ECOTROPHIC 8 (1) : 71 - 78

ISSN : 1907-5626

REVITALISASI TPA PEH KABUPATEN JEMBRANA

SEBAGAI TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU

Angelina Puspita Sandy1 , I Wayan Redi Aryanta2, dan I Wayan Suarna3

  • 1)    Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Lingkungan, Universitas Udayana.

  • 2)    Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.

  • 3)    Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

Email : [email protected]

ABSTRACT

Waste management in Jembrana District, had been handled by the Environmental Sanitation Department, which in 2012 the amount of garbage in Jembrana District it’s about 684.80 m3. The amount of garbage was large and continues to grow up every day, thus feared that TPA Peh will overload. This problem encourages the needed for Integrated Waste Sites Planning in TPA Peh, where it will accept the loads of Jembrana garbage. The Integrated Waste Site Planning in TPA Peh requires some studies, such as study of the technical aspects, financial aspects and environmental aspects.

Based on technical analysis it was known that the garbage of Jembrana district in TPA Peh amounted to 150.56 m3/day. Recovery factor value was 80.33% with 19.87% residue. If this large amount of garbage is not processed, then TPA Peh predicted will be overloud in November 2015. By Integrated Waste Site Planning which is only the residue that wasted on landfill, then it could be extended the lifespan of the landfill until 9 (nine) years and 3 (three) month. Required area in the application of Integrated Waste Site Planning in TPA Peh is 13.701 m2. The total cost of investment in the implementation of the Integrated Waste Site in TPA Peh is Rp. 12.331.282.000.00. Total operational cost is Rp. 5.811.760.000, while the revenue potential of recycling such as composting and stalls selling stuff in 2022 is Rp. 18.390.154.291.56. Net Present Value (NPV) obtained positive value of Rp. 13.933.193.788 with a value of IRR is 45,23% and B / C ratio is 1,159. Environmental analysis on TPA Peh Jembrana by analysis of well water quality around the landfill, is known that most of the physical and chemical parameters are still under the quality standard. Biological parameters are still above the water quality standards based on Permenkes No. 416.Menkes/Per/IX/1990. From the analysis of landfill leachate water quality parameters known for Total Suspended Solids (TSS), Ammonium-free, BOD, COD and biological parameters are still higher then the effluent quality standards compared to Bali Governor Regulation No. 8 of 2007 on Environmental Quality Standards and Criteria Standard Environmental Damage.

Key word : Technical, Financial and Environmental Analysis, Landfill, Integrated Waste Treatment Site.

  • 1.    PENDAHULUAN

Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat (Menteri Hukum dan HAM, 2008). Pemerintah Kabupaten Jembrana dalam mengelola sampah masih dengan cara sederhana yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Pengelolaan sampah di Kabupaten Jembrana, selama ini telah ditangani oleh Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan (KLHP). Berdasarkan data dari KLHKP tahun 2012 bahwa timbulan sampah di Kabupaten Jembrana sekitar 684.80 m3 (KLHKP. 2012). TPA Peh di Kabupaten Jembrana memiliki luas lahan 1 ha dan sampai saat ini ketinggian sampah di TPA Peh mencapai 10 meter. TPA Peh sampai saat ini menggunakan sitem Open Dumping. Jika melihat timbulan sampah sebesar 684.80 m3, dan volume sampah yang setiap harinya terus bertambah, dikhawatirkan akan terjadi overload dan muncul

dampak sosial yang baru. Permasalahan inilah yang mendorong diperlukannya perencanaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di TPA Peh yang akan menerima beban penanganan sampah Kabupaten Jembrana. Diharapkan dengan adanya TPST dapat menghemat lahan landfill dan memperpanjang umur pakai TPA, membuka lapangan kerja baru, serta memberikan nilai tambah ekonomi dan nilai guna terhadap sampah dari proses daur ulang. Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :

  • 1.    Mendapatkan Perencanaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dalam Revitalisasi TPA Peh Kabupaten Jembrana dari aspek teknis sehingga dapat memperpanjang umur pakai TPA.

  • 2.    Mengkaji kebutuhan biaya investasi, biaya operasional dan pemeliharaan serta penerimaan daur ulang sampah dalam Perencanaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dalam Revitalisasi TPA Peh Kabupaten Jembrana.

  • 3.    Mengkaji aspek lingkungan di TPA Peh Kabupaten Jembrana, sehingga diketahui kualitas air tanah di sekitar TPA.

  • 2.    METODE PENELITIAN

    • 2.1    Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama 3 (tiga) bulan yaitu bulan Juli sampai dengan September 2013 di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kabupaten Jembrana yang terdapat di Dusun Peh, Desa Kaliakah.

  • 2.2    Prosedur Penelitian

  • 1.    Data timbulan sampah diperoleh dengan melakukan pengukuran (pencatatan) secara langsung terhadap jumlah sampah yang masuk ke TPA Peh Kabupaten Jembrana, yaitu berdasarkan ritasi kendaraan pengangkut sampah yang berjumlah 13 unit dan pencatatan ini dilakukan setiap hari berturut-turut selama 1 (satu) minggu (7 hari).

  • 2.    Data komposisi sampah di dapat dari sampel sampah diperoleh dari sampling 2 buah truck pengangkut sampah yang masuk ke TPA, dari setiap truck tersebut akan diambil sampel sebanyak 100 kg timbulan sampah.

  • 3.    Data densitas sampah dilakukan dengan sampling terhadap 1 buah arm roll dan 1 buah dump truck, kedua sampel ditimbang di jembatan timbang milik PT. INDOHAMA FISH (Badan Standarisasi Nasional, 1995).

  • 4.    Data kualitas air tanah diperoleh dari pengambilan sampel air sumur untuk 3 (tiga) titik pengambilan sampel menggunakan 3 buah botol plastik ukuran 1 liter. Pengambilan sampel air untuk keperluan pemeriksaan bakteri, digunakan botol steril berukuran 250 ml (Husin, 1992). Sampel air sumur dari sumur pantau TPA dan sumur penduduk yang bermukim di sekitar TPA (jarak 200 m – 300 m dari TPA) (Kurniawan, 2006).

  • 2.3    Analisis Data

Analisis dilakukan untuk mencari jawaban dari permasalahan yang ada meliputi kajian terhadap aspek teknis, aspek finansial dan aspek lingkungan. Analisis teknis yang dilakukan adalah analisis proyeksi jumlah penduduk, analisis proyeksi timbulan sampah, analisis potensi ekonomi dan potensi reduksi dari sistem pengolahan terpadu, analisis Mass Balance, analisis kebutuhan sarana dan prasarana pada TPST (Permana, 2010). Analisis biaya yang dilakukan dalam analisis keuangan untuk perencanaan TPST adalah biaya investasi, biaya operasi dan pemeliharaan, dan potensimanfaat atau keuntungan (Kamali, 2002). Analisis aspek lingkungan khususnya kualitas air tanah dilakukan dengan uji laboratorium kualitas air pada instansi pemerintah yang berwenang dan kemudian hasil uji dibandingkan dengan standar baku kualitas air yang diijinkan sesuai Peraturan Gubernur Bali No. 8 Tahun 2007 (Gubernur Bali. 2007).

  • 3.    HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 3.1    Analisis Aspek Teknis

Proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Jembrana dilakukan sampai 10 tahun kedepan atau sampai tahun 2022. Proyeksi penduduk dengan menggunakan metode geometrik didapatkan jumlah penduduk tahun 2022 adalah 346.844 jiwa. Mengacu pada target National Action Plan bahwa tingkat pelayanan sampah pada tahun 2015 tercapai pelayanan sampah sebesar 70 %, peningkatan target pelayanan akan dilakukan secara bertahap pertahun dan di akhir perencanaan ditargetkan tingkat pelayanan mencapai 90%. Untuk perhitungan proyeksi sampah yang masuk ke TPA, disajikan pada Tabel 1.

Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan diperoleh rata-rata komposisi sampah basah (sisa makanan dan daun daunan) dengan persentase terbesar sebesar 69,94%, sampah plastik 14,97%,

Tabel 1. Proyeksi Volume Sampah yang diangkut ke TPA.

Sampah yang teramgkut ke TPA

Tahun

Jumlah Penduduk

Volume Sampah (m3/thn)

Target Pelayanan (%)

Volume (m3/thn)

Berat (ton/thn)

2013

285.422

286.491,97

27,95

80.074,51

23.340,92

2014

291.670

292.764,03

48,98

143.381,18

41.794,18

2015

298.056

299.173,40

70,00

209.421,38

61.044,24

2016

304.581

305.723,09

72,86

222.741,11

64.926,81

2017

311.249

312.416,17

75,71

236.543,67

68.950,11

2018

318.063

319.255,78

78,57

250.843,82

73.118,47

2019

325.026

326.245,12

81,43

265.656,74

77.436,28

2020

332.142

333.387,48

84,29

280.998,02

81.908,11

2021

339.413

340.686,21

87,14

296.883,69

86.538,63

2022

346.844

348.144,72

90,00

313.330,25

91.332,63

sampah kertas 7,92%, sampah kayu, kaca, logam/ aluminium, karet dan kain sebesar 5,40 % sisanya berupa sampah lain-lain (tercampur) sebanyak 1,77 % (Gambar 1). Besarnya komposisi sampah basah mengindikasikan besarnya peluang pengolahan sampah dengan cara komposting. Komposisi sampah plastik yang cukup besar dapat menjadi peluang pendapatan yaitu dengan cara penjualan barang lapak/bekas. Dari hasil komposisi ini dihitung potensi reduksi sampah yang ada pada TPA Peh Kabupaten Jembrana. Berdasarkan hasil perhitungan potensi reduksi sampah (recovery factor) sampah basah yang masuk di TPA yang dapat dijadikan kompos adalah sebesar 40,74 ton (91,09 %). Potensi terbesar kedua dari volume sampah terbesar adalah jenis sampah plastik sebesar 7,48 ton (78,10 %), sedangkan jenis sampah kertas sebesar 2,16 ton (42,59 %). Komposisi sampah logam yang masuk di TPA sangat kecil yaitu sebesar 0,73 ton, namun jenis sampah logam mempunyai nilai recovery factor 100%. Kecilnya volume sampah logam di TPA disebabkan sampah logam tersebut sebelum masuk ke TPA sudah diambil oleh para pemulung yang ada di sumber sampah dan TPS. Jenis sampah gelas/kaca dan karet/kulit mempunyai nilai recovery factor dibawah 25 %. Analisis mass balance, dilakukan berdasarkan alternatif yang dibuat untuk mengatasi jumlah timbulan sampah yang masuk ke TPA Peh Kabupaten Jembrana. Alternatif yang direncanakan

Gambar 1. Komposisi sampah.

adalah dengan menggunakan metoda Komposting dan daur ulang sampah kering. Dengan komposting dan daur ulang sampah kering didapatkan potensi reduksi mencapai 80,22 % dari total timbulan sampah yang masuk ke TPA, sedangkan selebihnya 19,78 % merupakan residu yang masuk lahan penimbunan.

Dengan potensi reduksi dapat diproyeksikan potensi reduksi yang berpengaruh pada timbunan sampah setiap tahun di TPA Peh Kabupaten Jembrana. Proyeksi potensi reduksi dan potensi residu yang dibuang/harus ditimbun di TPA disajikan pada Tabel 2. Proyeksi komposisi masing-masing jenis sampah yang masih bisa didaur ulang dan harus dikelola setiap hari diperhitungkan setiap meter kubik sampah yang terpilah.

Dalam perencanaan TPST di TPA Peh Kabupaten Jembrana, proses pengelolaan sampah di TPST diawali dari pengangkutan sampah dari sumber sampah / TPS ke TPA, setelah melewati jembatan timbang, sampah diletakkan di area penerima sampah, selanjutnya dilakukan pemilahan sampah tahap pertama di tempat pemilahan dengan belt conveyor antara sampah kering dan residunya yang berupa sampah plastik, kertas, kaleng/besi/ alumunium, botol/kaca, kain dan karet/kulit. Sisa pemilahan yang berupa sampah basah langsung ditampung pada lahan penampungan sebagai bahan kompos. Selanjutnya dilakukan pengemasan untuk barang lapak dan pengomposan untuk sampah basah. Untuk sampah plastik yang terpilah dilakukan pemilahan tahap kedua, dimana dipisahkan berdasarkan jenis plastiknya (PETE, HDPE, PVC, LDPE, PP, dan PS). Residu yang dihasilkan selanjutnya dibuang ke landfill. Pengolahan sampah basah di TPST direncanakan dengan proses komposting. Metoda pengomposan yang direncanakan adalah dengan metoda open bin yaitu cara pengomposan yang dilakukan dengan menempatkan sampah dalam kotak permanen. Agar proses pengomposan berjalan optimal dan cepat, sampah basah, setelah dicacah dicampur dengan bioaktivator

Tabel 2. Hasil Proyeksi Potensi Reduksi Pada Timbulan Sampah di TPA Peh.

Tahun

Volume Sampah (m3/thn)

Target Pelayanan (%)

Berat (ton)

Potensi reduksi (ton)

Sisa/ residu (ton)

Sampah basah

Plastik

Kertas

Kaca/ Gelas

Karet/ kulit

Logam/ aluminium

2013

286.491,97

27,95

23.340,92

14.870,78

2.728,35

786,30

47,95

23,50

266,75

4.615,71

2014

292.764,03

48,98

41.794,18

26.627,58

4.885,37

1.407,95

85,85

42,08

477,65

8.264,87

2015

299.173,40

70,00

61.044,24

38.892,03

7.135,54

2.056,44

125,39

61,45

697,65

12.071,61

2016

305.723,09

72,86

64.926,81

41.365,66

7.589,37

2.187,24

133,37

65,36

742,02

12.839,39

2017

312.416,17

75,71

68.950,11

43.928,95

8.059,66

2.322,77

141,63

69,41

788,00

13.635,01

2018

319.255,78

78,57

73.118,47

46.584,66

8.546,91

2.463,19

150,20

73,61

835,64

14.459,31

2019

326.245,12

81,43

77.436,28

49.335,60

9.051,62

2.608,65

159,06

77,96

884,99

15.313,16

2020

333.387,48

84,29

81.908,11

52.184,65

9.574,34

2.759,30

168,25

82,46

936,09

16.197,48

2021

340.686,21

87,14

86.538,63

55.134,81

10.115,61

2.915,29

177,76

87,12

989,01

17.113,17

2022

348.144,72

90,00

91.332,63

58.189,13

10.675,98

3.076,79

187,61

91,95

1.043,80

18.061,19

(OrgaDec), kemudian ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan kelembaban. Pengomposan dengan menggunakan OrgaDec dapat dipercepat hingga 3 minggu (21 hari) untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposkan. Hasil pemilahan sampah kering (barang lapak) selanjutnya dilakukan proses pengemasan dan penyimpanan dan siap dijual ke bandar lapak atau pabrik yang menerima bahan hasil daur ulang sampah.

Bangunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu di TPA Peh Kabupaten Jembrana terbagi menjadi 4 (empat) komponen utama, yaitu :

  • 1.    Area penerimaan sampah

Area ini terletak dekat dengan lahan/bangunan pemilahan untuk memudahkan proses penurunan dan pengangkutan sampah.

  • 2.    Tempat pemilahan sampah

Tempat pemilahan ini adalah bangunan semi tertutup yang beratap. Bangunan pemilahan ini mendapatkan perhatian yang cukup besar mengingat pemilahan ini berguna untuk mendapatkan sebanyak mungkin sampah yang bisa dimanfaatkan kembali untuk proses lebih lanjut.

Tabel 3. Hasil Perhitungan Kebutuhan Lahan Bangunan Pengolahan Sampah

No

Komponen

Luas Lahan (m2)

1

Area penerimaan sampah

300

2

Tempat pemilahan sampah dengan konveyor

750

3

Tempat memilah sampah plastik terpilah

90

4

Tempat menyimpan sampah daur ulang

168

5

Tempat penampungan sampah basah dan alat pencacah

200

6

Lahan pengomposan

11.200

7

Lahan pematangan

390

8

Pengayakan dan pengemasan

160

9

Gudang penyimpanan kompos

150

10

Bak penampung lindi kompos

144

11

Toilet

16

Jumlah

13.568

  • 3.    Tempat pengemasan dan penyimpanan sampah kering

Bangunan pengemasan dan penyimpanan sampah kering adalah tempat pengemasan dan tempat sementara sampah kering yang telah dikemas atau didaur ulang yang nantinya akan dijual ke bandar lapak atau pabrik yang menerima bahan hasil daur ulang sampah.

  • 4.    Tempat pengolahan sampah basah (Pengomposan).

Prasarana lain yang merupakan komponen-komponen penunjang adalah area parkir kontainer, kantor administrasi, gudang peralatan dan toilet.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan memperhitungkan jumlah timbulan sampah pada tahun 2022 maka diperoleh dimensi lahan yang diperlukan dalam penerapan TPST (Tabel 3).

Total kebutuhan tenaga kerja untuk pengolahan sampah di TPST disajikan pada Tabel 4.

Dengan mengetahui daya tampung lahan TPA, dapat dihitung masa pakai dari area penimbunan ini tanpa ada reduksi atau upaya penanganan. Berdasarkan analisis teknis diketahui bahwa timbulan sampah di TPA Peh kabupaten Jembrana adalah sebesar 150,56 m3/hari. Nilai recovery factor sebesar 80,33% dengan residu 19,87%. Jika timbulan sampah yang sangat besar ini tidak diolah, maka TPA Peh diprediksi akan penuh pada bulan Nopember 2015. Dengan Perencanaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dimana yang terbuang pada TPA hanya residunya saja, maka dapat diperpanjang umur pakai TPA hingga 9 (sembilan) tahun 3 (tiga) kedepan. Dan area yang dibutuhkan dalam penerapan TPST di TPA Peh adalah seluas 13.701 m2.

  • 3.2    Analisis finansial/keuangan.

Biaya investasi untuk pembangunan/ pengadaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di TPA Peh Kabupaten Jembrana meliputi biaya konstruksi TPST yang akan diterapkan serta pengadaan peralatan. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh

Tabel 4. Total kebutuhan tenaga kerja di TPST.

No

Tenaga Kerja

Penerimaan

Pemilahan

Pengolahan

Penyimpanan

Total

1

Manajer Operasional

1

1

2

Manajer Teknik

1

1

3

Tenaga pengangkut di area penerimanaan

26

26

4

Tenaga pemilah di conveyor

96

96

5

Tenaga pemilah plastik tercampur

18

18

6

Tenaga pengemasan barang lapak

12

12

7

Tenaga pengomposan

84

26

110

8

Operator peralatan dan tenik

6

6

9

Operator dan pengawas penimbangan

1

2

1

4

10

Administrasi

1

1

1

3

11

Keamanan

3

3

Total 280

Rencana Anggaran Biaya untuk bangunan unit TPST sesuai dengan kebutuhan teknis sebesar Rp 10.820.282.000. Biaya perencanaan sebesar 2% dari kebutuhan biaya konstruksi sebesar Rp. 216.405.640,-. Biaya pembelian peralatan sebagai bagian biaya investasi untuk aktivitas TPST dihitung berdasarkan kebutuhan peralatan dari perhitungan teknis dan diperoleh anggaran sebesar Rp. 1.511.000.000.

Perhitungan-perhitungan yang masuk dalam analisis biaya operasional antara lain perhitungan biaya untuk bahan, biaya perlengkapan dan peralatan pendukung, biaya gaji pegawai, biaya pengelolaan gedung (rekening air, listrik) dan biaya bahan bakar. Pengeluaran untuk pembelian peralatan pendukung setiap tahun sebesar Rp 50.800.000. Gaji pegawai diperhitungkan dan dibayarkan per bulan untuk setiap pekerjaan. Pemberian gaji pekerja didasarkan pada UMR Provinsi Bali tahun 2014 sebesar Rp. 1.500.000,-. Untuk pekerjaan manajer dalam hal ini diperhitungkan gaji per bulan sebesar Rp 2.000.000,-sedangkan tenaga operator, pekerja pemilah, pengangkut dan sebagainya Rp 1.500.000,-/bulan. Berdasarkan perhitungan, pengeluaran yang harus dibayarkan untuk biaya gaji pegawai di TPST didapatkan nilai sebesar Rp. 5.262.500.000,-/tahun. Biaya bahan bakar dibutuhkan dalam operasional peralatan untuk pemilahan dan pengolahan sampah dimana semua peralatan menggunakan tenaga motor. Berdasarkan perhitungan, jumlah pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk biaya pemeliharaan peralatan dan biaya bahan bakar bensin, solar dan oli untuk masing-masing peralatan dan kendaraan pengangkut (armroll truck) sebesar Rp 498.460.000/tahun.

Potensi daur ulang sampah yang didapatkan dari analisis mass balance dijadikan sebagai dasar dalam menghitung pendapatan fasilitas TPST. Berdasarkan analisis mass balance yang dilakukan, jenis sampah yang mempunyai potensi reduksi antara lain sampah basah melalui proses komposting, sedangkan sampah kering yang bisa didaur ulang berupa sampah plastik, kertas, logam/aluminium, sampah kaca/gelas dan karet. Harga masing-masing komponen sampah yang masih dapat didaur ulang diperoleh dari penelitian dan wawancara. Wawancara dilakukan kepada bandar lapak, mandor kebersihan maupun dinas terkait. Dari hasil perhitungan potensi ekonomi sampah pada tahun 2022 pendapatan yang dihasilkan dari penjualan produk daur ulang mencapai Rp. 18.390.154.291,56. Net Present Value (NPV) yang didapatkan bernilai positif sebesar Rp. 13.933.193.788 dengan nilai IRR sebesar 45,23% dan B/C Ratio sebesar 1,159. Namun demikian, perhitungan pendapatan ini diperhitungkan dengan asumsi pemasaran produk daur ulang yang ada berjalan dengan lancar dan produk kompos terjual dengan baik. Oleh karena itu

perhitungan pendapatan masih belum memperhitungkan bagaimana kondisi pemasaran produk daur ulang sampah di Kabupaten Jembrana, dalam hal ini masih dibutuhkan kajian lebih lanjut dalam hal pemasaran produk daur ulang.

  • 3.3    Analisis aspek lingkungan

Sumur yang digunakan sebagai sampel adalah 2 sumur penduduk yang letaknya di sekitar TPA Peh, dan 1 sumur pantau TPA. Sumur penduduk terletak di luar rumah, terbuat dari bis (campuran semen dan pasir yang dicetak melingkar). Hasil pengujian air sumur yang diambil pada bulan Juli 2013 dibandingkan dengan baku mutu air bersih dapat dilihat pada Tabel 5.

Kedua sumur masyarakat jika dilihat berdasarkan parameter fisik, semua sudah memenuhi standar baku mutu, namun pada sumur pantau terdapat parameter warna yang melebihi standar baku mutu. Nilai zat padat terlarut yang cukup tinggi pada ketiga sumur dapat disebabkan karena adanya pengaruh rembesan air lindi sampah dari TPA Peh, dan juga dapat disebabkan aktivitas pertanian dan peternakan babi yang dimiliki warga. Kekeruhan air sumur pantau di lokasi TPA Peh dapat disebabkan oleh lapukan sampah yang ada di lokasi TPA. Menurut Slamet (1996) kekeruhan air dapat disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik bersifat anorganik maupun organik. Bakteri merupakan zat yang tersuspensi, sehingga pertambahannya akan menambah kekeruhan air, demikian juga alga yang berkembang biak karena adanya zat hara N, P dan K akan menambah kekeruhan air. Parameter Warna yang melebihi standar baku mutu pada sumur pantau TPA Peh dapat disebabkan oleh partikel-partikel penyebab kekeruhan seperti zat padat tersuspensi dan juga dapat disebabkan oleh penguraian zat organik akibat rembesan air lindi sampah, hal ini dapat diindikasikan juga dari hasil pemeriksaan zat organik (KMNO4) pada sumur pantau yang cukup tinggi. Selain itu juga warna dapat disebabkan oleh zat humus dimana lokasi sumur terletak di wilayah pertanian.

Tingginya zat organik (KMNO4) dapat disebabkan karena sumur pantau letaknya dekat (dalam radius 5 m) dengan aliran leachate sehingga sangat memungkinkan terjadi pencemaran oleh rembesan leachate TPA Peh. Tingginya konsentrasi klorida pada ketiga sumur bersumber dari air lindi sampah yang merupakan hasil dari dekomposisi sampah dari TPA Peh yang merembes masuk ke dalam akuifer air tanah dangkal. Konsentrasi klorida yang tinggi akan menyebabkan sangat korosif dan dapat menembus lapisan pelindung konstruksi besi baja serta dapat merusak alat-alat yang terbuat dari logam (Fardiaz, 1999).

Uji mikrobiologis yang dilakukan mencakup Coliform dan Fecal coli. Berdasarkan uji parameter

Tabel 5. Hasil Analisis Kualitas Air Sumur

No

Parameter

Satuan

Baku Mutu Air Bersih

Hasil Pemeriksaan

SM 0

SM I

SM II

1

FISIKA

Bau

-

Tidak berbau

Tidak berbau

Tidak berbau

Tidak berbau

2

Jumlah Zat padat terlarut

mg/L

1000

79

111

124

3

Kekeruhan

NTU

25

1,21

0,185

0,108

4

Rasa

-

Tidak berasa

Tidak berasa

Tidak berasa

Tidak berasa

5

Suhu

0C

suhu udara ± 30C

27,1

27,5

27

6

Warna

TCU

50

61

6

7

1

KIMIA

Arsen

mg/L

0,05

 0,01

 0,01

 0,01

2

Besi

mg/L

1

0,14

0,02

0,01

3

Fluorida

mg/L

1,5

0,01

0,01

0,01

4

Kesadahan (CaCO3)

mg/L

500

23,81

45,63

55,57

5

Khlorida (Cl)

mg/L

600

26,84

95,83

44,47

6

Mangan (Mn)

mg/L

0,5

 0,01

 0,01

 0,01

7

Nitrat (NO3-N)

mg/L

10

0,344

0,866

0,267

8

Nitrit (NO2-N)

mg/L

1

0,126

 0,01

 0,001

9

pH

6,5-9,0

7,25

6,55

6,32

10

Sianida

mg/L

0,1

 0,002

 0,002

 0,002

11

Sulfat

mg/L

400

3,789

4,998

4,074

12

Detergent

mg/L

0,5

 0,05

 0,05

 0,05

13

Zat Organik (KMnO4)

mg/L

10

18,33

2,53

2,53

1

MIKROBIOLOGIS

Coli form

Coli form/100 ml

50

240

240

34

2

Fecal coli

Fecal coli/100 ml

0

240

240

34

(Permenkes RI No.416/Menkes/Per/IX/19 ).


mikrobiologis kualitas air maka diketahui bahwa semua parameter dari sampel air sumur, baik sumur penduduk maupun sumur pantau TPA Peh, melebihi baku mutu yang ditetapkan. Hal ini dimungkinkan terjadi karena rembesan air lindi yang mengandung bakteri Coliform dan Fecal coli yang tinggi dan juga dikarenakan adanya rembesan dari Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) di area TPA Peh. Hasil pengujian limbah cair di TPA Peh (Juli 2013) dibandingkan dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 (Gubernur Bali.2007) tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup dapat dilihat pada Tabel 6.

Tingginya kadar TDS dan TSS pada air lindi sampah disebabkan disebabkan oleh akumulasi dari hasil dekomposisi sampah organik dan anorganik yang ditimbun di TPA Peh. TDS tersebut menunjukkan jumlah kepekatan padatan terlarut dalam suatu air lindi sampah yang tinggi. TSS disebabkan oleh padatan atau lumpur hasil dari sampah di TPA Peh sedangkan TDS disebabkan oleh bahan anorganik berupa ion-ion antara lain ; sodium, kalsium, magnesium, bikarbonat, sulfat, klorida, besi, kalium, karbonat, nitrat, fluorida, strontium, boron dan silika (Effendi, 2003). TSS memberi kontribusi untuk kekeruhan (turbidity) dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis pada perairan.

Tabel 6. Hasil Analisis Kualitas Air Lindi TPA Peh.

No

Parameter

Satuan

Baku Mutu Air Bersih

Hasil Pemeriksaan

FISIKA

1

Suhu

0C

35

28,3

2

Zat padat terlarut (TDS)

mg/L

2000

1250

3

Zat padat tersuspensi (TSS)

KIMIA

mg/L

50

190

1

pH

6-9

7,46

2

Besi

mg/L

5

0,33

3

Mangan (Mn)

mg/L

2

 0,01

4

Arsen

mg/L

0,1

 0,02

5

Sianida

mg/L

0,05

 0,002

6

Sulfida

mg/L

0,05

 0,01

7

Fluorida

mg/L

2

0,93

8

Khlorin bebas (Cl2)

mg/L

1

 0,01

9

Amonium Bebas (NH3-N) mg/L

1

32,64

10

Nitrat (NO3-N)

mg/L

20

8,626

11

Nitrit (NO2-N)

mg/L

1

0,95

12

BOD

mg/L

75

928,8

13

COD

mg/L

100

2.560

14

Senyawa biru metilen

mg/L

5

 0,05

15

Phenol

mg/L

0,5

0,052

16

Minyak dan Lemak MIKROBIOLOGIS

mg/L

10

 0,1

1

Coli form

MPN/100 ml

50

24.000

2

Fecal coli

MPN/100 ml

0

24.000

(Gubernur Bali, 2007)

Konsentrasi BOD dan COD pada air lindi TPA Peh sudah jauh melampaui baku mutu Air Limbah Domestik. Hal ini menggambarkan bahwa tingginya jumlah bahan organik, sehingga membutuhkan oksigen yang banyak untuk melakukan proses dekomposisi secara biologis (biodegradable) oleh mikroba aerob dan mengoksidasi bahan organik secara kimiawi (non biodegradable). Pengukuran BOD dan COD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi dapat menunjukkan secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan buangan dalam air lindi sampah tersebut. Jika konsumsi oksigen tinggi, yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi (Fardiaz, 1992). Jadi tingginya BOD dan COD merupakan indikator adanya pencemaran yang paling penting untuk menentukan kekuatan atau daya cemar air limbah seperti air lindi sampah dari TPA Peh.

Hasil pengukuran parameter amonia pada air lindi TPA Peh sudah melampaui baku mutu Air Limbah Domestik Peraturan Gubernur No. 8 Tahun 2007 (Gubernur Bali, 2007). Begitu juga hasil pengukuran nitrat dan nitrit pada air lindi cukup tinggi. Tingginya konsentrasi amonia, nitrit dan nitrat tersebut disebabkan oleh proses oksidasi sempurna pada senyawa nitrogen dari dalam sampah yang banyak mengandung bahan organik. Sumber amonia diperairan adalah pemecahan nitrogen organik yang terdapat dalam tanah dan air yang berasal dari dekomposisi bahan organik oleh mikroba dan jamur (Effendi, 2003). Selain itu meningkatnya konsentrasi amonia dan nitrit tersebut bersumber dari proses reduksi nitrat dari bahan organik oleh mikroba anaerob. Proses denitrifikasi nitrat oleh mikroba pada kondisi anaerob akan menghasilkan nitrit dan gas amonia (Effendi, 2003). Namun demikian, berdasarkan pengukuran air lindi sampah tersebut menunjukkan konsentrasi nitrit lebih kecil dari pada konsentrasi amonia dan nitrat hal ini disebabkan karena nitrit bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Keberadaan nitrit tergantung kepada berlangsungnya proses biologi perombakan bahan organik yang memiliki kadar oksigen terlarut rendah (Effendi, 2003).

Hasil pengukuran parameter sulfida pada air lindi TPA Peh konsentrasinya masih dibawah stándar Baku Mutu Air Limbah Domestik Peraturan Gubernur No. 8 Tahun 2007 (Gubernur Bali, 2007). Namun dari hasil pengamatan in-situ pada air lindi sampah diketahui bahwa baunya sangat menyengat. Timbulnya bau air lindi tersebut merupakan hasil dari proses perombakan atau dekomposisi bahan organik khususnya perombakan komponen-komponen secara anaerobik dan akan menghasilkan senyawa yang berbau anyir dan berbau busuk berupa

senyawa amonia, H2S dan methan. Gas sulfida (H2S) merupakan salah satu parameter yang dihasilkan dari proses pembusukan sampah oleh mikroba anaerob dan juga sebagai hasil reduksi dengan kondisi anaerob terhadap sulfat oleh mikroba. TPA sampah dalam bentuk penimbunan sampah terbuka (open dumping) akan menimbulkan dampak negatif yang lebih besar karena bau yang tidak sedap yang berasal dari penguraian secara anaerob dari komponen-komponen sampah, seperti gas H2S, NH4, CH4 dan juga dapat terjadi rembesan dari proses leaching ke dalam air tanah. Adanya sulfida dalam air limbah terutama berasal dari hasil dekomposisi senyawa-senyawa organik dan juga reduksi SO4 oleh bakteri (Husin, 1998).

Hasil pengukuran parameter total koliform dan Fecal coli dalam air lindi sampah adalah 24.000 MPN/100 ml. Hal ini disebabkan oleh tingginya jumlah bahan organik sehingga akan diikuti oleh jumlah mikroba baik yang tidak patogen maupun yang patogen semakin banyak. Jika bahan organik yang harus didegradasi cukup banyak, maka membutuhkan mikroba yang banyak. Dalam berkembang-biakan mikroba tersebut tidak tertutup kemungkinan bahwa mikroba patogen (total koliform) ikut berkembang pula (Wardhana, 2001). Tingginya coliform dan fecal coli pada air lindi dapat juga disebakan oleh adanya rembesan dari Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) di area TPA Peh.

  • 4.    SIMPULAN DAN SARAN

    • 4.1    Simpulan.

  • 1.    Berdasarkan analisis teknis diketahui bahwa timbulan sampah di TPA Peh kabupaten Jembrana sebesar 150,56 m3/hari, dan dari analisa mass balance didapat recovery factor sebesar 80,33% dengan residu 19,87%. Jika timbulan sampah yang sangat besar ini tidak diolah, maka TPA Peh diprediksi akan penuh pada bulan Nopember 2015, namun dengan Perencanaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dimana yang terbuang pada TPA hanya residunya saja, maka akan dapat diperpanjang umur pakai TPA hingga 9 (sembilan) tahun 3 (tiga) kedepan. Dan area yang dibutuhkan dalam penerapan TPST di TPA Peh adalah seluas 13.701 m2.

  • 2.    Total biaya investasi dalam penerapan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu di TPA Peh Kabupaten Jembrana sebesar Rp. 12.331.282.000,00, sedangkan biaya operasional yaitu biaya peralatan pendukung, biaya gaji, dan biaya bahan bakar sebesar Rp. 5.811.760.000. Untuk potensi pendapatan dari daur ulang sampah tahun 2022 baik penjualan kompos dan barang lapak sebesar Rp 18.390.154.291,56. Net

Present Value (NPV) yang didapatkan bernilai positif sebesar Rp. 13.933.193.788 dengan nilai IRR sebesar 45,23% dan B/C Ratio sebesar 1,159.

  • 3.    Analisis lingkungan pada TPA Peh Kabupaten Jembrana dengan analisis kualitas air sumur di sekitar TPA diketahui bahwa sebagian besar parameter fisika dan kimia masih berada dibawah baku mutu, sedangkan untuk parameter biologi masih di atas baku mutu kualitas air berdasarkan Permenkes RI Nomor 416.Menkes/Per/IX/1990. Dari analisis kualitas air lindi TPA Peh diketahui untuk parameter zat padat tersuspensi (TSS), Amonium bebas, BOD, COD dan parameter biologi masih jauh diatas baku mutu kualitas limbah cair berdasarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup.

  • 4.2    Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan berkenaan dengan studi ini adalah:

  • 1.    Diperlukan monitoring secara intensive terhadap pengelolaan sampah di TPA Peh Kabupaten Jembrana sehingga kedepannya dapat berjalan lancar.

  • 2.    Perlu dilakukan kajian lebih lanjut terhadap upaya pemilahan sampah sejak disumber sampah yang diikuti dengan pengumpulan dan pengangkutan terpisah. Hal ini untuk membantu meringankan beban kerja TPST.

  • 3.    Perlu dilakukan kajian lebih lanjut terhadap penimbunan residu hasil pengolahan TPST dengan metoda yang ramah lingkungan.

  • 4.    Perlu dilakukan kajian lebih lanjut terhadap upaya pemasaran produk daur ulang hasil pengolahan di TPST.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional. 1995. Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. SNI 19-39641995. LPMB Bandung.

Badan Standarisasi Nasional. 1995. Spesifikasi Timbulan Sampah Untuk Kota Kecil dan Kota Sedang di Indonesia. SNI 19-3983-1995. LPMB. Bandung.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelola Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Gubernur Bali. 2007. Baku Mutu Lingkungan Hidup Dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup. Per Gub No. 8 Tahun 2007. Denpasar.

Husin, Y.A. dan E. Kustaman. 1992. Metode dan Tehnik Analisis Kualitas Air. PPLH – Lembaga Penelitian IPB. Bogor.

Kamali, A. 2002. Kajian Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah dengan Pendekatan Ekonomi Lingkungan. Universitas Diponegoro. Semarang.

KLHKP. 2012. Data Base Sistem Pengelolaan Sampah Kabupaten Jembrana. Kabupaten Jembrana.

Kurniawan, B. 2006. Analisis kualitas air sumurSekitar wilayah tempat pembuangan akhirSampah(Studi Kasus di TPA Galuga Cibungbulang Bogor). Institut Pertanian Bogor. Bogor

Menteri Kesehatan. 1990. Baku Mutu Air Bersih. Permenkes RI No.416/Menkes/Per/IX/1990. Jakarta.

Menteri Hukum dan HAM. 2008. Pengelolaan Sampah. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. UU Nomor 18 tahun 2008. Jakarta.

Slamet, J. S. 1996. Kesehatan Lingkungan. Gadjahmada University Press. Yogyakarta.

78