Pengelolaan Hutan Mangrove Berbasis Masyarakat...,[Ujang Rija Ginanjar, dkk]

PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERBASIS MASYARAKAT DI DESA BUDENG, KECAMATAN JEMBRANA, KABUPATEN JEMBRANA

Ujang Rija Ginanjar1*), I Wayan Sandi Adnyana2), I Made Sudarma3)

  • 1)Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Unda Anyar, Denpasar-Bali

  • 2)Prodi Magister Ilmu Lingkungan, Pascasarjana, Universitas Udayana, Denpasar-Bali 3)Prodi Doktor Ilmu Lingkungan, Pascasarjana, Universitas Udayana, Denpasar-Bali

*Email: Urigin86@gmail.com

ABSTRACT

COMMUNITY-BASED MANGROVE FOREST MANAGEMENT IN BUDENG VILLAGE, JEMBRANA DISTRICT, JEMBRANA REGENCY

The mangrove forest in Budeng Village is managed by local communities by forming farmer groups. The interaction of the people of Budeng Village in mangrove management, this will determine the sustainability of the mangrove area in the future. It is necessary to have the right strategy in mangrove management by following the rules of balance and sustainability. The purpose of this study is to analyze changes in mangrove forest cover, find out the perception and participation of the community in mangrove forest management and develop an ideal mangrove forest management strategy. Data collection includes using literal studies, observations, questionnaires and Forum Group Discussion. Samples in this study was 30 people. Data analysis was performed using SWOT matrix and QSPM matrix. The condition of mangrove forests in Budeng Village is relatively good, there is an increased in mangrove forest cover covering an area of 36 ha in the period from 2016 to 2021. The level of community perception in mangrove forest management excellent categories and the level of community participation is in high categories. The general strategy on mangrove forest management in Budeng Village is growth strategy. Based on the results of the SWOT analysis, there are 14 alternative strategies for mangrove forest management in Budeng Village with a priority strategy based on the results of the Total Attractiveness Score calculation is to increase the role and commitment of local governments in mangrove forest management in Budeng Village.

Keywords: mangroves; perception; participation; strategy; management

sejumlah 633,5 ha dan di wilayah kawasan hutan lindung yang berada di Kabupaten Klungkung sejumlah 202 ha (Redi et al., 2019). Ekosistem hutan mangrove merupakan sumber daya alam yang mempunyai karakteristik yang dapat dimiliki bersama oleh setiap orang. Setiap orang mempunyai peluang yang sama dalam memanfaatkan sumber daya hutan mangrove sehingga dapat mengakibatkan

hutan mangrove rentan mengalami kehancuran. Sebagian besar hutan mangrove yang terdapat di Indonesia mengalami kerusakan (Purwanti et al., 2017). Adanya tekanan dan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat terutama yang hidup pada daerah pesisir merupakan salah satu penyebab rusaknya hutan mangrove. Keadaan ini menyebabkan berubahnya tata guna lahan serta penggunaan sumber daya mangrove yang melampaui batas yang bisa menyebabkan cepatnya ekosistem hutan mangrove mengalami kerusakan (Yuliani dan Herminassari, 2017). Pengelolaan berbasis masyarakat merupakan strategi penting yang banyak dibicarakan orang pada saat ini dalam konteks pengelolaan ekosistem hutan mangrove (Amal dan Baharuddin, 2016).

Luas kawasan hutan mangrove di Desa Budeng sejumlah 67,03 ha yang ditetapkan menurut Keputusan Menteri Kehutanan No : SK.2848/MENHUT-VII/KUH/2014 tanggal 16 April 2014 (Widiastawa et al., 2016) serta mempunyai berbagai potensi yang sangat besar dalam pengembangan mangrove. Mangrove yang ada di Desa Budeng selain tumbuh pada areal kawasan hutan milik negara juga tumbuh pada areal yang merupakan milik masyarakat berupa areal penggunaan lainnya (APL). Potensi sumberdaya mangrove yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan oleh masyarakat di Desa Budeng diantaranya yaitu pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang dapat dijadikan sumber benih serta beraneka macam olahan dari buah mangrove, pengembangan ekowisata dan pengembangan silvofishery yang hasilnya dapat dijual dan menambah pendapatan masyarakat.

Pengelolaan hutan mangrove di Desa Budeng dilakukan oleh masyarakat lokal dengan membentuk kelompok tani. Interaksi masyarakat Desa Budeng sebagai bentuk pengelolaan mangrove ke

depannya akan menentukan kelestarian kawasan mangrove itu sendiri. Sumber daya mangrove yang dimanfaatkan secara bijaksana akan memberikan dampak positif bagi masyarakat. Namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan serta tidak dikendalikan penggunaannya maka akan memberikan dampak negatif berupa kerusakan ekosistem mangrove. Agar sumber daya mangrove yang digunakan oleh masyarakat di Desa Budeng dapat berkelanjutan dan memberikan dampak positif serta dampak kerusakan hutan mangrove dapat dihindari diperlukan strategi yang tepat dalam pengelolaan ekosistem mangrove berbasis masyarakat.

Tujuan penelitian untuk menganalisis perubahan tutupan hutan mangrove, mengetahui persepsi dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove serta menyusun strategi pengelolaan hutan mangrove yang ideal di Desa Budeng, Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana.

  • 2.    METODOLOGI

    • 2.1    Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan dimulai pada bulan Januari sampai dengan Maret 2022. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Budeng, Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana. Letak lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

  • 2.2    Instrumen Penelitian

Dalam memperoleh data yang dibutuhkan pada penelitian ini digunakan instrumen sebagai berikut:

  • a.    Kuesioner yang berisi daftar pertanyaan dan pernyataan terkait persepsi dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Budeng

  • b.    Panduan     wawancara     untuk

mewawancarai informan kunci,

diantaranya tokoh masyarakat, personil UPTD KPH Bali Barat, aparatur Desa Budeng, kelian dan pemuka adat, kelompok nelayan, pemilik tambak dan ketua kelompok tani.

  • c.    Peta dan Global Positioning System (GPS) untuk menentukan lokasi

Peralatan dokumentasi, yang terdiri dari kamera, buku catatan, buku identifikasi mangrove, pulpen, komputer (microsoft word dan microsoft excel), dan software GIS yaitu ArcGIS versi 10.4 yang digunakan untuk pengolahan data spasial.

pengambilan sampel.

Gambar 1.

Lokasi Penelitian di Desa Budeng


  • 2.3    Jenis dan Sumber Data

Jenis data adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dalam penelitian ini didapatkan dari responden yaitu keterangan serta informasi sebagai bahan pelengkap interpretasi data, yaitu data yang didapatkan dari kuesioner yang disebarkan kepada responden untuk memberikan informasi terkait karakteristik serta data lainnya yang mendukung dalam penelitian. Data kuantitatif meliputi hasil dari analisis persepsi dan partisipasi masyarakat dalam

pengelolaan hutan mangorve serta hasil analisis strategi pengelolaan hutan mangrove di Desa Budeng dengan menggunakan matriks IFAS (Internal Factors Analysis Strategic), matriks EFAS (External Factors Analysis Strategic), matriks Kuadran SWOT (Strengths Weaknesses Opportunities Threats) dan matriks QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix).

Sumber data dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data Primer didapatkan dari hasil kuesioner yang disebarkan kepada responden isinya

terkait        pernyataan        tentang

pengetahuan/pemahaman, persepsi serta partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Budeng. Data lainnya yang didapatkan dari hasil wawancara dan FGD (Forum Group Discussion) serta data hasil pengamatan langsung yang didapatkan di lokasi penelitian (observasi/groundcheck). Data Sekunder didapatkan dari Kantor Desa Budeng, Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana, berupa data kependudukan dan data monografi Desa Budeng tahun 2021, data peta administrasi wilayah Kabupaten Jembrana tahun 2018 dari Badan Informasi Geospasial, data peta penutupan lahan tahun 2016 dan tahun 2020 dari BPKH Wilayah VIII Denpasar, data peta mangrove nasional tahun 2016 dan tahun 2021 dari BPDAS Unda Anyar serta data dari berbagai literatur, tulisan, dan berbagai hasil penelitian. Penelitian ini menggunakan instrumen :

  • 1.    Panduan     wawancara     untuk

mewawancarai beberapa tokoh masyarakat sebagai informan kunci, diantaranya staf UPTD KPH Bali Barat, aparatur Desa Budeng, kelian adat, petani/nelayan, pemilik tambak dan pengurus kelompok tani.

  • 2.    Peta dan Global Positioning System (GPS) untuk menentukan lokasi pengambilan sampel.

  • 3.    Peralatan dokumentasi, yang terdiri dari kamera, buku catatan, buku identifikasi mangrove, pulpen, komputer (microsoft word dan microsoft excel), dan software GIS yaitu ArcGIS versi 10.4 yang digunakan untuk pengolahan data spasial.

  • 2.4    Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan tujuan pertama terkait analisa perubahan tutupan hutan mangrove di Desa Budeng, diperlukan literatur yang dijadikan sumber data. Data yang dikumpulkan adalah data peta rupa

bumi Indonesia (RBI) untuk wilayah Kabupaten Jembrana, data peta penutupan lahan tahun 2016 dan tahun 2021, dan data peta mangrove nasional tahun 2016 dan tahun 2021. Data tersebut diperoleh dari Badan Informasi Geospasial, BPKH Wilayah VIII Denpasar dan BPDAS Unda Anyar. Tujuan kedua terkait persepsi dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove menggunakan metode angket/kuesioner tertutup yakni kuesioner yang sudah disiapkan jawabannya kemudian responden dapat langsung menjawab pertanyaan yang telah disusun secara rinci. Untuk mendapatkan tujuan ketiga mengenai strategi pengelolaan hutan mangrove berbasis masyarakat teknik    yang    digunakan    yaitu

menggunakan analisis SWOT dengan tahapan sebagai berikut :

  • 1.    Mengidentifikasi faktor kunci berupa sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, peraturan serta berbagai faktor lainnya.

  • 2.    Menganalisis faktor strategi yang didapatkan dari hasil wawancara dan FGD (Forum Group Discussion) berupa faktor strategi internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan serta faktor strategi eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman

  • 2.5. Teknik Analisis Data

  • A.    Analisis Perubahan Tutupan Hutan Mangrove

Pengolahan data untuk melihat perubahan penutupan lahan mangrove di Desa Budeng dilakukan dengan melakukan analisis peta administrasi wilayah Desa Budeng yang berasal dari Badan Informasi Geospasial (BIG) Tahun 2018, peta penutupan lahan Desa Budeng tahun 2016 dan tahun 2020 yang bersumber dari BPKH Wilayah VIII Denpasar dan peta mangrove nasional tahun 2016 dan tahun 2021 yang berasal

dari BPDAS Unda Anyar. Diharapkan hasil dari analisis tersebut adalah didapatkan peta perubahan tutupan hutan magrove di Desa Budeng, Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana. Melalui peta tersebut dapat diketahui perubahan tutupan hutan mangrove di Desa Budeng. Selain melakukan analisa perubahan tutupan hutan mangrove, dilakukan juga pengamatan ekosistem mangrove dengan tujuan untuk dapat mengidentifikasi jenis-jenis mangrove yang terdapat di hutan mangrove Desa Budeng. Pengamatan dilakukan dengan melakukan groundcheck langsung ke lokasi hutan mangrove dan untuk memperkaya data dilakukan juga pengumpulan data sekuder melalui jurnal-jurnal hasil penelitian sebelumnya di Desa Budeng dan dari dokumen lain yang terkait. Identifikasi spesies dilakukan di lapangan dengan menggunakan buku identifikasi mangrove (Kitamura et al., 1997) dan dibantu oleh masyarakat lokal yang mengetahui mengenai jenis-jenis mangrove di kawasan mangrove Desa Budeng.

  • B.    Analisis Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Mangrove

Data dikumpulkan langsung di lokasi penelitian dengan menyebarkan kuisioner yang telah dibuat secara terstruktur dengan jumlah responden sebanyak 30 orang menggunakan metode purposive sampling yang ditentukan dengan cara disengaja (purposive). Sasaran dari penelitian ini yaitu masyarakat yang tinggal berbatasan langsung dan sehari-hari berinteraksi dengan hutan mangrove di Desa Budeng. Metode analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif kategorik yaitu mengelompokkan persepsi serta partisipasi masyarakat sebagai responden yang sifatnya kualitatif menjadi 5 kelompok dengan menggunakan skala Likert (Tabel 1). Kemudian hasil dari kuesioner      yang      dikumpulkan

diklasifikasikan menjadi 5 kelas setelah itu dilakukan pembahasan     secara

deskriptif kuantitatif yang berikutnya dikualitatifkan. Jawaban yang diberikan oleh responden kemudian diberikan skor mengacu pada Skala Likert. Adapun kategori skala likert yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Parenri et al. (2018) sebagai berikut:

  • 1.    Sangat setuju/sangat sering diberi skor:

5

  • 2.    Setuju/sering diberi skor: 4

  • 3.    Ragu-ragu/jarang diberi skor: 3

  • 4.    Tidak setuju/kadang-kadang diberi skor: 2

  • 5.    Sangat tidak setuju/tidak pernah diberi skor: 1

Semua bobot nilai persepsi dan partisipasi yang telah dirangkum, kemudian dihitung dengan cara mengalikan bobot dengan jumlah responden yang menghasilkan nilai/skor rata-rata sesuai dengan tujuan penelitian ini serta diterjemahkan berdasarkan kategori nilainya. Untuk mengetahui kategori rata-rata nilai skor digunakan perhitungan sebagai berikut:

Skor tertinggi — Skor terendah (D

(1)

Jumlah kelas 5-1  4

= ^= ξ=0'8

Kategori nilai terkait persepsi dan partisipasi      masyarakat      dalam

pengelolaan      hutan      mangrove

sebagaimana Tabel 1.

  • C. Analisis Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove di Desa Budeng

Strategi pengelolaan hutan mangrove di Desa Budeng dianalisis dengan memakai analisis SWOT dan analisis QSPM bertujuan mengidentifikasi beraneka macam faktor internal dan faktor eksternal yang hasilnya kemudian akan digunakan dalam merumuskan strategi umum, alternatif strategi serta strategi prioritas dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Budeng.

Tabel 1. Skoring Berdasarkan Skala Likert

No

Kisaran Skor            Persepsi                  Partisipasi

1

2

3

4

5

1.00 – 1.79     Sangat Buruk               Sangat Rendah

1.80 – 2.59     Buruk                     Rendah

2.60 – 3.39     Cukup                     Sedang

3.40 – 4.19     Baik                       Tinggi

4.20 – 5.00     Sangat Baik                 Sangat Tinggi


  • 3.    HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 3.1.    Perubahan Tutupan Mangrove di Desa Budeng

Kawasan hutan mangrove di Desa Budeng memiliki kondisi mangrove yang relatif baik. Hasil analisis citra satelit berupa peta penutupan lahan oleh BPKH Wilayah VIII Denpasar dan peta mangrove nasional oleh BPDAS Unda

Anyar dalam kurun waktu tahun 2016 sampai dengan 2021 terdapat peningkatan penutupan lahan di kawasan hutan mangrove Desa Budeng seluas 36 ha, pada tahun 2016 luas tutupan hutan mangrove seluas 77,6 ha dan pada tahun 2021 luas tutupan hutan mangrove sebesar 113,6 ha. Perubahan luas tutupan hutan mangrove di Desa Budeng dijelaskan pada Tabel 2 dan Gambar 2.

Tabel 2. Perubahan penutupan hutan mangrove di Desa Budeng tahun 2016 - 2021

No

Penutupan Lahan

2016

%

2021

%

1

Hutan mangrove sekunder

77,6

20,94

113,6

30,66

2

Tambak

106,5

28,74

94,4

25,48

3

Tubuh air

9,5

2,56

9,2

2,48

4

Sawah

168,4

45,45

144,9

39,11

5

Pemukiman

8,5

2,29

8,4

2,27

Luas Total (Ha)

370,5

100

370,5

100

Sumber : BPKH Wilayah VIII Denpasar, 2020 dan BPDAS Unda Anyar, 2021

Tahun 2016


Tahun 2021


Gambar 2.

Perubahan penutupan hutan mangrove di Desa Budeng tahun 2016 - 2021

Tabel 2 menunjukkan bahwa tutupan lahan di Desa Budeng terbagi atas tubuh air, sawah, pemukiman, tambak dan hutan mangrove sekunder. Pada tahun 2016, masing-masing tutupan memiliki luas berturut-turut sebagai berikut: hutan mangrove sekunder seluas 77,6 ha, tambak seluas 106,5 ha, tubuh air seluas 9,5 ha, sawah seluas 168,4 ha dan pemukiman seluas 8,5 ha. Hingga tahun 2021 tidak ada alih fungsi lahan hutan mangrove yang terjadi, pada rentang waktu 6 tahun (2016 sampai dengan 2021) penutupan hutan mangrove di Desa Budeng mengalami kenaikan sebesar 36 ha. Penelitian yang dilakukan oleh Kartikasari dan Sukojo (2015) menunjukkan dalam kurun waktu 8 tahun (2007 sampai dengan 2015), luas penutupan hutan mangrove di wilayah Estuari Perancak (Desa Budeng dan Desa Perancak) mengalami peningkatan sebesar 14,2 ha, pada tahun 2007 seluas 50,9 ha dan pada tahun 2015 seluas 65,1 ha. Luas penutupan hutan mangrove yang meningkat ini dikarenakan adanya upaya dari masyarakat di Desa Budeng untuk melestarikan hutan mangrove. Masyarakat membentuk kelompok tani untuk melakukan pengelolaan hutan mangrove di Desa Budeng. Salah satu kegiatan yang

dilakukan oleh kelompok dalam upaya melestarikan hutan mangrove yaitu dengan melakukan penanaman mangrove. Masyarakat di Desa Budeng mempunyai kesadaran akan pentingnya keberadaan hutan mangrove. Hutan mangrove dapat menjadi salah satu sumber pendapatan bagi masyarakat serta dapat memberikan dampak positif lainnya bagi masyarakat. Oleh karenanya, masyarakat di Desa Budeng ikut berpartisipasi dalam melestarikan hutan mangrove. Hutan mangrove di Desa Budeng juga memiliki beraneka jenis mangrove. Hasil identifikasi jenis mangrove di hutan mangrove Desa Budeng diperoleh jenis mangrove sejati sebanyak 6 famili dan 18 spesies. Identifikasi spesies dilakukan di lapangan dengan menggunakan buku identifikasi mangrove (Kitamura et al., 1997) dan dibantu oleh masyarakat lokal yang mengetahui mengenai jenis-jenis mangrove di kawasan mangrove Desa Budeng. Mangrove di Desa Budeng selain tumbuh di kawasan hutan juga tumbuh di lahan milik masyarakat yang merupakan areal tambak aktif maupun areal yang sudah tidak digunakan dan belum dimanfaatkan kembali. Hasil identifikasi jenis mangrove di kawasan hutan mangrove Desa Budeng tahun 2022 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis Spesies Mangrove di Kawasan Hutan Mangrove Desa Budeng, 2022.

No

Famili

Spesies

Nama Lokal

1

Avicenniaceae

Avicennia alba Blume

Avicennia lanata Ridley

Avicennia marina (Forssk.) Vierh

Avicennia officinalis L.

Sia-sia Sia-sia Api-api Api-api

2

Euphorbiaceae

Excoecarea agallocha L.

Buta-buta

3

Palmae

Nypa fruticans Wurmb

Buyuk/Nipah

4

Meliaceae

Xylocarpus granatum Koen.

Xylocarpus moluccensis (Lam.) M.Roem

Xylocarpus rumphii (Kostel.) Mabb.

Banang-banang/Nyirih Banang-banang/Nyirih Banang-banang/Nyirih

5

Rhizophoraceae

Bruguiera cylindrica Blume Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lam Ceriop decandra (Griff.) Ding Hou Ceriops tagal C.B.Rob Rhizophora apiculata Blume Rhizophora mucronata Lam. Rhizophora stylosa Griff.

Tanjang-putih Tanjang-merah Tingi Tingi

Jangkah/Slengkreng Bakau/Bako-Gandul Bakau/Slindur

6

Sonneratiaceae

Sonneratia alba J. Sm.

Sonneratia caseolaris (L.) Engl.

Prapat Pedada


Sumber : Pengamatan di lapangan, 2022 3.2 Persepsi dan Partisipasi

Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Mangrove di Desa Budeng

Persepsi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove diukur dengan menggunakan 13 kriteria pernyataan. Rerata nilai skor persepsi masyarakat sebesar 4,28 dengan nilai sangat baik (Tabel 4). Hasil ini dianalisis menggunakan skala Likert dengan nilai sangat baik. Hal ini menunjukkan masyarakat Desa Budeng mempunyai tingkat pengetahuan dan pemahaman yang sudah sangat baik dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove. Tingkat pengetahuan masyarakat yang sangat baik ini dikarenakan masyarakat telah menerima sosialisasi dan penyuluhan terkait pelestarian ekosistem hutan mangrove. Melalui keikutsertaan masyarakat dalam pelatihan dan pembinaan tentang pelestarian hutan mangrove di Desa Budeng menjadi salah satu faktor masyarakat memiliki kesadaran yang tinggi untuk dapat menjaga kelestarian hutan mangrove. Faktor lainnya yaitu adanya sosialisasi peraturan adat yang berlaku di Desa Budeng terkait pelestarian ekosistem hutan mangrove juga menjadi penyebab masyarakat memiliki persepsi yang sangat baik. Penelitian yang dilakukan oleh Setiastri et al. (2019) di Kawasan Tahura Ngurah Rai Bali mengenai pelestarian mangrove oleh masyarakat sekitar hutan mangrove menunjukkan nilai rerata persepsi masyarakat sebesar 3,45 dengan nilai sangat baik. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa pelestarian mangrove dapat dilakukan dengan melibatkan masyarakat dalam pelaksanaannya serta masyarakat telah menyadari bahwa hal tersebut dapat dilakukan. Faktor pendidikan yang dimiliki masyarakat serta dengan adanya sosialisasi peraturan adat yang

diberlakukan di sekitar lokasi hutan mangrove tempat masyarakat tinggal menyebabkan persepsi yang sangat baik ini dapat tercipta. Basir (2018) menyatakan bahwa masyarakat memiliki tingkat pengetahuan yang sangat baik tentang pelestarian hutan mangrove dikarenakan telah mempunyai kesadaran yang tinggi untuk menjaga kelestarian hutan mangrove serta ikut aktif berperan serta pada saat dilakukannya pembinaan dan pelatihan yang diberikan mengenai pelestarian hutan mangrove. Kesimpulan dari berbagai penelitian tersebut, persepsi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove sangat di pengaruhi oleh keterlibatan masyarakat lokal dan kesadaran masyarakat dalam menjaga kelestarian ekosistem mangrove.

Pada tahap perencanaan tingkat partisipasi masyarakat diukur dari jumlah kehadiran masyarakat dalam mengikuti rapat atau pertemuan yang dilakukan dan berdasarkan keaktifan masyarakat dalam memberikan saran atau pendapat serta ikut terlibat dalam memutuskan perencanaan pengelolaan hutan mangrove di Desa Budeng. Pada tahap pelaksanaan partisipasi masyarakat dilihat dari jumlah keikutsertaan masyarakat dalam memberikan sumbangan ide atau pemikiran, tenaga serta ikut menyumbangkan materi atau dana dan ikut serta melakukan penanaman mangrove atas ide perorangan, kelompok ataupun yang difasilitasi oleh instansi terkait dan pihak yang lainnya. Pada tahap pengawasan tingkat partisipasi masyarakat dapat dilihat dari jumlah keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan pengawasan pengelolaan hutan mangrove yaitu berupa ikut mengawasi/mengontrol pelaporan pelaksanaan kegiatan dan juga terlibat dalam memberikan teguran terhadap kesalahan dalam pelaksanaan pengelolaan hutan mangrove di Desa Budeng. Pada tahap evaluasi partisipasi masyarakat

dilihat dari jumlah keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan evaluasi yang dilakukan berupa turut serta melakukan penilaian keberhasilan dari berbagai kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan hutan mangrove serta turut menikmati hasil pencapaian pengelolaan hutan mangrove yang dapat bermanfaat dan memberikan keuntungan bagi masyarakat.

Berdasarkan hasil analisis skala Likert mengenai partisipasi masyarakat dalam mengelola hutan mangrove di Desa Budeng, nilai skor yang diperoleh pada tahap perencanaan sebesar 4,07 dengan kategori tingkat partisipasi tinggi, pada tahap pelaksanaan skor yang diperoleh 3,80 dengan kategori tingkat partisipasi tinggi, pada tahap pengawasan skor yang diperoleh sebesar 4,03 dengan kategori tingkat partisipasi tinggi dan pada tahap evaluasi skor yang diperoleh sebesar 4,07 dengan kategori tingkat partisipasi tinggi (Tabel 5). Dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Budeng, tingkat partisipasi masyarakat yang meliputi partisipasi pada tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring serta evaluasi diperoleh rerata skor sebesar 3,99 dengan kategori tingkat partisipasi tinggi. Tingginya tingkat partisipasi masyarakat menunjukkan masyarakat Desa Budeng mempunyai kesadaran yang tinggi untuk ikut berpartisipasi dalam mengelola dan menjaga kelestarian ekosistem hutan mangrove. Hutan mangrove yang terjaga kelestariannya dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Pawestri (2018) menyatakan bahwa dalam pengelolaan hutan mangrove tingkat pengetahuan dan persepsi masyarakat yang tinggi serta tingkat partisipasi yang tinggi sangat berpengaruh. Hal ini disebabkan masyarakat berperan serta dalam kelompok dengan berinteraksi secara langsung yang memiliki tujuan untuk dapat mengawasi, memelihara serta

merawat mangrove. Masyarakat diberikan pembinaan dan pengetahuan yang baru mengenai pelestarian hutan mangrove melalui kelompok yang dibentuk.

  • 3 .3. Strategi Pengelolaan Hutan

Mangrove Berbasis Masyarakat di Desa Budeng

Berdasarkan hasil identifikasi faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) pengelolaan hutan mangrove pada Desa Budeng dengan menggunakan wawancara dan FGD (Forum Group Discussion) diperoleh hasil sebagai berikut:

Faktor-Faktor Internal (IFAS)

Wawancara dan FGD (Focus Group Discussion) dengan masyarakat yang paham terkait pengelolaan hutan mangrove di Desa Budeng serta pengamatan langsung di lokasi penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal.

Kekuatan (Strength)

  •    Luas kawasan hutan mangrove lebih dari 50 ha dengan kondisi relatif baik

  •    Keanekaragaman jenis mangrove tinggi

  •    Persepsi dan partisipasi masyarakat yang baik dalam pengelolaan mangrove

  •    Terdapat kelompok tani pengelola hutan mangrove

  •    Adanya kearifan lokal berupa peraturan (awig-awig) dalam pelestarian hutan mangrove.

Kelemahan (Weaknesses)

  •    Terbatasnya    pendanaan    dalam

pengelolaan hutan mangrove

  •    Belum adanya peraturan daerah mengenai pengelolaan hutan mangrove.

  •    Komitmen pemerintah daerah yang masih rendah

  •    Masyarakat memiliki keterampilan yang kurang memadai.

Faktor-Faktor Eksternal (EFAS)

Faktor-faktor eksternal diidentifikasi dengan cara melakukan wawancara dan

FGD (Focus Group Discussion) dengan Hutan mangrove menjadi destinasi masyarakat yang berkaitan serta dari hasil      wisata baru di Kabupaten Jembrana.

pengamatan langsung di lokasi penelitian.  Akses jalan menuju ke kawasan hutan

Peluang (Opportunities).                    mangrove yang mudah dijangkau.

  • Hutan mangrove memiliki potensi  Ancaman (Threats)

  • yang     dapat  dimanfaatkan dan  Eksploitasi sumberdaya mangrove

dikembangkan menjadi destinasi      oleh masyarakat luar secara ilegal.

kawasan ekowisata baru, pembibitan   Sampah.

mangrove, pengolahan hasil hutan •  Banjir

bukan kayu dan tempat penelitian

Tabel 4. Hasil Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Desa Budeng

Skor                            Kriteria Penilaian                            Nilai skor

rerata

Persepsi

  • 1    Hutan mangrove Desa Budeng berperan penting dalam menopang     4,37

kehidupan masyarakat pesisir dan ekosistem disekitarnya

  • 2    Hutan mangrove Desa Budeng merupakan tempat singgah burung, tempat     4,50

berkembangbiaknya ikan, udang dan kepiting

  • 3    Manfaat ekonomi hutan mangrove sangat dirasakan bagi masyarakat     4,37

sekitar dengan meningkatnya pendapatan masyarakat

  • 4    Ada sanksi yang memadai jika masyarakat melakukan pelanggaran di     4,20

kawasan hutan mangrove Desa Budeng

  • 5    Masyarakat Desa Budeng aktif terlibat dalam melakukan penanaman     4,23

mangrove kembali pada areal yang rusak

  • 6    Masyarakat Desa Budeng sehari-hari berinteraksi dengan hutan mangrove      4,17

  • 7    Bentuk interaksi masyarakat desa Budeng dengan hutan mangrove adalah     3,97

mencari ikan, udang, kepiting di hutan mangrove

  • 8    Masyarakat Desa Budeng menjaga kelestarian hutan mangrove dengan     4,27

memanfaatkan sumber daya mangrove secara bijaksana

  • 9    Hutan mangrove Desa Budeng dikelola oleh masyarakat Desa Budeng     4,47

dan masyarakat sekitar membentuk kelompok tani dengan tujuan agar ekosistem hutan mangrove dapat terjaga kelestariannya

  • 10    Masyarakat Desa Budeng tergantung pada keberadaan hutan mangrove     4,17

oleh karenanya pengelolaan hutan mangrove memerlukan keterlibatan masyarakat

  • 11    Pemerintah Daerah maupun Pusat sudah memberikan pendampingan     4,17

tentang pengelolaan hutan mangrove Desa Budeng yang berkelanjutan

  • 12    Masyarakat telah mengetahui peraturan-peraturan terkait hutan mangrove       4,30

Sangat Baik

Sangat Baik

Sangat Baik

Sangat Baik

Sangat Baik Baik Baik

Sangat Baik

Sangat Baik

Baik

Baik

Sangat Baik

13    Pengelolaan paling tepat adalah dengan menggunakan azas keberlanjutan     4,43

tanpa merusak atau menguranginya

Sangat Baik

Rerata                                       4,28

Sangat Baik

Tabel 5. Hasil Analisis Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengelolaan Hutan Mangrove di Desa Budeng

No        Partisipasi           Nilai skor rerata         Keterangan

  • 1    Perencanaan                        4,07                 Tinggi

  • 2    Pelaksanaan                        3,80                 Tinggi

  • 3    Pengawasan                       4,03                Tinggi

  • 4    Evaluasi                            4,07                 Tinggi

Rerata                         3,99                Tinggi

A. Strategi Umum Pengelolaan Hutan


Mangrove di Desa Budeng

Faktor-faktor internal dan yang telah diidentifikasi pengelolaan hutan mangrove


eksternal dalam di Desa


dengan menggunakan matriks IFAS serta matriks EFAS. Hasil yang diperoleh dari matriks tersebut diperoleh evaluasi antara faktor internal dengan faktor eksternal. Hasil evaluasinya dapat dilihat Tabel 6.

Budeng selanjutnya dilakukan analisis

Tabel 6. Matriks Faktor Strategi Internal

No

Faktor-faktor strategi internal

Bobot

Nilai

Skor

Strength (kekuatan)

1.

Luas kawasan hutan mangrove lebih dari 50 ha dengan kondisi relatif baik

0,12

4

0,48

2.

Sebagian besar kawasan mangrove Desa Budeng ditetapkan sebagai hutan produksi dan dapat diberikan ijin pengelolaan

0,09

3

0,27

3.

Keanekaragaman jenis mangrove tinggi

0,09

3

0,27

4.

Persepsi dan partisipasi masyarakat yang baik dalam pengelolaan mangrove

0,12

4

0,48

5.

Terdapat kelompok tani pengelola hutan mangrove

0,09

3

0,27

6.

Adanya kearifan lokal berupa peraturan (awig-awig) dalam pelestarian hutan mangrove

0,06

2

0,12

Jumlah Strength (Kekuatan)

1,89

Weaknesses (kelemahan)

1.

Terbatasnya pendanaan dalam pengelolaan hutan mangrove

0,12

3

0,48

2.

Belum adanya perda tentang pengelolaan hutan mangrove

0,09

4

0,27

3.

Komitmen pemerintah daerah yang masih rendah dalam mengelola hutan mangrove

0,09

3

0,27

4.

Keterampilan  masyarakat yang kurang memadai dalam

pengelolaan hutan mangrove

0,12

4

0,48

Jumlah Weaknesses (Kelemahan)

1,50

Selisih Kekuatan - Kelemahan

0,39

Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai total Strength (kekuatan) adalah 1,89 dan total skor Weaknesses (kelemahan) adalah 1,50. Jumlah total skor Faktor internal adalah sebesar 0,39 yang didapatkan dari hasil pengurangan jumlah skor total Strength dengan jumlah skor total Weaknesses (kelemahan). Hasil analisis matriks IFAS, skor total untuk faktor kunci internal yaitu 0,39. Hasil ini membuktikan posisi strategi pengelolaan hutan mangrove di Desa Budeng ada pada kondisi yang kuat untuk memanfaatkan kekuatan yang dimiliki serta dapat menghadapi kelemahan internal. Setelah dilakukan

evaluasi faktor internal maka akan dilakukan hasil evaluasi faktor eksternal. Sama halnya dengan hasil evaluasi faktor internal di atas, untuk memperoleh evaluasi faktor eksternal dilakukan dengan cara melakukan wawancara dan FGD (Forum Group Discusion). Alat yang digunakan untuk merangkum dan mengevaluasi faktor eksternal maka akan digunakan matriks EFAS. Matriks EFAS dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Budeng berisikan peluang serta ancaman yang dihadapi. Matriks EFAS terlihat dengan jelas pada Tabel 7.

Tabel 7. Matriks Faktor Strategi Eksternal

No

Faktor-faktor strategi eksternal

Bobot

Nilai

Skor

Opportunities (Peluang)

1.

Hutan mangrove memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan menjadi destinasi kawasan ekowisata baru, pembibitan mangrove, pengolahan hasil hutan bukan kayu dan tempat penelitian

0,27

4

1,07

2.

Hutan mangrove menjadi destinasi wisata baru di Kabupaten Jembrana

0,20

3

0,60

3.

Akses jalan menuju ke kawasan hutan mangrove yang mudah dijangkau

0,13

2

0,27

Jumlah Opportunities (Peluang)

1,94

Threats (Ancaman)

1.

Eksploitasi sumberdaya mangrove oleh masyarakat luar secara ilegal

0,20

3

0,60

2.

Sampah

0,13

2

0,27

3.

Banjir

0,07

1

0,07

Jumlah Threats (Ancaman)

0,94

Selisih Peluang - Ancaman

1,00

Berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa jumlah total skor Opportunities (peluang) adalah dengan nilai 1,94 dan jumlah total skor Threaths adalah dengan nilai skor 0,94. Total EFAS sebesar 1,00 yang didapatkan dari pengurangan total skor Opportunities dengan total skor Threaths. Hasil analisis pada matriks EFAS didapatkan total skor faktor kunci eksternal yaitu dengan nilai skor 1,00. Kondisi tersebut menggambarkan kemampuan masyarakat dalam mengelola hutan mangrove berada pada kondisi yang kuat. Masyarakat dalam melakukan pengelolaan mangrove memanfaatkan peluang yang ada untuk dapat mengatasi berbagai ancaman. Tabel 7 menggambarkan hutan mangrove memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan serta dikembangkan sebagai destinasi wisata melalui pengembangan ekowisata; pembibitan mangrove; pengolahan hasil hutan bukan kayu dan tempat penelitian

merupakan peluang utama dengan jumlah nilai skor 1,07. Tabel 6 dan Tabel 7 menunjukkan bahwa penilaian fakor internal dan faktor eksternal dilakukan dengan cara mempertimbangkan berbagai aspek dari masing-masing faktor tersebut. Penentuan strategi dilakukan dengan cara menganalisis kuadran pada masing-masing faktor.

  • 1.    Sumbu X : jumlah total skor Strength (kekuatan) 1,89 sedangkan jumlah total skor Weaknesses (kelemahan) 1,50 maka apabila Strength (kekuatan) dikurangi Weaknesses (kelemahan) diperoleh nilai sebesar 0,39.

  • 2.    Sumbu Y:   jumlah skor skor

Opportunities     (peluang)     1,94

sedangkan jumlah skor Threats (ancaman) adalah 0,94 maka apabila Opportunities (peluang) dikurangi Threats (ancaman) diperoleh nilai sebesar 1,00.

OPPORTUNITIES

2,5


-2


-2,5

THREATS


Gambar 3.

Kuadran Strategi


Dapat diketahui berdasarkan Gambar 3 bahwa hutan mangrove di Desa Budeng pengelolaannya berada pada posisi kuadran I, yaitu strategi pertumbuhan (Growth Strategy) yang mengandung arti pengelolaan hutan mangrove di Desa Budeng menuju pertumbuhan serta kondisi ini sangat menguntungkan dalam proses pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat. Kekuatan dan peluang dimiliki dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Budeng sehingga untuk dapat memanfaatkan peluang yang dimiliki tersebut dapat dilakukan dengan mengerahkan seluruh potensi yang ada. Mendukung kebijakan yang agresif merupakan strategi yang dapat digunakan dalam kondisi ini. Besarnya potensi sumberdaya mangrove di Desa Budeng agar tetap dijaga kelestariannya dan dikelola secara bijaksana untuk dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Pemanfaatan sumberdaya mangrove

dapat terus dikembangkan berupa pengembangan pengolahan hasil hutan bukan kayu (berupa sumber benih dan aneka macam olahan mangrove), pengembangan ekowisata dan penerapan sistem silvofishery dengan memberdayakan masyarakat lokal dan meningkatkan keterampilan masyarakat dengan aktif mengikuti berbagai pelatihan, sosialisasi dan penyuluhan.

  • B.    Strategi Alternatif Pengelolaan Hutan Mangrove di Desa Budeng

Untuk mendapatkan alternatif strategi, tahapan selanjutnya adalah menghubungkan unsur-unsur yang terdapat pada faktor internal dan faktor eksternal yang sebelumnya telah berhasil diperoleh kemudian dimasukan pada matriks SWOT. Di dalam matriks ini dihubungkan 4 kemungkinan strategi, yaitu: 1.Strategi S – O: yaitu menggunakan kekuatan yang dimiliki

dengan cara mengambil peluang yang ada, 2.Strategi S - T : yaitu menggunakan peluang yang dimiliki dengan cara mengatasi ancaman yang dihadapi, 3.Strategi W-O: yaitu kelemahan yang

dimiliki diatasi dengan mendapatkan keuntungan dari peluang yang ada, 4.Strategi W-T: yaitu meminimalkan kelemahan dengan cara menghindari ancaman yang ada (Tabel 8).

Tabel 8. Matriks Analisis SWOT

STRENGTH (S)

WEAKNESSES (W)

IFAS

EFAS

  • 1  Memiliki luas kawasan hutan

mangrove lebih dari 50 ha dengan kondisi relatif baik

  • 2  Sebagian    besar    kawasan

mangrove    Desa    Budeng

ditetapkan    sebagai    hutan

produksi dan dapat diberikan ijin pengelolaan    hutan    kepada

masyarakat

  • 3  Memiliki keanekaragam jenis

mangrove yang tinggi

  • 4  Persepsi yang sangat baik dan

partisipasi   masyarakat   yang

tinggi mendukung pengelolaan hutan mangrove

  • 5  Terdapat kelompok tani dalam

pengelolaan hutan mangrove

  • 6  Adanya kearifan lokal berupa

peraturaan (awig-awig) dalam pelestarian hutan mangrove

  • 1  Terbatasnya pendanaan dalam

pengelolaan hutan mangrove

  • 2  Belum adanya peraturan daerah

mengenai pengelolaan hutan mangrove

  • 3  Komitmen pemerintah daerah

yang  masih  rendah  dalam

pengelolaan hutan mangrove

  • 4  Keterampilan      masyarakat

kurang    memadai    dalam

pengelolaan hutan mangrove

OPPORTUNITIES (O)

  • 1    Berbagai   potensi   hutan

mangrove  yang    dapat

dimanfaatkan          dan

dikembangkan     menjadi

kawasan        ekowisata,

pembibitan      mangrove,

HHBK    dan    tempat

penelitian

  • 2   Hutan mangrove menjadi

destinasi wisata baru di Kabupaten Jembrana

  • 3   Akses jalan menuju ke

kawasan hutan mangrove yang mudah dijangkau

STRATEGI S – O

  • 1   Menjaga    kelestarian    hutan

mangrove   dan   melakukan

rehabilitasi pada kawasan yang rusak (S1, S3, S6, O1)

  • 2  Menyiapkan infrastruktur yang

memadai   untuk   menunjang

pengembangan pariwisata (S1, S2, O2, O3)

  • 3  Memanfaatkan    ijin    yang

diberikan oleh pemerintah dalam pengelolaan hutan mangrove (S2, O1, O2)

  • 4  Meningkatkan        partisipasi

masyarakat dan mengembangkan kemampuan masyarakat lokal dalam pengolahan hasil hutan bukan kayu dan pengembangan ekowisata (S4,S5, O1, O2)

STARTEGI W -O

  • 1  Membuat    master    plan

pengelolaan hutan mangrove yang berkelanjutan (W1,01)

  • 2  Meningkatkan peran    dan

komitmen pemerintah Daerah dalam   pengelolaan   hutan

mangrove (W2,W3,O1, O2)

  • 3  Melakukan   pelatihan   oleh

pihak-pihak             terkait

(pemerintah,    swasta    dan

LSM) dalam pengelolaan hutan mangrove (W4,O1)

5  Membentuk  kelompok  usaha

pengembangan pengolahan hasil hutan bukan kayu, ekowisata dan wana mina (silvofishery) dengan memberdayakan     masyarakat

lokal (S5, S6, O1, O2)

STRENGTH (S)

WEAKNESSES (W)

THREATHS (T)

STRATEGI S – T

STRATEGI W – T

1    Eksploitasi     sumberdaya

mangrove oleh masyarakat luar secara ilegal

1  Membuat papan informasi berupa

himbauan dan peringatan di sekitar kawasan hutan mangrove (S1, S2, S6, T1)

1  Mengajukan         proposal

permohonan   dana   kepada

berbagai pihak (pemerintah, swasta, dan pihak lainnya) terkait dalam pengelolaan hutan mangrove (W1,W4, T1)

2   Sampah

2  Melakukan    sosialisasi    dan

penyuluhan bekerjasama dengan berbagai   pihak        dalam

pengendalian         perusakan

ekosistem (S5,S6,T1,T2)

2  Menumbuhkan     kesadaran

masyarakat         mengenai

pentingnya         kelestarian

mangrove  dengan  didukung

peran pemerintah daerah dalam pengelolaan             hutan

mangrove (W2,W3, T1,T2,T3)

3   Banjir

  • 3  Memberikan sanksi yang tegas

kepada     masyarakt     yang

melakukan perusakan ekosistem hutan mangrove (S6,T1,T2)

  • 4  Membangun  kesadaran   dan

komitmen semua pihak dalam mengendalikan       kerusakan

ekosistem hutan mangrove (S4, S5,S6, T1,T2,T3)

  • C.    Strategi Prioritas Pengelolaan Hutan Mangrove di Desa Budeng

Untuk menentukan strategi prioritas yang harus ditetapkan, tahapan berikutnya adalah menganalisis menggunakan matrik QSPM dengan tujuan untuk menentukan strategi paling tepat yang dipilih dari alternatif strategi pada tahap sebelumnya (Mahfud dan Mulyani, 2017). Nilai total daya tarik diperoleh dari hasil mengalikan rata-rata bobot faktor internal dan faktor eksternal dengan nilai daya tarik sehingga menghasilkan matrik QSPM. Berikut ini adalah rangking hasil analisis matriks QSPM dengan nilai total daya tarik.

Hasil perhitungan TAS (Total Attractiveness Score) dapat diketahui bahwa dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Budeng strategi prioritas yang harus dilakukan adalah meningkatkan peran dan komitmen pemerintah daerah dengan nilai TAS tertinggi sebesar 6,93 (Tabel 9). Penelitian yang dilakukan oleh Tantri (2021) mengungkapkan bahwa pemerintah daerah sebagai komponen penyelenggara pemerintahan, dapat mempengaruhi di dalam menentukan berbagai kebijakan pengelolaan hutan

mangrove. Pemerintah daerah diharapkan dapat menjadi penggerak utama yang mampu mewujudkan meningkatnya keunggulan daerah dengan merumuskan kebijakan dan berbagai program agar kesejahteraan     masyarakat     dapat

meningkat. Pengelolaan hutan mangrove yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Budeng membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, khususnya pemerintah daerah baik itu dari tingkat desa, kecamatan dan berbagai instansi terkait yang ada di Kabupaten Jembrana. Pemerintah daerah dapat berperan dalam pengembangan pengelolaan hutan mangrove berupa:

  • 1)    Mengeluarkan peraturan desa yang mengatur pelestarian hutan mangrove (Pemerintah Desa Budeng).

  • 2)    Mengawasi perkembangan pengelolaan hutan mangrove dan menyetujui kebijakan-kebijakan yang akan dilaksanakan oleh pengelola (kelompok masyarakat) yang dapat menguntungkan dan tidak merusak ekosistem hutan mangrove (Pemerintah Desa Budeng dan Kecamatan Jembrana).

  • 3)    Melakukan upaya pelestarian ekosistem mangrove    dengan    melakukan

penanaman mangrove. Melakukan berbagai penyuluhan kepada masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian hutan mangrove, menjaga lingkungan untuk tidak buang sampah sembarangan, tidak merusak ekositem hutan mangrove serta dapat memfasilitasi pemasangan papan peringatan/himbauan terkait pelestarian ekosistem hutan mangrove di Desa Budeng (Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jembrana).

  • 4)    Membantu melakukan penyebarluasan informasi dalam pengembangan destinasi wisata baru di Desa Budeng melalui berbagai media seperti koran, radio, televisi, dan media sosial (Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Jembrana).

  • 5)    Memfasilitasi sarana dan prasarana penunjang kegiatan ekowisata serta

memberikan berbagai pelatihan guna meningkatkan keterampilan masyarakat dalam pengembangan ekowisata (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jembrana).

  • 6)    Membantu pengembangan produk-produk hasil olahan dari hutan mangrove (hasil hutan bukan kayu), mempermudah perijinan usaha dan memfasilitasi pemberian bantuan modal usaha bagi masyarakat dalam pengembangan pengelolaan hutan mangrove (Dinas Koperasi dan UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Jembrana).

  • 7)    Membantu pengembangan kegiatan silvofishery (Dinas Perhubungan, Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jembrana).

Tabel 9. Peringkat Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove di Desa Budeng

No

Alternatif Strategi

Skor TAS

Peringkat

1

Meningkatkan peran   dan komitmen pemerintah daerah dalam

pengelolaan hutan mangrove

6.93

1

2

Membuat master plan pengelolaan hutan mangrove yang berkelanjutan

6.30

2

3

Mengajukan proposal permohonan dana kepada pemerintah dan pihak terkait dalam pengelolaan hutan mangrove

6.08

3

4

Melakukan penyuluhan dan pelatihan oleh berbagai pihak terkait pengelolaan hutan mangrove

5.70

4

5

Memanfaatkan ijin yang diberikan oleh pemerintah dalam pengelolaan hutan mangrove

5.66

5

6

Meningkatkan komitmen dan peran semua pihak dalam pengelolaan hutan mangrove

5.30

6

7

Melakukan sosialisasi dan penyuluhan bekerjasama dengan berbagai pihak dalam pengendalian perusakan ekosistem

5.07

7

8

Menyiapkan  infrastruktur  yang  memadai  untuk  menunjang

pengembangan pariwisata

4.97

8

9

Membangun kesadaran semua pihak serta mempunyai komitmen yang tinggi dalam mengendalikan kerusakan ekosistem mangrove

4.95

9

10

Membuat papan informasi berupa himbauan dan peringatan di sekitar kawasan hutan mangrove

4.90

10

11

Mengembangkan kemampuan masyarakat lokal dalam pengolahan hasil hutan bukan kayu dan pengembangan ekowisata

4.80

11

12

Membentuk kelompok usaha pengembangan pengolahan hasil hutan bukan kayu, ekowisata dan wana mina (silvofishery) dengan memberdayakan masyarakat lokal

4.73

12

13

Memberikan sanksi yang tegas bagi masyarakat yang melakukan perusakan ekositem mangrove

4.68

13

14

Menjaga kelestarian hutan mangrove serta melakukan penanaman kembali pada areal yang mengalami kerusakan.

4.42

14

  • 4.    SIMPULAN DAN SARAN

    • 4.1.    Simpulan

Hasil dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

  • 1)    Kondisi hutan mangrove di Desa Budeng relatif baik. Terdapat perubahan tutupan hutan mangrove yang signifikan dalam rentang waktu 2016 sampai dengan 2021. Pada tahun 2016 luas tutupan hutan mangrove di Desa Budeng sebesar 77,6 ha dan pada tahun 2021 luas tutupan hutan mangrove sebesar 113,6 ha. Terdapat peningkatan tutupan hutan mangrove yang signifikan seluas 36 ha dalam kurun waktu 6 tahun.

  • 2)    Tingkat persepsi masyarakat di Desa Budeng sangat baik dalam pengelolaan hutan mangrove. Peran serta masyarakat dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi berada pada kategori tinggi. Faktor pendukung dalam partisipasi masyarakat di Desa Budeng berupa kesadaran dan kemauan untuk berpartisipasi.

  • 3)    Pengelolaan hutan mangrove di Desa Budeng berada pada posisi pertumbuhan   (growth   strategy).

DAFTAR PUSTAKA

Amal dan Baharuddin, I.I. 2016. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Mangrove Berbasis Masyarakat di Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang. Jurnal Scientific Pinisi. Vol. 2. No. 1 : 1-7.

Basir, A. 2018. “Tingkat Pengetahuan dan Partisipasi    Masyarakat dalam

Pelestarian Hutan Mangrove di Desa Maccini     Baji     Kecamatan

Mappakasunggu       Kabupaten

Takalar”    (skripsi).    Makassar:

Universtas        Muhammadiyah

Makassar.

Terdapat 14 strategi alternatif pengelolaan hutan mangrove di Desa Budeng dengan strategi prioritas meningkatkan peran dan komitmen dari pemerintah daerah dalam pengembangan pengelolaan hutan mangrove

  • 4.2.    Saran

Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah:

  • 1)    Pemantauan tutupan mangrove di Desa Budeng sebaiknya menggunakan data citra satelit dengan resolusi tinggi untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

  • 2)    Peran serta masyarakat Desa Budeng dalam pengelolaan hutan mangrove perlu ditingkatkan dengan sistem pemberdayaan          masyarakat,

pendekatan kepada   masyarakat,

peningkatan kapasitas  masyarakat

melalui    pelatihan,    melakukan

sosialisasi/penyuluhan secara berkala serta melakukan pendampingan kelembagaan secara berkelanjutan.

  • 3)    Meningkatkan koordinasi dalam pengembangan hutan mangrove antara pemerintah daerah dengan masyarakat.

Kartikasari, A.D dan Sukojo, B.M. 2015.

Analisa    Persebaran    Hutan

Mangrove Berdasarkan Hidrologi Menggunakan Data Penginderaan Jauh (Studi Kasus:   Estuari

Perancak,       Bali).       Geoid

Journal.Vol.11. No.11 : 1-8.

Kitamura, S., Anwar, C., Chaniago, A., Baba, S. 1997. Buku Panduan Mangrove di Indonesia (Bali dan Lombok). JICA - ISME.

Mahfud, T. dan Mulyani, Y. 2017.

Aplikasi     Metode     QSPM

(Quantitative Strategic Planning Matrix) (Studi Kasus: Strategi Peningkatan Mutu Lulusan Program

Studi Tata Boga). Jurnal Sosial Humaniora dan Pendidikan Vol. 1 No.1.

Parenri, N., Sukendi., Nurhidayah, T. 2018.  Persepsi dan  partisipasi

masyarakat terhadap pelestarian hutan  mangrove di  Kecamatan

Bantan-Bengkalis. ZONA:  Jurnal

Lingkungan. Vol.2. No.1 : 23-28.

Pawestri, E. 2018. “Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Hutan Mangrove di Desa Segarajaya Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat” (skripsi). Jakarta : Universtas Negeri Jakarta.

Purwanti, P., Susilo, E., Indrayani, E 2017. Pengelolaan Hutan Mangrove Berkelanjutan. Malang: Universitas Brawijaya Press (UB Press).

Redi, A., Sitabuana, T.H., Hanifati.F.I., & Arsyad, P.N.K. 2019. Urgensi Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi Bali Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Hutan Mangrove Berlandaskan Kearifan Lokal. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni. Vol. 3: 32-42.

Setiastri, C.T., Windia, I.W., Astarini, I.A. 2019. Persepsi dan Perilaku Masyarakat    Sekitar    Hutan

Mangrove Terhadap Pelestarian Mangrove di Kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali. Ecotrophic :    Jurnal Ilmu

Lingkungan. Vol.13. No.2 : 135

146.

Tantri. 2021. “Strategi Pemerintah Daerah Dalam    Pengelolaan    Hutan

Mangorove     di     Kecamatan

Bontoharu Kabupaten Kepulauan Selayar”    (skripsi).    Makassar:

Universtas Negeri Makassar.

Widiastawa, N., Purba, Y.E., Hartanto, B.D., Rodiah, S. 2016. Buku Informasi Perkembangan Kawasan Hutan Provinsi Bali Tahun 2016. Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar.

Yuliani, S dan Herminasari, N.S. 2017. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Mangrove di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi. Jurnal Green Growth dan Manajemen Lingkungan. Vol.6. No.2.

ECOTROPHIC • 16(2): 135-152 p-ISSN:1907-5626,e-ISSN: 2503-3395

152