Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap Kondisi..., [Gusti Ayu Manik Pradnyani, dkk]

DAMPAK PENGEMBANGAN PARIWISATA TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN PESISIR DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA DI PANTAI YEH GANGGA, KABUPATEN TABANAN

Gusti Ayu Manik Pradnyani1*), Made Sudiana Mahendra2), I Wayan Diara1) 1)Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Pascasarjana, Universitas Udayana 2)Program Studi Doktor Ilmu Lingkungan, Pascasarjana, Universitas Udayana

*Email: mpradnyani24@gmail.com

ABSTRACT

THE IMPACT OF TOURISM DEVELOPMENT ON COASTAL ENVIRONMENT CONDITIONS AND ITS DEVELOPMENT STRATEGY AT YEH GANGGA BEACH, TABANAN

The Tabanan Regency Government has established Yeh Gangga Beach as one of the tourist attractions. Tourism development will certainly have an impact on the physical, social and economic environment of the local community as well as for the tourism area itself. So it is necessary to conduct research on how much tourism impact the physical environment and the social and economic communities on the coast of Yeh Gangga Beach. The method used in this research is mixed, using two types of data, namely quantitative data related to population data and questionnaire results, as well as qualitative data through observation and interview methods related to data on the physical environment and socio-economic conditions of tourism. The analysis method to formulate alternative strategies that can be applied in the development of Yeh Gangga Beach is done by SWOT analysis. Tourism development is in line with the construction of tourism support facilities. There are changes in the coastline in the form of accretion caused by the construction of trails and there are two river mouths large enough to cause sedimentation. The river water quality is still classified as good and has a parameter value that is not much different because it has almost the same water activity. Tourism development on Yeh Gangga Beach has positively impacted the local community’s economy and income, with changes in livelihoods and income. The calculation results of the strength factor obtained a score value of 1.96 and a weakness value score of 0.91 with a score difference of +1.04. then the opportunity factor obtained a score value of 2.01 and a threat value score of 0.66 with a difference of +1.35 so that Positive-Positive (+, +) results were obtained, namely in Quadrant I. This position indicates that internal strengths and environmental conditions support tourism development so strategic recommendations are given by way of internal strengths and environmental conditions that support tourism development. This position indicates that the internal is strong and the environmental conditions support tourism development, SO the strategy recommendations are given by making the most of the strengths and opportunities possessed.

Keywords: Environment, Tourism, Impact, Development Strategy

  • 1.    PENDAHULUAN

Provinsi Bali merupakan primadona pembangunan kepariwisataan Indonesia. Pada akhir tahun 2021, wisatawan yang berkunjung ke Bali telah mencapai 4.301.592 orang, meningkat 76 % dari jumlah kunjungan pada tahun sebelumnya yang tercatat 1.050.505 orang (Dinas Pariwisata Provinsi Bali, 2021). Pantai Yeh Gangga di Kabupaten Tabanan memiliki nilai wisata yang menarik dan layak untuk dikunjungi. Keindahan alam dan budayanya merupakan daya tarik bagi para wisatawan. Pantai Yeh Gangga telah ditetapkan sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Kabupaten Tabanan berdasarkan Keputusan Bupati Tabanan Nomor: 470 Tahun 1998. Potensi pantai ini memiliki peluang untuk dikembangkan sebagai destinasi pariwisata.

Pengembangan pariwisata jika dibiarkan berkembang secara alami atau tanpa pengawasan, dapat mengakibatkan dampak negatif yang berpotensi merusak lingkungan sekitarnya. Penelitian Febianti dan Urbanus (2017), menemukan bahwa di Bali Selatan khususnya Kabupaten Badung sudah terjadi degradasi lingkungan yang disebabkan oleh pembangunan fasilitas pariwisata secara terus menerus, dengan adanya perilaku konsumtif masyarakat juga dapat menjadi penyebab adanya degradasi lingkungan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Wibowo (2018), mengemukakan bahwa pengembangan Kawasan Marina di Kabupaten Belitung diprediksi akan berdampak serius terhadap kondisi udara dan air di sekitarnya. Dampak yang mungkin timbul dari rencana ini secara umum dianggap sebagai dampak yang berpotensi merugikan dan berkelanjutan, terutama terkait dengan perairan. Oleh karena itu, dibutuhkan tindakan

pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan yang melibatkan semua pihak terkait.

Perubahan yang menuju arah negatif bisa mengancam industri pariwisata di Bali. Pengembangan pariwisata, peningkatan ekonomi, peluang pekerjaan, dan perubahan gaya hidup seringkali terjadi secara bersamaan dan erat terkait dengan perubahan lingkungan fisik. Untuk mengurangi konsekuensi yang merugikan dan memperoleh manfaat yang optimal dalam pengembangan pariwisata di Pantai Yeh Gangga, maka perlu dilakukan penelitian mengenai seberapa besar dampak pariwisata terhadap lingkungan fisik serta sosial dan ekonomi pariwisata di pesisir Pantai Yeh Gangga, agar dapat menyusun strategi pengembangan pariwisata berkelanjutan.

  • 2.    METODOLOGI

    • 2.1    Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan mulai Desember 2021 hingga Maret 2022, di Desa Adat Yeh Gangga, dengan tahapan pengambilan data wawancara, kuesioner, dan pengukuran kualitas perairan sungai. Daerah pengukuran kualitas air sungai dibagi menjadi dua lokasi pengukuran yaitu Sungai Yeh Empas merupakan titik 1 yang terletak di Pantai sebelah timur, lokasi ini lebih bayak dimanfaatkan oleh masyarakat lokal untuk wisata air seperti jukung, wahana bebek air, dan memancing, sedangkan titik 2 adalah Sungai Yeh Abe yang terletak di Pantai sebelah barat, lokasi ini tidak dimanfaatkan untuk wisata air hanya saja ada beberapa pengunjung yang mandi dan memancing, karena titik 2 berada jauh dari tempat parkir. Peta lokasi penelitian dapat ditemukan dalam Gambar 1.

Gambar 1.

Lokasi Penelitian


  • 2.2    Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dalam penelitian ini, meliputi pedoman observasi, pedoman wawancara, pedoman kuesioner dan pengukuran kualitas air (wadah/botol sampel, pH meter, DO meter, TDS). Saran pengelolaan pariwisata, menggunakan matriks SWOT sebagai instrumen yang relevan.

  • 2.3    Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan  data pada

penelitian ini, yaitu:

  • 1.    Wawancara dilakukan  berhadapan

langsung dengan informan. Informan dipilih dengan teknik purposive sampling. Informan dalam penelitian

ini, yaitu Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Tabanan, Kepala Desa Sudimara, Kepala Desa Adat Yeh Gangga, ketua kelompok nelayan, pemilik usaha, masyarakat lokal dan pengunjung obyek wisata Pantai Yeh Gangga

  • 2.    Kuesioner

Angket atau kuesioner diberikan kepada masyarakat pesisir Pantai Yeh Gangga dengan tujuan untuk mendapatkan jawaban yang berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi pariwisata. Dalam menghitung ukuran sampel, penulis menggunakan rumus Slovin dengan tingkat kesalahan sebesar 5%, sehingga ukuran sampel dapat diestimasi sebagai berikut:

N

=

1+N(e)2

356


(1)

356


n=1+356(10%)2 = 4,56=78,07

=80responden

  • 3.    Pengukuran Kualitas Air

Kualitas air diukur menggunakan dua metode, yaitu pengukuran langsung di lokasi (in situ) yang mencakup suhu, pH, total dissolved solids (TDS), dan dissolved oxygen (DO), serta pengujian di luar lokasi (ex situ) yang melibatkan pengukuran biochemical oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen demand (COD) pada sampel air sungai. Pengujian ini dilakukan di

Laboratorium UPT Kesehatan Provinsi

Bali. Pengukuran kualitas air sungai dilakukan setiap dua minggu selama dua bulan.

  • 2.4    Analisis Data

Analisis kualitas air melibatkan pengujian    sampel    air    dengan

mempertimbangkan parameter fisika dan kimia berdasarkan literatur dan regulasi yang berlaku, yaitu Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2016 (Pemerintah Provinsi Bali, 2016) tentang Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup. Untuk memenuhi kriteria mutu air di Muara Yeh Gangga, air tersebut harus memenuhi standar kualitas air kelas II -IV, yang sesuai untuk kegiatan rekreasi air dan pengairan pertanian.

Analisis data SWOT dilakukan dengan matriks SWOT berdasarkan data primer dan data sekunder terkait dengan lingkungan fisik dan sosial ekonomi yang didapatkan. Berikut ini merupakan tahapan dalam melakukan analisis SWOT menurut Rangkuti (2011):

  • 1.    Membuat daftar kekuatan internal.

  • 2.    Membuat daftar kelemahan internal.

  • 3.    Membuat daftar peluang eksternal.

  • 4.    Membuat    daftar    ancaman

eksternal.

  • 5.    Menghitung bobot dan rating untuk setiap faktor.

  • 6.    Menggunakan hasil perhitungan bobot dan rating untuk menentukan posisi kuadran pada diagram cartesius.

  • 7.    Menggabungkan keempat set strategi dalam matriks SWOT.

  • 8.    Mencatat hasil analisis untuk memilih alternatif strategi yang terbaik.

  • 3.    HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 3.1    Perkembangan Pariwisata Pantai Yeh Gangga

Pengembangan pariwisata sejalan dengan adanya pembangunan fasilitas penunjang pariwisata. Hasil wawancara dengan Bendesa Adat Yeh Gangga, bahwa pembangunan fasilitas sudah dilakukan secara bertahap sejak tahun 1998. Pembangunan tersebut berupa villa, hotel, rumah makan, kios pedagang, jasa pariwisata, toilet umum dan bangunan penunjang pariwisata lainnya.

Di area pesisir Pantai Yeh Gangga terdapat beberapa struktur yang dibangun oleh desa adat. Bangunan-bangunan yang didirikan oleh Desa Adat, yaitu pada tahun 2012 dibangun toilet umum, dilanjutkan dengan pembangunan kios pedagang sebanyak 9 kios yang dilakukan secara bertahap di pantai bagian timur, pembangunan pertama pada tahun 2013 sebanyak 3 kios, dilanjutkan tahun 2016 sebanyak 6 kios, kios pedagang ini terus dilakukan perbaikan dan penataan oleh Desa Adat Yah Gangga. Selama periode 2016 hingga 2018, dibangun sebuah balai bengong yang berfungsi sebagai tempat duduk untuk rekreasi dan bersantai di tepi pantai, mulai dilakukan penataan parkir kendaraan dan dibuatkan khusus arena permainan anak.

Pembangunan juga dilakukan oleh

pemerintah, yaitu bangunan pelelangan ikan yang dibangun pada tahun 2011 oleh Pemerintah Provinsi Bali dan disumbangkan kepada kelompok nelayan lokal. Pada tahun 2012, Kementerian Pekerjaan Umum membangun pengaman pantai tahap pertama sebagai pengakuan atas prestasi Desa Adat Yeh Gangga dalam menjaga kebersihan pantai yang membuat mereka meraih juara kedua tingkat Nasional. Namun, saat ini bangunan tersebut sudah tertimbun akibat reklamasi yang dilakukan oleh desa adat, dan digantikan dengan bangunan wantilan pura yang digunakan untuk kegiatan keagamaan, bangunan ini dibangun oleh Kementerian Pendidikan Pemuda dan Olahraga yang disumbangkan kepada Desa Adat Yeh Gangga Tabanan.

Kemudian, pada tahun 2014, Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Pekerjaan Umum melakukan pembangunan pengaman pantai dan jalan setapak dengan panjang sekitar 1.000 meter untuk melindungi bibir pantai dari abrasi. Sementara itu, bangunan yang didirikan oleh pengusaha atau masyarakat perorangan meliputi dua unit Warung Tulus Lobster pada tahun 2016, diikuti oleh pembangunan dua unit Yeh Gangga Beach Club pada tahun 2017. Kedua bangunan tersebut dibangun oleh pengusaha lokal dengan cara menyewa tanah dari Desa Adat Yeh Gangga. Informasi lebih rinci mengenai nama dan jenis bangunan fasilitas pendukung pariwisata di kawasan Pantai Yeh Gangga Tabanan dapat ditemukan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Nama Bagunan Fasilitas Pariwisata

No

Nama Bangunan

Jenis Bangunan

Tahun

1

Hotel Waka Gangga

Permanen

1998

2

Bali Horse Riding

Permanen

2004

3

Villa Khantaka

Permanen

2005

4

Villa Varis

Permanen

2008

5

Villa Setha Bali

Permanen

2008

6

Tempat pelelangan ikan

Semi Permanen

2011

7

Balai Bengong

Semi Permanen

2012

8

Toilet Umum

Permanen

2012

9

Arena permainan anak

Semi Permanen

2012

10

Gedung Pokmaswas

Permanen

2016

11

Warung Tulus Lobster

Semi Permanen

2016

12

Wantilan

Permanen

2016

13

Garasi ATV

Semi Permanen

2016

14

Kios Pedagang

Semi Permanen

2013 - 2016

15

Hotel Taman Sari Gangga

Permanen

2017

16

Yeh Gangga Beach Club

Semi Permanen

2017

17

Konservasi Gangga Lestari

Semi Permanen

2020

Sumber: Hasil Observasi Lapangan (2021)

Obyek wisata Pantai Yeh Gangga menawarkan berupa pemandangan pantai, sunset, karang bolong yang ditasnya terdapat pura, horse riding, dan mobil ATV. Namun, saat dibuka obyek wisata baru berupa wisata air, yang menawarkan wahana perahu bebek-bebekan dan jukung tradisional untuk menyusuri Sungai Yeh Empas. Selain itu, Pantai Yeh Gangga

memiliki konservasi penyu dengan nama Konservasi Gangga Lestari, konservasi ini terbentuk pada akhir tahun 2020. Lokasi berada di pantai bagian barat dekat dengan batu karang besar yang menjadi ikon Pantai Yeh Gangga, dengan luas bangunan 8 x 12 meter atau sekitar 96 are. Saat ini terdapat lebih dari 80 sarang penyu yang ada di Pantai Yeh Gangga,

dengan jenis yang paling banyak ditemukan adalah Penyu Lekang yang dilindungi. Menurut Bendesa Adat Yeh Gangga, konservasi ini masih terus berproses, karena memerlukan waktu dan penataan hingga akhirnya benar-benar bisa menambah pendapatan desa adat.

  • 3.2    Dampak Pariwisata Terhadap Lingkungan Fisik

Dalam penelitian ini dibahas dampak pariwisata terhadap lingkungan berdasarkan perubahan garis pantai, pemanfaatan sempadan pantai, kualitas air sungai, dan pengelolaan limbah cair dan padat.

  • A.    Perubahan Garis Pantai

Perubahan garis pantai di Pantai Yeh Gangga diperoleh dengan membandingkan garis pantai tahun 2015

hingga 2020. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan, selama enam tahun dari 2015 hingga 2020, terjadi perubahan pada garis pantai di sepanjang wilayah pesisir Pantai Yeh Gangga. Perubahan ini berupa penambahan atau akresi, yang dapat dibuktikan melalui pergeseran jarak garis pantai ke arah luar (laut). Intepretasi garis pantai berdasarkan Citra Landsat tahun 2015 sampai tahun 2020, laju tingkat akresi yang terjadi di Kawasan Pantai Yeh Gangga ada 3, yaitu Akresi Rendah (10,69-19,35 m/tahun), Akresi Sedang (19,35-24,53 m/tahun), dan Akresi Tinggi (24,53-30,02 m/tahun). Akresi Rendah terjadi di bagian tengah pantai ke arah barat, sedangkan akresi sedang dan tinggi terjadi di bagian pantai sebelah timur dan barat.

Gambar 2.

Perubahan Garis Pantai Yeh Gangga


Sejak tahun 2014, sepanjang Pantai Yeh Gangga telah dilakukan pembangunan pengaman pantai dengan panjang sekitar 1.000 meter. Adanya kondisi ini dapat menjadi salah satu faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya perubahan garis pantai, yaitu akresi, di sepanjang Pantai Yeh Gangga. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bendesa Adat Yeh Gangga dan Kepala Desa Sudimara, akresi tinggi yang terjadi di bagian sisi barat dan timur pantai diduga disebabkan oleh adanya Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan jalur utama penyebaran partikel sedimen di sekitar area pantai. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan menurut Hidayanti (2017), faktor penyebab terjadinya akresi atau sedimentasi adalah pola arus yang berubah dikarenakan adanya bangunan baru dan adanya sedimentasi dari muara sungai terdekat. Pembangunan pengaman pantai merupakan dampak positif karena dapat melindungi garis pantai dan melindungi sebagian peninggalan sejarah atau pura yang terletak di daerah sempadan pantai. Selain itu, penataan lanskap yang dilakukan oleh pemerintah desa terhadap semua bangunan dan penghijauan melalui penanaman pohon peneduh, sehingga lingkungan di sepanjang pantai terlihat teratur dan kebersihannya tetap terjaga.

Banyaknya aktivitas pendirian bangunan baik permanen maupun semi permanen di daerah sekitar pantai seringkali memanfaatkan ruang sempadan pantai. Bangunan tersebut dibangun diatas tanah milik desa adat. Menurut Kepala Desa Sudimara bangunan tersebut sudah memiliki izin dan akan berdiri sampai izinnya

berakhir. Dampak negatif terhadap lingkungan terjadi akibat pembangunan fasilitas pariwisata di sekitar Pantai Yeh Gangga. Salah satu contohnya adalah restoran yang memanfaatkan area pantai sebagai tempat makan dan minum, pedagang musiman yang berdagang di kawasan pantai, serta penyedia jasa pariwisata seperti mobil ATV dan berkuda yang menggunakan pantai sebagai jalur lintasan. Hal ini dapat menghasilkan limbah dan mengganggu keindahan pantai, serta mengganggu habitat penyu saat proses bertelur. Menurut Sunaryo (2013), jika pemanfaatan lahan dan pengembangan pariwisata di area wisata dilakukan secara berlebihan dan tidak terkontrol, maka dampak negatif terhadap lingkungan bisa terjadi, seperti hilangnya satwa dan kerusakan ekosistem pantai. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah tegas untuk mengatur aktivitas pedagang dan mobil ATV yang menggunakan wilayah pantai sebagai jalur lintasan, agar tidak mengganggu keindahan pantai dan habitat penyu. Sebaliknya, mereka perlu diberdayakan sebagai potensi pariwisata yang dapat dikembangkan. Jika tidak segera diatur, hal ini akan berdampak pada aktivitas pariwisata di masa depan dan mengganggu fungsi kawasan pantai sebagai kawasan lindung.

  • B.    Kualitas Air

Hasil pengukuran kualitas air Sungai Yeh Empas (Titik 1) dan Sungai Yeh Abe (Titik 2), yang meliputi oksigen terlarut (DO), suhu, pH, TDS, BOD, dan COD disajikan dalam bentuk tabel pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Uji Kualitas Air

Parameter

Satuan

Titik 1 (Sungai Yeh Empas)

Titik 2 (Sungai Yeh Abe)

Baku Mutu

Suhu

oC

28

29,1

Deviasi 3

pH

-

8,5

8,6

6-9

DO

mg/L

4,8

4,6

4

TDS

mg/L

133,8

137,3

1000.00

COD

mg/L

24

32

25.00

BOD

mg/L

1,01

1,01

3.00


Suhu perairan pada 2 titik berdasarkan pengamatan berkisar antara 28 oC hingga 29oC, suhu tersebut merupakan suhu normal untuk perairan sungai sesuai dengan peruntukannya. Hasil pengukuran DO pada dua titik memenuhi persyaratan baku mutu kelas II ≥ 4 mg/L, yaitu 4,8 mg/L pada titik 1 dan 4,6 mg/L pada titik 2, nilai tersebut menandakan jika perairan di kedua titik masih tergolong baik. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sutriati (2011), apabila kandungan oksigen terlarut dalam air mencapai tingkat yang tinggi, maka kualitas air tersebut dianggap baik. Namun, jika kadar oksigen terlarut rendah bahkan mencapai nol, dapat dipastikan bahwa sumber air tersebut telah terkontaminasi, terutama oleh bahan pencemar organik. Akibatnya, air tersebut akan berwarna hitam dan memiliki aroma yang tidak sedap. Nilai pH kedua sungai umumnya masih berada dalam rentang yang memenuhi standar mutu perairan, yaitu 8,5 pada titik 1 dan 8,6 pada titik 2. Total Dissolved Solid (TDS) digunakan untuk mengukur jumlah padatan terlarut dalam air atau badan air. Hasil pengukuran TDS pada titik 1 adalah 133,8 mg/L, sedangkan pada titik 2 adalah 137,3 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa kadar TDS di bagian hulu masih memenuhi standar mutu yang ditetapkan, yaitu kurang dari 1000 mg/L. Nilai TDS dipengaruhi oleh aktivitas rumah tangga di sekitar sungai.

Hasil pengukuran BOD pada kedua titik menunjukkan nilai yang sama, yaitu

1,01 mg/L, yang menunjukkan tidak adanya tanda-tanda pencemaran pada Sungai Yeh Empas dan Sungai Yeh Abe. Aisyah (2018) menyatakan bahwa jika konsentrasi BOD dalam perairan tinggi, maka kandungan organik dalam air juga tinggi. Selain itu, parameter kimia lain yang diukur adalah COD. Hasil pengukuran COD pada titik 1 adalah 24 mg/L, sedangkan pada titik 2 hasil pengukurannya lebih tinggi, yaitu 32 mg/L. Nilai COD pada titik 2 melebihi ambang batas mutu untuk kelas II. Tingginya nilai COD di titik 2 dapat disebabkan oleh keberadaan hotel dan restoran di pantai bagian barat, serta keberadaan peternakan kuda yang digunakan untuk wisata berkuda di Pantai Yeh Gangga. Menurut Utami (2011), sumber utama limbah organik yang menyebabkan konsentrasi COD (Chemical Oxygen Demand) tinggi dalam perairan adalah limbah rumah tangga, industri, dan limbah peternakan.

Nilai parameter fisik dan kimia perairan pada setiap titik memiliki perbedaan yang tidak signifikan, mungkin karena setiap titik memiliki aktivitas perairan yang serupa. Secara keseluruhan, kondisi perairan di Sungai Yeh Abe dan Sungai Yeh Empas masih berada dalam kisaran standar mutu air kelas II yang mendukung kegiatan rekreasi air.

  • C.    Pengelolaan Limbah

Masyarakat di Desa Yeh Gangga menghasilkan limbah cair melalui kegiatan rumah tangga, pertanian, dan

usaha. Jika limbah cair rumah tangga tidak dikelola dengan baik, dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Berdasarkan hasil kuesioner dan wawancara, sistem pengolahan dan pembuangan limbah rumah tangga di Desa Adat Yeh Gangga masih menggunakan metode sederhana yaitu langsung mengalirkan limbah melalui saluran pembuangan menuju selokan, dan akhirnya mencapai sungai atau laut sebagai tempat pembuangan akhir. Selain itu, terdapat responden yang mengelola limbah cairnya dengan cara ditampung (septic tank), tidak semua limbah cair dapat dibuang ke septic tank karena akan berdampak pada air tanah dan pencemaran tanah. Grey water merupakan kategori limbah cair rumah tangga yang timbul dari kegiatan mencuci dan memasak. Limbah ini harus dikelola secara berbeda dengan limbah yang berasal dari kotoran manusia, sehingga tidak diperbolehkan untuk dibuang ke dalam tangki septik. Alfrida dan Ernawati (2016) menjelaskan bahwa limbah grey water mengandung sabun yang dapat membunuh mikroorganisme atau bakteri yang bertugas menguraikan limbah manusia. Kualitas air sungai saat ini dapat dikatakan masih dalam kondisi aman dan tidak ada indikasi tercemar berat. Jika tidak ada perbaikan dalam penanganan air limbah rumah tangga tersebut, dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan dan dalam jangka waktu yang lama akan memiliki efek negatif pada kesehatan manusia.

Masyarakat di Desa Yeh Gangga juga menghasilkan limbah padat yang berasal dari rumah tangga, termasuk sampah organik dan sampah anorganik. Sebagian besar masyarakat memilih untuk membuang sampah organik dan sampah anorganik ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) karena pengangkutan sampah dilakukan dua kali dalam seminggu, sehingga dianggap lebih mudah dalam mengelola sampah atau limbah tersebut.

Menurut hasil wawancara dengan pemerintah desa, mereka menyatakan bahwa penanganan sampah di Desa Adat Yeh Gangga saat ini sudah sangat baik dan ditangani dengan cepat. Seperti yang telah diketahui, masalah sampah saat ini menjadi salah satu perhatian utama. Jika tidak dikelola dengan baik, sampah akan terakumulasi dan menghasilkan bau yang tidak menyenangkan, yang dapat berpotensi merugikan kesehatan dan mencemari lingkungan sekitarnya.

  • 3.3    Dampak Sosial Ekonomi

    Pariwisata

Dampak sosial dari adanya pengembangan pariwisata adalah terjadinya pergeseran orientasi pendidikan. Pendidikan memiliki peran yang sangat signifikan dalam meningkatkan tingkat kecerdasan dan kesejahteraan secara umum, serta tingkat perekonomian secara khusus. Mayoritas penduduk Desa Adat Yeh Gangga memiliki tingkat pendidikan terakhir SD sebanyak 30% dari total penduduk. Penduduk yang memiliki pendidikan terakhir SMP sebanyak 234 orang, dan penduduk yang memiliki pendidikan terakhir SMA/K sebanyak 462 orang. Jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi (D1 hingga S2) sebanyak 74 orang. Data tersebut menunjukkan bahwa belum banyak penduduk yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Bendesa Adat Yeh Gangga telah menekankan pentingnya pendidikan kepada masyarakat agar mereka mempertimbangkan pendidikan putera puterinya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, bahkan hingga perguruan tinggi. Pengembangan pariwisata diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat melalui berbagai jenis usaha yang dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan mendukung pendidikan anak-anak ke jenjang yang

lebih tinggi.

Berdasarkan hasil pemantauan lapangan dan wawancara terkait sarana dan prasarana penunjang pendidikan, di Desa Adat Yeh Gangga saat ini memiliki satu gedung PAUD, satu gedung Taman Kanak-kanak (TK), dan satu gedung Sekolah Dasar (SD). Untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP dan SMA atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) peserta didik menempuh jarak sekitar 5 sampai 7 km ke arah Kabupaten Tabanan. Saat ini di Kabupaten Tabanan sudah terdapat sekolah menengah kejuruan pariwisata, hal ini menjadi kesempatan baik bagi masyarakat yang ini melanjutkan pendidikan di sekolah kejuruan. Dengan peningkatan pendidikan masyarakat Desa Adat Yeh Gangga melalui sekolah kejuruan pariwisata akan membantu meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat pesisir dan membuka peluang kerja yang lebih baik di sektor pariwisata.

Penduduk Desa Adat Yeh Gangga memiliki pekerjaan yang mereka warisi

secara turun temurun, yaitu sebagai nelayan dan petani. Jumlah penduduk yang masih melakoni pekerjaan tersebut di tahun 2015 – 2020 berkurang disetiap tahunnya. Dengan adanya perkembangan pariwisata, masyarakat secara bertahap mulai terlibat dalam sektor pariwisata sebagai karyawan hotel atau villa, karyawan restoran, membuka usaha seperti berdagang, menjadi tour guide, dan berbagai peran lainnya. Hasil wawancara dengan manager Yeh Gangga Beach Club (YBC) bahwa, ada ketentuan saat masyarakat membuka usaha bahwa pegawai harus 60% merupakan masyarakat Desa Adat Yeh Gangga dan 40% dari luar Desa Adat Yeh Gangga. Sehingga hal tersebut dapat membuka kesempatan bekerja bagi masyarakat lokal. Pemerintah desa saat ini sudah mendirikan 10 kios pedagang yang sengaja dibangun untuk menunjang ekonomi masyarakat, kios tersebut akan di sewakan secara bergantian kepada masyarakat lokal yang ingin berjualan di kawasan Pantai Yeh Gangga.

Perubahan Pendapatan Masyarakat

■ Ada Perubahan ■ Tidak Ada Perubahan


Gambar 3.

Perubahan Pendapatan Penduduk

Hasil kuesioner (Gambar 3), didapatkan sebanyak 38 responden (48%) yang mengalami perubahan pendapatan dengan adanya pengembangan pariwisata.

Umumnya hal tersebut dirasakan oleh ibu rumah tangga, dimana semenjak adanya pengembangan pariwisata ibu rumah tangga memiliki aktivitas lain selain

mengurus rumah tangga dan kewajiban adat, yaitu berdagang atau wirausahawan sehingga memperoleh penghasilan dari kegiatan tersebut. Selain itu, peningkatan pendapatan juga dirasakan oleh masyarakat yang memilih untuk meninggalkan pekerjaan di luar sektor usaha pariwisata dan lebih memilih berjualan makanan di Kawasan Pantai Yeh Gangga pada kios yang sudah disediakan oleh pemerintah desa. Pendapatan yang awalnya berkisar 1.000.000 – 2.500.000 per bulan meningkat menjadi 2.500.000 hingga > 5.000.000 per bulan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat empat kategori golongan penduduk berdasarkan tingkat pendapatan. Penduduk diklasifikasikan sebagai kelompok dengan pendapatan yang sangat tinggi apabila pendapatan rata-ratanya melebihi 6.000.000 per bulan. Golongan pendapatan yang tinggi terdiri dari penduduk dengan pendapatan rata-rata antara 4.000.000 hingga 6.000.000 per bulan. Sementara itu, golongan pendapatan sedang mencakup penduduk dengan rata-rata pendapatan antara 2.000.000 hingga 4.000.000 per bulan. Penduduk termasuk dalam kategori pendapatan rendah jika rata-rata pendapatannya kurang dari 2.000.000 per bulan. Sehingga berdasarkan golongan tersebut, masyarakat Desa Adat Yeh Gangga dapat dikatakan masyarakat yang memiliki golongan pendapatan sedang hingga tinggi

Dampak pariwisata terhadap perubahan mata pencaharian atau pekerjaan masyarakat dipicu oleh peluang usaha untuk keluar dari kondisi ekonomi yang tertinggal. Secara psikologis, masyarakat memiliki keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka. Pengembangan pariwisata di Desa Yeh Gangga memberikan dampak positif pada perekonomian masyarakat lokal di wilayah tersebut. Hal ini sejalan dengan

temuan Ashley and Goodwin (2007) yang menyatakan bahwa pariwisata dapat menjadi strategi untuk mengurangi tingkat kemiskinan. Peran pariwisata menjadi lebih penting ketika dikembangkan dalam skala kecil dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat.

  • 3.4    Strategi Pengembangan

Perhitungan matriks IFAS dan EFAS dilakukan untuk mengestimasi bobot, rating, dan skor dengan memastikan total bobot tidak melebihi 1,00. Selain itu, perhitungan juga melibatkan penilaian faktor dengan skala 1 (dibawah rata-rata/tidak penting) hingga 4 (sangat baik/sangat penting). Hasil perhitungan matriks IFAS dapat ditemukan dalam Tabel 3 dan matriks EFAS pada Tabel 4.

Hasil perhitungan dari IFAS dan EFAS yang telah dilakukan menunjukkan nilai sebagai berikut:

  • 1.    Faktor Kekuatan (Strengths): 1,96

  • 2.    Faktor Kelemahan (Weakness): 0,91

  • 3.    Faktor Peluang (Opportunities): 2,01

  • 4.    Faktor Ancaman (Threats): 0,83

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh skor nilai sebagai berikut: faktor kekuatan memiliki skor nilai 1,96 dan faktor kelemahan memiliki skor nilai 0,91, dengan selisih skor sebesar +1,05. Selanjutnya, faktor peluang memiliki skor nilai 2,01 dan faktor ancaman memiliki skor nilai 0,83, dengan selisih skor sebesar +1,18.

Gambar 4 menunjukkan hasil perhitungan Matriks IFAS dan EFAS yang dapat digambarkan dalam Diagram SWOT. Hasil yang diperoleh menunjukkan posisi Positif-Positif (+,+) yang berada di Kuadran I. Hal ini menunjukkan bahwa internal kuat dan kondisi lingkungan mendukung pengembangan pariwisata. Oleh karena itu, rekomendasi strategi yang diberikan adalah pertumbuhan (Growth), dengan memanfaatkan sebaik mungkin kekuatan dan peluang yang dimiliki.

Tabel 3. Perhitungan Matriks IFAS

No

Kekuatan

Bobot

Rating

Skor

1

Memiliki potensi sumber daya alam yang besar (laut dan sungai)

0,08

3,5

0,29

2

Tempat dilaksanakannya upacara adat (Melasti)

0,07

2,9

0,21

3

Penataan lanskap membuat lingkungan menjadi lebih terjaga dan bersih

0,08

2,3

0,19

4

Akses jalan yang mudah dijangkau

0,09

3,7

0,32

5

Terdapat konservasi penyu, yang dapat digunakan sebagai wisata edukasi

0,09

3,7

0,31

6

Pola pemungutan retribusi sampah yang sudah efektif

0,09

3,7

0,32

7

Terdapat masyarakat peduli lingkungan (Trash Hero Yeh Gangga)

0,08

3,5

0,29

Total Kekuatan

0,58

1,96

No

Kelemahan

Bobot

Rating

Skor

1

Kawasan wisata hanya rame pada hari libur

0,07

2,3

0,15

2

Belum ada pencatatan terkait jumlah kunjungan wisatawan

0,07

2,1

0,15

3

Masih minimnya penggunaan teknologi informasi

0,08

1,8

0,14

4

Terdapat pedagang musiman

0,07

2,1

0,15

5

Tidak ada pengelolaan limbah cair di masyarakat

0,07

2,3

0,16

6

Lahan parkir yang tidak terlalu luas sehingga memanfaatkan jalan setapak

0,06

2,7

0,16

Total Kelemahan

0,42

0,91

Total Faktor Internal

1,00

1,05

Tabel 4. Perhitungan Matriks EFAS

No

Peluang

Bobot

Rating

Skor

1

Terdapat beragam kegiatan wisata (rekreasi air, berkuda, ATV, surfing, kuliner, dan lainnya)

0,10

3,8

0,39

2

Pemerintah mendukung pengembangan pariwisata

0,10

3,6

0,35

3

Potensi pengembangan kerjasama dibidang pariwisata, seperti les surfing dan kegiatan konservasi penyu

0,09

3,2

0,29

4

Lokasi tidak jauh dari pusat kota

0,09

3,4

0,32

5

Kunjungan wisatawan ke Bali semakin meningkat

0,10

3,6

0,35

6

Dijadikan tempat kegiatan pengabdian oleh beberapa instansi

0,09

3,3

0,30

Total Peluang

0,58

2,01

No

Ancaman

1

Adanya sampah kiriman yang dapat mengurangi keindahan pantai

0,08

2,4

0,19

2

Berkembang pesatnya pariwisata diluar Kabupaten Tabanan sehingga persaingan semakin tinggi

0,08

2,4

0,19

3

Perubahan iklim

0,09

1,7

0,15

4

Bencana alam

0,09

1,5

0,13

5

Tuntutan stabilitas keamanan yang semakin tinggi

0,09

2,0

0,17

Total Ancaman

0,42

0,83

Total Faktor Eksternal

1,00

1,18

Diagram Cartesius Analisis SWOT


Strategi yang diidentifikasi sebagai strategi yang memiliki prioritas tinggi dan mendesak untuk dilaksanakan adalah strategi SO (Strengths-Opportunities). Strategi ini bertujuan untuk memanfaatkan secara optimal kekuatan dan peluang yang ada.     Berikut     adalah     strategi

pengembangannya:

  • 1.    Pengembangan wisata edukasi yang menarik seperti pengembangan konservasi penyu dan budaya. Fasilitas wisata edukasi bertujuan untuk memberikan     edukasi     kepada

pengunjung mengenai penyu, upaya pelestarian penyu, dan juga memotivasi mereka untuk berperan dalam melestarikan penyu dan habitatnya. Dalam    pembangunan    fasilitas

pendukung kegiatan ini, perlu diterapkan pendekatan    arsitektur

berkelanjutan dalam perancangan. Hal ini bertujuan untuk menciptakan fasilitas yang ramah lingkungan dan meningkatkan kesadaran pengunjung akan pentingnya menjaga habitat penyu dan ekosistem laut.

  • 2.    Menjalin kerjasama dengan akademisi khususnya di bidang pariwisata untuk menerapkan pengabdian kepada masyarakat dalam menciptakan masyarakat sadar wisata. Peningkatan mutu pendidikan pariwisata di Indonesia sejalan dengan peran penting

yang dimainkan oleh Perguruan Tinggi Pariwisata dalam upaya pembangunan sektor pariwisata di tingkat nasional. Kerjasama dengan akademisi desa dapat memberikan manfaat, seperti memberikan kontribusi ide dan sumber daya dalam penyusunan Rencana Pembangunan    Kegiatan    Desa.

Kolaborasi ini dapat memberikan manfaat bagi kedua belah pihak dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pihak.

  • 3.    Mengadakan festival pariwisata memiliki dampak positif dalam memperkenalkan    dan    menarik

wisatawan baru untuk datang dan menikmati tempat wisata tersebut. Festival juga merupakan sarana promosi pariwisata Pantai Yeh Gangga dengan memadukan potensi alam, budaya, dan maritim. Melibatkan masyarakat setempat secara total dalam kegiatan ini akan memberikan manfaat bagi mereka, dan jika masyarakat merasa memiliki dan mendapatkan keuntungan dari pariwisata, mereka akan menjaga keberadaan objek wisata dan lingkungan fisiknya agar tidak mengalami degradasi.

  • 4.    Peran masyarakat setempat  sangat

penting    dalam    pengembangan

pariwisata. Mengoptimalkan  peran

serta masyarakat dalam menjaga dan

merawat fasilitas pariwisata, serta peningkatan kualitas SDM terkait pariwisata      melalui      pelatihan,

merupakan     langkah     penting.

Diperlukan langkah-langkah untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja yang profesional dalam mengelola dan merawat objek wisata secara berkelanjutan,     dengan     tujuan

mengurangi dampak kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh perkembangan pariwisata yang tidak terkontrol.

  • 4.    SIMPULAN DAN SARAN

    • 4.1    Simpulan

  • 1.    Dampak     pariwisata     terhadap

lingkungan dilihat dari pemanfaatan kawasan sempadan pantai, adanya perubahan garis pantai berupa akresi, kualitas perairan dua muara sungai masih tergolong baik dan memiliki nilai parameter yang tidak jauh berbeda. Kondisi ini harus terus dijaga untuk meminimalkan munculnya dampak negatif pada lingkungan.

  • 2.    Pengembangan pariwisata di Pantai Yeh Gangga telah memberikan dampak positif terhadap mata pencaharian dan pendapatan masyarakat.

  • 3.    Strategi SO memiliki prioritas yang tinggi untuk dilaksanakan, yaitu adanya pengembangan wisata pendidikan dan penelitian yang menarik seperti pengembangan konservasi penyu dan budaya, kemudian menjalin kerjasama dengan akademisi khususnya dibidang pariwisata, diadakan festival sebagai sarana promosi pariwisata Pantai Yeh Gangga, serta mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam pengembangan pariwisata.

  • 3.2 Saran

  • 1.    Saran bagi pemerintah untuk dapat dilakukan pencatatan terkait jumlah

kunjungan    wisatawan     dengan

menyediakan sistem penjualan karcis. Agar dapat terlihat data peningkatan ataupun     pengurangan     jumlah

kunjungan wisatawan sehingga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi pengembangan sarana dan prasarana yang ada. Perlu dilakukan penanganan terkait pembuangan limbah cair agar lingkungan tetap terjaga dengan baik.

  • 2.    Penelitian berikutnya dapat melibatkan studi evaluasi terhadap kebijakan dan program pengembangan pariwisata yang sedang direncanakan oleh pemerintah, dinas, dan desa. Dengan tujuan untuk mengevaluasi kebijakan dan program yang telah di implementasikan dalam pengembangan pariwisata di Pantai Yeh Gangga.

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, A. N. 2018.  Analisis dan

Identifikasi Status Mutu Air Tanah di Kota Singkawang  Studi Kasus

Kecamatan Singkawang Utara. Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah, 5(1): 1–10.

Alfrida E. S., Ernawati N.,  2016.

Karakteristik Air Limbah Rumah Tangga (grey water) Pada Salah Satu Perumahan Menengah keatas yang Berada di Tangerang Selatan. Ecolab, 10(2): 47-102.

Ashley, C., and Goodwin. H. 2007. Pro Ppor Tourism: What’s Gone Right and What’s Gone Wrong?. Opinion Papers. Overseas Development Institute.

Delita, F., Elfayetti, T. Sidauruk. 2017. Analisis SWOT untuk Strategi Pengembangan    Objek    Wisata

Pemandian Mual Mata Kecamatan

Pematang     Bandar     Kabupaten

Simalungun. Jurnal Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, 9(1): 41- 52.

Febianti, F. dan N. Urbanus. Analisis Dampak Perkembangan Pariwisata terhadap    Perilaku    Konsumtif

Masyarakat Wilayah Bali Selatan. Jurnal     Kepariwisataan     dan

Hospitalitas, 1(2): 118-133.

Hidayanti, N., 2017. Dinamika Pantai. Malang: UP Press. Malang.

Pakarti, S., Andriani, K., dan Mawardi, Kholid. 2017. Pengaruh City Branding dan Event Pariwisata terhadap Keputusan     Berkunjung     serta

Dampaknya pada Minat Berkunjung Kembali ke Kabupaten Banyuwangi . Jurnal Administrasi Bisnis, 47(1): 1–8.

Rangkuti, F. 2011. SWOT Balanced Scorecard. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sunaryo,    B.    2013.    Kebijakan

Pembangunan Destinasi Pariwisata Konsep dan Aplikasinya di Indonesia.

Yogyakarta: Gava Media.

Sutriati, A. 2011. Penilaian Kualitas Air Sungai dan Potensi Pemanfaatannya (Studi Kasus Sungai Cimanuk). Jurnal Sumber Daya Air, 7(1): 61-76.

Utami, D. S. 2011. Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) Pada Limbah Cair Domestik dengan Metode Spektrofotometri Portable. Medan: Program D3 Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Wibowo, M. 2018. Kajian Dampak Rencana Pembangunan Kawasan Wisata Marina di Pesisir Kabupaten Belitung      terhadap      Kualitas

Lingkungan Sekitarnya. Jurnal Presipitasi : Media Komunikasi dan Pengembangan Teknik Lingkungan, 15(1): 11-24.

312

ECOTROPHIC • 17(2): 298-312 p-ISSN:1907-5626,e-ISSN: 2503-3395