ECOTROPHIC • 5 (2) : 119 - 122

ISSN: 1907-5626

MAKROZOOBENTHOS DI TUKAD BAUSAN, DESA PERERENAN, KABUPATEN BADUNG, BALI

Ni Made Suartini11 Ni Wayan Sudatri1, Made Pharmawati1 dan A.A.G. RAK.A Dalem112 1/urusan Biologi, FMIPA, Universitas Udayana, Denpasar

2Program Pascasarjana Kajian Pariwisata, Unud, Denpasar;

e-mail: sustainablebali@yahoo.com

ABSTRACT

A macrozoobenthos study was conducted at Bausan River, Pererenan village, Badung regency, Bali between September and December, 2006. Samples of macrozoobenthos were taken on transect methods. Six sampling stations were determined purposively. At each station, five unit of square plots of 40 cm x 40 (in maximum solum depth) samples were taken. The result showed that there were seventeen species of macrozoobenthos were found. There was no protected species found in this study. The macrozoobenthos had a medium level of index diversity of 2.28. This indicated that the ecosystem at this area was in a stable condition with a medium level of macrozoobenthos diversity.

Key words: macrozoobenthos, Bausan Rive0 transect sampling, species, stable condition

PENDAHULUAN

Latar belakang

Proses pembangunan nampaknya sering sekali mengabaikan kelestarian alam atau lingkungan hidup. Namun sebaliknya, akhir-akhir ini perhatian masyarakat akan isu pembangunan ramah lingkungan semakin meningkat, yang searah dengan gerakan back to nature. Oleh sebab itu studi tentang lingkungan hidup, termasuk keberadaan fauna merupakan sesuatu yang perlu dilakukan sebelum melakukan suatu pembangunan. Dengan dernikian pelaksanaan pembangunan dapat dirancang untuk tetap menjaga kelestarian fauna karena keberadaan fauna merupakan unsur penting dalam suatu ekosistem termasuk ekosistem air tawar.

Salah satu fauna perairan tawar adalah kelompok fauna invertebrata yang hidup di dasar perairan yang disebut kelompok zoobentos. Diantara kelompok zoobentos yang relatif mudah diidentifikasi clan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah spesies yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro. Kelompok tersebut lebih dikenal dengan makrozoo-bentos (Rosenberg & Resh 1993).

Makrozoobentos mempunyai peranan sangat penting dalam siklus nutrien di dasar perairan. Montagna et al. (1989) menyatakan bahwa dalam ekosistem perairan, makrozoobentos berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi clan siklus dari alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi- Menurut Odum (1993), benthos merupakan organisme yang hidup di permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi tumbuhan (fitoben-tos) clan hewan (zoobentos). Zoobentos memegang beberapa peran penting di suatu perairan seperti dalam proses dekomposisi clan mineralisasi material

organik yang memasuki perairan (Lind 1985), serta menduduki beberapa tingkatan trofik dalam rantai makanan (Odum, 1993).

Makrozoobentosmerupakanzoobenthosberukuran lebih dari 1 mm (Mann 1982). Menurut Cummins (1975), makrozoobentos dapat mencapai ukuran tubuh sekurang-kurangnya 3-5 mm saat pertumbuhannya maksirnum. Lebih lanjut disebutkan bahwa organisme yang termasuk makrozoobentos diantaranya adalah Crustacea, Isopoda, Decapoda, Oligochaeta, Moluska, Nematoda clan Annelida.

Menurut Pennak (1989), berbagai jenis zoobentos ada yang berperan sebagai konsumen primer clan ada pula yang berperan sebagai konsumen sekunder atau konsumen yang menempati tempat yang lebih tinggi. Pada umumnya, zoobentos merupakan makanan alami bagi ikan-ikan pemakan di dasar.

Zoobentos membantu mempercepat proses dekomposisi material organik. Zoobentos yang bersifat herbivor clan detritivor, dapat menghancurkan mak-rofit perairan yang masih hidup maupun sudah mati clan serasah yang masuk ke dalam perairan menjadi potongan-potongan lebih kecil, sehingga mempermudah mikroba untuk menguraikannya menjadi nutrien bagi produsen perairan.

Dalam studi ini dilakukan identifikasi keberadaan makrozoobenthos di Tukad Bausan, Desa Pererenan, Kabupaten Badung. Penelitian ini sangat penting dilakukan mengingat semakin meningkatnya pembangunan di sekitar daerah tersebut sehingga keberadaan makrozoobenthos tersebut dapat dipakai sebagai bioindikator di dalam pemantauan apakah kondisi lingkungan di tukad tersebut masih tergolong baik atau sudah menurun.

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama empat bulan, yaitu pada bulan September sampai Desember 2006. Penelitian ini dilaksanakan dengan radius 1 Km, berlokasi di sekitar muara Sungai (Tukad) Bausan clan termasuk Subak Kedungu (timur sungai) clan Subak Munggu Tegal Lantang (barat sungai). Wilayah penelitian juga termasuk hutan mangrove di sekitar aliran Tukad Bausan.

Teknik Pengumpulan Data dan Analisis

Sampel makrozoobenthos diambil dengan metode sampling dengan luasan transek 40 cm x 40 cm clan sedalam lebih kurang 40 cm, sepanjang solum memungkinkan. Sampel yang diambil, diayak dalam air clan diawetkan dengan spiritus, kemudian diamati di laboratorium.

Stasiun pengambilan sampel ditetapkan secara pur-posif dengan sampling unit ditetapkan secara acak (5 sampel) per stasiun sampling. Stasiun pengambilan sampel ditetapkan ada enam (Gambar 1.).

Sampel yang diperoleh kemudian diidentifikasi dengan menggunakan beberapa buku acuan yaitu: Bu-tot (1955), Jutting (1956), Pennak (1989), Dharma (1988) clan Dharma (1992).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang diperoleh dari sampling standar yang telah dilakukan di sungai Bausan, berhasil mengidentifikasi 17 jenis makrozoobenthos. Makrozoobenthos tersebut termasuk dalam phylum annelida, arthropoda clan moluska. Dari semua anggota phylum moluska yang ditemukan, terdapat satu anggota yang hanya dapat diidentifikasi sampai tingkat kelas yaitu kelas bivalvia seperti tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis jenis makrozoobenthos yang ditemukan di Tukad Bausan

No

Nama Jenis

Phylum

Status

1

Eunice sp.

Annelida

Tidak dilindungi

2

Pagurus sp.

Arthropoda (Crustacea)

Tidak dilindungi

3

Scylla serrata

Arthropoda (Crustacea)

Tidak dilindungi

4

Uca sp.

Arthropoda (Crustacea)

Tidak dilindungi

5

Thalamita danae

Arthropoda (Crustacea)

Tidak dilindungi

6

Terebra plumbea

Moluska

Tidak dilindungi

7

Bivalvia

Moluska

Tidak dilindungi

8

Anentame Helena

Moluska

Tidak dilindungi

9

Littoria scabra

Moluska

Tidak dilindungi

10

Nerita plicata

Moluska

Tidak dilindungi

11

Clithon longispina

Moluska

Tidak dilindungi

12

Nerita planospira

Moluska

Tidak dilindungi

13

Nerita auriculata

Moluska

Tidak dilindungi

14

Neritina zigzag

Moluska

Tidak dilindungi

15

Pila ampullaceal

Moluska

Tidak dilindungi

16

Nerita polita

Moluska

Tidak dilindungi

Gambar 1.Stasiun Pengambilan Sampel Makrozoobenthos di Tukad Bausan

SI (Stasiun I), di muara: berbatasan langsung dengan pasir, substrat lumpur berpasir, lembek, dasarnya batu sedimen yang dipenuhi tritip.

SII (StasiunII), di percabangan muara: kadang-kadang tergenang air, dekat kolam renang sebuah villa, substrat lumpur berpasir, lebih padat.

S Ill (Stasiun Ill), di tengah mangrove: berlumpur, ternaungi, bau tak sedap pada genangan air bercampur serasah daun, banyak akar nafas.

S IV (Stasiun IV), di tempat mancing ikan: lumpur dalam, beberapa ada tebing cadas, bagian atas solum tanah tipis (2-10 cm).

S V (Stasiun V), di dekat villa : tepi lumpur hitam lembek, bagian tengah ada tonjolan batu kali, tebing curam.

S VI (Stasiun VI), di dekat Pererenan Villa : tepi lumpur sawah, agak ke tengah pasir koral, tengah batu kali, ada bagian agak dalam.

17 Melanoides         Moluska                 Tidak dilindungi

tuberculata

Pada Tabel 1. terlihat makrozoobenthos yang paling banyak ditemukan adalah dari phylum moluska karena pada umurnnya moluska merupakan hewan yang sangat berhasil menyesuaikan diri untuk hidup di beberapa tempat clan cuaca. Hal tersebut diclukung oleh pemyataan Suwignyo et al. (1998). Lebih lanjut disebutkan bahwa kebanyakan moluska dijumpai di laut clangkal, beberapa pacla keclalaman sampai 7000 m, beberapa di air payau, clarat clan air tawar. Dengan clernikian memungkinkan sekali untuk ditemukannya jenis moluska di tukacl Bausan.

Struktur substrat clasar akan menentukan kelimpa-han clan komposisi jenis hewan makrozoobenthos (Welch, 1952). Ditemukannya jenis moluska yang lebih banyak dibanclingkan dengan jenis clari phylum lainnya diclukung oleh substrat pacla tempat penelitian yang kebanyakan substrat lumpur clan lumpur berpasir. Pacla umurnnyakelompokmoluska clari kelas gastropo-cla yang clalam penelitian ini lebih banyak clitemukan, merupakan organisme yang mempunyai kisaran penyebaran yang luas yaitu pacla substrat berbatu, berpasir maupun berlumpur.

Pak.tor lingkungan dengan substrat clasar berupa lumpuryang sangat halus umumnya sangat menclukung untuk kehiclupan cacing. Dalam hal ini substrat tempat penelitian clapat clikatakan kurang menclukung untuk kehiclupan jenis makrozoobenthos clari kelompok cacing (annelicla) yaitu lebih banyak substrat berpasir sehingga jenis tersebut sangat sedikit clitemukan.

Secara umum berbagai jenis makrozoobenthos sangat berperanan di dalam proses degradasi bahan-bahan organik yang ada di lingkungan perairan. Di samping itu, makrozoobenthos juga sering digunakan sebagaibioindikatoryaitu digunakan untukmengetahui tingkat pencemaran yang tetjadi pada suatu perairan. Hal tersebut dapat dilihat dari indeks keragaman karena tingkat keragaman makrozoobentos di lingkungan perairan tertentu merupakan cerminan dari toleransi makrozoobentos tersebut terhadap lingkungan tempat hidupnya. Dalam penelitian ini, indeks keragaman makrozoobenthos adalah 2,28 dimana nilai tersebut terletak antara nilai 1 clan 3 yang berarti keragaman makrozoobenthos adalah sedang. Nilai tersebut juga mengindikasikan perairan sungai/Tukad Bausan berada dalam kondisi stabil.

Di antara seluruh jenis makrozoobenthos yang ditemukan di sungai tersebut, tidak ada dijumpai jenis yangdilindungimenurutperaturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, jenis makrozoobenthos tersebut dapat dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu jenis yang bisa dimanfaatkan adalah Pila ampullacea yang juga sering disebut keong gondang atau gondang bola. Jenis tersebut biasanya banyak dijumpai di persawahan yang lingkungannya tidak tercemar, rawa, danau, bagian-bagian sungai yang berarus lambat clan dalam, berdasar lumpur clan banyak tumbuhan air.

Pila ampullacea merupakan salah satu sumber protein penting bagi masyarakat pedesaan di Bali pada jaman dahulu yang biasanya diolah sebagai bahan sayur clan bahkan di beberapa daerah masih dimanfaatkan sampai sekarang. Di samping itu, jenis ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak Menurut Dharma (1988), selain dimanfaatkan dagingnya, segala macam cangkang moluska setelah digiling halus merupakan bahan tambahan makanan temak terutama untuk ayam petelur karena kandungan kalsium cangkang moluska berguna sekali dalam pembentukan kulit telur.

Anggota phylum moluska yang lain yaituMelanoides tuberculata yang juga dikenal dengan nama susuh poleng merupakan moluska yang biasa ditemukan pada perairan tergenang atau mengalir terutama berdasar lumpur clan dapat dijumpai sampai pada tempat dengan ketinggian 1400 meter dari permukaan laut (Djajasasrnita, 1999). Jenis tersebut juga ditemukan dalam penelitian ini tetapi oleh penduduk setempat jenis tersebut tidak dimanfaatkan sebagai sumber protein, dernikian juga dengan jenis moluska lainnya.

Kepiting yang termasuk phylum arthropoda dari kelas crustacea juga sebenamya merupakan sumber protein hewani bagi masyarakat tetapi kepiting yang berukuran kecil, seperti Uca sp., yang ditemukan tidak dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar daerah ini

untuk dikonsumsi.

Selain jenis-jenis yang diperoleh pada transek yang dibuat, dalam penelitian ini juga dilakukan 'casual observation' di sekitar selokan air clan ternyata ditemukan jenis moluska lainnya yang jenisnya tidak terwakili pada sampling di atas. Jenis tersebut adalah Bellamya javani-ca (susul atau tutut jawa) clan Melanoides sp. Menurut Djajasasrnita (1999), Bellamya javanica merupakan jenis yang umum ditemukan di danau, rawa, kolam, saluran irigasi clan sungai, biasanya hidup menempel padabatu-batuan atau bersembunyi di dasar berlumpur. Jenis tersebut juga biasa dimanfaatkan sebagai sumber protein oleh masyarakat pedesaan sedangkan Mel-anoides sp. tidak dimanfaatkan sebagai sumber protein oleh penduduk setempat.

Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa makrozoo-benthos yang ditemukan di tukad Bausan mempunyai peranan yang sangat penting baik ditinjau dari segi ekologi maupun dari segi ekonorni karena beberapa diantaranya ada yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber protein hewani.

SIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Tukad Bau-san, ditemukan sebanyak 17 jenis makrozoobenthos

dimana dari semua jenis tersebut tidak ada jenis yang dilindungi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di indonesia. Berdasarkan analisis

kuantitatif, indeks keragaman makrozoobentos adalah

2,28 yang berarti ekosistem berada dalam kondisi sta-

bil.

2.Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam jangka panjang untuk mengetahui keberadaan makrozooben-thos tersebut secara lebih mendalam.

DAFTARPUSTAKA

Butot, L.J. M. 1955. The Mollusc ofPanaitan (Prinseneiland) Land and Freshwater Molluscs. Treubia Vol. 23, Part 1, Museum Zoologicum Bogoriense: Bogor.

Cummins KW: 1975. Chapter VIII. Macroinvertebrates. dalam Whitton B. A. (ed.). River Ecology. Studies in Ecology. Vol. II. Blackwell Scient. Puhl. Oxford.

Djajasasmita, M. 1999. Keong dan Kerang Sawah. Penerbit Puslitbang Biologi-LIPI.

Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia (Indonesian Shell). PT. Sarana Graha:Jakarta.

Dharma, B. 1992. Siput dan Kerang Indonesia (Indonesian Shell II). PT. Sarana Graha:Jakarta.

Lind OT. 1985. HandbookofCommon Methods in Limnology. Second Edition. Kendall/Hunt Publishing Company. Dubuque, Iowa.

Mann KH. 1982. Ecology ofCosta! Water: System Approach. Blackwell Scientific Publisher. London.

Montagna P.A., J.E. Bauer, D .Hardin and R.B. Spies. 1989. Vertical Distribution ofMicrobial and Meiofaunal Populations in Sediments of Natural Coastal Hydrocarbon Seep.Journal ofMarine Science. 47:657-680.

OdumEP.1993.Dasar-DasarEkologi.EdisiKetiga. GajahMada University Press. Yogyakarta.

Pennak RW. 1989. Fresh-Water Invertebrates of the United States. Protozoa to Mollusca. Third Edition.JohnWiley & Sons, Inc. New York.

Rosenberg DM, VH Resh. 1993. Freshwater Biomonitoring and Benthic Macroinvertebrates. Chapman and Hall, New York. London.

Suwignyo S, BWidigdo, YWardianto, M Krisanti. 1998. Aver-tebrata Air. Jilid 2. lnstitut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan clan Ilmu Kelautan . Bogor.

Van BenthemJutting, W S. S. 1956. Systematics Studies on the Non-Marine Mollusca of the Indo- Australian Archipelago. Treubia Vol 23 Part 2. Zoologicum Museum: Amsterdam.

Welch P.S. 1952. Limrwlogical Methods. Mc. Graw-Hill Book Company. Inc. New York.

122