HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK PENULAR DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUTA UTARA
on
ECOTROPHIC • 5 (2) : 93 - 97
ISSN: 1907-5626
HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK PENULAR DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUTA UTARA
MARDIYANI NUGRAHANINGSIH 1), NADIPUTRA 2), IWREDIARYANTA 3)
-
1) Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Denpasar
-
2) Program Doktor flmu Kedokteran Program Pascasarjana Unud
-
3J Fakultas Teknologi Pertanian Unud
ABSTRACT
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) disease represents one of the important public health problems in Indonesia and it often generates an extraordinary occurrence of vast number of deaths. The research aims to know environmental factors and public behaviors which have relationship to the existence ofmosquitoes larvae in the work area of North Kuta Public Health Centre.
The result of this research shows that the environmental factors which are related to the existence of mosquitoes larvae are air humidity (p=0.000), the existence of obstructive drainage (p=0.000) and the existence of containers (p=0.000). The public behaviors which are associated with the existence ofmosquitoes larvae are attitude (p=0.001) and the actions of people (p=0.000).
In conclusion, the environmental factors which are related to the existence of mosquitoes larvae are air humidity, the existence of obstructive drainage and the existence of containers. The public behaviors which are associated with the existence of mosquitoes larvae are attitude and the actions of people.
It is suggested that the people should participate more in the prevention of DHF disease by removing the nests of mosquitoes, and the Public Health Departement should put more attention to the environmental factors which are associated with the existence of mosquitoes larvae.
Keywords : Environmentalf actors, public behaviors, the existence of mosquitoes larvae.
PENDAHULUAN
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menimbulkan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia clan sering menimbulkan suatu kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular penyakit DBD yang penting adalah Aedes aegypti.
Keberadaan jentik Aedes aegypti di suatu daerah merupakan indikator terdapatnya populasi nyamukAe-des aegypti di daerah tersebut.Penanggulangan penyakit DBD mengalami masalah yang cukup kompleks, karena penyakit ini belum ditemukan obatnya. Cara paling baik untuk mencegah penyakit ini adalah dengan pemberantasan jentik nyamuk penulamya atau dikenal dengan istilahPemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) (Depkes RI.,1996)
. Tempat potensial untuk perindukan nyamukAedes aegypti adalah Tempat Penampungan Air (TPA) atau kontainer yang digunakan sehari-hari, yaitu drum, bak mandi, bakWC, gentong, ember clan lain-lain, TPAyang bukan untuk keperluan sehari-hari seperti vas bunga, ban bekas, botol bekas, tempat minum burung, tempat sampah clan lain-lain, serta TPA alamiah yaitu lubang pohon, daun pisang, pelepah daun keladi, lubang batu dan lain-lain (Soegijanto1 2004). Saluran air hujan yang tidak lancar di sekitar rumah juga merupakan tempat
perkembangbiakan yang baik (Depkes RI., 1992)
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, pada tahun 2008 kasus DBD di wilayah kerja puskesmas Kuta Utara paling tinggi dibandingkan dengan wilayah kerja puskesmas lain di Kabupaten Badung. Selama tiga tahun terakhir kasus DBD di puskesmas Kuta Utara terns mengalarni peningkatan. Tahun 2006 jumlah kasus sebanyak 186 orang, tahun 2007 jumlah kasus sebanyak 235 orang dan tahun 2008 jumlah kasus sebanyak 319 orang (Puskesmas Kuta Utara., 2009).
Keberadaan jentik yang digambarkan dengan angka bebas jentik pada tahun 2008 pada masing-masing desa/kelurahan di wilayah kerja puskesmas Kuta Utara masih dibawah 95%. Dengan angka bebas jentik lebih atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi (Antonius, 2005).
Diduga tingginya angka kejadian ini disebabkan masih banyaknya tempat perindukan nyamuk yang berupa bak mandi, ember, gentong, TPA yang bukan untuk keperluan sehari-hari misalnya vas bunga, ban bekas, botol bekas, tempat sampah, tempat minum burung clan lain-lain, serta TPA alarniah yaitu lubang pohon, pelepah daun keladi, lubang batu clan lain-lain. Unsur perilaku masyarakat yang berhubungan dengan pengetahuan, sikap maupun tindakan yang diwujudkan dalam kegiatan menutup, menguras clan
mengubur (3M) , masih belum teridentifikasi apakah kesemuanya berhubungan dengan keberadaan jentik nyamuk penular DBD. Pak.tor mobilitas penduduk, banyaknya pemukiman baru yang padat penduduk maupun perilaku masyarakat yang berhubungan dengan PSN juga berpotensi menimbulkan tingginya kejadian DBD di tempat tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui variabel lingkungan dan variabel perilaku masyarakat yang berhubungan dengan keberadaan jentik nyamuk penular DBD di wilayah kerja Puskesmas Kuta Utara.
METODOLOGI PENELITIAN
Rancangan penelitian ini termasuk observasion-al dengan jenis penelitian cross sectional. Lokasi penelitian ini adalah di wilayah kerja Puskesmas Kuta Utara, Kabupaten Badung dengan waktu penelitian mulai bulan Maret 2010 sampai dengan Mei 2010. Sumber data berupa data primer berupa wawancara yang ditujukan kepada responden dengan panduan kuesioner meliputi kepadatan penghuni, mobilitas penduduk, pengetahuan, sikap dan tindakan yang berhubungan dengan DBDi observasi dilakukan menggunakan format observasi mengenai keberadaan saluran air hujan yang kurang lancar, keberadaan kontainer dan keberadaan jentiki dan pengukuran menggunakan termometer dan hygrometer untuk mengukur suhu dan kelembaban udara. Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Propinsi Bali, Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, Puskesmas Kuta Utara dan Kantor Kecamatan Kuta Utara. Data sekunder meliputi data geografi, demografi, dan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD).
Variabel bebas penelitian adalah variabel faktor lingkungan meliputi : suhu udara, kelembaban udara, keberadaan saluran air hujan yang kurang lancar, keberadaan kontainer, kepadatan penduduk dan mobilitas penduduk serta variabel perilaku masyarakat yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Variabel terikat penelitian adalah keberadaan jentik nyamuk penular DBD.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua kepala keluarga yang tinggal dan menetap di wilayah kerja Puskesmas Kuta Utara berjurnlah 14.496 kepala keluarga. Besar sampel diambil dengan menggunakan rumus untuk populasi penelitian yang diketahui (Zai-nudin, 1999) didapatkan sebesar 95 KK. Sampel didistribusikan pada 50% dari jurnlah desa/kelurahan di wilayah kerja puskesmas Kuta Utara secara proporsional dengan rincian Kelurahan Kerobokan Kaja 31 KK, Desa Dalung 42 KK dan Desa Tibubeneng 22 KK. Instrumen penelitian adalah kuesioner yang digunakan untuk mendapatkan data-data berupa karakteristik maupun kondisi responden. Untuk kegiatan observasi disediakan lembar observasi terhadap semua variabel
yang diteliti. Instrumen lain adalah termometer untuk mengukur suhu udara, higrometer untuk mengukur kelembaban udara, dan senter untuk melihat adanya jentik nyamuk.
Data yang didapat berdasarkan hasil wawancara, observasi maupun pengukuran kemudian dianalisis dengan cara analisis deskriptif dan analisis analitik dengan uji statistik Chi Square untuk mengetahui hubungan antara variabel faktor lingkungan dan variabel perilaku masyarakat dengan keberadaan jentik nyamuk penular DBD.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji statistik hubungan antara variabel bebas dengan keberadaan jentik nyamuk penular DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Utara dapat disajikan pada Tabel 1.
SuhuUdara
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan tidak ada hubungan antara suhu udara dengan keberadaan jentik nyamuk penular DBD. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Ririh dan Anny (2005) yang menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara suhu udara dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Wonokusumo.
Nyamuk Aedes aegypti dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi metabolismenya turun atau bahkan terhenti bila suhu turun sampai di bawah suhu kritis. Pada suhu yang lebih tinggi dari 35°C dapat memperlambat proses fisiologis, rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25° C - 27°C, pertumbuhan nyamuk ini akan terhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10°C atau lebih dari 40° C (Sugito, 1989). Umumnya nyamuk akan meletakkan telumya pada temperatur udara sekitar 20° - 30°C. Toleransi terhadap suhu tergantung pada spesies nyamuk (Iskandar, 1985).
Tidak adanya hubungan antara suhu udara dengan keberadaan jentiknyamuk penular DBD yang diperoleh dari hasil penelitian ini disebabkan karena suhu udara tidak berhubungan langsung dengan jentik, atau dapat dikatakan suhu udara berhubungan langsung dengan pertumbuhan nyamuk bukan dengan jentiknya.
Walaupun hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara suhu udara dengan keberadaan jentik nyamuk penular DBD di wilayah kerja Puskesmas Kuta Utara, masyarakat harus tetap waspada terhadap penyakit DBD, karena dalam suhu udara yang baik (20°C - 30°C) nyamuk Aedes akan meletakkan telumya, dan kemudian akan menetas di tempat yang ada a⅛ya. Sehin^a masyarakat harus selalu berusaha untuk meniadakan air yang tergenang yang memungkinkan menjadi tempat perkembangan jentik nyamuk Aedes.
Tabel 1 Hubungan antara Variabel Bebas dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Penular DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Utara
No |
Variabel |
X2 |
p |
Fisher's Exact |
Kesimpulan |
1 |
Suhu udara |
0,370 |
Tidak ada hubungan | ||
2 |
Kelembaban udara |
13,485 |
0,000 |
- |
Ada hubungan |
3 |
Kepadatan penduduk |
0,730 |
Tidak ada hubungan | ||
4 |
Mobilitas penduduk |
0,384 |
Tidak ada hubungan | ||
5 |
Keberadaan saluran air hujan yang kurang lancar |
34,899 |
0,000 |
Ada hubungan | |
6 |
Keberadaan kon-tainer |
0,000 |
Ada hubungan | ||
7 |
Pengetahuan |
- |
0,434 |
Tidak ada hubungan | |
8 |
Sikap |
11,780 |
0,001 |
* |
Ada hubungan |
9 |
Tindakan |
38,888 |
0,000 |
- |
Ada hubungan |
Kelembaban Udara
Tabel 1 menunjukkan acla hubungan antara kelembaban uclara clengan keberaclaan jentik nyamuk penular DBD. Hasil penelitian ini diclukung oleh penelitian Ririh clan Anny (2005) yang menunjukkan bahwa acla hubungan yang bermakna antara kelembaban uclara clengan keberaclaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Wonokusumo.
Selain suhu uclara, kelembaban uclara juga merupakan salah satu konclisi lingkungan yang clapat mempengaruhi perkembangan jentik nyamuk Aedes aegypti. Menurut Mardihusoclo ( 1988), kelembaban uclara yang berkisar antara 70 persen sampai clengan 80 persen merupakan kelembaban yang optimal untuk proses embriosasi clan ketahanan hiclup embrio nyamuk.
Hasil uji statistik yang menunjukkan aclanya hubungan antara kelembaban uclara clengan keberaclaan jentik di wilayah kerja Puskesmas Kuta Utara harus menjadikan masyarakat waspacla terhaclap aclanya tempat penampungan air (TPA) atau kontainer yang bisa menjadi tempat berkembangnya jentik nyamuk Aedes agar selalu clibersihkan. Sehingga walaupun kelembaban uclaranya menclukung tetapi kalau ticlak acla ternpat perinclukannya, nyamuk Aedes ticlak clapat berkembang.
Kepadatan Penduduk
Berclasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa ticlak acla hubungan antara kepaclatan penclucluk clengan ke-beraclaan jentik mungkin disebabkan karena kepaclatan penclucluk berhubungan langsung clengan penularan oleh nyamuk clewasa bukan clengan jentiknya. Selain itu kalau perilaku masyarakat clalam pencegahan penyakit DBD terutama mencegah berkembangnya jentik lebih clapat menghambat penularan nyamuk Aedes aegypti. Atau bisa juga clikatakan, walaupun tinggal di daerah yang paclat penclucluknya kalau perilaku pencegahan
penyakit baik seperti pemberantasan sarang nyamuk, clan menghinclari gigitan nyamuk clewasa akan menghambat penularan nyamuk penular DBD. Hal ini diclukung oleh penelitian Fathi et al.(2005) yang menunjukkan bahwa kepaclatan penclucluk ticlak berperan clalam terjaclinya kejadian luar biasa penyakit DBD di Kota Mataram.
Walaupun uji statistik menunjukkan ticlak acla hubungan antara kepaclatan penclucluk clengan kebera-claan jentik nyamuk penular DBD di wilayah kerja Puskesmas Kuta Utara, tetapi karena sebagian besar wilayahnya merupakan claerah pemukiman yang paclat penclucluknya masyarakat harus waspacla, karena di claerah yang paclat penclucluknya resiko penularan penyakit DBD oleh nyamukAedes lebih muclah terjadi, sehingga diperlukan usaha-usaha pencegahan penyakit DBD.
Mobilitas Penduduk
Dari Tabel 1 tampak bahwa ticlak acla hubungan antara mobilitas penclucluk clengan keberaclaan jentik nyamuk penular DBD.
Ticlak aclanya hubungan antara mobilitas penclucluk clengan keberaclaan jentik disebabkan juga karena mobilitas ticlak berhubungan langsung clengan jentik nyamuk penular DBD, tetapi clengan nyamuk cle-wasanya. Apabila perilaku pencegahan masyarakat clalam hal ini pencegahan berkembangnya jentik clengan pemberantasan sarang nyamuk sehingga ticlak sempat berkembang menjadi nyamuk clewasa clan juga perilaku menghinclari gigitan nyamuk clewasa akan lebih mengurangi penularan penyakit DBD, walaupun mobilitasnya tinggi. Hal ini juga diclukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Fathi et al. (2005) yang menunjukkan bahwa mobilitas penducluk ticlak ikut berperan clalam terjadinya kejadian luar biasa penyakit DBD di Kota Matararn.
Walaupun uji statistik menunjukkan ticlak ada hubungan antara mobilitas pencluduk dengan keberaclaan jentik nyamuk penular DBD di wilayah kerja Puskesmas Kuta Utara, tetapi karena di wilayah tersebut banyak pemukiman baru yang penclucluknya berasal clari berbagai claerah, maka resiko kemungkinan penularan DBD meningkat, sehingga usaha pencegahan penularan penyakit harus selalu cliperhatikan baik berupa pemberantasan sarang nyamuk ataupun mencegah gigitan nyamuk.
Keberadaan Saluran Air hujan yang Kurang Lancar
Tabel 1 menunjukkan ada hubungan antara ke-beraclaan saluran air hujan clengan keberaclaan jentik nyamuk penular DBD. Hal ini diclukung oleh penelitian yang dilakukan Arman (2005) dimana diperoleh hubungan antara keberaclaan saluran air hujan clengan enclemisitas DBD, dan juga oleh Suyasa (2008) dimana terclapat hubungan antara keberaclaan saluran air hujan
dengan keberadaan vektor DBD.
Perubahan musim dari kemarau ke penghujan menjadi titik rawan ledakan kasus demam berdarah, apalagi didukung oleh keberadaan saluran air hujan yang dapat menampung genangan air. Kegiatan gotong royong untuk membersihkan lingkungan terutama saluran got menjadi mutlak dilakukan. Upaya ini dapat menekan populasi nyamuk DBD pada saat musim puncak, sehingga wabah atau kejadian luar biasa penyakit dapat dihindari.
Keberadaan Kontainer
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa ada hubungan antara keberadaan kontainer dengan keberadaan jentik nyamuk penular DBD. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Soegijanto ( 2004) yang menyebutkan bahwa telur, larva, clan pupa nyamuk Aedes aegypti tumbuh clan berkembang di dalam air. Genangan yang disukai sebagai tempat perindukan nyamuk ini berupa genangan air yang tertampung di suatu wadah yang biasa disebut kon-tainer atau TPA, bukan genangan air di tanah.
Hasil penelitian ini didukung juga oleh hasil penelitian Ririh dan Anny ( 2005) yang menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara jenis kontainer dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Wonokusumo. Menurut penelitian yang dilakukan Fathi et al. (2005) didapatkan kesimpulan bahwa faktor lingkungan berupa keberadaan kontainer air, baik yang berada di dalam maupun di luar rumah menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penyakit Demam Berdarah Dengue, merupakan faktor yang sangat berperan terhadap penularan ataupun terjadinya Kejadian Luar Biasa penyakit Demam Berdarah Dengue di Kata Mataram. Hasil penelitian Suyasa (2008) juga memberikan kesimpulan yang senada yaitu ada hubungan antara keberadaan kontainer dengan vektor DBD di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Selatan.
Kegiatan PSN dengan menguras clan menyikat TPA seperti bak mandi/WC, drum serninggu sekali, menutuprapat-rapatTPAseperti gentong air/tempayan, mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan serta mengganti air vas bunga, tempat minum burung seminggu sekali merupakan upaya untuk melakukan PSN-DBD. Masyarakat diharapkan rutin melakukan kegiatan tersebut clan pihak pemerintah melakukan pemeriksaan jentik berkala, sehingga pencegahan clan pemberantasan penyakit DBD dapat berjalan dengan baik.
Pengetahuan
Dari Tabel 1 tampak bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan respoden dengan keberadaan jentik nyamuk penular DBD. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Suyasa (2008) yang menunjukkan tidak
ada hubungan antara tingkat pengetahuan responden dengan keberadaan vektor DBD di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Selatan.
Dengan pengetahuan yang baik tidak berarti dapat memprediksi tindakan yang dilakukan, ketika pengetahuan seseorang baik/positif tindakan yang diambilnya negatif, begitu sebaliknya. Dalam hal penanggulangan DBD ketika ditanyakan pengetahuannya tentangPSNsangatpositifatau mendukung, tetapi tindakannya tidak sesuai dengan pengetahuan yang dirniliki. Hal ini bisa dilihat masih adanya tindakan masyarakat yang jarang melakukan kegiatan gotong royong untuk membersihkan lingkungan maupun riol/got yang ada di sekitar rumah.
Untuk membina peran serta masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kuta Utara perlu dilakukan penyuluhan clan motivasi yang intensifmelalui berbagai jalur komunikasi clan informasi kepada masyarakat, seperti melalui televisi, radio clan media massa lainnya, kerja bakti clan lomba PSN-DBD di kelurahan/desa, sekolah atau tempat-tempat umum lainnya. Apabila kegiatan PSN-DBD ini dapat dilaksanakan dengan intensif, maka populasi nyamuk Aedes aegypti dapat dikendalikan sehingga penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.
Sikap
Tabel 1 menunjukkan ada hubungan antara sikap responden dengan keberadaan jentik nyamuk penular DBD. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Thur-stone et al. ( 1928) dalam Azwar ( 2003) bahwa sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau mernihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak ( unfavourable) pada obyek tersebut. Pendapat senada juga dikemukakan oleh La Pierre ( 1934) dalam Azwar (2003) yang menyatakan bahwa sikap adalah suatu pola perilaku atau tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial. Secara sederhana, sikap dapat dikatakan adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisi-kan. Hasil penelitian Fathi et al. ( 2005) menyimpulkan bahwa semakin kurang baik sikap seseorang atau masyarakat terhadap penanggulangan clan pencegahan penyakit DBD maka akan semakin besar kemungkinan timbulnya kejadian luar biasa penyakit DBD.
Sikap responden yang baik terhadap upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang berupa gerakan 3 M clan abatisasi perlu diikuti dengan tindakan yang nyata. Sikap yang mau ikut aktif terlibat langsung dalam upaya pemberantasan sarang nyamuk ditengah kesibukan mereka akan sangat berpengaruh dalam tindakan mereka dalam upaya penanggulangan clan pencegahan penyakit DBD.
Tindakan
Dari tabel 1 tampak bahwa ada hubungan antara tindakan responden dengan keberadaan jentik nyamuk penular DBD. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Suroso (2003), yang menyatakan bahwa cara yang tepat dalam pemberantasan penyakit DBD adalah dengan melaksanakan PSN, juga didukung oleh hasil penelitian Sumekar (2007) yang menyebutkan adanya hubungan antara pelaksanaan PSN dengan keberadan jentik.
Mengingat vaksin untuk mencegah penyakit DBD hingga saat ini belum tersedia, maka upaya pemberantasan penyakit DBD harus dititikberatkan pada pemberantasan sarang nyamuk penulamya (Aedes aegypti), di samping kewaspadaan dini terhadap kasus DBD untuk membatasi angka kesakitan dan kematian. Walaupun penyemprotan dengan menggunakan insektisida dilakukan tetapi bila jentik nyamuk masih dibiarkan hidup, maka akan tumbuh nyamuk baru yang selanjutnya dapat menularkan penyakit DBD. Untuk itu masyarakat Kuta Utara perlu untuk berperan aktif dengan melakukan tindakan pemberantasan sarang nyamukdirumahdanlingkungansekitarmasing-masing sebagai upaya pencegahan berkembangnya jentik menjadi nyamuk dewasa sehingga populasi nyamukAe-des aegypti berkurang dengan demikian resiko penularan penyakit DBD juga berkurang.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
-
1. Variabel lingkungan di wilayah kerja Puskesmas Kuta Utara yang mempunyai hubungan dengan keberadaan jentik nyamuk penular DBD adalah kelembaban udara, keberadaan saluran air hujan yang kurang lancar, dan keberadaan konteiner.
-
2. Variabel perilaku masyarakat yang mempunyai hubungan dengan keberadaan jentik nyamuk penular DBD adalah sikap dan tindakan responden dalam pencegahan dan penanggulangan DBD.
Saran
-
1. Untuk masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kuta Utara : diharapkan lebih berperan aktif dalam pemberantasan penyakit DBD melalui upaya pemberantasan sarang nyamuk DBD (PSN-DBD) yaitu bersikap proaktif dan melakukan tindakan 3M.
-
2. Untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Badung :
-
a. Perlu dilakukan pengawasan terhadap faktor lingkungan yang berhubungan dengankeberadaan jentik nyamuk penular DBD di wilayah kerja Puskesmas Kuta Utara seperti keberadaan saluran air hujan yang kurang lancar dan keberadaan kon-tainer di sekitar rumah dengan lebih mengaktifkan pengamatan jentik berkala.
-
b. Penyuluhan dan penyampaian informasi yang intensif tentang pencegahan penanggulangan penyakit DBD melalui media massa, sekolah, kader PKK atau kelompok masyarakat lainnya.
DAFTARPUSTAKA
Antonius, W.K. 2005. Kebijakan Pemberantasan Wabah Penyakit Menular, Kasus Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue (KLB DBD). Available from: http:/ www.theindonesianinstitute.com, 1Juni 2005.
Arman, E.P. 2005. Faktor Lingkungan clan Perilaku Kesehatan yang Berhubungan dengan Endemisitas Demam Berdarah Dengue. Surabaya.
Azwar, S. 2003. Sikap Manusia : Teori clan Pengukurannya. Edisi Kedua. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Depkes RI. 1992. Petunjuk Teknis Pengamatan Penyakit Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Ditjen PPM clan PL.
Depkes RI. 1996. Modul LatihanKaderDalamPemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Ditjen PPM clan PL.
Dinas Kesehatan Kabupaten Badung. 2009. Laporan Tahunan Tahun 2008. Badung.
Fathi, Soedjajadi K., clan Chatarina U.W 2005. Peran Faktor Lingkungan clan Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram. Jurnal Kesehatan Lingkungan 2 (1) : 1-10.
Iskandar,A. 1985.Pemberantasan Seranggaclan BinatangPeng-ganggu. Jakarta. Pusdiknakes.
Mardihusodo, SJ. 1988.PengaruhPerubahanLingkungan Fisik Terhadap Penetasan TelurNyamukAedes aegypti. Berita Kedokteran Masyarakat IV: 6.
Puskesmas Kuta Utara. 2009. Profil UPT Puskesmas Kuta Utara Tahun 2009.
Ririh, Y, clan Anny, V. 2005. Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer clan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan I (2) : 170 - 182.
Soegijanto. 2004. Demam Berdarah Dengue. Surabaya. Airlangga University Press.
Sugito, R. 1989.AspekEntomologi DemamBerdarahDengue. Laporan SernilokaPreceding Seminar andWorhshop The Aspects ofDengue Hemorrhagic Fever and Control.
Sumekar, D.W 2007. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan KeberadaanJentikNyamuk. SeminarHasilPenelitianclan Pengabdian kepada Masyarakat, Unila. Available from : http://lemlit.ac.id
Suroso, T. 2003. Strategi BaruPerkembanganPenanggulangan DBD di Indonesia.Jakarta : Ditjen PPM clan PPL.
Suyasa, I.N.G. 2008. "Hubungan Faktor Lingkungan clan Perilaku Masyarakat Dengan Keberadaan Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Selatan" (tesis). Denpasar. Universitas Udayana.
Zainudin, M. 1999. MetodologiPenelitian. Surabaya. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
97
Discussion and feedback