Prediksi Erosi dan Perencanaan Konservasi Tanah dan Air.., [Ni Wayan Suprianingsih, dkk]

PREDIKSI EROSI DAN PERENCANAAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI PAKERISAN PROVINSI BALI

Ni Wayan Suprianingsih1)*, I Wayan Sandi Adnyana1), I Wayan Diara2) 1)Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Pascasarjana, Universitas Udayana-Denpasar 2)Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana-Badung, Bali

*Email: [email protected]

ABSTRACT

PREDICTION EROSION AND SOIL AND WATER CONSERVATION IN THE PAKERISAN WATERSHED, BALI PROVINCE

Pakerisan watershed is one of the watershed that has not followed the rules of soil and water conservation. This can destroy soil aggregates and cause high erosion. This study aims to predict the level of erosion and to plan soil and water conservation. Erosion prediction uses the USLE (Universal Soil Loss Equation). The prediction erosion showed that erosion is classified from slight to severe. The erosion rate is very light covering an area of 6,426.26 ha (71.28%) with natural forests, dryland agriculture, and paddy fields. The moderate erosion rate is 583.83 ha (6.48 %) on dryland and paddy fields farming. The severe erosion rate is 1,087.99 ha (12.07%) on land use in the form of dryland agriculture. The very severe erosion covering an area of 916.85 (10.17%) with the use of dryland agriculture. Conservation planning can be carried out by increasing vegetation density, adding mulch and conservation measures of making terraces with good construction.

Keywords: Soil; Prediction Erosion; Conservation; Watershed

  • 1.    PENDAHULUAN

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang terdiri atas komponen biofisik dari hulu sampai ke hilir sebagai sistem alami yang menjadi wadah tempat berlangsungnya proses-proses fisik hidrologis maupun kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang kompleks (Miardini, 2016). Tingginya aktivitas penggunaan lahan yang tidak sesuai kaidah konservasi serta banyaknya perubahan fungsi lahan dapat menyebabkan terbentuknya lahan kritis (Pramono, 2014). DAS Pakerisan termasuk dalam SWP DAS Oos Jinah yang berada di Kabupaten Bangli dan Gianyar. Masyarakat sekitar sering

memanfaatkan DAS Pakerisan untuk irigasi dan kebutuhan sehari – hari (Asrini et al., 2017).

Selain dari faktor pemanfaatan lahan, salah satu faktor yang berperan dalam pengelolaan DAS yaitu tutupan lahan. Berkurangnya tutupan lahan atau vegetasi mampu mengurangi infiltrasi air hujan dan meningkatkan run off sehingga tanah akan mudah terbawa atau terangkut bersama aliran permukaan. Hal tersebut dapat menyebabkan tingginya erosi dan sedimentasi (Vipriyanti dan Arnawa, 2016). Erosi tanah di daerah aliran sungai dapat menimbulkan terjadinya kekeringan pada musim kemarau dan banjir pada saat musim hujan. Maka, untuk mencegah dan mengurangi terjadinya kerusakan lahan diperlukan adanya konservasi tanah dan

air serta pengelolaan DAS. Menurut Undang-undang RI nomor 37 tahun 2014 tentang konservasi tanah dan air, pengelolaan daerah aliran sungai merupakan upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumber daya alam di daerah aliran sungai dan semua kegiatan untuk menjamin keberlanjutan dan kelestarian ekosistem. Tujuan dari penelitian ini yaitu memprediksi tingkat erosi dan merencanakan tindakan konservasi tanah dan air di daerah aliran sungai Pakerisan.

  • 2.    METODOLOGI

    • 2.1    Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2021 sampai dengan Juli 2021. Secara administratif DAS Pakerisan (Gambar 1) terletak di wilayah dua Kabupaten yaitu Kabupaten Bangli (Kecamatan Kintamani dan Kecamatan Susut) serta berada di Kabupaten Gianyar (Kecamatan Blahbatuh, Tampaksiring, dan Gianyar).

Gambar 1.


Peta Lokasi Penelitian di DAS Pakerisan (Peta RBI Didital, Demnas 2021)

  • 2.2    Alat dan Bahan

Pada penelitian ini menggunakan bahan sebagai berikut yaitu: 1). Peta administrasi yang digunakan sebagai dasar penentuan

lokasi daerah penelitian yang diambil dari peta rupabumi skala 1:25000; 2). Peta unit lahan yang bersumber dari peta jenis tanah dengan skala 1:250000, peta kemiringan lereng, dan peta tutupan lahan pada tahun

2019; 3). Data curah hujan pada DAS Pakerisan yang diperoleh 3 stasiun curah hujan di wilayah DAS Pakerisan yaitu Kecamatan Kintamani, Kecamatan Tampaksiring, dan Kecamatan Blahbatuh dari tahun 2011 sampai dengan 2020. Data curah hujan meliputi data curah hujan bulanan, curah hujan bulanan maksimum dan jumlah hari hujan.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1). Alat GPS (Global Positioning System) untuk menentukan koordinat dalam pengambilan data di lapangan; 2). Bor tanah untuk pengukuran kedalaman tanah pada tiap-tiap unit lahan; 3). Cangkul yang digunakan untuk mengambil sampel tanah di lapangan; 4). Kantung plastik untuk menyimpan sampel tanah di lapangan; 5). Meteran untuk mengukur panjang lereng pada setiap unit lahan; 6). Alat tulis untuk mencatat data yang diperoleh di lapangan.

  • 2.3    Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode observasi di lapangan dan pengambilan sampel tanah yang akan langsung akan dilakukan analisis tanah di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Penentuan lokasi titik sampel tanah dan observasi dilakukan dengan menumpangtindihkan peta digital jenis tanah, penggunaan lahan dan kemiringan lereng. Penentuan titik lokasi tersebut diperoleh 23 titik sampling unit lahan. Data primer yang diambil di lokasi penelitian yaitu kedalaman efektif tanah, kemiringan lereng, panjang lereng, struktur tanah, kerapatan vegetasi, jenis tanaman, dan pengelolaan lahan. Data yang akan diamati di Laboratorium yaitu tekstur tanah, bahan organik, permeabilitas, dan berat volume tanah. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi data curah hujan dari tahun 2011 sampai dengan 2021 serta data jenis tanah,

data kemiringan lereng, dan peta penggunaan lahan.

Metode yang digunakan dalam perhitungan prediksi erosi adalah metode USLE (Universal Soil Loss Equayion). Adapun faktor yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya erosivitas hujan (R), faktor erodibilitas tanah (K), panjang dan kemiringan lereng (LS), faktor vegetasi penutupan tanah (C) dan teknik konservasi di lapangan (P) yang diamati langsung di lapangan. Apabila nilai laju erosi melebihi nilai erosi yang ditoleransikan (TSL), maka diperlukan teknik konservasi tanah dan air dengan menganalisis faktor vegetasi (C) dan teknik konservasi (P).

  • 2.4    Analisis Data

Dalam penelitian ini perhitungan erosi menggunakan analisis dengan metode USLE dengan rumus (persamaan 1) (Wischmeier dan Smith, 1978).

A = R. K. L. S. C. P               (1)

Keterangan:

A   : Erosi tanah tahunan

R    : Erosivitas

K   : Erodibilitas

LS  :Faktor panjang  dan kemiringan

lereng

C   : Faktor Pengelolaan Tanaman

P    : Tindakan konservasi

Perhitungan erosivitas hujan (R), diperlukan data curah hujan selama 10 tahun terakhir di stasiun terdekat DAS Pakerisan yang terletak di Stasiun di Kintamani, Stasiun di Tampaksiring dan Stasiun di Kecamatan Blahbatuh. Maka untuk menghitung curah hujan yang mampu mewakili semua wilayah DAS Pakerisan menggunakan metode poligon Thiessen.

Untuk menghitung erodibilitas tanah dapat diukur sesuai dengan persamaan 2.

K _ 2,173 X (24 X M1'14X(10 4]x(12-α)+3,25x(t-2)+2,5x(c-3)) (2

100                           '

Keterangan:

K : Faktor erodiblitas

M : Persentase partikel ((% pasir sangat halus + % dari debu x (100% liat)) a : Kandungan bahan organik (% c x 1,724)

b : Struktur tanah c : Permeabilitas tanah

  • 3.    HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 3.1    Prediksi Erosi

Hasil dari perhitungan tingkat bahaya erosi di DAS Pakerisan dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai erosivitas (R) pada semua unit lahan memiliki nilai yang sama yaitu 2.102,95 karena satu unit lahan dapat tersebar dari hulu sampai hilir sungai. Maka, agar menyamakan nilai erosivitas dihitung dengan metode Polygon Thiessen dengan menghitung nilai luas area pada tiap stasiun. Salah satu faktor untuk menentukan nilai erosi tanah adalah nilai erosivitas hujan. Semakin besar nilai erosivitas hujan suatu daerah, maka semakin besar kemungkinan terjadinya erosi di wilayah tersebut (Harahap et al., 2020). Hal ini dikarenakan energi kinetik yang dihasilkan oleh intensitas hujan tinggi, sehingga akan mempengaruhi terjadinya erosi tanah (Sutrisno, 2011).

Lahan dengan kerapatan vegetasi yang tinggi akan mampu mengurangi adanya pengaruh kinetik energy air hujan. Adanya vegetasi akan mencegah terjadinya run off air hujan terhadap tanah secara langsung serta mengurangi aliran permukaan, sehingga dapat memperbesar kapasitas infiltrasi dan menjaga kemantapan struktur tanah. Nilai Indeks erosi hujan bulanan (EI30) mempunyai korelasi dengan jumlah tanah yang mengalami erosi. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas erosi lebih efektif menggambarkan hubungan hujan dengan jumlah rerata tanah tererosi (Kunu, 2012).

Nilai erodibilitas tanah yang terbesar terdapat pada unit lahan 17 adalah 0,34

serta erodibilitas terendah terletak pada unit lahan 1 yaitu sebesar 0,01. Nilai erodibilitas yang tinggi pada area tersebut memperlihatkan bahwa tanah tersebut sangat rentan terhadap erosi yang dipengaruhi oleh air hujan (Pahlevi et al., 2018). Unit lahan 17 termasuk lahan sawah dengan jumlah persentase debu yang cukup tinggi dan bahan organik yang rendah. Tanah yang memiliki jumlah persentase pasir yang tinggi juga memiliki karakteristik pori - pori tanah yang besar sehingga memudahkan air hujan untuk mengalami infiltrasi dan perkolasi lebih cepat. Tanah yang didominasi oleh kandungan pasir dan debu dapat lebih rentan terhadap aliran permukaan atau runoff dan erosi tanah. Tanah dengan kandungan yang didominasi liat yang tinggi, memiliki karakterisitik pori tanah akan berkurang dan menyebabkan gaya kohesif menjadi lebih tinggi dan cenderung lebih stabil. Karakteristik tanah dengan persentase tanah liat yang tinggi dapat membuat tanah akan mengikat air sehingga mengakibatkan potensi longsor terutama pada lahan dengan kemiringan lereng yang curam (Ayuningtyas et al., 2018).

Nilai LS DAS Pakerisan memberikan hasil yang bervariasi, dari unit lahan 1 sampai dengan unit lahan 23. Nilai panjang lereng terbesar pada unit lahan 9 dengan nilai sebesar 67 m dan panjang lereng terendah terletak pada unit lahan 13 yaitu sebesar 18 m. Kemiringan lereng yang paling tinggi terletak pada unit lahan 23 sebesar 65% dan paling rendah terletak pada unit lahan 1 dan 12 sebesar 2%. Besarnya erosi suatu lahan sangat dipengaruhi oleh kemiringan lereng. Semakin curam kemiringan lereng maka akan meningkatkan jumlah dan kecepatan aliran. Terjadinya peningkatan jumlah dan kecepatan aliran ini akan memperbesar energi kinetik sehingga kemampuan untuk mengangkut butir – butir tanah juga akan meningkat (Tarigan, 2013).

Tabel 1. Tingkat Bahaya Erosi di DAS Pakerisan

UNIT

K

LS

C

P

Prediksi

Keterangan

LAHAN   R

Erosi

0,001

1

Sangat

1

2102,95

0,01

1,16

0,03

Ringan Sangat

0,5

2

2102,95

0,04

1,54

0,2

14,38

Ringan

3

2102,95

0,02

8,10

0,2

1

55,34

Ringan

4

2102,95

0,10

8,84

0,6

0,9

1.032,23

Sangat berat

5

2102,95

0,14

15,46

0,2

1

898,26

Sangat berat

6

2102,95

0,06

4,77

0,2

0,15

17,13

Ringan

7

2102,95

0,07

9

0,6

0,35

292,44

Berat

8

2102,95

0,14

1,79

0,2

0,5

51,65

Ringan

9

2102,95

0,26

6,22

0,2

1

690,45

Sangat berat

10

2102,95

0,26

10,92

0,5

0,35

1.051,57

Sangat berat

11

2102,95

0,09

10,86

0,6

0,35

0,5

433,93

Berat

Sangat

12

2102,95

0,10

0,86

0,12

10,76

Ringan

13

2102,95

0,10

8,43

0,12

0,9

0,15

185,91

Berat

Sangat

14

2102,95

0,13

9,32

0,01

3,72

Ringan Sangat

0,15

15

2102,95

0,21

6,42

0,01

4,32

Ringan Sangat

0,15

16

2102,95

0,19

11,42

0,01

6,87

Ringan Sangat

0,15

17

2102,95

0,34

2,95

0,01

3,20

Ringan Sangat

0,15

18

2102,95

0,03

5,84

0,01

0,51

Ringan Sangat

0,15

19

2102,95

0,04

9,04

0,01

1,11

Ringan Sangat

0,15

20

2102,95

0,08

1,89

0,01

0,48

Ringan Sangat

0,15

21

2102,95

0,16

5,37

0,01

2,69

Ringan Sangat

0,15

22

2102,95

0,06

9,04

0,01

1,69

Ringan Sangat

0,15

23

2102,95

0,22

17,62

0,01

12,48

Ringan

Sumber: Hasil Pengelolaan Data Primer (2021)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

menurut kontur serta tidak adanya

nilai faktor tanaman

(C) dan faktor

pengolahan tanah yang baik. Nilai CP

pengelolaan tanah (P) berkisar antara

terendah di DAS Pakerisan terletak pada

0,0015

sampai dengan 0,54.

Nilai CP

unit

lahan 1

yaitu hutan alam dengan

tertinggi yaitu terletak pada unit lahan 4

seresah tinggi. Pada unit lahan ini, banyak

dengan nilai sebesar 0,54. Nilai CP cukup

terdapat pohon yang besar,

tajuk yang

tinggi

dikarenakan

lahan

dominan

lebar

dan perakaran yang

kuat seperti

ditanamani pisang dengan penanamannya

Artocarpus

heterophyllus,

tanaman

empupu (Eucalyptus urophylla), pohon puspa (chima noronhae). Semakin lebar tajuk dan kuatnya perakaran maka dapat mengurangi butiran air hujan yang jatuh pada tanah sehingga mampu mengurangi terjadinya run off dan mengurangi potensi terjadinya erosi tanah.

Prediksi erosi yang terjadi di DAS Pakerisan berkisar dari 0,01 ton/ha/th sampai dengan 1.051,57 ton/ha/th. Tingkat bahaya erosi yang paling tinggi pada unit lahan 10 yang merupakan pertanian lahan kering dengan kriteria erosi sangat berat. Unit lahan 10 memiliki nilai kemiringan lereng yang cukup curam yaitu sebesar 43% dan nilai faktor tanaman yang cukup tinggi yaitu 0,5. Pada unit lahan 10 sebagian besar ditanami oleh pohon pisang, ketela dan vegetasi lantai dengan kerapatan rendah.

Menurut penelitian di DAS Bompon pada tahun 2018, lahan yang ditanami ketela memiliki nilai erosi yang tinggi dikarenakan tanaman ketela termasuk jenis tanaman semusim, sehingga pada saat periode panen maupun tanam, tanah akan kehilangan tutupan vegetasinya (Ilham et al., 2018). Prediksi erosi tergolong sangat berat terdapat pada unit lahan 5 sebesar 898,26 ton/ha/th. Tingginya erosi pada unit lahan ini disebabkan karena kerapatan vegetasi tergolong sedang dengan penanaman menurut garis kontur. Pada unit lahan 5 juga memiliki tingkat kecuraman lereng dengan kategori curam sebesar 60% sehingga potensi erosi sangat berat.

Unit lahan 9 merupakan daerah pertanian lahan kering yang tergolong

dalam kategori erosi sangat berat dikarenakan unit lahan ini ditanamani pohon kopi tanpa adanya teknik konservasi. Tanaman kopi dapat digunakan sebagai tanaman alternatif untuk konservasi lahan. Tanaman kopi merupakan tanaman tahunan yang tidak terlalu memerlukan pengelolaan tanah yang intensif seperti tindakan pada tanah yang ditanam tanaman semusim, sehingga dapat memperbaiki kemantapan agregat tanah serta kesuburannya (Setiawan et al., 2018).

Unit lahan 9 juga tidak memiliki teknik konservasi, sehingga untuk menekan tingkat bahaya erosi tersebut bisa menggunakan teknik konservasi terasering atau teras gulud. Nilai tingkat erodibilitas pada unit lahan ini juga relatif lebih besar dibandingkan dengan unit lahan lainnya. Apabila nilai erodibilitas tanah tinggi maka tanah peka atau mudah tererosi dan sebaliknya apabila nilai erodibilitas tanahnya rendah maka tanah lebih tahan terhadap erosi. Tingkat erosi berat di DAS Pakerisan terdapat pada unit lahan 7,11, dan 13 dengan masing-masing nilainya 292,44 ton/ha/th, 433,93 ton/ha/th, dan 185,91 ton/ha/th. Unit lahan 7 dan 11 merupakan lahan pertanian lahan kering yang dominan ditanami pisang dengan teras bangku konstruksi kurang baik. Unit lahan 13 termasuk unit lahan yang dominan ditanami kubis dan jeruk. Tanaman kubis merupakan jenis tanaman semusim yang tidak selalu menutupi permukaan tanah sehingga terjadinya run off sangat besar. Gambar 2 menunjukkan tingkat bahaya erosi di DAS Pakerisan.

Gambar 2.

Tingkat Bahaya Erosi di DAS Pakerisan (2021)


Menurut penelitian Adilah dan Chofyan (2019) pada lahan perbukitan yang ditanami sayuran dengan teknik konservasi teras masih memiliki kekurangan. Hal ini disebabkan karena kondisi lahan pada saat musim panen dan penanaman kembali kondisi lahan dalam keadaan gundul sehingga dapat menimbulkan dampak terjadinya erosi. Proses erosi dimulai dari terlepasnya

partikel tanah dari agregatnya (detachment). Pada unit lahan 13, selain penanaman kubis juga ditanami jeruk. Tanaman jeruk disamping memiliki nilai ekonomis juga memiliki karakteristik perakaran yang kuat sehingga mampu mencegah erosi tanah. Tanaman jeruk juga salah satu tanaman yang sering digunakan dalam konservasi tanah (Wardani dan Putra, 2020).

Pada unit lahan dengan kemiringan lereng yang curam, jeruk harus ditanam dengan teknik konservasi teras, sementara pada lokasi unit lahan 13, hanya ditanam menurut garis kontur. Unit lahan 7, 3, dan 13 memiliki nilai prediksi erosi dengan tingkat erosi berat yang dipengaruhi oleh faktor kemiringan yaitu lebih dari 45%. Kemiringan lereng akan mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan permukaan. Maka lahan dengan kemiringan lereng yang curam menyebabkan semakin cepat juga laju limpasan air pada permukaan tanah. Hal ini akan mempengaruhi volume limpasan air tanah akan semakin besar dan semakin singkat waktu untuk infiltrasi air hujan yang menyebabkan laju erosi semakin besar (Andawayanti, 2019).

Tingkat erosi sangat ringan terdapat pada unit lahan 1, 2, 12, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, dan 23. Unit lahan 1 merupakan hutan alam dengan seresah tinggi. Unit lahan ini memiliki tajuk dan kanopi yang lebar dalam menutupi tanah sehingga akan mengurangi limpasan air hujan dan meminimalisir terjadinya erosi tanah. Unit lahan 2 merupakan unit lahan pertanian lahan kering dengan vegetasi yang ditanam yaitu jambu biji. Jambu biji memiliki karakteristik memiliki perakaran yang kuat dalam menahan tanah dari erosi. Pada unit lahan ini, kemiringan lahan sebesar 3% sehingga potensi terjadinya erosi tanah relatif kecil. Pada unit lahan 14, 15, 17, 18, 19, 20, 21, dan 22 merupakan unit lahan sawah yang sudah dimanfaatkan oleh petani dengan penanaman teknik konservasi teras bangku konstruksi sedang.

  • 3.2    Erosi yang Dapat Ditoleransikan

    (T)

Erosi yang ditoleransi di DAS Pakerisan diperoleh dari hasil prediksi erosi dengan faktor kedalaman efektif tanah, berat masa tanah, dan umur guna tanah yang dipakai dalam penelitian ini

yaitu 300 tahun. Hasil analisis tingkat erosi yang ditoleransi di DAS Pakerisan berkisar dari 9,92 toh/ha/th sampai dengan 26,45 ton/ha/th. Adapun nilai erosi yang diperbolehkan terbesar yaitu pada unit lahan 10.

Menurut Pasaribu et al., (2018) faktor yang mempengaruhi nilai erosi ditoleransikan adalah kedalaman efektif tanah, berat masa tanah (bulk density), dan umur guna tanah (resource life). Salah satu faktor yang paling mempengaruhi besar kecilnya erosi yang ditoleransikan yaitu faktor solum tanah dan bulk density. Faktor kedalaman efektif tanah (solum tanah) memiliki pengaruh yang signifikan dalam besar kecilnya erosi ditoleransikan pada suatu lahan. Semakin besar atau dalam solum tanah maka akan semakin memperbesar nilai erosi yang ditoleransikan. Semakin dalam solum tanah akan memperkecil terjadinya erosi di suatu lahan. Hal ini disebabkan karena jika suatu lahan memiliki solum tanah yang dalam akan mengakibatkan aliran air yang ada dipermukaan tanah mempunyai tempat yang memadai untuk terserap ke dalam tanah, sehingga dapat meminimalkan terjadinya erosi.

Evaluasi bahaya erosi atau disebut juga tingkat bahaya erosi ditentukan berdasarkan perbandingan antara besarnya erosi tanah aktual dengan erosi tanah yang dapat ditoleransikan. Jika nilai prediksi erosi (A) lebih rendah dari erosi yang dapat ditoleransikan (T), maka tidak akan merusak kelestarian sumber daya tanah dan air terutama di DAS Pakerisan. Akan tetapi ababila nilai erosi tanah (A) lebih besar dari pada nilai erosi yang ditoleransikan (T), maka diperlukan tindakan konservasi tanah agar dapat mengurangi dan menekan laju erosi yang terjadi. Perbandingan prediksi erosi dan erosi yang ditoleransikan dapat dilihat pada Tabel 2.

Hasil prediksi erosi diperoleh dari beberapa unit lahan memiliki tingkat erosi

yang melebihi nilai erosi yang ditoleransikan. Maka, untuk mencegah terjadinya erosi yang lebih tinggi dan mengurangi adanya dampak erosi diperlukan adanya konservasi lahan. Adapun tingkat bahaya erosi yang sangat tinggi melebihi erosi yang ditoleransikan yaitu unit lahan 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 13. Unit lahan 4, 7 dan 11 merupakan unit lahan pertanian lahan kering yang dominan ditanam pisang dengan penanaman menurut kontur. Untuk meminimalisir terjadinya erosi yang lebih tinggi maka dapat dilakukan penanaman kebun campuran dengan kerapatan tinggi serta teknik konservasi teras bangku konstruksi baik dan

penanaman Subagyono


strip rumput. Menurut

(2003), penanaman strip

rumput pada lahan dengan konstruksi teras menghasilkan pengurangan tingkat erosi 30-50%. Unit lahan 5 adalah pertanian lahan kering kerapatan sedang pada kemiringan 60% tanpa tindakan konservasi. Unit lahan ini memiliki tingkat kemiringan lereng yang curam, sehingga potensi terjadinya erosi sangat tinggi. Untuk mengurangi dampak erosi diperlukan penanaman pertanian lahan kering dengan kerapatan tinggi, teknik konservasi teras bangku dengan konstruksi baik dan penanaman strip rumput.

Tabel 2. Perbadingan Hasil Prediksi Erosi dan Erosi yang Dapat Ditoleransikan (T) pada Berbagai Jenis Penggunaan Lahan di DAS Pakerisan

No Unit Lahan

Penggunaan Lahan Saat ini

Prediksi Erosi A (ton/ha/ th)

Erosi yang di Toleransikan (T) (ton/ha/tahun)

CP Maksimum

2

Pertanian Lahan Kering - Kerapatan Sedang

14,38

11,03

0,77

3

Pertanian Lahan Kering - Kerapatan Sedang

55,34

14,72

0,27

4

Pertanian Lahan Kering – Pisang

1.032,23

10,16

0,01

5

Pertanian Lahan Kering - Kerapatan Sedang

898,26

9,92

0,01

6

Pertanian Lahan Kering - Kerapatan Sedang

17,13

10,83

0,63

7

Pertanian Lahan Kering – Pisang

292,44

10,56

0,04

8

Pertanian Lahan Kering - Kerapatan Sedang

51,65

16,28

0,32

9

Pertanian Lahan Kering – Kopi

690,45

13,38

0,02

10

Pertanian Lahan Kering - Kerapatan Rendah

1.051,57

26,46

0,03

11

Pertanian Lahan Kering

433,93

11,07

0,03

13

Pertanian Lahan Kering Kubis dan Jeruk

185,91

11,08

0,06

Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer DAS Pakerisan (2021)

Menurut penelitian Safriani et al., (2017) lahan yang ditanam dengan strip rumput akan berfungsi untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi tanah terutama

dengan penanaman tutupan vegetasi rapat dan pada garis kontur. Unit lahan 6 merupakan pertanian lahan kering kerapatan sedang pada kemiringan 20%

dengan konservasi teras bangku konstruksi sedang. Unit lahan ini memiliki tingkat erosi 17,13 ton/ha/th akan tetapi tingkat erosi yang ditoleransikan yaitu 10,83 ton/ha/th. Perencanaan untuk menekan erosi yaitu dengan pertanian lahan kering kerapatan sedang, dibantu penanaman dengan teknik konservasi teras bangku konstruksi baik dan penanaman strip tanaman rumput. Unit lahan 8 merupakan pertanian lahan kering kerapatan sedang dan penanaman menurut kontur dengan kemiringan 4%. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak erosi yaitu dengan memperkecil nilai C (faktor tanaman) yaitu dari pertanian lahan kering dengan kerapatan sedang menjadi pertanian kerapatan tinggi.

Unit lahan 9 merupakan pertanian lahan kering yang didominasi oleh kopi tanpa tindakan konservasi dengan kemiringan 17%. Unit lahan ini memiliki prediksi erosi sebesar 690,45 ton/ha/th. Untuk meminimalisir dampak erosi maka langkah yang dilakukan yaitu pertanian lahan kering yang didominasi tanaman kopi dengan teknik konservasi teras bangku konstruksi baik dan penanaman strip rumput. Menurut Subagyono, (2003) pada lahan yang memiliki kemiringan lereng di bawah 20%, teknik tersebut sangat efektif untuk menahan partikel tanah yang tererosi dan mengurangi aliran permukaan. Penurunan laju erosi juga dapat dilakukan dengan memperhitungkan faktor tumbuh tanaman rumput, jarak antar strip dan jarak tanaman.

Penelitian terhadap efektifitas berbagai macam strip rumput yang dilakukan Suhardjo et al., (1997) menunjukkan bahwa erosi dapat terjadi pada tahun pertama saat rumput belum optimal untuk mengurangi run off dan meningkatkan infiltrasi. Pada tahun kedua rumput akan mampu mengurangi dan menekan jumlah tanah yang tererosi berkisar 30-60% pada kemiringan di bawah 20%. Hal ini juga menyebabkan adanya sedimen yang

bertahan lama sehingga akan berbentuk datar dan membentuk bidang teras alami. Selain dengan konstruksi teras bangku, perencanaan konservasi lahan kopi juga dapat dilakukan dengan tanaman pelindung.

Unit lahan 10 merupakan pertanian lahan kering dengan kerapatan rendah dengan teknik konservasi teras bangku konstruksi kurang baik dengan kemiringan 43%. Untuk meminimalisir dampak erosi maka dilakukan teknik konservasi yaitu pertanian lahan kering kerapatan tinggi dengan teknik konservasi teras bangku konstruksi baik dan penanaman strip rumput. Unit lahan 13 merupakan unit lahan yang ditanami dengan kubis dan jeruk dengan penanaman menurut kontur pada kemiringan 50%. Unit lahan ini memiliki kemiringan lereng yang curam, dan nilai erosi sebelum perencanaan yaitu 185,91 ton/ha/th. Untuk perencanaan unit lahan ini dapat dilakukan penanaman kubis dan jeruk dengan konservasi teras bangku konstruksi baik dan penanaman strip rumput. Adanya perencanaan tersebut diharapkan menurunkan tingkat erosi menjadi 8,26 ton/ha/th.

  • 4.    SIMPULAN DAN SARAN

    • 4.1    Simpulan

Tingkat erosi di DAS Pakerisan tergolong dari sangat ringan sampai sangat berat. Tingkat erosi sangat ringan seluas 6.426,26 ha (71,28 %) dengan penggunaan lahan yaitu hutan sekunder, pertanian lahan kering, dan sawah irigasi. Tingkat erosi ringan seluas 583,83 ha (6,48 %) dengan penggunaan lahan pertanian lahan kering dan sawah. Tingkat erosi berat seluas 1.087,99 ha (12,07 %) dengan penggunaan lahan berupa pertanian lahan kering. Tingkat erosi sangat berat seluas 916,85 (10,17 %) dengan penggunaan lahan pertanian lahan kering.

  • 4.2    Saran

Lahan dengan nilai erosi yang melebihi dari nilai erosi yang ditoleransikan maka dapat dibuat perencanaan arahan penggunaan lahan yang dapat dilakukan untuk mencegah dampak erosi. Selain itu,

tindakan konservasi pengelolaan tanah juga diperlukan seperti pembuatan teras dengan konstruksi baik dan mengkombinasikan nilai CP maksimum pada setiap unit lahan sehingga nilai prediksi erosi lebih rendah dari pada nilai erosi yang ditoleransikan.

DAFTAR PUSTAKA

Adilah, R. dan I. Chofyan. 2019. Penerapan Konsep Bukit Berteras dengan Kombinasi Tanaman Campuran Studi Kasus: Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, 16(1) : 29-36.

Andawayanti, U. 2019. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terintegrasi. Malang: UB Press.

Asrini, N. K., I. W. S. Adnyana., I. N. Rai. 2017. Studi Analisis Kualitas Air Di Daerah Aliran Sungai Pakerisan Provinsi Bali. Journal Ecotrophic . Vol.11(2):101-107.

Ayuningtyas,E.A , A.F. N Ilma., dan R. B. Yudha. 2018. Pemetaan Erodibilitas Tanah dan Korelasinya Terhadap Karakteristik Tanah di DAS Serang, Kulonprogo. Jurnal Nasional Teknologi Terapan, 2(1): 37 – 46.

Harahap, R. R.,  I. Parinduri.,  S. N.

Hutagalung.,  K. Saleh., and B.

Fachry. 2020. Pembelajaran Sistem

Informasi     Geografis     (SIG)

Menggunakan ARCVIEW 3.3. Jakarta: Yayasan Kita Menulis.

Ilham, A.M., C. Haji, D. Permatasari., K. Illahi, M. Agestira., M. Arifin, ,R. Fadillah, S. Mutiara, S. A. Novriawati dan Y. Sufitri, E. Purwaningsih, dan W. Prarikeslan. 2018. Pengukuran Erosi Aktual pada Penggunaan Lahan Tegalan dan Kebun Campuran Studi Kasus : DAS Bompon, Kecamatan Kajoran, Jawa

Tengah. Jurnal Geografi, 7(2): 143156.

Kunu, P.J. 2012. Efektivitas Indeks Erosivitas Hujan Dalam Memprediksi Erosi Tanah Di Pulau Ambon. Jurnal Ekosains, 1(01) : 14-20.

Pahlevi,R.S., H. Hasan., dan S.D. Devy. 2018. Studi Tingkat Erodibilitas Tanah pada Pit 3000 Blok 3, Pt. Bharinto Ekatama Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur Jurnal Teknologi Mineral FT UNMUL, 6(1): 17-20.

Pasaribu,P.H.P., A.l Rauf., dan B. Slamet. 2018. Kajian Tingkat Bahaya Erosi Pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan di Kecamatan Merdeka Kabupaten     Karo.     Serambi

Engineering, 3(1): 279-284.

Pramono, I. B. 2014. Mitigation of land degradation at Juana Watershed, Central Java. Journal of Degraded and Mining Lands Management, 2(1): 235-242.

Undang – undang Republik Indonesia No. 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air.

Safriani, D. S. Jayanti., dan Syahrul. 2017. Pengendalian Erosi secara Vegetatif Menggunakan    Rumput    Pait

(Axonopus Compressus) dan Rumput Alang-Alang (Imperata Cylindrica) pada Tanah Ordo Ultisols. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah. 2(2): 396-403.

Setiawan, B., P. Yudono., dan S Waluyo. 2018. Evaluasi Tipe Pemanfaatan Lahan Pertanian dalam Upaya Mitigasi Kerusakan Lahan di Desa Giritirta, Kecamatan Pejawaran, Kabupaten           Banjarnegara.

Vegetalika,7(2): 1-15.

Subagyono, K., S. Marwanto., dan U. Kurnia. 2003. Teknik Konservasi Tanah secara Vegetatif. Bogor: Balai Penelitian Tanah.

Suhardjo, M., A. Abas Idjudin, dan Maswar. 1997. Evaluasi beberapa macam strip rumput dalam usaha pengendalian erosi pada lahan kering berteras di lereng perbukitan kritis D.I. Yogyakarta. Yogyakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Sutrisno, J. 2011. Prediksi Erosi dan Sedimentasi di Sub Daerah Aliran Sungai    Keduang Kabupaten

Wonogiri. Institut Pertanian Bogor.

Tarigan, D.R. 2013. Pengaruh Erosivitas dan Topografi Terhadap Kehilangan Tanah Pada Erosi Alur di Daerah Aliran Sungai Secang Desa Hargotirto Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo. Yogyakarta: Media Neliti Publication.

Vipriyanti, N. U dan I. K. Arnawa. 2016. Pengelolaan DAS Tukad Pakerisan Berbasis Modal Sosial. Denpasar : Univeritas Mahasaraswati Press.

Wardani,N.R., dan D. F. Putra. 2020. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Penghijauan Untuk Konservasi Sumber Air Banyuning Kota Batu. Jurnal Pengabdian Masyarakat, 3(1): 1-8.

80

ECOTROPHIC • 17(1): 69-80 p-ISSN:1907-5626,e-ISSN: 2503-3395