, III dan IV adalah sebesar 0,074; 0,71; ttd; dan 0,017. Berdasarkan baku mutuAKEPMEN LHiNo.i51iTahuni2004 mengenai baku mutu air laut untuk biota laut, nilai amoniak yang sesuai adalah 0,3 mg/l. Konsentrasi amonia yang diukur masih di bawah standar baku mutu. Konsentrasi total amonia di suatu perairan dapat berasal dari factor buatan yaitu akumulasi limbah aktivitas domestik dalam bentuk urin. Hal tersebut karena disekitar lokasi pengamatan    terdapat    pemukiman

penduduk dan tingginya aktivitas manusia. Secara alami juga dapat disebabkan karena kawasan Teluk Benoa merupakan kawasan hilir dari beberapa muaraAsungai di wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Selain itu menurut Hamuna dkk. (2018), ingginya kadar senyawa amonia di perairan juga dapat berasal dari hasilAmetabolisme     hewan     dan

penguraianAbahan organik olehabakteri (Katili dkk., 2020).

Nilai phospat di Pantai Teluk Benoa yang didapatkan pada lokasi I adalah 0,1 mg/L, lokasi II adalah 0,3 mg/L, lokasi III adalah 0,4 mg/L dan lokasi IV adalah ttd. BerdasarkaniKEPMEN LHaNo.a51aTahuna2004      mengenai

bakuimutu fosfat menurut airalaut untuk biota laut adalah 0,015 mg/l. Kisaran nilai fosfat yang diperoleh dari pengukuran fosfat di Pantai Teluk Benoa sangat tinggi sehingga tidak sesuai dengan baku mutu KEPMEN LH Nomor 51 Tahun 2004. Fosfat merupakan nutrisi penting untuk pertumbuhan organisme akuatik, tetapi

tingginya konsentrasi fosfat di dalam air menunjukkan adanya polutan. Menurut Simbolon (2016), senyawa fosfat banyak berasal dari limbah industri, limbah domestik, pupuk, danApenguraian bahan organik lainnya.

Berdasarkan hasil pengukuran minyak/lemak di perairain Pantai Teluk Benoa, diketahui bahwa pada lokasi I, II, III dan IV masing-masing adalah 11 mg/L, 3 mg/L, 13 mg/L, dan 6 mg/L. Baku mutu KEPMEN LH No.a51aTahunw2004 untuk biota laut telah ditetapkan konsentrasi maksimum untuk air permukaan dan air laut. Batas konsentrasi minyak/lemak maksimum adalah 1 mg/l. Sulistyono (2013) mengatakan minyak dan lemak merupakan senyawa organik yang tidak larut dalam air dan termasuk dalam kelompok limbah B3. Keberadaan limbah minyak/lemak di perairan berasal dari 3 sumber yaitu kegiatan pelayaran, limbah industri, dan limbah domestik (Risnandar, 2013). Sulistyono (2013) menambahkan bahwa minyak/lemak yang mencemari organisme laut dapat menimbulkan rasa dan bau yang menyengat sehingga mengakibatkan penurunan kualitas dan harga jual ikan.

Pengamatan Pb di perairan Pantai Teluk Benoa didapatkan pada lokasi I adalah 0,0125 mg/L, lokasi II adalah 0,0195 mg/L, lokasi III 0,0135 dan pada lokasi IV adalah 0,016. Berdasarkan baku mutu     KEPMENiLH     Nomor

51iTahuni2004 tentang bakuimutuiairilaut untuk biota laut, nilai Pb yang sesuai adalah 0,008 mg/l. Hasil pengukuran Pb di Pantai Teluk Benoa berada di atas baku mutu KEPMEN LH Nomor 51 Tahun 2004. Keberadaan Pb di perairan dalam bentuk terlarut dan tersuspensi. Kelarutan Pb sangat rendah sehingga kandungan Pb dalam air di 4 lokasi ekstraksi relatif rendah. Kandungan Pb yang terakumulasi di perairan dipengaruhi oleh kesadahan, pH, alkalinitas, DO, dan bahan bakar yang mengandung Pb juga berkontribusi

terhadap akumulasi Pb di perairan (Palar, 1994). Hal ini juga membuktikan bahwa keberadaan fasilitas pariwisata dan akomodasi merupakan tempat-tempat yang ramai dengan lalu lintas sehingga akumulasi Pb dari bahan bakar (mobil, motor, kapal) sangat mudah dijangkau ke perairan.

Logam berat memiliki fungsi sebagai unsur hara mikro tapi dalam jumlah besar akan berubah sifat menjadi racun bagi tumbuhan dan hewan yaitu Zn, Cu, Fe, Mn, dan logam berat yang belum diketahui manfaatnya akan dianggap beracun seperti Hg, Pb, Cd, Cr. Pb bisa merusak sistem saraf organisme laut, membuat gangguan keseimbangan dan bisa membuat berkurangnya hasil budidaya laut (Rompas, 2010).

  • 4.    SIMPULAN DAN SARAN

    • 4.1    Simpulana

  • A.    Ada 24 spesies gastropoda dari 17 famili       yakni       Buccinidae,

Cancellariidae,            Cerithiidae,

Columbellidae,       Cyclophoridae,

Epitoniidae,            Fasciolariidae,

Fissurellidae,          Haminoeidae,

Littorinidae, Mitridae, Muricidae, Naticidae, Neritidae, Olividae, Pupinidae, dan Strombidae. Selain gastropoda ditemukan pula 2 kelas lainnya yaitu 1 spesies dari kelas Malacostraca dan 2 spesies dari kelas bivalvia. Indeks keanekaragaman makrozoobentos menunjukkan tingkat keanekaragaman sedang, dengan nilai tertinggi 2,4576, indeks keseragaman berkisar antara 0,0894 – 0,5337, dan indeks dominansi berkisar antara 0,00004-0,7656.

  • B.    Pantai Teluk Benoa memiliki Indeks Keanekaragaman sedang; Indeks Keseragaman tertekan; dan Indeks Dominansi tertinggi adalah Famili Cerithiidae. Kondisi kualitas air di Pantai Teluk Benoa berdasarkan

pengukuran parameter kualitas air yang masih berada di atas baku mutu adalah Phosphat dengan kisaran nilai 0,1 – 0,4 mg/l; minyak dan lemak dengan kisaran nilai 3 – 13 mg/l; dan Timbal dengan kisaran nilai 0,0125 - 0,0195 mg/l. Nilai suhu di setiap stasiun penelitian relatif sama yaitu berkisar antara 29,3°C– 30,8°C, pH sesuai dengan standar baku mutu untuk pertumbuhan makrozoobentos.

  • 4.2    Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang makrozoobenthos sebagai bioindikator pencemaran air dan perlu adanya penelitian secara berkala untuk memantau perubahan baik secara fisik maupun kimia di Pantai Teluk Benoa. Penelitian dengan lokasi pengambilan sampel yang lebih banyak sangat diperlukan agar data yang didapatkan lebih banyak dan hasil penelitian lebih representatif mengingat Pantai Teluk Benoa cukup luas.

DAFTAR PUSTAKA

[KLH]    Kementerian    Lingkungan

Hidup.2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut.

Abdullah, A. T., Sumaili, I. A., Gathmy, M. Y., and Awaf, A.i2018. Spatial distribution of marine invertebrates as bioindicator of watera quality a intertidal zone of sandy shore habitat. Life Science Journal. Vol. 15(1). 51– 55.

Afwanudin, A., M. A. Sarong, R. Efendi, A Deli, and M. Irham. 2019. The community structure of Gastropods as bioindicators of water quality in Krueng Aceh, Banda Aceh. IOP Conf.

Series:  Earth and Environmental

Science. Vol. 348 (2019) 012122.

Alrazik, M. U. Jahidin, dan Damhuri. 2017. Keanekaragaman Serangga (Insecta) Subkelas Pterygota Di Hutan Nanga-Nanga Papalia. J. A M P I B I. Vol. 2 (1) hal. ( 1-10 ).

Andini, V. M., A, I. M., & Witasari, Y. (2015). Studi Persebaran Total Suspended Solid (TSS) Menggunakan Citra Aqua Modis Di Laut Senunu, Nusa Tenggara Barat. GEOID, 10(2), 204–213.

Armansyah, A. Mohamad G., Mai S., Hayatun N., Zuriat Z., dan Rina S. 2022.         Identifikasi        dan

Keanekaragaman Gastropoda di Ekosistem Mangrove Pantai Thailand, Kepuauan Simeulue. Jurnal Laot Ilmu Kelautan. Vol 4, No 1.

Badrun, Y. 2008. Analisis Kualitas Perairan Selat Rupat Sekitar Aktivitas Industri Minyak Bumi Kota Dumai. Jurnal Ilmu Lingkungan. (1) 2. Hal 17 – 25.

Bai’un, N. H., Indah R., Yeni M., dan Sheila Z. 2021. Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Indikator Kondisi Perairan Di Ekosistem Mangrove Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Journal of Fisheries and Marine Research. Vol 5 No.2. 227238.

Febrian. I., Euis N., dan Bhakti K. 2022. Analisis Indeks Keanekaragaman, Keragaman, Dan Dominansi Ikan Di Sungai Aur Lemau Kabupaten Bengkulu Tengah. Bioscientist : Jurnal Ilmiah Biologi. Vol. 10, No. 2.Page, 600-612.

Guide to Identification of Marine and Estuarine Invertebrates by Kenneth L. Gosner,

Hamuna,B.,Tanjung, R.H., Suwito, S. and Maury, H.K. 2018. Konsentrasi

Amoniak, Nitrat dan Fosfat di Perairan Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura. Enviro Scienteae, Vol. 14(1), pp.8-15.

Handayani, S., dan Patria, M. 2005. Komunitas Zooplankton di Perairan Waduk Krenceng, Cilegon, Banten. Makara Sains. Vol. 9(2):75-80.

Ilham, T., Zahidah H., Yuli A., Heti H., dan Fachmijany S. 2022. Hubungan antara Struktur Komunitas Plankton dan Tingkat Pencemaran di Situ Gunung Putri, Kabupaten Bogor. LIMNOTEK Perairan Darat Tropis di Indonesia 2020. Vol. 27(2): 79–92.

Irwanto. 2006. Keanekaragaman Fauna Pada Habitat Mangrove. Artikel iIlmiah.

Iswanti, S., Ngabekt, S., dan Martuti, N. K. T.     2012.     Distribusi     dan

Keanekaragaman             Jenis

Makrozoobentos di Sungai Damar Desa Weleri Kabupaten Kendal. Jurnal Life Science. Vol. 1(2), 86-93.

Izzati, M. 2008. Perubahan Konsentrasi Oksigen Terlarut dan pH Perairan Tambak Setelah Penambahan Rumput Laut Sargassum Plagyophyllumidan Ekstraknya. Buletin Anatomi dan Fisiologi. Vol. 16(2):60-69.

Katili, V.R.A., Koroy, K. and Lukman, M., 2020. Water Quality Based on Chemical Physics Parameters in Daruba Morotai Island Regency. Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan. Vol. 13(2), pp.413-418.

Khedhri, A. I. Afli, and L. Aleya. 2017. Structuring factors of the spati temporal        variability        of

macrozoobenthos as semblages ina southern Mediterranean lagoon: How useful for bioindication is a multi-bioticiindices approach? Mar. Pollut. Bull.. Vol. 114(1), pp. 515–527.

Magurran, A. E. 2004. Measuring Biological Diversity. Blackwell Publishing, Oxford, England

Maretta, G., Nurhaida W., dan Nella I. S. 2019. Keanekaragaman Moluska di Pantai Pasir Putih Lampung Selatan. Biotropika:   Journal of Tropical

Biology.Vol. 7 No. 3.

Meisaroh, Y., Restu, I.W., & Pebriani, D. A. A. (2019). Struktur Komunitas Makrozoobenthos sebagai Indikator Kualitas Perairan di Pantai Serangan Provinsi Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 5(1), 36-43.

Meisaroh, Y., I. W. dan Restu, D. A. A. Pebriani. 2019. Struktur Komunitas Makrozoobenthos Sebagai Indikator Kualitas Perairan di Pantai Serangan Provinsi Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences. Vol. 5 (1). 36-43 (2019).

Octyviana, Arum. 2017. Tingkat Pencemaran     Waduk     Penjalin

Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes Ditinjau Dari Struktur Komunitas      Plankton.      Jurnal

Kelautan,Purwokerto. Vol. 4, Nomor. 1.

Odum, Eugene P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. 687 hlm.

Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta, Jakarta.

Pamuji, A., Max R. M. dan Churun A. 2015.     Pengaruh     Sedimentasi

Terhadap              Kelimpahan

Makrozoobenthos Di Muara Sungai Betahwalang Kabupaten Demak. Jurnal Saintek Perikanan. Vol. 10(2): 129-135.

Pratami, V. A. Y., P. Setyono, dan S. Sunarto. 2018. Keanekaragaman, zonasi serta overlay persebaran bentos di Sungai Keyang, Ponorogo,

Jawa Timur. Depik J. Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikan. vol. 7, no. 2, pp. 127–138.

Pratiwi, Ariane. 2019. Bioindikator

Kualitas Perairan Sungai. OSF. July 8. doi:10.17605/OSF.IO/RXWEJ.

Prihatin, Novaa., Melani, Winny Retna, dan Muzammil, Wahyu. 2021. Struktur                 Komunitas

Makrozoobenthos dan Kaitannya dengan Kulitas Perairan Kampung Baru Desa Sebong Lagoi Kabupaten

Bintan. Jurnal Pengelolaan Perikanan Tropis, Vol. 5 (1) : 20-28

Rahayu, S., Radith dan M, Khairijon. 2015.      Kelimpahan      Dan

Keanekaragaman Makrozoobentos Di Beberapa Anak Sungai Batang Lubuh

Kecamatan Rambah Kabupaten Rokan Hulu. JOM FMIPA, Vol. 2 (1): 198-208.

Risnandar.      2013.      “Pengelolaan

Lingkungan di Pelabuhan Perikanan Studi Kasus di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Ratu”. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rompas. 2010. Toksikologi Kelautan. Jakarta: Sekretariat Dewan Kelautan Indonesia.

Saputri, D. 2019. “Pola Sebaran Dan Kepadatan Cerithiidae di Perairan Kampe Desa    Malang Rapat

Kecamatan      Gunung   Kijang

Kabupaten Bintan”. [Skripsi]. Universitas Maritm Raja Ali Haji. Kepulauan Riau.

232

ECOTROPHIC • 17(2): 216-232 p-ISSN:1907-5626,e-ISSN: 2503-3395