PENGARUH PUPUK ZA DAN KOMPOS TERHADAP KANDUNGAN Pb, Zn, Cu DAN N TANAH SERTA HASIL TANAMAN PADA SISTEM BUDIDAYA BAWANG MERAH DI TEPI DANAU BATUR, KINTAMANI, BANGLI
on
Pengaruh Pupuk ZA dan Kompos Terhadap ...
[Shinta Lestari Santosa, dkk]
PENGARUH
PUPUK ZA DAN KOMPOS TERHADAP KANDUNGAN Pb, Zn, Cu DAN N TANAH SERTA HASIL TANAMAN PADA SISTEM BUDIDAYA BAWANG MERAH DI TEPI DANAU BATUR, KINTAMANI, BANGLI
Shinta Lestari Santosa1*), I Nyoman Rai 2), Wayan Diara2)
1)Dinas Lingkungan Hidup, Kabupaten Jembrana 2)Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Udayana
ABSTRACT
THE EFFECT OF ZA FERTILIZER AND COMPOST ON Pb, Zn, Cu, N OF SOIL AND YIELDS OF SHALLOTS CULTIVATION IN THE SIDE OF LAKE BATUR, KINTAMANI, BANGLI
Vegetable cultivation is livelihoods for side Lake Batur communities, Kintamani, Bangli. Hilly natural conditions with a soil texture influenced by the eruption of Mount Batur, 900 m above sea level, and 900-3500 mm high rainfall, causing this region is very suitable for the cultivation of various vegetables, including shallot. One effort to meet the high demand for shallots is that efforts are made to improve cultivation techniques, including fertilizing to improve yields. In modern agriculture, the use of fertilizer is absolutely essential to trigger the level of crop production. The aims is to analyze the combination effect of using of inorganic fertilizer (ZA fertilizer) and organic fertilizer (compost fertilizer) on shallot vegetable cultivation systems on the content of pollutants, N nutrients and onion crop yields on the shores of Lake Batur, Kintamani District, Bangli Regency. The study using RBD with two factors where factor I: provision of organic fertilizer is leaf compost made aerobically (O), consisted of 3 levels, namely: O0 = 0*, O1 = 5* and O2 = 10*and factor II: the application of inorganic fertilizer namely ZA (S) fertilizer, consisted of 3 levels, namely: S0 = 0**, S1 = 50** and S2 = 100**, each repeated 3 times. The parameters observed were the growth and yield of shallots as well as the content of Pb, Zn, Cu and N nutrients in the soil. The nutrient content (N) in the soil, when using chemical fertilizer ZA and compost organic is not significantly different, as well as the results of onion plants, while the content of Pb, Zn and Cu on the use of chemical fertilizer ZA and organic compost, very real different. The highest soil Pb content in S2O1 treatment is 30.07***, the highest soil Zn content in the S2O1 treatment was 28.24***, and the highest soil Cu content in the S1O2 treatment is 17.22***. *= tons/ha **= kg/ha ***= mg/kg
Keywords: compost; contents Pb; Zn; Cu of soil; shallot; ZA.
wilayah ini sangat cocok digunakan untuk budidaya tanaman sayur, terutama pada area dengan jenis Regosol Coklat Kekuningan (regosol berhumus). Komoditas hortikultura mempunyai permintaan tinggi, nilai jual pun bagus. Potensi pengembangan bawang
ECOTROPHIC • 14(2):120-130 p-ISSN:1907-5626,e-ISSN: 2503-3395
120
merah sangat bagus, baik untuk kebutuhan domestik dan luar negeri (Suriani, 2011).
Cara untuk memenuhi kebutuhan sayur yang meningkat, salah satunya dengan melakukan usaha-usaha perbaikan dalam teknik budidaya, diantaranya pemupukan yang dilakukan untuk meningkatkan hasil panen. Pupuk diartikan sebagai bahan yang berguna mengubah sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah menjadi lebih baik. Prihmantoro (1999) mengemukakan pupuk diperlukan untuk tercukupinya unsur hara sehingga mampu mencapai produksi yang tinggi serta kualitas hasil tanaman yang bagus. Dalam pertanian modern, pemakaian pupuk mutlak untuk meningkatkan produksi sayuran. Pupuk beredar dalam ragam jenis, bentuk, berat, dan kemasan.
Namun, ancaman serius muncul saat sebagian besar pertanian di tepi Danau Batur masih menggunakan pupuk anorganik yaitu pupuk ZA, meskipun banyak penelitian telah menyimpulkan bahwa pupuk anorganik dapat menimbulkan terjadinya kerusakan lingkungan (Benbrook, 1991). Pupuk ZA hamper serupa dengan pupuk urea karena sama-sama memiliki kandungan unsur hara N, meskipun jumlahnya lebih rendah daripada pupuk urea, namun akibat penggunaan pupuk ini dapat merusak lingkungan. Dengan letak lahan yang tinggi jika dibanding dengan Danau Batur, serta banyak kegiatan pertanian di tepi danau, menyebabkan banyak rembesan residu masuk ke danau, yaitu: pestisida dan pupuk. Karenanya terjadi penumpukan zat pencemar ke danau (Jibriel, 2014). Residu pupuk dipakai sebagai sumber nutrient bagi biota air. Pupuk mengalir ke danau. Inilah sebabnya tumbuhan air menjadi lebih subur. Namun, dampak yang mengerikan adalah proses eutrofikasi danau menyebabkan mutu air danau berubah atau ada beban pencemaran. Kuncaka (2004) menyebutkan bahwa masyarakat sekitar danau mengkonsumsi air Danau Batur. Untuk mencegah efek pencemaran lingkungan yang lebih lanjut, cara yang dilakukan adalah mengurangi penggunaan pupuk pupuk kimia
dan meningkatkan penggunaan pupuk organik. Sehingga penggunaan ini baik juga untuk lingkungan. Selain ramah lingkungan pupuk organik juga jauh lebih efisien dari segi pembiayaan, sehingga tidak akan memberatkan para petani. Keuntungan lain dari pupuk organik adalah pupuk ini mengandung mikroorganisme yang dapat mendegradasi residu pestisida, yang ada di tanah (Indrayani, 2006). Pupuk organik juga bisa memperbaiki sifat fisik, biologis, dan kimia yang menyebabkan tanah subur.
Berdasarkan pertimbangan ini maka dilakukan penelitian untuk melihat pengaruh kombinasi pupuk anorganik (pupuk ZA) dan pupuk organik (pupuk kompos) terhadap kandungan Pb, Zn, Cu dan N tanah serta hasil tanaman pada sistem budidaya bawang merah di pinggir Danau Batur, Kintamani, Bangli. Dari penelitian ini diharapkan ditemukan pengaruh penggunaan pupuk organik (pupuk kompos) dalam sistem budidaya yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Terdapat tiga masalah yang dijabarkan dalam penelitian ini: apakah kandungan N tanah pada penggunaan pupuk ZA lebih besar dari pupuk kompos, apakah kandungan Pb, Zn dan Cu pada tanah dengan penggunaan pupuk ZA lebih besar dari pupuk kompos, dan apakah hasil tanaman bawang merah pada penggunaan pupuk ZA lebih rendah dari pupuk kompos. Demikian pun tujuan penelitian, terdapat tiga tujuan, yaitu: menganalisis pengaruh pemakaian pupuk ZA dan pupuk kompos terhadap kandungan N tanah pada lahan budidaya bawang merah, menganalisis pengaruh pemakaian pupuk ZA dan kompos pada kandungan Pb, Zn dan Cu terhadap lahan budidaya bawang merah, dan menganalisis hasil bawang merah pada penggunaan pupuk ZA dan pupuk kompos.
Penelitian dilakukan bulan Maret -Mei 2019 di tepi Danau Batur yaitu di Desa Buahan, Kintamani, Bangli.
Gambar 1.
Lokasi Penelitian
Sumber data primer adalah hasil observasi pertumbuhan dan hasil bawang merah serta hasil analisis laboratorium kandungan Pb, Zn, Cu dan N dalam tanah hasil budidaya pertanian organik dan anorganik. Untuk data sekunder, didapat dari buku dan jurnal nasional/internasional serta wawancara dengan petani lokal. Variabel diamati dalam penelitian ini: kandungan Pb, Zn dan Cu, kandungan N tanah, pertumbuhan tanaman, dan hasil bawang merah.
Pertumbuhan bawang merah yang diteliti meliputi: berat segar umbi per tanaman, jumlah daun, berat segar tanaman, tinggi tanaman, berat kering oven tanaman, berat kering oven umbi per tanaman, berat segar umbi per hektar, dan berat kering oven umbi per hektar.
Instrumen penelitian ini meliputi: bibit tanaman bawang merah, tanah yang dihomogenasi, pupuk organik (pupuk kompos yang dibuat secara aerob), pupuk anorganik (pupuk ZA), pestisida sintetik (rizotin) dan biopestisida (biolove). Adapun
alat yang dibutuhkan, seperti: plat percobaan 27 buah, plastik berlubang, timbangan digital, penyemprotan, selang air, meteran gulung, cangkul mini, ember dan peralatan tulis. Pemilihan parameter analisis tanah tergantung pada tujuan penelitian. Pemilihan parameter yang tepat akan membantu mencapai tujuan, efisien dan efektif dalam biaya. Metode analisis yang digunakan bergantung pada ketersediaan alat dan bahan kimia, keahlian tenaga teknis, dan tingkat akurasi yang ingin dicapai dalam tujuan penelitian. Untuk analisis N tanah digunakan metode Kjeldahl. Untuk analisis Pb, Zn dan Cu digunakan metode AAS dengan jenis AAS Shimadzu AA-7000.
-
1. Pengambilan sampel untuk analisis kandungan Pb, Zn, Cu dan N tanah. Penentuan lokasi menggunakan metode purposive sampling. Sampel tanah diambil dua kali yaitu pada awal persiapan lahan dimana ditentukan 9 titik pada lahan percobaan yang mewakili kegiatan pertanian di tepi Danau Batur tepatnya di Desa Buahan, Kintamani, Bangli. Kesembilan titik lokasi pengambilan sampel di komposit sehingga mendapatkan sampel yang homogen. Pengambilan sampel tanah
kedua dilakukan sesudah panen. Penentuan titik lokasi pengambilan sampel tanah sesudah panen dilakukan di masing-masing 27 petak percobaan.
-
2. Persiapan lahan. Lahan bekas budidaya tanaman hortikultura bawang merah dengan menggunakan pupuk anorganik selama kurang lebih 6 sampai 7 tahun digunakan dalam penelitian ini. Pada tahap awal persiapan lahan, tanah diberikan sekam yang ditambahkan pupuk kandang sebagai pupuk dasar dengan komposisi 1:1 dengan dosis
masing-masing untuk sekam dan pupuk kandang yaitu 5 ton/ha atau 0,825 kg/petak untuk semua petak baik yang mendapatkan perlakuan organik maupun anorganik. Kemudian tanah digemburkan dengan cangkul dan traktor yang kemudian dilanjutkan dengan pemasangan plastik berlubang pada permukaan tanah. Pembentukan petak pada pengolahan tanah kedua dilakukan dengan ukuran (1,5 x 1,1) m2. Tata letak didenahkan seperti pada Gambar 2.
I
II
III
S2O1
S0O2
S2O0
S2O0
S2O2
S1O1
S1O1
S0O0
S2O1
S1O2
S1O0
S0O0
S1O0
S0O2
S0O1
S2O0
S2O2
S1O2
0,4 m
0,75 m
Gambar 2.
Denah Tata Letak Petak Percobaan
-
3. Penanaman. Penanaman dilakukan secara mekanis dengan 1 bibit per lubang. Kedalaman yang dibuat adalah 10 – 15 cm. Jarak tanam diukur 25 cm x 25 cm. Tanaman bawang ditanam pada lubang-lubang yang disiapkan dan disiram setiap hari. Setiap satu petak terdiri dari 35 tanaman yang disusun 7x5 yaitu 7 bibit tanaman ditanam secara horizontal dan 5 ditanam secara vertikal.
-
4. Pemupukan. Tahapan proses pemupukan dilakukan, adalah sebagai berikut:
-
• Pemupukan organik: pemupukan
dilakukan diawal penanaman dengan menggunakan pupuk kompos dengan dosis O0 = 0 ton/ha, O1 = 5 ton/ha atau 0,825 kg/petak dan O2 = 10 ton/ha atau 1,65 kg/petak, kemudian untuk penyemprotan biopestisida dilakukan
selang 3-4 hari setelah pemberian pupuk organik padat.
-
• Pemupukan anorganik: pemupukan dilakukan diawal penanaman dengan memakai pupuk kimia padat (pupuk ZA) dengan dosis S0 = 0 kg/ha, S1 = 50 kg/ha atau 0,00825 kg/petak atau 8,25 gram/petak dan S2 = 100 kg/ha atau 0,0165 kg/petak atau 16,5 gram/petak, kemudian untuk
penyemprotan pestisida anorganik dilakukan sebanyak dua kali yaitu 30 hari sekali.
-
• Proses tersebut diulang setiap 20 hari sekali.
-
5. Pemeliharaan tanaman dengan
pengendalian hama penyakit, penyiangan gulma, dan penyiraman. Tiap hari, dilakukan penyiraman yang sangat hati-hati karena terkait dengan jumlah air yang diberikan pada setiap petak harus sama, apabila penyiraman tidak sama, nanti hasilnya kurang akurat, bukan karena pengaruh perlakukan yang diberikan, tetapi karena penyiraman. Penyiangan dilakukan 3 kali dengan cangkul kecil, sabit atau dengan tangan saat pada umur 21, 35 dan 55 hari.
Pengendalian penyakit secara intensif dilakukan sesuai PHT.
-
6. Proses panen dikerjakan setelah tanaman berumur 60-70 hari. Proses panen dilakukan dengan melakukan pencabutan tanaman bawang merah hingga bagian akar. Lalu di setiap petak, hasil panen diikat untuk bisa dianalisa lebih lanjut.
Untuk analisis kandungan Pb, Zn dan Cu digunakan metode AAS, cara kerja yang dilakukan, adalah sebagai berikut. Penambahan 1 ml asam perklorat p.a dan 5 ml asam nitrat p.a dilakukan setelah penimbangan 1,000 g contoh ke dalam tabung digest, kemudian didiamkan satu malam. Lalu dipanaskan pada suhu 1000 C selama 1,5 jam. Suhu dinaikkan menjadi 1300 C selama 1 jam, suhu ditingkatkan menjadi 1500 C selama 2 jam 30 menit. Proses ini dilakukan hingga uap kuning
habis. Bila ternyata uap kuning masih ada, waktu pemanasan akan ditambahkan. Bila uap kuning habis, suhu akan dinaikkan menjadi 1700 C. Setelah 1 jam, suhu ditingkatkan menjadi 2000 C selama 1 jam hingga mendapatkan uap putih. Destruksi dinyatakan selesai saat ada endapan putih atau sisa larutan jernih sekitar 1 ml. Ekstrak didinginkan kemudian diencerkan dengan air bebas ion menjadi 10 ml, lalu dikocok. Sampel yang telah di preperasi selanjutnya di analisa dengan alat-alat AAS, prosedur kerja untuk pengoperasian analisa tersebut dengan memakai panjang gelombang: Pb 217 nm, Cu 324,8 nm dan Zn 21,9 nm.
Untuk penghitungan kadar nitrogen menggunakan metode Kjeldahl. Langkah-langkah dalam metode ini sebagai berikut: preparasi sampel, pelepasan ikatan, penyulingan, dan titrasi. Tujuan preparasi sampel adalah untuk membuat sampel
hingga siap untuk dilakukan langkah
berikutnya, yaitu pelepasan ikatan. Bila sampel padat, sampel digilling dahulu
dengan besaran mesh <1 mm. Bila berupa cairan atau semi solid, sampel sebaiknya diaduk hingga kondisinya homogen. Pelepasan ikatan bertujuan melepaskan ikatan nitrogen dalam protein menjadi ammonium sulfat. Proses ini dilakukan dengan mencampurkan reagent asam sulfat, katalis dan antifoam jika diperlukan. Setelah melakukan pencampuran, campuran
dipanaskan. Reaksi kimia yang terjadi sebagai berikut: Sampel + H2SO4 ———> (NH4) 2SO4 + CO2 + SO2 + H2O
Berikut langkah penyulingan, sebagai berikut:
Pembebasan ammonia oleh sodium hydrat : (NH4) 2SO4 + 2NaOH ————–> Na2SO4 + 2H2O + 2NH3
Pengikatan ammonia oleh asam borik : B(OH) 3 + H2O + NH3 ————-> (NH4+) + B(OH) 4-
Setelah itu, penentuan kadar ammonia dapat dilakukan dengan cara titrasi asam basa (colorimetric, potensiometric dan lain-lain). Contoh titrasi dapat dilakukan dengan sodium carbonat. Reaksi titrasi:
B(OH) 3 + H2O + Na2CO3 ————> NaHCO3 + NaB(OH) 4 + CO2 + H2O
Pengumpulan data dilanjutkan dengan Anova. Perlakuam ini sesuai dengan rancangan. Jika perlakuan menunjukkan pengaruh nyata sampai sangat nyata, maka dilanjutkan dengan uji beda nilai rata-rata menggunakan uji beda nyata terkecil (BNT taraf 5%).
Hasil analisis statistika menunjukkan terdapat signifikansi pengaruh perlakuan pemupukan ZA (S), pemupukan kompos (O) dan interaksi kedua perlakuan tersebut (S x O) terhadap variabel yang diamati. Hasil analisis varians menunjukkan bahwa
perlakuan tunggal pemupukan ZA (S) dan pemupukan kompos (O) maupun interaksi keduanya, berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan timbal (Pb), seng (Zn), dan tembaga (Cu). Kemudian untuk kandungan N tanah setelah panen dengan perlakuan tunggal pemupukan ZA (S) dan pemupukan kompos (O) maupun interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata (tn).
Pengaruh perlakuan pemupukan ZA (S) dan perlakuan pemupukan kompos (O) terhadap pertumbuhan serta hasil tanaman yang merangkum tinggi tanaman pada 30 hst dan 70 hst, jumlah daun pada 30 hst dan 70 hst, berat segar tanaman, berat kering oven tanaman, berat segar umbi pertanaman, berat kering oven umbi pertanaman, berat segar umbi per-hektar dan berat kering oven umbi per-hektar adalah berpengaruh tidak nyata (tn). Hasil analisis signifikansi pengaruh perlakuan pupuk ZA (S), kompos (O) dan interaksi (S x O) terhadap variabel yang diamati terpapar di Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh Pupuk ZA (S) dan Kompos (O)
No. |
Perlakuan Variabel S O S x O |
1.
5.
10. 11. 12. 13. 14. |
Pb-tersedia tanah (mg/kg) ** ** ** Zn-tersedia tanah (mg/kg) ** ** ** Cu-tersedia tanah (mg/kg) ** ** ** N tanah (%) × × × Tinggi tanaman 30 hst (cm) × × × Tinggi tanaman 70 hst (cm) × × × Jumlah daun 30 hst × × × Jumlah daun 70 hst × × × Berat segar tanaman (g) × × × Berat kering oven tanaman (g) × × × Berat segar umbi per tanaman (g) × × × Berat kering oven umbi per tanaman (g) × × × Berat segar umbi per hektar (g) × × × Berat kering oven umbi per hektar (g) × × × |
Keterangan :
* = berpengaruh nyata (P < 0,05)
** = berpengaruh sangat nyata ( P < 0,01)
× = berpengaruh tidak nyata (P ≥ 0,05)
Hasil analisis kandungan Pb tanah sebelum tanam sebesar ttd (tidak terdeteksi
pada limit deteksi alat 0,001 mg/L. Pengaruh perlakuan pemupukan ZA (S) dan kompos (O) terhadap kandungan Pb setelah panen, lihat Tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh Pemupukan ZA dan Kompos terhadap Kandungan Pb Tanah Setelah Panen
Perlakuan |
Kandungan Pb Tanah (mg/kg) S0 S1 S2 |
O0 O1 O2 |
16,73 e 13,44 f 26,69 bc 17,75 e 20,67 d 30,07 a 24,49 c 24,70 c 28,75 ab |
Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata secara horizontal dan vertikal berdasarkan uji Duncan 5%.
Berdasarkan Tabel 2 tersebut terlihat bahwa kombinasi perlakuan S dan O menunjukkan pengaruh interaksi sangat nyata terhadap kandungan Pb tanah. Semua perlakuan kombinasi S dan O menunjukkan pengaruh interaksi sangat nyata terhadap kandungan Pb tanah, kecuali perlakuan kombinasi S0O1. Kombinasi perlakuan S0O2 berpengaruh sangat nyata dibandingkan perlakuan S1O2, S2O0 dan S2O2. Kandungan Pb tanah tertinggi terdapat pada perlakuan S2O1 yaitu sebesar 30,07 mg/kg yang meningkat sebesar 79,74 % dibandingkan dengan perlakuan kontrol (S0O0) yang nilainya hanya 16,73 mg/kg. Jika dibandingkan dengan perlakuan S0O2 (24,49
mg/kg), maka perlakuan S2O1 terdapat peningkatan sebesar 22,78 %. Adapun pengaruh interaksi dari perlakuan pupuk ZA dan kompos pada perlakuan S2O1 terhadap kandungan Pb dalam tanah tertinggi disebabkan oleh pupuk ZA banyak mengandung nitrogen (N) sebanyak 20,8% dalam bentuk amonium dan sulfur atau belerang (S) sebanyak 23,8%.
Hasil analisis kandungan Zn tanah sebelum tanam sebesar 91,017 mg/kg. Pengaruh perlakuan pemupukan ZA (S) dan kompos (O) terhadap kandungan Zn setelah panen disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3.Pengaruh Pemupukan ZA dan Kompos terhadap Kandungan Zn Tanah Setelah Panen | |||
Perlakuan |
Kandungan Zn Tanah (mg/kg) | ||
S0 |
S1 |
S2 | |
O0 |
25,15 b |
25,47 b |
19,44 e |
O1 |
24,22 c |
18,64 fg |
28,24 a |
O2 |
18,95 ef |
21,76 d |
18,31 g |
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata secara horizontal dan vertikal berdasarkan uji Duncan 5%.
Berdasarkan Tabel 3 tersebut terlihat bahwa kombinasi perlakuan S dan O menunjukkan pengaruh interaksi sangat nyata terhadap kandungan Zn tanah. Semua perlakuan kombinasi S dan O menunjukkan pengaruh interaksi sangat nyata terhadap kandungan Zn tanah, kecuali perlakuan kombinasi S1O0. Kombinasi perlakuan S0O2 berpengaruh sangat nyata dibandingkan perlakuan S1O1, S2O0 dan S2O2. Kandungan Zn tanah tertinggi terdapat pada perlakuan S2O1 yaitu sebesar 28,24 mg/kg yang meningkat sebesar 12,29 % dibandingkan
dengan perlakuan kontrol (S0O0) yang nilainya hanya 25,15 mg/kg. Jika dibandingkan dengan perlakuan S0O2 (18,95 mg/kg), maka perlakuan S2O1 terdapat peningkatan sebesar 49 %.
Adapun pengaruh interaksi dari perlakuan pupuk ZA dan kompos pada perlakuan S2O1 terhadap kandungan Zn dalam tanah disebabkan karena pupuk kimia mampu meningkatkan kadar Zn dalam tanah sedangkan pupuk organik cenderung menurunkan.
Hasil analisis kandungan Cu tanah sebelum tanam sebesar 87,191 mg/kg.
Pengaruh perlakuan pemupukan ZA (S) dan kompos (O) terhadap kandungan Cu setelah panen, lihat Tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh Pemupukan ZA dan Kompos terhadap Kandungan Cu Tanah Setelah Panen
Perlakuan |
Kandungan Cu Tanah (mg/kg) S0 S1 S2 |
O0 O1 O2 |
14,79 b 10,47 f 12,47 d 14,67 b 10,88 ef 16,71 a 11,37 e 17,22 a 13,76 c |
Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata secara horizontal dan vertikal berdasarkan uji Duncan 5%.
Berdasarkan Tabel 4 kombinasi perlakuan S dan O menunjukkan pengaruh interaksi sangat nyata terhadap kandungan Cu tanah. Semua perlakuan kombinasi S dan O menunjukkan pengaruh interaksi sangat nyata terhadap kandungan Cu tanah, kecuali perlakuan kombinasi S0O1. Kombinasi perlakuan S0O2 berpengaruh sangat nyata dibandingkan perlakuan S1O1 dan S1O0. Begitu juga dengan kombinasi perlakuan S1O2 yang berpengaruh sangat nyata dibandingkan perlakuan S2O1. Kandungan Cu tanah tertinggi terdapat pada perlakuan S1O2 yaitu sebesar 17,22 mg/kg yang meningkat sebesar 16,43 % dibandingkan dengan perlakuan kontrol (S0O0) yang nilainya hanya 14,79 mg/kg. Jika dibandingkan dengan perlakuan S0O2 (11,37
mg/kg), maka perlakuan S1O2 terdapat peningkatan sebesar 51,45 %. Adapun pengaruh interaksi dari perlakuan pupuk ZA dan pupuk kompos pada perlakuan S1O2 terhadap kandungan Cu dalam tanah disebabkan oleh karena pupuk ZA banyak mengandung nitrogen (N) yaitu sebanyak 21% dalam bentuk amonium dan sulfur atau belerang (S) sebanyak 24%.
Hasil analisis kandungan N tanah sebelum tanam sebesar 0,25%, sehingga nilai tersebut masuk dalam kriteria kandungan N tanah sedang (S), sedangkan hasil pengukuran kandungan N setelah panen karena pengaruh perlakuan pemupukan ZA (S) dan kompos (O), lihat Tabel 5.
Tabel 5. Pengaruh Pemupukan ZA dan Kompos terhadap Kandungan N Tanah Setelah Panen
Perlakuan |
Kandungan N Tanah (%) |
(Pemupukan ZA) S0 |
0,140 a |
(Pemupukan ZA) S1 |
0,129 a |
(Pemupukan ZA) S2 |
0,133 a |
BNT 5% |
- |
(Pemupukan Kompos) O0 |
0,131 a |
(Pemupukan Kompos) O1 |
0,139 a |
(Pemupukan Kompos) O2 |
0,132 a |
BNT 5% |
- |
Keterangan: menunjukkan berbeda tidak nyata, berdasarkan uji BNT 5%.
Dari Tabel 5 perlakuan pemupukan ZA terhadap kandungan N tanah berbeda tidak nyata antara kontrol (S0) dengan pemupukan ZA dosis 50 kg/ha (S1) dan pemupukan ZA dosis 100 kg/ha (S2). Namun demikian, ada kecenderungan nilai tertinggi kandungan N tanah diperoleh pada S0 dengan nilai 0,140 %. Setelah diberi perlakuan dosis 50 kg/ha (S1), kandungan hara N tanah turun menjadi 0,129 %, kemudian setelah diberi perlakuan 100 kg/ha (S2), naik lagi menjadi 0,133 %.
Pada perlakuan pemupukan kompos dapat juga dilihat antara perlakuan tanpa
pupuk kompos sebagai kontrol (O0) dengan pemupukan kompos dosis 5 ton/ha (O1) dan pemupukan kompos dosis 10 ton/ha (O2) berbeda tidak nyata. Hal ini disebabkan bahwa perlakuan dengan pemupukan kompos tidak begitu memberi pengaruh yang signifikan terhadap kandungan N tanah. Sehingga dapat dilihat pada Tabel 5 ada kecenderungan nilai tertinggi kandungan N tanah diperoleh pada pada perlakuan O1 yaitu sebesar 0,139 %, atau lebih tinggi sekitar 6,18 %.
-
3.3 . Pengaruh Perlakuan Pupuk ZA dan Pupuk Kompos Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tabel 6. Pengaruh Pemupukan ZA dan Kompos terhadap Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun
Perlakuan |
Tinggi Tanaman (cm) |
Jumlah Daun (helai) | ||
30 hst |
70 hst |
30 hst |
70 hst | |
(Pemupukan ZA) S0 |
37,16 a |
43,511 a |
38,222 a |
45,667 a |
(Pemupukan ZA) S1 |
37,24 a |
44,022 a |
38,222 a |
45,667 a |
(Pemupukan ZA) S2 |
37,31 a |
44,089 a |
38,778 a |
46,000 a |
BNT 5% |
- |
- |
- |
- |
(Pemupukan kompos) O0 |
37,47 a |
43,956 a |
39,111 a |
46,000 a |
(Pemupukan kompos) O1 |
36,84 a |
43,600 a |
38,444 a |
45,667 a |
(Pemupukan kompos) O2 |
37,40 a |
44,067 a |
37,667 a |
45,667 a |
BNT 5% |
- |
- |
- |
- |
Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom sama menunjukkan
berbeda tidak nyata, berdasarkan uji BNT 5%.
Berdasarkan Tabel 6, pemupukan ZA tinggi tanaman pada 30 hst hasilnya berbeda tidak nyata antara kontrol (S0) dengan pemupukan ZA dosis 50 kg/ha (S1) dan dengan pemupukan ZA dosis 100 kg/ha (S2). Oleh karena itu, ada kecenderungan tinggi tanaman bawang merah pada 30 hst tertinggi terletak pada perlakuan pemupukan ZA dosis 100 kg/ha (S2) yaitu 37,31 cm atau lebih tinggi sekitar 0,40 cm. Hasil analisis data tinggi tanaman pada perlakuan pemupukan kompos antara kontrol (O0) dengan pemupukan kompos dosis 5 ton/ha (O1) dan dengan pemupukan kompos dosis 10 ton/ha (O2) pada 30 hst hasilnya menunjukkan berbeda tidak nyata. Ada kecenderungan
tinggi tanaman dengan perlakuan pemupukan kompos (O) tertinggi terdapat pada perlakuan pemupukan kontrol (O0) yaitu 37,47 cm.
Perlu dilakukan perbandingan hasil tanaman (hasil panen) sebelum diberi perlakuan pemupukan dengan hasil tanaman (hasil panen) setelah diberi perlakuan pemupukan. Hal ini dianggap perlu dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh dari perlakuan pemupukan terhadap hasil tanaman. Hasil panen tanaman
bawang merah sebelum diberi perlakuan tahun (Informasi PPL Desa Buahan,
pemupukan rata-rata sebesar 15 ton/ha setiap Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli).
Tabel 7. Pengaruh Pemupukan ZA dan Kompos terhadap Berat Segar, Berat Kering Oven
dan Berat Umbi
Perlakuan |
Berat Segar (gr) |
Berat kering (gr) | ||||
Berat segar tanaman |
Berat segar umbi tan-1 |
Berat segar umbi ha-1 |
Berat kering oven tanaman |
Berat kering oven umbi tan-1 |
Berat kering oven umbi ha-1 | |
Pemupukan ZA | ||||||
S0 |
172,937 a |
88,078 a |
1.409.255 a |
40,437 a |
22,533 a |
360.533 a |
S1 |
175,409 a |
87,310 a |
1.396.964 a |
43,849 a |
24,600 a |
393.600 a |
S2 |
180,638 a |
91,437 a |
1.462.990 a |
49,993 a |
28,422 a |
454.756 a |
BNT 5% |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
Pemupukan kompos | ||||||
O0 |
180,917 a |
91,632 a |
1.466.108 a |
48,354 a |
27,22 a |
435.556 a |
O1 |
170,126 a |
84,907 a |
1.358.507 a |
31,801 a |
17,38 a |
278.044 a |
O2 |
177,941 a |
90,287 a |
1.444.594 a |
54,123 a |
30,96 a |
495.289 a |
BNT 5% |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
Keterangan: menunjukkan berbeda tidak nyata, berdasarkan uji BNT 5%.
Berdasarkan Tabel 7 parameter berat segar tanaman meliputi berat segar tanaman, berat segar umbi tan-1 dan berat segar umbi ha-1 pada perlakuan pemupukan ZA berat segar tanaman berbeda tidak nyata antara kontrol (S0) dengan pemupukan ZA dosis 50 kg/ha (S1) dan dengan pemupukan ZA dosis 100 kg/ha (S2). Hal ini bisa dilihat dari hasil analisis baik dari hasil analisis berat segar tanaman, berat segar umbi tan-1 maupun berat segar umbi ha-1.. Berat segar tanaman tertinggi cenderung diperoleh pada perlakuan (S2) dengan nilai 180,638 gr atau lebih tinggi sekitar 4,45 gr, sedangkan untuk berat segar umbi tan-1 terdapat pada perlakuan (S2) yaitu 91,437 gr dan untuk berat segar umbi ha-1 terletak pada (S2) yaitu 1.462.990 gr atau lebih tinggi sekitar 3,81 gr.
Selain itu juga, pada Tabel 7 dapat dilihat berat segar tanaman, berat segar umbi tan-1 dan berat segar umbi ha-1 pada perlakuan pemupukan kompos antara kontrol (O0) dengan pemupukan kompos dosis 5 ton/ha (O1) dan dengan pemupukan kompos dosis 10 ton/ha (O2) menunjukkan hasil berbeda tidak nyata. Berat segar tanaman tertinggi cenderung terdapat pada perlakuan
O0 baik untuk berat segar tanaman, berat segar umbi tan-1 maupun berat segar umbi ha-1 yaitu 180,917 gr, 91,632 gr dan 1.466.108 gr.
Pemupukan ZA dan kompos berpengaruh tidak nyata terhadap kandungan nitrogen tanah, kombinasi pupuk ZA dan kompos menunjukkan pengaruh interaksi sangat nyata terhadap kandungan Pb, Zn, Cu dalam tanah setelah panen. Kandungan Pb setelah panen tertinggi diperoleh pada perlakuan 100 kg S/ha dan 5 t kompos/ha (S2O1) yaitu mencapai 30,07 mg/kg kemudian kandungan Zn tertinggi diperoleh pada perlakuan 100 kg S/ha dan 5 t kompos/ha (S2O1) yaitu mencapai 28,24 mg/kg dan kandungan Cu tertinggi diperoleh pada perlakuan 50 kg S/ha dan 5 t kompos/ha (S1O2) yaitu mencapai 17,22 mg/kg.
Saran mengenai Pengaruh Pupuk ZA dan Kompos Terhadap Kandungan Pb, Zn, Cu dan N Tanah serta Hasil Tanaman Pada Sistem Budidaya Bawang Merah di Tepi Danau Batur, Kintamani, Bangli ini adalah sebagai berikut: perlunya berperilaku bijak dalam pengembangan sistem budidaya sayuran bawang merah dengan memperhatikan jarak yang ideal antara lahan pertanian dengan sempadan danau sesuai dengan aturan tata ruang wilayah (RTRW) sehingga residu pupuk tidak langsung
DAFTAR PUSTAKA
Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta:
Akademika Pressindo. 250 hal.
Indrayani, N. 2006. “Bioiremediasi Lahan Tercemar Profenofos Secara Ex-Situ Dengan Cara Pengomposan” (tesis). Bogor: Sekolah Pasca Sarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Kuncaka, A. 2004. Pengendalian Pencemaran Lingkungan.
Yogyakarta: PSLH-UGM.
mengalir ke badan air yang dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran air danau, mengurangi sedikit demi sedikit penggunaan pupuk ZA yang mengandung unsur logam berat yang sangat sulit diuraikan oleh mikroorganisme/biota tanah sehingga lingkungan tetap terjaga kelestariannya, dan perlunya meningkatkan kesadaran diri akan pentingnya penggunaan pupuk organik yang lebih ramah lingkungan untuk keberlanjutan lingkungan kedepannya.
Lingga, P. 1989. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta: CV. Yasaguna.
Nugraha, Y. M. 2010. “Kajian Penggunaan Pupuk Organik dan Jenis Pupuk N Terhadap Kadar N Tanah, Serapan N dan Hasil Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Pada Tanah Litosol Gemolong” (tesis). Surakarta: Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Pare, T. et al. 1999. Extractability of trace
metals during composting of biosolids and municipical solid wastes. J. Biol. Fertil. Soils, 29:31– 37.
Pitojo, S. 2003. Benih Bawang Merah. Yogyakarta: Kanisius. 82 hal
130
Discussion and feedback