Kontribusi Pertunjukan Seni Tari Tradisional Sebagai Atraksi Wisata Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Lokal Desa Adat Ubud
on
Jurnal Destinasi Pariwisata p-issn: 2338-8811, e-issn: 2548-8937
Vol. 9 No 2, 2021
Kontribusi Pertunjukan Seni Tari Tradisional Sebagai Atraksi Wisata Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Lokal Desa Adat Ubud
Ni Gusti Ayu Eka Putri a, 1, Putri Kusuma Sanjiwani a, 2
-
a Program Studi Pariwisata Program Sarjana, Fakultas Pariwisata,Universitas Udayana, Jl. Dr. R. Goris, Denpasar, Bali 80232 Indonesia
Abstract
Ubud which is famous for cultural tourism has encouraged the local community to participate in these tourism activities. Performing traditional dance that develops in every banjar in Ubud by involving local communities in the implementation will certainly contribute to the lives of people in Ubud both material and non-material. This study aims to determine the contribution of traditional dance performances as a tourist attraction to the welfare of local communities in the Indigenous Village of Ubud, Ubud District, Gianyar Regency.
In this study using primary data sources and supported by secondary data obtained directly by observation and interviews, and the data analysis technique used in this study is qualitative analysis by reducing data which is then presented and concluded. The results of this study show that the contribution of traditional performing arts to the welfare of the local community can be seen from the community's involvement, either directly or indirectly. Being involved in performance performances is a side profession for the local community. Apart from helping economically, the results of this art performance can also contribute to the socio-cultural field of the community in traditional villages.
Keyword: Contributions, Performing Arts, Prosperity, Local Communities
Perkembangan pariwisata Bali telah lebih dari seratus tahun berproses. Bali saat ini merupakan dinamika pembangunan pariwisata sejak era kolonial, orde lama, orde baru, era reformasi hingga saat ini. Pembangunan pariwisata Bali memiliki proses panjang yang membuat Bali dikenal dengan pariwisata budaya (Anom, dkk., 2017)
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali memiliki julukan kota seni terletak di bagian tengah pulau Bali, memilliki luas wilayah 368.00 Km2 (Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2018). Dari tujuh kecamatan tersebut, ada beberapa kecamatan yang mengalami perkembangan pariwisata yang cukup pesat salah satunya Kecamatan Ubud.
Kecamatan Ubud memiliki potensi wisata budaya yang besar. Kecamatan Ubud sebagai tempat lahirnya seniman dibidang seni tari, seni tabuh, seni ukir, seni lukis yang menjadi cenderamata khas Bali termasuk keindahan panorama alami.
Desa Ubud mampu berkembang secara independent/mandiri sebelum maraknya masyarakat di Bali mengembangkan Desa Wisata. Desa Ubud menyisipkan pariwisata budaya sebagai keunggulan disamping daya tarik wisata alam dengan bentang alam sebagaian besar terdiri dari persawahan yang memiliki nilai lebih (dalam Sanjiwani, 2017). Ubud juga terkenal dengan keunikan adat istiadat dan kemampuan mempertahankan kebudayaan, terbukti dari karakteristik
wisatawan yang datang didominasi oleh wisatawan asing dan memiliki motivasi untuk mengenal budaya lebih dalam seperti kesenian tradisional.
Fungsi kesenian tradisional Bali dengan demikian memiliki keterkaitan dengan aspek-aspek kehidupan masyarakatnya. Fungsi kesenian tidak dapat dipisahkan dari fungsi spiritual, fungsi sosial dan fungsi hiburan (Santoso, 1984).
Secara tradisional, Bali sangat kaya kesenian bersifat sakral dan bersifat profan. Secara moderen, ragam kesenian di Bali mampu mengikuti perkembangan pasar meskipun terjadi permasalahan seperti sejauh mana seni yang murni sebagai ekspresi karya seniman dan seni sebagai industri. Secara postmodern bahkan beragam kesenian di Bali seperti seni tari, karawitan, arsitektur dan lainnya menunjukkan keberanian mampu menarik perhatian dunia dari berbagai karya yang telah dihasilkan (Anom, dkk., 2020).
Zaman modernisasi yang menuntut masyarakat untuk terus mengikuti arus perkembangan, membuat pelaku pariwisata memanfaatkan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan hidup melalui kegiatan kepariwisataan, pelaku pariwisata disini adalah masyarakat lokal.
Memanfaatkan kelompok banjar untuk berpartisipasi kegiatan pariwisata guna menunjang perekonomian dan kegiatan sosial di masyarakat. Salah satu kegiatan tersebut yaitu
Vol. 9 No 2, 2021
pertunjukan seni tari tradisional yang tersebar diempat banjar di Desa Adat Ubud yang dimana setiap banjarnya menampilkan seni tari tradisional yang berbeda dan mempunyai khas tersendiri.
Desa Adat Ubud yang terdiri dari 4 banjar yang diantaranya Banjar Ubud Kaja. Banjar Ubud Tengah, Banjar Sambahan, dan Banjar Ubud Kelod yang dimana masing-masing banjar tersebut memiliki pertunjukan seni tari tradisional di Desa Adat Ubud yang sebagai atraksi wisata untuk menarik wisatawan dituntut harus dapat memberikan kontribusi untuk khususnya masyarakat lokal dan untuk banjar, yang nantinya diharapkan dapat membantu dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
Melihat fenomena tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk melihat keterlibatan masyarakat lokal dalam pelaksanaan kepariwisataan di Desa Adat Ubud. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan sekaligus sebagai bentuk pelestarian terhadap budaya yang menjadi produk pariwisata dalam mewujudkan pariwisata berkualitas dengan mengedepankan kebudayaan lokal. Dari hal tersebut, penelitian ini difokuskan pada kontribusi pertunjukan seni tari tradisional sebagai atraksi wisata terhadap kesejahteraan masyarakat lokal di Desa Adat Ubud.
Dalam penelitian ini diperlukan konsep sebagai alat analisis data untuk memecahkan permasalahan tersebut dan memperoleh hasil penelitian mengenai kontribusi pertunjukan seni tari tradisional terhadap kesejahteraan masyarakat lokal. Maka dari itu, konsep yang digunakan dalam penelitian ini yakni konsep kontribusi (Soehasto dalam Suparno, 2008) yang merupakan konsep utama dan menjadi fokus penelitian, selanjutnya konsep seni tari tradisional (M.Jazuli, 2008:71), konsep Pertunjukan Seni Tari Tradisional (Dibia, 2004), konsep atraksi wisata (James Spillane, 1987), konsep kesejahteraan (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009) digunakan untuk melihat kualitas hidup masyarakat, konsep partisipasi masyarakat (Awang dalam Bambar, 2016), digunakan untuk mengetahui bentuk partisipasi masyarakat dan seberapa jauh partisipasi yang dilakukan, selanjutnya konsep pelestarian seni dan budaya (A.W. Widjaja dalam Jacobus, 2006; Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang
Cagar Budaya) digunakan untuk menjelaskan bentuk pelestarian di Desa Adat Ubud dan konsep masyarakat lokal (Damanik dan Weber dalam Sibalan 2018) yang digunakan untuk mengetahui masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pariwisata di Ubud khususnya dalam pertunjukan seni tari tradisional yang sebagai atraksi wisata serta konsep desa adat (Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019, yang menjelaskan arti, tugas dan wewenang desa adat.
Artikel ini juga menggunakan telaah hasil penelitian sebelumnya untuk mengkomparasi agar tidak terjadi penelitian ganda secara simultan, serta mengetahui keunggulan penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya sudah dilakukan. Berikut penelitian sebelumnya yang menjadi pembanding diantaranya yang dilakukan oleh Karmawan dan Mahagangga (2017) dengan judul “Kontribusi Atraksi Wisata Arung Jeram Terhadap Masyarakat Lokal di Desa Pekraman Kedewatan Kecamatan Ubud”, selanjutnya penelitian yang dilakukan tahun 2018 oleh Kurniadi dan Pujani dengan judul “Kontribusi Pusat Oleh-Oleh Khas Bali Terhadap Desa Batubulan”, dan penelitian yang dilakukan oleh Risman (2016) dengan judul “Kontribusi Pariwisata Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Indonesia”. Dari ketiga penelitian tersebut dapat dilihat persamaan dan perbedaan dari setiap jurnal dengan penelitian yang dilakukan saat ini seperti persamaan fokus penelitian dan perbedaan terletak pada lokasi dan batasan pembahasannya.
Penelitian ini berlokasi di Desa Adat Ubud yang terletak di tengah Kawasan Wisata Ubud atau central dari Kelurahan Ubud. Secara geografis, Desa Adat Ubud berjarak sekitar 12 km dari Kabupaten Gianyar dapat ditempuh dalam waktu 45 menit perjalanan, berjarak kurang lebih 19 Km dari Pusat Kota Denpasar dapat ditempuh dengan waktu 1 jam perjalanan dan jarak tempuh Desa Adat Ubud dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, yaitu berjarak kurang lebih 30 Km (docplayer.info). Penelitian ini lebih mengkhusus dilakukan di empat banjar yang ada di Desa Adat Ubud yaitu Banjar Ubud Kaja, Banjar Ubud Tengah, Banjar Sambahan dan Banjar Ubud Kelod (Profil Pembangunan Kelurahan Ubud, 2012).
Vol. 9 No 2, 2021
Ruang lingkup dalam penelitian ini digunakan untuk mempertegas lingkup permasalahan sehingga aspek data penelitian menjadi jelas, ruang lingkup yang dimaksud pelestarian pertunjukan seni tari tradisional sebagai atraksi wisata di Desa Adat Ubud dan profesi masyarakat Desa Adat Ubud dan sistem pembagian hasil dari pertunjukan seni tari tradisional disetiap banjar di Desa Adat Ubud. Penelitian ini menggunakan sumber data primer (Moleong, 2000:11) yang didapat langsung dari lapangan dan disempurnakan dengan data sekunder (Moleong, 2004) yang diperoleh dari sumber yang lain. Jenis data dalam penelitian ini didominasi oleh data kualitatif (Sugiyono, 2003) dan didukung data kuantitatif (Sugiyono, 2010) sebagai pelengkap dalam memperjelas data.
Penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan Teknik purposive sampling serta teknik analisis data yang digunakan yakni teknik analisis data kualitatif dari Bungin tahun 2007, digunakan untuk memahami sebuah proses dan fakta, tetapi bukan sekedar untuk menjelaskan fakta tersebut.
Ubud yang memiliki branding sebagai kawasan wisata yang berbasis budaya, tidak lepas dari keunikan dan kekuatan budaya yang di miliki Ubud. Konsistensi dalam mempertahankan budaya menjadikan Ubud sebagai kawasan wisata berbasis budaya selalu diminati, berbagi produk wisata yang berbasis budaya juga muncul secara beriringan, seperti patung, lukisan, anyaman, ukiran atau ornamen, infrastukrur bangunan, kehidupan manusia dalam bermasyarakat desa adat hingga pertunjukan seni tari tradisional yang dijadikan sebagai atraksi wisata. Tentu hal tersebut memiliki tujuan yang sangat jelas yaitu memperkenalkan budaya Bali terutamanya tari tradisional Bali ke kanca Internasional melalui pariwisata dan tujuan lainnya yaitu memperoleh kepuasan material dari dimanfaatkannya budaya untuk komoditi.
Perkembangan seni tari tradisional di Kelurahan Ubud tepatnya bermula pada tahun 50-an hingga 70-an. Pada tahun 2001 sampai 2003 Kegiatan Pertunjukan Seni Tari Tradisional di Ubud meningkat drastis dan hal tersebut juga membuat masyarakat Ubud
berinisiatif untuk membentuk Sanggar Tari dan pementasan tari tradisional guna melestarikan kebudayaan dan juga untuk mendapatkan keuntungan secara ekonomi (Dinas Pariwisata Gianyar, 2018). Hingga kini kegiatan pertunjukan seni tari tradisional di Kelurahan Ubud masih memiliki peminat dan tingkat kunjungan yang cukup tinggi. Melihat peluang tersebut kini masyarakat lokal Ubud telah memiliki banyak sekali sanggar tari dan juga Jenis tari-tarian yang di pentaskan sebagai atraksi wisata (dalam Sembiring, 2019).
Era ini perkembangan pertunjukan seni tari tradisional baik yang dikelola secara pribadi maupun dibawah naungan desa/ banjar berjumlah 22 badan (dalam Sembiring, 2019). Dari total jumlah badan pengelola tersebut, di Desa Adat Ubud terdapat empat pengelola pertunjukan seni tari tradisional yang cukup dikenal. Berikut banjar di Desa Adat Ubud yang mengadakan pertunjukan seni tari
tradisional seperti:
-
1. Banjar Ubud Kaja yang menampilkan
tarian Kecak dan Sanghyang sebagai
atraksi wisata, dilaksanakan setiap hari Senin dan Jumat pukul 19.30 bertempat di Pura Dalem Desa Adat Ubud.
-
2. Banjar Ubud Tengah yang
mementaskan tarian Kecak wanita yang bernama Kecak Srikandi Ubud Tengah, dilaksanakan setiap hari Selasa pukul 19.30 Wita, berlokasi di Pura Batu Karu Ubud
-
3. Banjar Sambahan yang menampilkan Kecak and Fire Dance yang bertempat di Pura Puseh Desa Adat Ubud, setiap hari Kamis dan Minggu pukul 19.30 Wita.
-
4. Banjar Ubud Kelod yang mementaskan tari Legong dan Barong serta tari kreasi lainya yang dibawakan oleh Sekaa Gong Kiduling Swari yang bertempat di Bale Banjar Ubud Kelod setiap hari Jumat pada jam 19.30 wita.
Suatu kebudayaan baik berwujud maupun tidak berwujud yang lahir di masyarakat memilki sifat stable (tetap) dan dinamis. Stable yang berarti makna, simbol bahkan bentuk dari kebudayaan tersebut masih tetap seperti semula atau masih sangat sama seperti pada saat awal
Vol. 9 No 2, 2021
ditemukan atau lahir, sedangkan dinamis merupakan kebudayaan tersebut akan mengalami perkembangan menyesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan hidup masyarakat seperti contoh suatu bentuk budaya yaitu pertunjukan seni tari tradisional yang awalnya hanya untuk kepentingan masyarakat dalam upacara keagamaan atau kebutuhan lain dalam kehidupan bermasyarakat, namun sekarang sudah berkembang menjadi pertunjukan seni tari tradisional sebagai atraksi wisata untuk memenuhi keinginan wisatawan seperti yang dikemukakan oleh James Spillane tahun 1987 mengenai atraksi wisata, dan tentunya pertunjukan tersebut mengalami proses penyesuaian dalam pelaksanaannya. Pemanfaatan kebudayaan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat yang dalam hal ini menunjang kebutuhan finansial dengan menjadikan budaya tersebut menjadi produk komoditi, perlu adanya bentuk perlindungan, pemeliharan dan pelestarian agar kebudayaan tersebut tidak mengalami perubahan yang signifikan dan agar tidak berimplikasi pada cultural change secara keseluruhan.
Sesuai dengan konsep pelestarian dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya menyebutkan bahwa Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara seperti melindungi, mengembangkan, memanfaatkannya. Kedua undang-undang tesebut mengandung preservasi dan pengembangan manfaat terhadap budaya. Diungkapkan juga oleh (A.W. Widjaja dalam Jacobus,2006). Pelestarian merupakan kegiatan yang dilakukan terus-menerus terarah untuk mencapai tujuan tertentu yang mencerminkan adanya sesuatu yang tetap dan abadi, bersifat dinamis, luwes dan selektif.
Pertunjukan seni tari tradisional yang ada di Desa Adat Ubud baik itu tarian kecak maupun tarian legong merupakan bentuk pelestarian, karena sesuai dengan konsep pelesatarian, pertunjukan tersebut dilakukan secara rutin setiap minggunya, dari pertunjukan seni tari itu juga cara untuk mempertahankan seni tari agar tidak terlupakan serta dapat mempertahankan Ubud sebagai daerah budaya. Selain itu pertunjukan seni tersebut terus mengalami perkembangan seperti membuat bentuk tarian baru berupa tari kreasi, mulai melibatkan
generasi yang lebih muda untuk tergabung dalam operasional pertunjukan seni tersebut, namun hal ini belum bisa dilakukan secara maksimal. Seperti yang ada di berbagai banjar di Desa Adat Ubud yang memiliki pertunjukan seni tari tradisional sebagai atraksi wisata, sistem yang mereka gunakan adalah regenerasi, dimana adanya pergantian pelaku yang dilakukan secara bertahap walaupun tidak semua banjar dapat menerapkannya secara sempurna.
Beberapa contoh seperti Sekaa Kiduling Swari Banjar Ubud Kelod mengalami regenari hanya pada penari saja dan tidak terjadi pada penabuh, hal tersebut dikarenakan terhalang urusan rumah tangga yang tidak memungkinkan untuk bergabung dalam sekaa. Hal yang sama terjadi juga di Banjar Ubud Tengah yang memiliki tarian kecak wanita (Kecak Srikandi) juga belum ada peralihan generasi penari kecak, dikarenakan tidak diadakannya pelatihan untuk generasi baru dan juga kebanyakan penari kecak senior sudah mulai jenuh sehingga beralih untuk melakukan peran lain dalam organisasi.
Hal berbeda terjadi di Banjar Ubud Kaja dan Sambahan, berusaha melibatkan pemuda banjar sejak dini untuk mulai ikut bergabung dalam pertunjukan seni tari tradisional, karena sifatnya Ngayah dan jika tidak terlibat akan mendapat sanksi, maka dari itu banyak penari yang sudah lanjut usia akan digantikan oleh anaknya untuk Ngayah Ngecak, walaupun anak tersebut belum menyandang status kawin.
Tidak dipungkiri lagi, Ubud yang sebagai generator penggerak perekonomian daerah karena merupakan daerah pariwisata terkenal, menjadikan Ubud primadona bagi para pencari kerja. Para pelamar kerja atau yang sudah bekerja di bidang pariwisata didominasi oleh pekerja dri luar daerah, hal ini menuntut masyarakat lokal untuk ikut berlomba-lomba meraup penghasilan dari kegiatan pariwisata dengan berprofesi sebagai pemilik dan pengelola homestay, restoran, pedagang souvenir, pekerja hotel, ataupun sopir freelance, walaupun ada beberapa yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil, TNI/Polri, atau profesi lainnya.
Tabel 4.3 Sampel Profesi Masyarakat Di Desa Adat Ubud
No |
Nama |
Usia |
Alamat |
Profesi |
Vol. 9 No 2, 2021
1 |
I Made Ginarsa |
55 thn |
Br. Sambahan |
Swasta |
2 |
Ni Ketut Sariani |
47 thn |
Br. Sambahan |
Wiraswata di bidang pariwisata |
3 |
I Wayan Gd Lucky Adi Pradana |
20 thn |
Br. Ubud Kaja |
Mahasiswa |
4 |
Ni Made Wiadnyan i |
53 thn |
Br. Ubud Kelod |
Pegawai LPD Ubud |
5 |
Kadek Ari Permata Sari |
21 thn |
Br. Ubud Kelod |
Mahasiswa /pelajar |
Sumber: Hasil Penelitian, 2020
Berdasarkan pernyataan kutipan dari tokoh masyarakat dan krama banjar disetiap banjar memberikan kebenaran bahwa pekerjaan atau profesi dominan dari masyarakat di Desa Adat Ubud adalah pengusaha jasa di bidang pariwisata, walaupun ada profesi lain namun tidak lebih dari 5% dari jumlah keseluruhan. Pekerjaan utama adalah suatu kegiatan ekonomi yang dilakukan secara rutin atau setiap hari untuk mendapatkan upah atau imbalan sebagai sumber pendapatan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup, menjadi pemilik homestay, pemilik restoran, pegawai hotel, pedagang souvenir, sopir freelance, penyedia jasa pariwisata, TNI/Polri, dan Pegawai Negeri Sipil merupakan pekerjaan utama atau pekerjaan pokok dari masyarakat lokal di Desa Adat Ubud.
Namun dalam pertunjukan seni tari tradisional yang diadakan dimasing-masing merupakan pekerjaan sampingan masyarakat, memang pertunjukan tersebut rutin dilaksanakan sesuai jadwal dimasing-masing banjar, namun tidak dilaksanakan setiap hari. Sifat dari pekerjaan sampingan ini juga Ngayah da nada sedikit unsur pemaksanaan, karena untuk mereka harus ikut berpartisipa walaupun tidak memiliki keahlian dibidang itu meskipun bersifat memaksa, namun ada juga yang
membentuk sekaa gong hanya diperuntukan untuk yang memiliki hobi menabuh atau ikut bergabung untuk bersenang-senang seperti Sekaa Kiduling Swari Ubud Kelod. Selain itu juga penghasilan yang didapat dari partisipasi dalam pertunjukan seni tari tradisional baik kecak maupun sekaa gong kebanyakan digunakan untuk penghasilan tambahan dan jika dirata-ratakan penghasilan dari kecak atau sekaa gong tidak lebih besar dari penghasilan pekerjaan utama. Maka, dari itu berpartisipasi dalam pertunjukan seni tari tradisional merupakan pekerjaan sampingan masyarakat lokal.
Dalam pertunjukan seni tari tradisional baik kecak maupun legong, tidak semua krama dapat pembagian tugas atau peran yang sama. Krama dibagi berdasarkan skill masing-masing, ada juga beberapa memilih peran karena keadaan fisik yang terbatas. Seperti krama yang ahli dalam bidang administrasi akan berperan sebagai pengurus segala administrasi operasional pementasan, yang memiliki keahlian marketing dan berbahasa yang baik akan mendapat tugas sebagai penjual tiket, LO wisatawan ataupun sebagai pengurus pementasan, dan lain sebagainya. Selain itu akan berperan sebagai penari, penabuh, petugas kebersihan sekaligus dekorasi panggung atau stage yang akan digunakan untuk pertunjukan, lalu ada yang bertugas untuk memastikan kelengkapan pertunjukan mulai dari lighting, busana penari, obor api maupun serabut kelapa yang selanjutnya akan digunakan untuk tarian Sanghyang Jaran dan lain sebagainya. Walaupun memiliki peran berbeda-beda semua krama banjar harus terlibat dalam pertunjukan seni tari tradisional tersebut khususnya kecak. Tidak hanya berdampak untuk msyarkat lokal Desa Adat Ubud yang terlibat langsung dalam pelaksanan pertunjukan, namun juga pertunjukan seni tari tradisional ini memberikan dampak tidak langsung kepada mayaralat lainnya seperti pedagang minuman, pedagang tiket, sopir taksi, pemilik restoran di sekitar lokasi pertunjukan dan lain sebagainnya.
Kegiatan pariwisata yang melibatkan masyarakat lokal harus memberikan timbal balik kepada masyarakat itu sendiri, baik berupa kepuasan batin maupun kepuasan dalam bentuk materi yang dapat memingkatkan
Vol. 9 No 2, 2021
kesejahteraan masyarakat setempat. Pertunjukan seni tari tradisional merupakan bentuk kegiatan pariwisata yang melibatkan masyarakat lokal secara keseluruhan karena segala proses pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat atau krama banjar. Dari kegiatan tersebut krama berhak mendapatkan imbalan secara pribadi maupun hak dalam kehidupan bermasyarakat di desa adat. Kedua bentuk imbalan tersebut dapat diperoleh dari pembagian hasil penjualan tiket ataupun kegiatan lain yang membantu dalam peningkatan pendapatan.
Masing-masing banjar di Desa Adat Ubud memiliki sistem pembagian hasil dari pertunjukan seni tari tradisional yang hampir sama. Setiap banjar memiliki sistem pembagian yang berbeda, pembagian hasil berdasarkan keputusan Bersama saat rapat banjar (sangkep/parum). Berikut pembagian hasil pertunjukan seni tari tradisional dimasing-masing banjar:
Hasil dari pertunjukan tari kecak di Ubud Kaja dibagikan untuk penari baik kecak maupun Ramayana, petugas kebersihan, petugas keamanan dan peranan lainnya, lalu dibagikan juga untuk desa, PKK, dan sekaa teruna-teruni. 70% dari total penghasilan akan dibagikan untuk penari, petugas kebersihan, petugas keamanan, dan biaya operasional lainnnya, 30 % dari sisa sebelumnya akan diberikan kepada desa setiap sekali pertunjukan. Selanjutnya untuk PKK dan sekaa teruna-teruni akan diberikan pembagian sebanyak 2 tiket (sekitar Rp. 200.000) untuk sekali pementasan kecak. Semua pembagian hasil tersebut akan diproses kedalam rekening masing-masing krama, begitu juga desa, PKK dan Sekaa teruna-teruni kecuali untuk penari Ramayana akan diberikan imbalan secara langsung. Rata-rata penghasilan yang didapat krama atau pelaku seni dari pertunjukan seni tari tradisional kecak terganutng dari jumlah wisatawan yang membeli tiket. Jika pada high season maka hasil yang didapat bisa lebih dari Rp. 100.000 sedangkan low season bisa kurang dari Rp. 50.000. jika ditotal dan dirata-ratakan perbulannya krama mendapat hasil diantara Rp. 1.000.000 sampai Rp. 300.000 setiap bulannya. Dan bahkan ada krama yang sudah memiliki saldo sampai Rp. 69.000.000 dari pembagian hasil pertunjukan kecak di Ubud Kaja.
Sistem yang sama juga berlaku di Banjar Ubud Tengah yang mempertunjukan kecak
wanita (Kecak Srikandi) serta Banjar Sambahan, pembagian hasil pementasan kecak berdasarkan jumlah tiket yang terjual atau dihitung dari jumlah wisatwan yang datang untuk menonton, selanjutnya 70% hasil dari penjualan tiket tersebut akan dibagi sesuai dengan jumlah krama yang hadir dan termasuk juga penari yang dari luar desa akan mendapat bagian sesuai kesepakatan. Penari kecak dan petugas lainnya pembagian hasil akan masuk kedalam rekening tabungan di koperasi desa.
Sisa dai hasil penjualan tiket tersebut, 15% akan diberikan ke desa dan 15% sisanya akan ditabung untuk biaya Tirta Yatra PKK sewaktu-waktu. Biasanya penghasilan yang didapat dari kecak untuk desa digunakan untuk biaya segala kegiatan bermasyarakat di desa dan untuk maintenance perlengkapan pertunjukan seperti kursi, tempat obor dan peralatan lainnya. Sistem pembagiannya yaitu jika jumlah wisatawan 50 keatas maka akan disisihkan uang sebesar Rp.100.000, namun jika wisatawan tidak mencapai 50 orang maka tidak ada pemasukan untuk pemeliharaan alat-alat dan perlengkapan lainnya.
Berbeda dengan tiga banjar diatas, sistem pembagaian hasil di Sekaa Gong Kiduling Swari Banjar Ubud Kelod yang memiliki sistem bebeda, dimana hasil dari pertunjukan seni di Ubud Kelod dibagikan setiap 6 bulan bisanya menjelang Hari Raya Galungan kepada penabuh dan penari berdasarkan jumlah kehadiran atau absensi, misalnya dalam 6 bulan jumah kehadiran full maka akan mendapat pembagian full tanpa potongan atau dilimpahkan ke orang lain dan untuk penari dapat tambahan Rp.50.000 dari hasil keseluruhan sebagai uang makeup. Namun untuk petugas kebersihan, biaya sesajen dan operasional lainnya langsung dibayar pada saat selesai pementasan sesuai dengan jumlah upah yang telah disepakati misalnya untuk petugas kebersihan sekali pementasan diberikan imbalan sebesar Rp.200.000 per satuan kelompok (satu kelompok 6-8 orang), untuk biaya sesajen sebesar Rp.50.000, selain itu juga retribusi ke desa atau banjar sebesar 10% dari hasil penjualan tiket, bilamana masih ada sisa dari seluruh pembagaian akan masuk ke kas yang nantinya akan digunakan untuk perawatan alat-alat pertunjukan dan perlengkapan lainnya, sewaktu-waktu juga kas tersebut digunakan untuk tirta yatra, pembuatan kostim ataupun
Vol. 9 No 2, 2021
mengadakan perayaan ulang tahun kecil-kecilan.
Tidak hanya mendapat retribusi dari pertunjukan seni legong Sekaa Gong Kiduling Swari, namun juga banjar mendapat retribusi tambahan dari penyewaan tempat pementasan dengan dikenakan 7 tiket (7xharga tiket) per sekali pementasan, sekaa gong lain yang biasanya menggunakan bale banjar Ubud Kelod sebagai tempat pementasan diantaranya Sanggar Pondok Pekak, sangar Pengosekan, Sekaa gong Junjungan, Kelabang Moding dan yang lain-lain. Sekaa gong tersebut juga dikenakan biaya operasional lainnya seperti petugas kebersihan dan petugas perlengkapan, namun akhir-akhir ini jadwal pementasan di Bale Banjar Ubud Kelod mulai sepi, dikarena minat wisata yang mulai menurun terhadap pertunjukan seni dan biaya sewa tempat yang cukup tinggi.
Dari segi sosial, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa dari penghasilan pertunjukan seni tari tradisional yang dilaksanakan dimasing-masing banjar, desa mendapat pembagian dari hasil tersebut berupa retibusi ke desa/banjar yang besarnya ditentukan sesuai dengan keputusan bersama dan dana tersebut akan masuk ke kas desa yang nantinya akan digunakan untuk memenuhi kepentingan kehidupan bermasyarakat desa adat seperti odalan di Pura/di Bale Agung, perbaikan fasilitas umum, kegiatan sosial lainnya. Karena dengan adanya kas tersebut krama banjar akan dipermudah, tidak akan dipungut biaya tambahan atau dalam istilah Bali dikenal pusuan-pusuan.
Pertunjukan seni tari tradisional sebagai atraksi wisata budaya yang memiliki sifat dinamis sehingga sangat rentan terjadi perubahan baik dalam hal wujud maupun simbol/gagasan yang disesuaikan dengan kebutuhan pariwisata, maka dari itu perlu adanya pelestarian. Profesi masyarakat Desa
DAFTAR PUSTAKA/REFERENSI
Anonim. Profil Pembangunan Kelurahan Ubud. 2012.
Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar.
Anom, I. P., Suryasih, I. A., Nugroho, S., & Mahagangga, I. G. A.
O. (2017). Turismemorfosis: Tahapan selama seratus tahun perkembangan dan prediksi pariwisata Bali. Metamorfosis Pariwisata, Tantangan Membangun Pariwisata Berkelanjutan di.
Adat Ubud yang didominasi oleh pekerja pariwisata baik itu sebagai pemilik usaha ataupun pegawai swasta (hotel, restoran, villa dsb) hal ini tentunya didorong oleh perkembangan pariwisata yang melaju pesat. Selain itu ada juga masyarakat yang berprofesi sebagai PNS, TNI/Polri, Guru, dan profesi lainnya, namun profesi lainnya seperti pekerja seni ataupun seniman bukan merupakan pekerjaan utama mereka melainkan sebagai pekerja sampingan untuk menambah penghasilan ekonomi. Kontribusi pertunjukan seni tari tradisional terhadap kesejahtraan masyarakat lokal di Desa Adat Ubud dapat dilihat dari kontribusi langsung dan tidak langsung.
Kontibusi langsung yakni partisipasi masyarakat sebagai pelaku seni, petugas perlengkapan dan kebersihan, petugas administrasi dan peranan lainnya. Secara tidak langsung dapat dirasakan oleh sopir taksi freelance, pedagang asongan, penjual tiket dan warung/restoran disekitar lokasi pertunjukan. Keterlibatan masyarakat dalam pertunjukan seni ini merupakan pekerjaan sampingan bagi masyarakat, karena dilakukan dalam waktu tertentu. Setiap banjar memiliki sistem pembagian yang adil dan hampir sama, selain mendapat kontribusi secara ekonomi, masyarakat juga mendapat keringan dalam kehidupan bermasyarakat desa adat.
Saran yang diberikan kepada pihak pengelola pertunjukan seni tari tradisional di masing-masing banjar di Desa Adat Ubud adalah merubah sistem manajemen untuk pelaku seni terutama yang melibatkan perempuan. Mulailah untuk membentuk grup baru yang akan mengantikan pelaku seni sebelumnya, karena jika itu tidak dilakukan pertunjukan seni tari tradisional di Desa Adat Ubud akan mengalami stagnasi serta Perlu adanya motivasi dan inisiatif sendiri dari masyarakat karena dalam hal ini masyarakat juga berperan ganda yakni pemilik dan pelaku dan bahkan juga akan merasakan dampak bila pelaksanaan pertunjukan seni tari tradisional tidak sejalan dengan tujuan bersama.
Anom, I Putu. Mahagangga, I Gusti Agung Oka. Suryawan, Ida Bagus. Koesbardiati, Toetik. 2020. Spektrum Ilmu Pariwisata, Pengembangan Mitos sebagai Modal Budaya dalam Pengembangan Pariwisata. Jakarta: Prenadamedia Group (Divisi Kencana).
Kantor Dinas Pariwisata Daerah Gianyar. 2018. Data Monografi Kecamatan Ubud dan Kelurahan Ubud.
Bungin, B. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.
Dibia, I. W. (2004). Pragina: penari, aktor, dan pelaku seni pertunjukan Bali. Malang: Sava Media
Vol. 9 No 2, 2021
Docplayer.info. Bab IV Gambaran Umum Kelurahan Ubud (Riwayat/ Sejerah Singkat Berdirinya Kelurahan Ubud. 26 Januari 2020.
Jazuli, M. 2008. Paradigma Kontekstual Pendidikan Seni. Semarang: Unesa University Press.
Kurniadi, I. M. P., & Pujani, N. L. P. K. Kontribusi Pusat Oleh-Oleh Khas Bali Terhadap Desa Batubulan. JURNAL DESTINASI PARIWISATA, 6(2), 320-324.
Moleong Lexi, J. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Posdakarya, Bandung.
Moleong, Lexy, 2004. Metodelogi Penelitian Kualitatif: PT Remaja Rodakarya Bandung,2004.
Sanjiwani, P. K. (2017). PRAKTIK PERJANJIAN NOMINEE DI SEKTOR PARIWISATA. Jurnal Ilmiah Hospitality Management, 8(1), 17-22.
Santoso, Budhi. 1984. Upacara Tradisional Kedudukan dan Fungsinya dalam Kehidupan Masyarakat dalam Analisis Kebudayaan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Sembiring, B. C., & Adikampana, I. M. Implikasi Erupsi
Gunung Agung Terhadap Pertunjukan Seni Tari Tradisional Di Kelurahan Ubud, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali. JURNAL DESTINASI PARIWISATA, 7(2), 326-331.
Silaban, U. M. M., & Nugroho, S. Kontribusi Desa Wisata Sendang Duwur Kabupaten Lamongan Terhadap Ekonomi Masyarakat Lokal. JURNAL DESTINASI
PARIWISATA, 6(2), 245-251.
Spillane, James J. 1987. Ekonomi Pariwisata; Sejarah dan Prospeknya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Suarmana, I. W. R., & Mahagangga, I. G. A. O. (2014). Bentuk Kontribusi Daya Tarik Wisata Monkey Forest Dalam Mensejahterakan Masyarakat Lokal Di Desa Padang Tegal Kecamatan Ubud. Jurnal Destinasi Pariwisata, 2(2), 1328.
Sugiyono, P. D. (2010). Metode penelitian
pendidikan. Pendekatan Kuantitatif.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta
Suparno, I Nyoman. 2008. Kontribusi Kecak Srikandhi sebagai Atraksi Wisata di Desa Adat Ubud, Kecamatan Ubud, Kabupaten Ubud. Skripsi, Fakultas Pariwisata: Universitas Udayana.
Widjaja A.W. 1986. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta: Bina Aksara
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27)
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967)
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130)
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali
457
Discussion and feedback