Kesesuaian Ekosistem Terumbu Karang…

[Made Ayu Pratiwi, dkk]

KESESUAIAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK KEGIATAN WISATA SELAM DI NUSA LEMBONGAN, BALI

Made Ayu Pratiwi*, Ni Made Ernawati, Ni Putu Putri Wijayanti

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Bali-Indonesia

*Email: [email protected]

ABSTRACT

SUITABILITY OF CORAL REEF ECOSYSTEMS FOR DIVING TOURISM

ACTIVITIES IN NUSA LEMBONGAN, BALI

Nusa Lembongan islands, Bali have a potential of coral reef diversity. Coral reefs have both ecological and high economic potential so that they are widely used. The economic benefits of coral reefs make these ecosystems very vulnerable to pressure from human activities. One of these human activities is the use of coral reefs in diving tourism activities. This research aimed to determine suitability and carrying capacity of coral reef ecosystem on Nusa Lembongan Island so that it can be recommended to manage coral reef ecosystem strategies to support the use of diving tourism. This study was conducted on six dive sites as observation points Observations on coral reef ecosystems were carried out using the intercept transect (LIT) method, and reef fish observation was carried out using the fish visual census method. Water quality sampling will be done in situ. Diving suitability was carried out by estimating the tourist suitability index (IKW) of six parameters, namely the brightness of the waters, coral community cover, coral life form, reef fish species, coral reef depth and current. The tourism suitability index value for the diving tourism category obtained was 74.07% (Jack Mangrove); 57.41% (Crystal Bay); and 61.11% (Manta Bay). The value for each observation point is included in the appropriate category of 50% -75%. It can be interpreted, that all observation points which are dive sites in Nusa Lembongan have supported diving tourism activities.

Keywords: Tourism Suitability Index; Diving; Nusa lembongan.

  • 1.    PENDAHULUAN

Pulau–pulau kecil memiliki potensi keanekaragaman hayati sumberdaya pesisir dan laut yang mampu menyajikan keindahan alam. Salah satu potensi keanekaragaman hayati pesisir dan laut yaitu ekosistem terumbu karang. Ekosistem terumbu karang memiliki nilai ekologi dan estetika yang tinggi serta kaya akan keanekaragaman biota (Nontji, 2002; Nybakken, 1992). Keindahan dan keanekaragaman biota pada ekosistem

terumbu karang ini berpotensi untuk pengembangan ekowisata bahari. Kegiatan ekowisata bahari memiliki nilai keuntungan ekonomi yang tinggi jika pemanfaatannya dilakukan secara lestari (Cesar dkk., 2003). Pulau Nusa Lembongan memiliki potensi utama wisata bahari yang memanfaatkan keindahan ekosistem terumbu karang yaitu pada aktivitas wisata snorkeling dan selam.

Nilai ekonomis yang tinggi dan pemanfaatan terhadap ekosistem terumbu karang dikhawatirkan akan menyebabkan

penurunan kualitas lingkungan dan kerusakan ekologis pada ekosistem ini. Hampir 71% terumbu karang di indonesia mengalami kerusakan yang cukup berat, yang relatif baik 22,5%, sedangkan kondisi baik hanya sekitar 6,5% (Suprihayono, 2000). Dalam pengembangan dan pengelolaan kawasan perairan Nusa Lembongan sebagai daerah tujuan utama wisata bahari khususnya wisata selam yang memanfaatkan keindahan terumbu karang oleh pemerintah Kabupaten Klungkung tentu diperlukan suatu data dan informasi dalam strategi pengembangan wisata selam berkelanjutan. Hal tersebut perlu didukung oleh data mengenai penilaian kesesuaian dan daya dukung ekosistem terumbu karang untuk dikembangkan sebagai wisata selam. Penilaian

kesesuaian ini dapat memberikan gambaran seberapa sesuai suatu daerah ekosistem terumbu karang untuk dapat dijadikan sebagai daerah wisata selam.

  • 2.    METODOLOGI

    • 2.1    Waktu dan Lokasi Penelitian

Pengamatan terhadap ekosistem terumbu karang dilaksanakan pada perairan Nusa Lembongan, Bali dari bulan Juli hingga September 2018. Perairan Pulau Nusa Lembongan termasuk kedalam kawasan konservasi perairan nusa penida. Terdapat 3 titik pengamatan (Jack Mangrove, Crystal Bay, dan Manta Bay) dengan 2 stasiun pengamatan pada masing-masing titik (Gambar 1) yang merupakan dive site wisata selam.

Gambar 1.

Peta Lokasi Penelitian di Pulau Nusa Lembongan


  • 2.2    Teknik Pengumpulan Data Terumbu Karang

Pengamatan terumbu karang dilakukan terhadap parameter bentuk pertumbuhan terumbu karang dan tutupan komunitas karang. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode LIT (Line Intercept Transect) (English et al. 1997). Transek garis pada pengamatan terumbu karang menggunakan roll meter yang dibentangkan sepanjang 50 meter sejajar dengan garis pantai. Identifikasi lifeform terumbu karang menurut versi AIMS (Australian Institute of Marine Science).

  • A.    Ikan Karang

Pengamatan kondisi ikan terumbu dilakukan terhadap parameter jenis dan jumlah ikan terumbu. Pengamatan dilakukan dengan metode visual sensus yaitu mencatat jenis dan jumlah per jenis ikan yang ditemukan sepanjang transek 50 meter (Hill dan Wilkinson, 2004). Jarak pandang yang digunakan dalam pengamatan yaitu 5 meter (2.5 m ke kanan dan 2.5 m ke kiri) dari transek, kemudian ke arah depan sepanjang transek garis yaitu 50 meter. Identifikasi spesies ikan terumbu pada transek menggunakan Buku dan Marine Fishes (Allen, 1997) dan Indonesian Reef Fishes (Kuiter dan Takamasa 2001).

  • B.    Kualitas Perairan

Pengamatan kualitas perairan dilakukan terhadap parameter kecerahan perairan, kedalaman terumbu karang dan kecepatan arus. Kecerahan perairan diamati dengan menggunakan secchi disk. Kedalaman pada setiap stasiun saat melakukan penyelaman merupakan

kedalaman yang digunakan pada parameter. Current meter digunakan dalam pengamatan terhadap parameter kecepatan arus.

  • 2.3    Analisis Data

Indeks kesesuaian wisata (IKW) merupakan indeks untuk menilai kelayakan kawasan sebagai kawasan ekowisata. Kajian mengenai kesesuaian ekowisata bahari selam dihitung berdasarkan kondisi biofisik di lokasi pengamatan. Nilai pengamatan dari masing-masing parameter kesesuaian ekowisata selam diberi skor berdasarkan matrik kesesuaian wisata selam (Tabel 1), kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus Indeks Kesesuaian Wisata (Yulianda, 2007):

IKW = [∑ Ni/Nmaks] x 100 % (1)

Keterangan :

IKW : Indeks Kesesuaian Wisata (%) Ni: Nilai parameter ke-I (Bobot x skor) Nmaks: Nilai maksimum (selam = 54)

Indeks kesesuaian wisata (IKW) selam dikategorikan menjadi sangat sesuai, sesuai dan tidak sesuai. Kategori sangat sesuai didapatkan apabila nilai IKW sebesar 75%-100%, sesuai untuk nilai IKW sebesar 50%-75% dan tidak sesuai untuk nilai IKW <50%. Jika suatu kawasan termasuk dalam kategori sesuai atau sangat sesuai maka dibutuhkan analisis daya dukung kawasan untuk dapat membatasi tekanan ekosistem terumbu karang dari kegiatan wisata selam.

Tabel 1. Matrik Kesesuaian wisata selam (Yulianda, 2007)

No

Parameter

Bobot

Kategori S1

Skor

Kategori

S2

Skor

Kategori

S3

Skor

Kategori TS

Skor

1.

Kecerahan perairan (%)

5

>80

3

50 - 80

2

20 - < 50%

1

< 20

0

2.

Tutupan komunitas karang (%)

5

>75

3

> 50-75

2

25-50

1

<25

0

3.

Jenis life form

3

> 12

3

< 7 - 12

2

4 - 7

1

< 4

0

4.

Jenis ikan karang

3

>100

3

50 - 100

2

20 - < 50

1

< 20

0

5.

Kecepatan  arus

(cm/dt)

1

0-15

3

>15 - 30

2

>30 - 50

1

> 50

0

6.

Kedalaman terumbu karang (m)

1

6 - 15

3

> 15 - 20

3 - <6

2

> 20 – 30

1

>30 < 3

0


Indeks kesesuaian wisata (IKW) selam dikategorikan menjadi sangat sesuai, sesuai dan tidak sesuai. Kategori sangat sesuai didapatkan apabila nilai IKW sebesar 75%-100%, sesuai untuk nilai IKW sebesar 50%-75% dan tidak sesuai untuk nilai IKW <50%. Jika suatu kawasan termasuk dalam kategori sesuai atau sangat sesuai maka dibutuhkan analisis daya dukung kawasan untuk dapat membatasi tekanan ekosistem terumbu karang dari kegiatan wisata selam.

  • 3.    HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 3.1    Kualitas Perairan

Hasil pengukuran arus pada setiap stasiun rata-rata 0,2 m/s. Namun pada stasiun 2 arus lebih rendah dari pada stasiun 1 dan stasiun 3 (Tabel 2). Hasil pengukuran derajat keasaman (pH) pada setiap stasiun memiliki nilai yang sama yakni 7,02. Nilai tersebut masih dalam kategori baku mutu optimal untuk biota laut. Hasil pengukuran salinitas pada

setiap stasiun berkisar antara 33,3-39 ppt. Pergub Bali (2016), bahwa baku mutu dalam kehidupan biota laut memiliki salinitas kisaran untuk hidup antara 33-34 ppt. Pada pengukuran ini, titik dengan salinitas optimal terdapat pada stasiun 2 sedangkan titik 1 dan 3 memiliki nilai salinitas tinggi. Hasil pengukuran kecerahan pada setiap stasiun berkisar antara 11-15 m. Titik dengan kecerahan paling tinggi yakni pada stasiun 1 bernilai 15 m. Titik dengan kecerahan paling rendah yakni pada stasiun 2 bernilai 11 m. Stasiun 3 memiliki nilai kecerahan 14 m. Hal ini termasuk kategori optimal yakni diatas 5 meter sesuai dengan baku mutu (Pergub Bali, 2016). Hasil pengukuran suhu pada setiap stasiun berkisar antara 21-29˚C. Suhu optimal sesuai dengan baku mutu adalah kisaran 28-30˚C. Nilai suhu pada stasiun 1 dan 2 tergolong kurang optimal karena tidak sesuai dengan baku mutu (Pergub Bali, 2016). Namun nilai suhu pada stasiun 3 tergolong optimal yakni 29˚C.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Kondisi Kualitas Perairan di Nusa Lembongan

Kualitas Air

Jack Mangrove

Crystal Bay

Manta Bay

Baku Mutu*

Stasiun 1

Stasiun 2

Stasiun 1

Stasiun 2

Stasiun 1

Stasiun 2

Arus

0,2 m/s

0,2 m/s

0,1 m/s

0,1 m/s

0,2 m/s

0.1 m/s

pH

7,02

7,2

7,02

7302

7,02

7,02

7-8,5

Salinitas

39 ppt

39 ppt

33,3 ppt

33,3 ppt

35,7 ppt

35.6 ppt

33-34 ppt

Kecerahan

14 m

14 m

11 m

11 m

15 m

14 m

>5 meter

Suhu

29“C

29 oC

25”C

25”C

21“C

21 “C

28-30’C

*Sumber: Pergub Bali (2016)


  • 3.2    Tutupan Komunitas Karang

Hasil pengamatan terhadap tutupan komunitas karang didapatkan bahwa komponen biotik dan abiotik memiliki kategori beragam. Ekosistem terumbu karang dapat dikatakan dalam kondisi baik apabila persentase penutupan karang hidup lebih besar daripada persentase tutupan abiotiknya. Persentase komponen biotik tertinggi pada Perairan Jack Mangrove relatif tinggi dengan nilai persentase karang hidup sebesar 82.20% di stasiun 1 dan nilai persentase pada stasiun 2 adalah 92.06%. Selain karang hidup, terdapat komponen lain seperti Anemon dengan nilai 0.3-0.74%, Acidiams 1.22%, Turf Alga 1.8-11.40% dan Sponge sebesar 1.10%. Persentase komponen abiotik pada perairan Jack Mangrove retif kecil dengan nilai tutupan pasir sebesar 1.92-2.62% dan batu dengan nilai 2-2.64% (Tabel 3).

Persentase komponen biotik pada Perairan Manta Bay relatif sedang dengan nilai persentase karang hidup sebesar 21.80% di staisun 1 dan 65.66% di stasiun 2. selain karang hidup, terdapat komponen lain seperti Alga dengan nilai 1.54%, dan turf alga sebesar 33.02%. Nilai persentase komponen abiotik seperti pasir pada perairan Crystal Bay sebesar 45.18%, batu 14.56%, dan patahan karang sebesar 0.22%. Persentase komponen biotik tertinggi pada Perairan Manta Bay relatif sedang dengan nilai persentase karang hidup sebesar 43.86% di staisun 1 dan 63.22% di stasiun 2. selain karang hidup, terdapat komponen lain seperti

Alga dengan nilai 4.84-11.22%, karang mati beralga sebesar 0.84%. Nilai persentase komponen abiotik seperti pasir pada perairan Jack Mangrove sebesar 11.92%, batu 11.12%, Slop 2.66%, patahan karang sebesar 25.66% (Tabel 3). Berdasarkan urairan diatas dapat disimpulkan bahwa persentase tutupan karang berkisar antara 21.8% - 92.06%. Jika semakin tinggi persentase tutupan karang yang didapatkan maka dapat dikatakan bahwa semakin baik kondisi ekosistem terumbu karang tersebut. Semakin tinggi persentase tutupan terumbu karang keras maka kondisi ekosistem terumbu karang semakin baik (Muqsit, 2016). Rendahnya nilai tutupan karang pada titik pengamatan Crystal Bay dapat disebabkan oleh kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia. Kerusakan terumbu karang yang diakibatkan oleh manusia yaitu berupa penambangan karang dengan atau tanpa menggunakan bahan peledak, pengurukan disekitar terumbu karang, parawisata dan lainnya (Dahuri et al., 2008). Tuhumena et al. (2014) juga menyatakan bahwa nilai persentase tutupan terumbu karang di Desa Mokupa memiliki kisaran antara 0,4-67,4% yang diduga disebabkan oleh aktifitas manusia dan salinitas. Penurunan daya dukung lingkungan khususnya pada ekosistem terumbu karang dapat disebebakan oleh tingginya aktivitas dan interaksi manusia dengan lingkungannya (Prasetia dan Wisnawa, 2015).

Tabel 3. Persentase Tutupan Komponen Biotik dan Abiotik di Nusa Lembongan

Komponen

Jack Mangrove         Crystal Bay           Manta Bay

Stasiun 1   Stasiun 2   Stasiun 1  Stasiun 2    Stasiun 1   Stasiun 2

Biotik

Karang Anemon

Acidiams

Alga

Turf Alga

Karang Mati Beralga

Sponge

82.2        92.06       21.8       65.66       43.86        63.22

0.74           0.3             -              -                -                -

  • -              1.22             -                -                 -                 -

  • -             -             -           1.54         11.22         4.84

11.4          1.8         33.02          -              -              -

  • -               -              -              -                -             0.84

1.1                -                 -                 -                  -                  -

Abiotik

Pasir

Karang Mati

Batu

Slop

1.92         2.62        45.18       18.02          -           11.92

---- -                      -

2.64          2            -          14.56        19.26        11.12

-               -              -              -                -             2.66

Patahan Karang       -            -           -         0.22        25.66         5.4

3.3 Jenis Life Form

pengamatan jack mangrove sebanyak 7 jenis, dan terendah didapatkan pada titik

Terdapat 12 jenis life form yang   pengamatan Manta Bay sebanyak 3 jenis.

ditemukan di perairan Nusa Lembongan   Persentase jenis life form tertinggi yaitu

(Tabel 4). Pada masing-masing titik   pada jenis Coral Mushroom sebesar

pengamatan memiliki jumlah jenis life   47.55% dan terendah pada jenis Coral

form yang beragam dengan jumlah jenis   Foliose sebesar 0.8%.

tertinggi didapatkan pada titik

Tabel 4. Persentase Jenis life form di Nusa Lembongan

Jenis Life Form

Jack Mangrove (%)      Crystal Bay (%)        Manta Bay (%)

Stasiun 1    Stasiun 2    Stasiun 1    Stasiun 2    Stasiun 1    Stasiun 2

Acropora Digitate Acropora Tabulate Acropora Branching Acropora Submasive Acropora Mushroom Coral Mushroom Coral Helipora Coral Foliose Coral Massive Coral Encrusting Coral Branching Coral Submassive

28.42         2.45         10.37          -             -           9.36

8.59         23.51        43.12          5             -             -

35.04        25.94           -            8.83            -              -

9.81               -                 -                 -                 -                 -

  • -               -                -               -             54.95             -

7.62           -           7.34        22.75          -          47.55

9.73               -                 -                 -                 -                 -

0.8           12.86            -              -              -             3.2

  • -          6.54        10.09       38.87       40.63        36.22

  • -            3.43            -           13.52           -            3.67

  • -          25.27        29.08        11.03          -             -

  • -               -                -               -             4.42              -

karang dengan 14 spesies. Pada staisun 1

  • 3.4    Jenis dan Kelimpahan Ikan Karang terdapat 140 ekor dengan 11 spesies yang

Pada Titik pengamatan Jack berbeda (Tabel 5). Pada stasiun ini Mangrove terdapat 331 jumlah ikan persentase ikan karang di dominasi oleh

spesies Pomacentrus moluccensis yakni sebesar 32.14%. Pada Stasiun 2 terdapat 191 ekor dengan 13 spesies yang berbeda. Pada stasiun ini persentase ikan karang di dominasi oleh spesies Chromis scotochiloptera yakni sebesar 44.50%. Spesies Pomacentrus moluccensis yang mendominasi pada stasiun 1 merupakan jenis ikan mayor yang merupakan ikan

yang ditemukan dalam jumlah banyak pada ekosistem terumbu karang. Pada suatu eksosietem terumbu karang, adanya dominasi dari spesies mayor mengindikasikan bahwa pemanfaatan ikan target sebagai ikan konsumsi lebih banyak dari pada pemanfaatan kelompok mayor sebagai ikan hias (Rondonuwu, 2014).

Tabel 5. Jenis Ikan Karang

Jenis Ikan Karang

Jack Mangrove

Crystal Bay

Manta Bay

Stasiun 1

Stasiun 2

Stasiun 1

Stasiun 2

Stasiun 1

Stasiun 2

Acanthurus nigricans

-

-

-

9.09

4

Chaetodon klenii

8.57

5.24

7.22

5.49

27.27

28

Chromis margaritifera

-

-

-

13.64

20

Hemiglyphidodon

4,55

12

plagiometopon

Melichthys vidua

-

-

-

27.27

-

Scarus quoyi

-

-

-

4.55

4

Pomacentrus auriventris

-

-

18.56

13.19

4.55

20

Thalassoma hardwick

-

-

-

4.55

4

Zanclus cornutus

7.14

4.71

5.15

9.89

4.55

8

Epibulus cornutus

-

-

4.12

3.3

-

-

Parupeneus cyclustumus

-

-

3.09

7.69

-

-

Pomacentrus trimaculatus

-

-

4.12

2.2

-

-

Pomacentrus moluccensis

32.14

19.37

2.06

-

-

Acanthurus pyroferus

-

-

11.34

17.58

-

-

Chaetodon melannotus

-

-

2.06

4.4

-

-

Chaetodon auriga

-

-

2.06

-

-

Hemitaurichthys polylepis

-

-

1.03

3.3

-

-

Ostracion meleagris

-

-

1.03

1.1

-

-

Siganus punctatissimus

-

-

3.09

8.79

-

-

Epinephelus merra

-

-

1.03

5.49

-

-

Chromis scotochiloptera

14.29

44.5

34.02

17.58

-

-

Platax pinnatus

21.43

20.42

-

-

-

-

Melichthys niger

4.29

0.52

-

-

-

-

Pseudanthias huchtii

1.43

1.05

-

-

-

-

Scolopsis xenochroa

1.43

0.52

-

-

-

-

Acanthurus auranticavus

1.43

1.05

-

-

-

-

Amphiprion clarkii

4.29

0.52

-

-

-

-

Chaetodon triangulum

3.57

1.05

-

-

-

-

Plectrochinchus lineatus

-

0.52

-

-

-

-

Balistoides conspicillum

-

0.52

-

-

-

-

Pada titik pengamatan Crystal Bay terdapat 188 jumlah ikan karang dengan 15 spesies. Pada Stasiun 1 terdapat 97 ekor dengan 15 spesies yang berbeda yang dominasi oleh Chromis scotochiloptera yakni sebesar 34.02%. Pada stasiun 2 terdapat jumlah 91 ekor dengan 13 spesies yang berbeda yang didominasi oleh spesies Chromis

scotochiloptera dan spesies Achanturus pyroferus yakni sebesar 17,58%. Pada stasiun 1 dan 2 memiliki spesies ikan karang yang cenderung sama namun tidak ditemukan spesies Pomacentrus moluccensis dan Chaetodon auriga pada stasiun 2.

Titik pengamatan Manta Bay terdapat 47 ikan karang dengan 9 spesies.

Stasiun 1 berjumlah 22 ekor dan Stasiun 2 berjumlah 25 ekor. Stasisun ini di dominasi oleh spesies Chaetodon kleinii dan Pomacentris auriventris yakni sebesar 27.27%. Pada stasiun 2 ini persentase ikan karang di dominasi oleh spesies Chaetodon kleinii yakni sebesar 28.0%. Perbedaan yang ditemukan yaitu pada stasiun 1 terdapat spesies Melichthys

vidua sedangkan pada stasiun 2 tidak ditemukan, namun selebihnya sama.

Kelimpahan tertinggi terdapat pada titik pengamatan Jack Mangrove stasiun 2 yaitu sebesar 7640 ind/ha. Sedangkan kelimpahan terendah terdapat pada titik pengamatan Manta Bay Stasiun 1 yaitu sebesar 880 ind/ha (Gambar 2).

9∞0

1            2


Gambar 2.

Kelimpahan Ikan Karang di Nusa Lembongan

  • 3.5    Indeks Kesesuaian Wisata

Penilaian kesesuaian wisata pada wisata selam dilakukan terhadap 6 parameter di perairan Nusa Lembongan. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa indeks kesesuaian wisata selam yaitu sebesar 74.07% pada titik pengamatan Jack Mangrove, sebesar 57.41% pada titik pengamatan Crystal Bay dan 61.11%. Skor tertinggi terdapat pada parameter kecerahan perairan dan tutupan komunitas karang (Jack Mangrove); parameter kecerahan perairan dan kecepatan arus (Crsytal Bay); serta parameter kecerahan perairan dan kecepatan arus (Manta Bay). Sedangkan skor terendah pada setiap titik pengamatan terdapat pada parameter jenis ikan karang. Hal ini disebebkan oleh jenis

ikan karang yang ditemukan pada setiap titik pengamatan tidak lebih dari 20 jenis.

Berdasarkan Yulianda (2007) nilai IKW yang didapatkan pada setiap titik pengamatan memiliki kisaran 50-75%. Hal ini dapat diartikan bahwa pada setiap titik pengamatan termasuk dalam kategori sesuai untuk wisata selam. Penelitian pada perairan lainnya juga dilakukan terhadap kesesuaian wisata selam yaitu Koriyandi et al. (2016) di Pulau Kunyit yang termasuk kategori sangat sesuai; Leonard et al. (2014) di Pulau Biawak yang termasuk kategori sesuai dan sangat sesuai; Natha et al. (2014) di Pulau Nusa Ra dan Pulau Deket yang termasuk kategori sesuai, sangat sesuai dan sesuia bersyarat; Koroy et al. (2018) di Pulau Dodola yang termasuk kategori sesuai dan sangat sesuai.

Tabel 6. Nilai Indeks Kesesuaian Wisata di Nusa Lembongan

JACK MANGROVE

CRSYTAL BAY      MANTA BAY

Parameter      Bobot

Hasil

Skor

Nilai

Hasil   Skor   Nilai  Hasil    Skor

Nilai

Kecerahan perairan (%)                    5      8-15

Tutupan komunitas karang (%)             5     87.13

Jenis life form           3       12

Jenis ikan karang        3       13

Kecepatan arus (m/s)                      1       0.2

Kedalaman terumbu karang (m)

3

3

2 0

2

2

15

15

6 0

2

2

8-15      3       15      14-15      3

45.24      1        5      53.54      2

8        2        6        6         1

15      0       0       9       0

0.1       3        3        0.1        3

15-17     2        2      14-15      2

15

10

3 0

3

2

Total

40

Total     31           Total

33

IKW

74.07

IKW  57.41         IKW

61.11

4. SIMPULAN

Nilai indeks kesesuaian wisata untuk kategori wisata selam yang didapatkan yaitu sebesar 74.07% (Jack Mangrove); 57.41% (Crystal Bay); dan 61.11% (Manta Bay). Nilai IKW setiap titik pengamatan termasuk pada kategori sesuai untuk nilai IKW sebesar 50%-75%. Hal ini dapat diartikan bahwa semua titik pengamatan yang merupakan lokasi penyelaman di Nusa Lembongan telah mendukung untuk dilakukan kegiatan wisata selam.

UCAPAN TERIMAKASIH

Kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Udayana, Dekan Fakultas Kelautan   dan   Perikanan,   Fakultas

Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana, Masyarakat Desa Jungut Batu Nusa Lembongan, dan Tim peneliti.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, G., Swainston, R., Ruse, J. 1997.

Marine Fishes of Tropical Australia and South-East Asia: A Field Guide

for Anglers and Divers. Singapore (SG): Periplus Editions (HK) Ltd.

Bengen, D.G. 2002. Sinopsis Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Badan   Pusat   Statistik   Kabupaten

Klungkung.   2012.   Kabupaten

Klungkung     dalam     Angka.

Kabupaten Klungkung, Bali.

Bruce, D., Hoctor, Z., Garrod, B., Wilson, J. 2002. Planning for Marine Ecotourism in the UE Atlantic Area. META-Project. Bristol: University of the Weat England.

Burke, L., Selig, E., Spalding, M. 2002. Reefs at Risk in Southeast Asia. World     Resource     Institute.

Washington DC. USA.72p

Casagrandi, R., Rinaldi, S. 2002. A Theoretical Approach to Tourism Sustainability. International Institute for Applied Systems Analysis Schlossplatz 1 A-2361 Laxenburg, Austria.

Cesar, H.L., Burke, Pet–Soede.   2003.

The Economic of World   Wide

Coral Reef Degradation. Cesar Environmental         Economic.

Consulting: Arnhen (Netherlands).

Dahuri, H.R., Rais, J., Ginting, S.P., Sitepu, M.J. 2008. Pengelolaan Sumber  Daya Wilayah Pesisir

dan Lautan Secara Terpadu. Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Ed. Rev.,cet. ke-4. Hal. 197 –201.

English, S., Wilkinson, C., Baker V. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Australian Institut of Marine Science. Townville (AU). 34-80p.

English, S., Wilkinson C., Baker, V. 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Ed ke-2. Townsville: Australian Institute of Marine Science.

Kuiter J, Takamasa T. 2001. Indonesian Reef Fishes (Part 1). Australia (AU): Zoonetics

Kuiter J, Takamasa T. 2001. Indonesian Reef Fishes (Part 2). Australia (AU): Zoonetics

Kuiter J, Takamasa T. 2001. Indonesian Reef Fishes (Part 3). Australia (AU): Zoonetics

Koriyandi, A., Hamdani, Salim, D. 2016. Analisis Kesesuaian Wisata Diving di Kawasan Perairan Pulau Kunyit Sebelah Timur Kecamatan Pulau Laut Tanjung Selayar Kabupaten Kotabaru. EnviroScienteae, 12 (3): 181-193

Koroy, N.K., Mustafa, M. 2018. Analisis Kesesuaian Dan Daya Dukung Ekosistem Terumbu Karang Sebagai Ekowisata Bahari Di Pulau Dodola Kabupaten Pulau Morotai. Jurnal Enggano, 3(1): 52-64

Leonard, O.J., Pratikto, I., Munasik. 2014. Kesesuaian Perairan Untuk Wisata Selam Dan Snorkeling Di Pulau Biawak, Kabupaten Indramayu. Journal of Marine Research, 3(3): 216-225

Muqsit, A., Purnama, D., Ta’alidin, Z. 2016. Struktur Komunitas Terumbu Karang Di Pulau Dua Kecamatan

Enggano Kabupaten Bengkulu Utara. Jurnal Enggano, 1(1): 75-87

Natha, M.H., Tuwo, A., Samawi, F. 2014. Kesesuaian Ekowisata Selam Dan Snorkling Di Pulau Nusa Ra dan Nusa Deket Berdasarkan Potensi Biofisik Perairan. J. Sains & Teknologi, 14(3): 259-268

Nybakken, J.W. 1998. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Terj. Dari Marine Biology: An Ecology Approach, oleh Eidman M, Koesoebiono DG, Bengen, Hutomo M, Sukardjo S. 1992. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Jakarta. Penerbit Jambatan

Orams, M. 1999. Marine Tourism : Development,     Impact     and

Management. Rutledge. London.

Prasetia, I.N.D., Wisnawa, I.G.Y. 2015. Struktur Komunitas Terumbu Karang Di Pesisir Kecamatan Buleleng Singaraja. Jurnal Sains dan Teknologi, 4(2): 579-590

Romimohtarto, K. dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut :Ilmu Pengetahuan Tentang Biologi Laut. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Rondonuwu, A.B., Rembet, U.N., Moningkey, R.Dj., Tombokan, J.L., Kambey, A. D., Wantasen, A.S. 2013. Coral fishes the famili chaetodontidae in coral reef waters of Para Island Sub District     atoareng,      Sangihe

Kepulauan Regency. Jurnal Ilmiah Platax, 1(4): 210-215.

Suharsono. 1998. Kesadaran Masyarakat tentang     Terumbu     Karang

(Kerusakan di Indonesia). LIPI. Jakarta.

Suharti, R. 1999. Ekologi Ikan Karang. http:www.Coremap.           Or

id/Download/EkologiIkanKarang. Pdf.08-07-2014.

Tuhumena, J.R., Kusen, J.D., Paruntu, C.P. 2013. Struktur Komunitas

Karang Dan Biota Asosiasi Pada Kawasan Terumbu Karang di Perairan Desa Minanga Kecamatan Malalayang II dan Desa Mokupa Kecamatan Tombariri. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis, 3 (1): 6-12 Yulianda, F. 2007. Ekowisata Bahari

Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumber daya Pesisir Berbasis

Konservasi. Seminar Sain Departemen MSP, FPIK IPB. BogorAdrianto L, Matsuda Y, Sakuma Y. 2005. Assesing Sustainability of Fishery Systems in A Small Island Region: Flag Modeling Approach. Proceeding of IIFET. 2005

11