Jurnal Destinasi Pariwisata

p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937

Vol. 9 No 2, 2021

Penguatan Brand Image Sego Jajang

Guna Membangun Reputasi Culinary Tourism Di Desa Gintangan

Frida Sucila Hartinia, 1, I Putu Sudhyana Mechaa, 2*, Aditya Wiralatief Sanjaya a, 3

Gintangan Village is famous for its woven bamboo education tourism, but its culinary tourism is still not widely known. One of the local culinary can be used as a component of the reputation formation of culinary tourism in Gintangan Village is Sego Jajang. However, the lack of introduction of the Sego Jajang brand to the public has resulted in the lack of people knowing it. The purpose of this study was to determine the extent to which the image of Sego Jajang in the eyes of the local community, as well as the efforts that can be made to strengthen the brand image of Sego Jajang. This research method uses descriptive qualitative analysis techniques of reduction, display, and conclusion drawing (verification). The results of the research from 30 sample people showed 25% of the community called Sego Jajang and Tempe Godhong as the local culinary delights of Gintangan Village. 86% stated that they know the whereabouts of Sego Jajang. The whole local community stated that they did not know the history of Sego Jajang. The level of ignorance for materials, tools, and the process of making Sego Jajang is still high, while for information on where to buy it the majority knows. 87% stated that the role of the Gintangan Village Government was still not optimal. 42% stated that social media used was Facebook. Besides, 93% gave their future roles in the form of online and offline promotions. Based on the results of the research, it is necessary to implement a brand strategy to identify and overcome the shortcomings of the brand image of Sego Jajang

Keyword: Brand Image, Sego Jajang, Culinary Tourism.

  • I.    PENDAHULUAN

Desa Gintangan merupakan salah satu desa wisata yang ada di Kecamatan Blimbingsari Kabupaten Banyuwangi.Desa Gintangan diresmikan sebagai desa wisata sejak tahun 2017 pada saat terlaksananya Gintangan Bamboo Festival pertama kali oleh Bupati Abdullah Azwar Anas. Desa Gintangan dalam pengembangannya menerapkan pariwisata berkelanjutan. Pariwisata berkelanjutan juga memperhatikan beberapa aspek antara lain, aspek lingkungan, aspek ekonomi, maupun aspek sosial dan budaya masyarakat lokal. Selain itu, hal yang ditekankan dalam pariwisata berkelanjutan berupa pihak pengelola, stakehoder, pemerintah terkait, pelaku pariwisata serta masyarakat lokal (Kanom, dkk, 2020). Di Desa Gintangan kegiatan menganyam ini telah dilakukan semenjak tahun 1970-an, sedangkan untuk kunjungan wisatawan baik asing maupung lokal ke Desa Gintangan sudah di mulai sejak tahun 1990-an. Kearifan lokal yang ada di Desa Gintangan juga masih terjaga hingga saat ini. Hal ini tercemin ketika memasuki Desa Gintangan hal pertama yang dapat dilihat berupa aktivitas masyarakat di pekarangan rumah dalam membuat serta mengolah kerajinan bambu.

Sebagai sebuah desa wisata, Desa Gintangan menawarkan atraksi pariwisata berupa education tourismdan festival tahunan berupa Gintangan Bamboo Festival. Desa Gintangan juga memiliki atraksi pariwisata lainnya berupa wisata kuliner (culinary tourism), akan tetapiantraksi ini masih kurang eksistensinya. Hal inidapat dilihat dengan ketidaksedianya masyarakat yang menjual kuliner lokal pada acara bazaar kuliner Gintangan Bamboo

Festival. Kebanyakan kuliner yang ada di bazaar tersebut berupa kuliner kekinian, sedangkan untuk penjualyang menawarkan kuliner lokal Desa Gintangan masih belum ada. Padahal, acara bazaar kuliner merupakan salah satu kegiatan yang ada di wisata kuliner (culinary tourism).

Menurut Rismiyanto & Danangdjojo (2015) menjelaskan Wisata kuliner merupakan sebuah kegiatan berwisata yang menyediakan berbagai fasilitas pelayanan dan aktivitas kuliner yang terpadu untuk memenuhi kebutuhan wisatawan yang dibangun untuk rekreasi, relaksasi, pendidikan dan kesehatan. Kuliner lokal yang dimiliki Desa Gintangan berupa tempe daun pisang, cemplong, bekamal, gula merah Gumuk Agung, serta sego jajang. Dari beragam kuliner lokal tersebut, brand kuliner yang dapat dijadikan sebagai kompenen pembentukan reputasi culinary tourism yakni sego jajang. Hal ini disebabkan karena kuliner sego jajang mampu mencerminkan Desa Gintangan sebagai desa wisata sentra anyaman. Selain itu, sego jajang merupakan olahan inovasi dari kuliner bekamal yang diolah agar semua kalangan dapat menikmati. bekamal merupakan olahan dari daging kambing atau sapi yang dicampur dengan gula merah, garam, serta beberapa bumbu rahasia kemudian didiamkan untuk difermentasi selama 3 – 6 bulan.

Di Desa Gintangan dalam melakukan pengenalan kuliner lokal salah satunya brandsego jajang kepada masyarakat luas masih kurang maksimal. Disisi lain, yang dapat membuat sego jajang masih satu orang dan mayoritas masyarakat Desa Gintangan masih minim pengetahuan akan brand sego jajang. Melihat hal tersebut, perlu adanya

Vol. 9 No 2, 2021

pengenalan brand sego jajang lebih mendalam kepada masyarakat agar dapat membentuk inovasi-inovasi baru guna menonjolkan reputasi culinary tourism Desa Gintangan melalui brand image sego jajang.

Pike (2008) menjelaskan bahwa dalam penguatan brand image sebuah produk di pengaruhi oleh 2 faktor yakni brand identity dan brand positioning. Brand identity merupakan identitas yang berasal dari masyarakat lokal yang ada di wilayah tersebut yang berupa simbol yang ditanamkan secara fisik maupun non-fisik yang dapat diketahui oleh masyarakat lain. Dalam penguatan brand image sego jajang pemahaman masyarakat mengenai brand identity (identitas merek) sego jajang masih minim. Hal tersebut dibuktikan, hanya satu orang yang mampu membuat sego jajang. Selain itu, masyarakat hanya tau bahwa di Desa Gintangan ada olahan sego jajang, serta belum adanya kesadaran untuk mengetahuicara membuat dan sejarah terciptanya kuliner lokal tersebut. Disisi lain, dalam penguatan brand positioning dari sego jajang juga masih kurang maksimal. Hal tersebut, tergambar dengan tidak adanya informasi mendalam megenai sego jajang disitus website yang dimiliki oleh Desa Gintangan, serta tidak adanya akses (aplikasi) yang memudahkan masyarakat dalam mencari informasi mengenai sego jajang. Selain itu, pengenalan melalui sosial media juga masih masih kurang, hal ini tergambar dengan sedikitnya ungahan mengenai sego jajang.

Melihat kurangnya penguatan brand identity dan brand positioning ini perlu adanya kerja sama dari seluruh elemen masyarakat dan pemerintah guna menguatkan brand image sego jajang. Hal ini dilakukan sebagai upaya pengenalan dan pelestarian kuliner lokal yang dimiliki oleh Desa Gintangan, agar tidak tertinggal oleh jaman maupun diambil alih oleh wilayah lain. Adanya upaya penguatan brand image sego jajang melalui masyarakat dapat dijadikan awal untuk menonjolkan culinary tourism di Desa Gintangan. Dewanti (2016) menjelaskan bahwabrand is the good name for product, an organization, or place linked to its identity.

  • II.    METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Desa Gintangan Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi. Jenis metode penelitian yang digunakan Sugiyono (2017) berupa deskriptif kualitatif, dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Sugiyono (2020) memaparkan teknik pengumpulan data primer menggunakan teknik observasi dan wawancara,

sedangkan pengumpulan data sekunder dengan studi pustaka. Teknik pengumpulan sempel yang digunakan berupa Nonprobability sampling yakni purposive sampling (Sugiyono, 2017). Pada penelitian ini narasumber yang digunakan yakni Kepala Desa Gintangan, Ketua Karang Taruna, Ketua Pokdarwis, serta 30 Masyarakat (usia 17 tahun hingga 25 tahun) di Desa Gintangan. Kisaran umur tersebut dipilih karena dianggap sudah dewasa menurut hukum, pandangan politik, dan kematangan politik. Selain itu, dijelakan pula oleh Cohen, (et.al., 2007) bahwa jumlah batasan minimal yang dapat diambil oleh peneliti sebanyak 30 sampel.

Alat analisis dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan Huberman (1984) yang terdiri dari Data Reduction (Reduksi Data), Data Display (Penyajian Data), dan Conclusion Drawing (Verification). Uji kredibilitas yang digunakan pada penelitian ini yakni metode triangulasi. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini sebagai upaya pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara berbagai waktu (Sugiyono, 2017).

  • III.    HASIL DAN PEMBAHASAN

  • A.    Sego Jajang

Sego jajang merupakan salah satu kuliner lokal yang dimiliki oleh Desa Gintangan. Kuliner ini ada semenjak tahun 2017 dan baru di launching pada tanggal 24 September 2018 berbarengan dengan launching Wisata Kampung Jajang (WKJ). Sego jajang ini merupakan salah satu inovasi kuliner yang diciptakan oleh bapak Syukron Makmur dengan bimbingan dan arahan dari bapak Achmad Habib yang diharapkan kuliner tersebut dapat mencerminkan Desa Gintangan sebagai desa sentral kerajinan anyaman. Pada tahun 2017 tersebut bapak Syukron Makmur berusaha untuk menyempurnakan resep dari sego jajang, hal ini disebabkan karena kadar keasinan dari bekamal tersebut. Untuk menghilangkan kadar keasinan tersebut agar dapat menyesuaikan dengan lidah kalangan millenial,bapak Syukron Makmur terus berusaha dan mencoba sehingga jadilah sego jajang yang telah hadir ditengah masyarakat Desa Gintangan ini. Selain itu, adanya kuliner sego jajang ini sebagai bentuk melestarikan kuliner bekamal yang sudah Mulai langka karena sudah jarang yang membuatnya. Disisi lain, penyebab jarangnya orang yang mengolah bekamal ini disebabkan karena semakin canggihnya peralatan elektronik seperti halnya kulkas atau alat penyimpan daging lainnya. Berikut ini resep dari bekamal dan sego jajang:

Vol. 9 No 2, 2021

Tabel 1.Bekamal

Bahan-bahan

Jumlah

Daging sapi/kambing

1 Kg

Gula Merah

½ Kg

Garam

5 Sdm

Sumber : Data diolah, 2020

Tabel 2.Sego Jajang

Bahan-bahan

Jumlah

Bekamal

1 Ons

Nasi ¾ matang

2 Entong Nasi

Cabai

Sesuai Selera

Tabel 3.Sego Jajang (Lanjutan)

Bahan-bahan

Jumlah

Ranti

2 Buah

Bawang Merah

3 Siung

Bawang Putih

3 Siung

Daun Bawang

1 Batang

Minyak

1 Sdm

Kecap Manis

1 Sdm

Tempe

3 Buah

Sumber : Data diolah, 2020

  • B.    Pandangan Masyarakat Mengenai Brand Image Sego Jajang Di Desa Gintangan

Untuk mengetahui sejauh mana eksistensi dari sego jajang dilakukan penelitian kepada masyarakat Desa Gintangan dengan jumah sempel 30 orang (usia 17 tahun hingga 25 tahun) dari 4 Dusun yang ada antara lain Dusun Krajan, Dusun Kedungsari, Dusun Kedungbaru dan Dusun Gumuk Agung. Berdasarkan hasil penelitian 89% berjenis kelamin perempuan dan 11% berjenis kelamin laki-laki. Dari segi usia 17 hingga 20 tahun sebanyak 30%, sedangkan untuk 70% dari usia 21-25 tahun. Dari segi profesi sebagai mahasiswa 40%, IRT 17%, siswa 17%, buruh 10%, wiraswasta 6% dan karyawan swasta sebanyak 10%. Untuk asal dusun sebanyak 30% dari Krajan, 40% dari Kedungsari, 23% dari Kedungbaru, dan 7% dari Gumuk Agung. Berikut ini merupakan pandangan masyarakat mengenai brand image sego jajang di Desa Gintangan:

  • 1.    Berdasarkan sampel 30 orang dari keseluruhan masyarakat Desa Gintangan 25% menyebutkan sego jajang dan 25% menyebut tempe godhong (daun) sebagai kuliner lokal  dari  Desa

Gintangan, sedangkan kuliner  lain  yang

disebutkan antara lain yakni bekamal, gula merah, sego cawuk, beberapa kuliner lainnya dan ada pula yang tidak tau mengenai kuliner lokal Desa Gintangan.

Kuliner Lokal Desa Gintangan

  • ■    Tempe Godhong   ■ Bekamal         ■ Sego Jajang

Gula Merah       ■ Sego Cawuk       ■ Lain-lain

  • ■    Tidak Tau

Gambar 1.Kuliner Lokal Desa Gintangan (Sumber: Data diolah, 2020)

  • 2.    Berdasarkan sampel 30 orang dari keseluruhan masyarakat Desa Gintangan menyatakan 86% masyarakat mengetahui akan kuliner lokal berupa sego jajang dalam hal ini ada yang sudah mencicipi dan ada yang belum, sedangkan 14% menyatakan tidak mengetahui sama sekali mengenai kuliner lokal sego jajang di Desa Gintangan.

Brand Sego Jajang

14%

86%

Tau Tidak Tau

Gambar 2.Brand Sego Jajang di Masyarakat Desa Gintangan (Sumber: Data diolah, 2020)

  • 3.    Berdasarkan sampel 30 orang dari keseluruhan masyarakat Desa Gintangan menyatakan bahwa keseluruhannya masih belum ada yang

Vol. 9 No 2, 2021

mengetahui mengenai sejarah sego jajang. Berdasarkan sampel 30 orang dari keseluruhan masyarakat Desa Gintangan juga menyatakan tingkat ketidaktahuan masih dominan akan bahan-bahan, alat-alat, serta proses pembuatannya, sedangkan sisanya menyatakan sedikit tau dan tau akan hal tersebut. Selain itu, berdasarkan sampel 30 orang dari keseluruhan masyarakat Desa Gintangan menyatakan mayoritas mengetahui tempat memperoleh atau membeli sego jajang, sedangkan sisanya tidak mengetahui sama sekali akan hal tersebut.

Brand Identity Sego Jajang

40

30

20

10

0






Tau Sedikit Tau Tidak Tau

Gambar 3.Brand Identity Sego Jajang di Masyarakat Desa Gintangan (Sumber: Data diolah, 2020)

  • 4.    Berdasarkan sampel 30 orang dari keseluruhan masyarakat Desa Gintangan 87% menyatakan bahwa peran pemerintah dalam membantu upaya pengenalan dan promosi sego jajang masih kurang maksimal, 3% menyatakan sedikit maksimal, 7% menyatakan maksimal, dan 3% menyatakan tidak tau sama sekali mengenai hal ini.

Peran Pemerintah Desa Gintangan

  • Maksimal Sedikit Maksimal Kurang Maksimal Tidak Tau

Gambar 4.Peran Pemerintah Desa Gintangan (Sumber: Data diolah, 2020)

  • 5.    Berdasarkan sampel 30 orang dari keseluruhan masyarakat Desa Gintangan 42% menyatakan bahwa media sosial yang digunakan dalam promosi dan mengenalkan sego jajang berupa Facebook, 22% menyatakan menggunakan Instagram, 7% menggunakan WhatsApp, dan 29% menyatakan tidak mengetahui media sosial yang digunakan untuk promosi dan mengenalkan sego jajang.

Media Sosial Promosi Sego Jajang

Facebook Instagram Whatsapp Tidak Tau

Gambar 5.Media Sosial yang di Gunakan Promosi Sego Jajang (Sumber: Data diolah, 2020)

  • 6.    Berdasarkan sampel 30 orang dari keseluruhan masyarakat Desa Gintangan menyatakan peran yang akan dilakukan kedepannyauntuk mengenalkan sego jajang sebagai kuliner lokal Desa Gintangan dengan persentase 93% memberikan peran berupa promosi lewat online maupun offline, 4% membuat vlog, serta 3% mempelajari secara mendalam.

Peran Masyarakat Kedepannya

■ Promosi Online dan Offline    ■ Membuat Vlog

  • ■ Mempelajari Secara Mendalam

Gambar 6.Peran Masyarakat Kedepannya (Sumber: Data diolah, 2020)

C. Keadaan Brand Identity Dan Brand Positioning Dari Branding Sego Jajang Saat Ini

Desa Gintangan merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Blimbingsari yang telah dinobatkan sebagai desa sentra kerajinan anyaman dan desa wisata semenjak tahun 2017. Pariwisata yang dikembangkan di Desa Gintangan bermacam-macam, antara lain berupa wisata edukasi kerajinan anyaman, wisata kuliner, sangkal putung, GBF (Gintangan Bambu Festival) dan Barkali (Tebar Ikan di Kali), sedangkan wisata yang akan dikembangkan berupa edukasi gula merah, wisata terapi ikan, pasar kuliner malam minggu dan wilis cano point. Atraksi wisata di Desa Gintangan yang menonjol berupa wisata edukasi kerajinan anyaman, padahal wisata kuliner di Desa Gintangan memiliki potensi untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan karena Desa Gintangan memiliki beberapa kuliner lokal yang unik dan memiliki citra rasa yang khas antara lain

Vol. 9 No 2, 2021

yakni bekamal, sego jajang, tempe godhong, dan pecelan. Salah satu kuliner Desa Gintangan yang dapat dijadikan sebagai image dari wisata kuliner yakni sego jajang. Hal ini disebabkan karena sego jajang mencerminkan Desa Gintangan sebagai desa sentra kerajinan anyaman. Oleh karena itu, agar reputasi culinary tourism (wisata kuliner) di Desa Gintangan tercipta perlu adanya penguatan brand image sego jajang melalui penguatan brand identity dan brand positioning dari sego jajang.

  • 1.    Keadaan Brand Identity

Brand identity menurut Pike (2008) merupakan identitas yang berasal dari masyarakat lokal yang ada di wilayah tersebut yang berupa simbol yang ditanamkan secara fisik maupun nonfisik yang dapat diketahui oleh masyarakat lain. Pada sego jajang ini masih ada beberapa hal mengenai brand identity yang belum dipahami dan diketahui oleh beberapa pihak terkait, antara lain: a. Masih ada beberapa perbedaan persepsi mengenai sejarah terciptanya kuliner sego jajang ini. Ada yang menjelaskan sego jajang merupakan inovasi olahan dari bekamal agar dapat diterima oleh generasi millenial dan penunjang adanya pariwisata di Desa Gintangan. Selain itu, juga ada yang menjelaskan bahwa Gintangan identik dengan bambu dan merupakan sentra kerajinan anyaman bambu, sehingga muncullah kuliner berupa sego jajang. Untuk persepsi lain juga menjelaskan kuliner ini sudah ada sejak lama dan dinikmati oleh leluhur masyarakat Gintangan, serta sego jajang ini berupa sego gurih (nasi uduk) yang dibakar dan diisi oleh beberapa lauk di dalamnya.

  • b.    Masih ada perbedaan persepsi mengenai bahan, alat, serta proses pembuatan sego jajang. Hal ini terlihat dari ada persepsi jika bahan sego jajang terdiri dari nasi ¾ matang, tempe godhong (daun), bekamal, dan bumbu tongseng, sedangkan persepsi lain menjelaskan bahwa bahan sego jajang berupa nasi, ikan dan daging, dan bumbu-bumbu dari dari sego gurih (nasi uduk). Untuk alat sendiri ada yang menjelaskan berupa bambu, daun pisang, dan tungku dan ada juga yang menjelaskan berupa bumbu-bumbu tradisional, beras, bambu dan ikan. Masih ada kesulitan membedakan antara bahan dan alat dari proses pembuatan sego jajang ini. Untuk proses pembuatan ada yang menjelaskan proses pengolahan dibagi menjadi 2 tahap yakni mengongseng bekamal dan campuran lainnya yang digunakan sebagai isian dan membakar nasi yang telah diisi dengan ongseng bekamal dan telah dimasukkan kedalam bambu. Untuk persepsi lain menjelaskan proses hanya 1 tahapan berupa nasi biasa atau sego gurih dimasukkan

kebambu yang sudah dilapisi daun pisang kemudian dibakar.

  • c.    Masih belum ada tagline mengenai kuliner sego jajang di Desa Gintangan. Akan tetapi untuk hastag di media sosial telah ada berupa #segojajang dan hastag yang berkaitan dengan dengan      sego      jajang      berupa

#wisatakampungjajang. Selain itu, ada pihak yang menjelaskan sego jajang sudah ada, akan tetapi tidak menjelaskan secara rinci tagline tersebut.

  • 2.    Keadaan Brand Positioning

Brand Positioning menurut Pike (2008) merupakan proses transformasi image/citra/brand suatu produk dari wilayah asal ke wilayah segmen. Selain itu brand positioning juga memanfaatkan media yang ada dengan memberikan gambaran tentang daya tarik produk kita. Di sego jajang pada brand positioning yang ada masih kurang, hal tersebut terlihat sebagai berikut ini:

  • a.    Untuk peran pemerintah dalam upaya pengenalan dan promosi sego jajang maupun pengembangan wisata kuliner sudah mulai mendukung, hal ini dibuktikan dengan akan diadakannya pasar kuliner di Desa Gintangan. Akan tetapi, hal tersebut terhalang dengan adanya pandemi Covid 19 saat ini.

  • b.    Belum tersedianya informasi mendalam mengenai kuliner sego jajang pada website resmi di Desa Gintangan, akan tetapi ada juga persepsi bahwa telah tersedia informasi-informasi mengenai sego jajang di website resmi Desa Gintangan. Ketika melihat langsung ke website resmi Desa Gintangan memang belum ada informasi mengenai sego jajang. Kuliner lokal yang di publish merupakan kuliner berupa tempe godhong (daun), gula merah, dan pecelan.

Gambar 7. Website Desa Gintangan (Sumber: Website Desa Gintangan, 2020)

  • c.    Meskipun Desa Gintangan sudah menjadi desa wisata akan tetapi aplikasi yang dapat memudahkan masyarakat lokal dan wisatawan untuk mengakses informasi mengenai kuliner dan atraksi pariwisata di Desa Gintangan belum ada. Akan tetapi ada persepsi yang menjelaskan telah tersedia aplikasi tersebut, dan ketika

Vol. 9 No 2, 2021

ditinjau ulang ternyata itu bukan aplikasi khusus pariwisata tetapi aplikasi khusus Smart

Kampung.

  • d.    Keikutsertaan       masyarakat       dalam

mempromosikan dan mengenalkan sego jajang ke masyarakat lainnya berupa menyebarkan info mengenai sego jajang lewat medsosnya. Akan tetapi hal tersebut dilakukan oleh segelintir  masyarakat  saja, hal tersebut

tercermin orang yang meneruskan informasi mengenai sego jajang  di facebook hanya

beberapa orang saja. Selain itu juga ada persepsi bahwa ada beberapa masyarakat yang menjual sego jajang, padahal pada saat ini orang yang menjual sego jajang hanya satu

Gambar 9.Media Sosial Sego Jajang (Sumber: Instagram, Facebook, & Youtube, 2020)

orang yakni Bapak Syukron Makmur.

e.


Λ> <⅛  ® O S

Gambar 8.Hastag Sego Jajang (Sumber: Instagram, 2020)

Sosial media yang sering digunakan berupa Facebook dan Instagram itu pun awalnya merupakan akun pribadi dari Bapak Sukron Makmur. Selain itu, dalam upaya promosi lewat media sosial juga masih pasif. Hal ini terlihat dalam postingan terakhir Facebook dilakukan pada tanggal 04 Januari 2019 dan Instagram dilakukan pada tanggal 16 Mei 2019. Selain itu hastag #segojajang juga masih kurang dari 100 postingan. Untuk konten youtube yang tersebar mayoritas pencarian berupa bekamal, sedangkan untuk sego jajang masih belum ada.

  • D. Upaya Penguatan Brand Identity dan Brand Positioning dari Brand Image Sego Jajang

Melihat keadaan brand identity dan brand positioning saat ini perlu adanya penerapan brand strategy agar dapat mengetahui upaya apa saja yg dapat ditempu untuk menguatkan brand identity dan brand positioning dari brand image sego jajang guna membangun reputasi culinary tourism di Desa Gintangan. Selain itu, pada saat ini kuliner juga dijadikan sebagai salah satu atribut pariwisata, sehingga pada saat ini culinary tourism (wisata kuliner) semakin marak. Kotler dan Pfoertsch (2017) menjelaskan beberapa tahan dari brand strategy berupa perencanaan brand, analisis brand, strategi brand, pembangunan brand, dan audit brand. Berikut ini penerapan tahapan brand strategy pada sego jajang, antara lain yakni: a. Perencanaan Brand

Pada proses perencanaan suatu brand menurut Kotler dan Pfoertsch (2017) terdapat elemen-elemen kunci yang menguatkan proses pembangunan brand tersebut yang berupa nama brand, logo brand, slogan brand, dan kisah terbentuknya brand. Pada tahap pembangunan brand sego jajang ini baru 2 elemen kunci yang sudah ada yakni nama brand dan logo brand sudah ada. Untuk nama brand sendiri yakni kuliner Sego Jajang”, sedangkan untuk logo brand dari sego jajang terlampir dibawah ini:

Gambar 10Logo Brand Sego Jajang (Sumber: Desa Gintangan, 2020)

Untuk 2 elemen kunci pembangunan brand lainnya yang berupa slogan brand dan untuk kisah

Vol. 9 No 2, 2021

terbentuknya brand masih belum ada. Hal ini disebabkan masih belum adanya inovasi untuk membuat slogan, serta masih adanya perbedaan persepsi mengenai sejarah terciptanya sego jajang dari beberapa pihak terkait (Pemerintah Desa Gintangan, Pokdarwis, dan Karang Taruna). Untuk menguatkan brand identity dari sego jajang, perlu adanya perhatian penting terhadap 2 elemen kunci tersebut.

  • b.    Analisis Brand

Adanya analisis brand menurut Kotler dan Pfoertsch (2017) bertujuan untuk menjelaskan dan menformulasi misi brand yang sesuai, mendefinisikan kepribadian brand dan menyusun nilai brand. Pada tahap analisis brand sego jajang ini perlu mengetahui sejauh mana kekuatan dari brand tersebut. Dalam mengukur kekuatan brand dapat dilihat dari 4 elemen kunci yang berupa dominasi brand, bentangan brand, cakupan brand, serta loyalitas brand. Untuk dominasi brand sego jajang di Desa Gintangan sendiri sudah mendominasi, akan tetapi masih ada beberapa orang yang belum mencicipi kuliner tersebut. Hal ini telah dijelaskan dan dipaparkan dalam penjelasan Gambar 2. Untuk bentangan brand sego jajang yang telah dicapai hingga saat ini berupa pencantuman sego jajang pada buku profil Desa Gintangan yang dibuat oleh mahasiswa KKN dari salah satu universitas di Jawa Timur. Untuk cakupan brand sego jajang terlihat bahwa rentang umur adanya sego jajang mulai dari awal berkreasi dengan olahan bekamal hingga menjadi sego jajang terhitung sudah hampir 3 tahun berjalan. Selain itu, adanya sego jajang ini juga dapat mewakili dari kuliner yang mencerminkan Desa Gintangan sebagai desa sentral kerajinan anyaman. Dan untuk loyalitas brand sego jajang masih belum terlihat, hal ini disebabkan masih belum adanya analisis mendalam hal tersebut. Melihat penerapan 4 elemen kunci pada saat ini masih adanya 1 elemen kunci yang berupa loyalitas brand sego jajang. Hal tersebut perlu diperhatikan agar semua elemen bisa menonjol dan dapat membangun kekuatan dari brand tersebut. Kegiatan yang dapat dilakukan oleh beberapa pihak terkait (Pemerintah Desa Gintangan, Pokdarwis, dan Karang Taruna) tersebut dengan melakukan riset pasar guna mengguatkan brand positioning sego jajang.

  • c.    Strategi Brand

Strategi brand menurut Kotler dan Pfoertsch (2017) dibangun diatas positioning brand, misi brand, kepribadian brand, janji brand, serta arsitektur brand tersebut. Tahap pertama yang perlu dilakukan berupa diadakannya kegiatan sosialisasi mengenai sego jajang kepada masyarakat terutama yang berusia kisaran 17- 25 tahun. Hal ini dipilih karena kisaran umur tersebut dianggap sudah dewasa menurut hukum, pandangan politik, dan kematangan politik. Sosialisasi ini dilakukan guna memberikan informasi mengenai sejarah,

bahan, alat, dan proses pembuatan sego jajang. Tahap kedua yang dilakukan berupa mengadakan pelatihan mengenai proses pembuatan kuliner sego jajang kepada masyarakat terutama yang berusia kisaran 17- 25 tahun. Hal ini dilakukan agar masyarakat Gintangan yang bisa membuat sego jajang semakin banyak dan dapat menjelaskan ke wisatawan yang berkunjung. Tahap Ketiga berupa membuat paket wisata mengenai wisata kuliner sego jajang, seperti halnya paket wisata cooking class sego jajan. Tahap Keempat berupa mulai mengaktifkan kembali media sosial yang digunakan sehingga info-info ter-update mengenai sego jajang dapat diketahui oleh masyarakat luas. Selain itu, juga perlu sering-sering memasarkan paket wisata kuliner seperti cooking class sego jajang.Tahap Kelima berupa merancang dan membuat pasar jajanan yang dilaksanakan setiap malam minggu atau hari minggu pagi yang menyajikan kuliner-kuliner lokal dari Desa Gintangan. Adanya pasar kuliner ini diharapkan dapat memunculkan kembali kuliner Desa Gintangan yang telah punah, serta melestarikan dan menggenalkan kuliner yang telah langka ditemui maupun inovasi kuliner baru. Pasar kuliner tersebut dapat diberi nama dengan hal yang berkaitan dengan Desa Gintangan ataupun nama yang unik dan mudah diingat oleh masyarakat luas terutama masyarakat Desa Gintangan, salah satu contoh nama yakni “Pasar Kuliner Telempek”.

  • d.    Pembangunan Brand

Pembangunan brand menurut Kotler dan Pfoertsch (2017) tidak hanya pada awal brand itu muncul, akan tetapi pembangunan brand bisa berupa memodifikasi brand tersebut. Selain itu, dalam sebuah pengembang brand perlu didasari oleh kekuatan strategi brand dan konsistensi dari arsitektu brand tersebut. Pembangunan atau modifikasi brand sego jajang ini dapat dilakukan dengan merancang contoh aplikasi yang dapat menunjang kegiatan pariwisata di Desa Gintangan. Aplikasi yang dirancang ini lebih spesifik membahas mengenai atribut dan penunjang pariwisata Desa Gintangan, salah satunya berupa wisata kuliner.Contoh aplikasi yang dirancang ini diberi nama berupa Wijang (Wisata Jajang). Adanya contoh aplikasi ini diharapkan dapat membeli masukan dan saran terhadap pihak terkait (Pemerintah Desa Gintangan, Pokdarwis, dan Karang Taruna) dalam pengembangan pariwisata dan pembangunan brand sego jajang di Desa Gintangan.Berikut merupakanPrototype dari contoh aplikasi tersebut, antara lain:

  • 1.    Halaman Registrasi

Pada tampilan awal ini, pemakai disajikan dengan fitur registrasi berupa sign in dan sign up. Hal ini dilakukan bertujuan agar pihak admin mengetahui seberapa banyak masyarakat atau wisatawan yang mengakses aplikasi tersebut,

Vol. 9 No 2, 2021

sehingga dapat dijadikan acuan untuk perbaikan dan perbaruan ke depannya.

Gambar 11. Halaman Registrasi Aplikasi (Sumber: Data diolah, 2020)

  • 2.    Landingpage Home

Fitur Menu adalah halaman awal yang digunakan pengguna untuk memulai mengakses aplikasi “WIJANG” ini. Pada landingpage ini tersedia fitur pengaturan, pencarian, dan beberapa fitur yang dapat membelikan informasi yang dibutuhkan oleh pemakai seperti informasi mengenai kuliner Desa Gintangan.

Gambar 12.Landingpage Home Aplikasi (Sumber: Data diolah, 2020)

  • 3.    Landingpage Kuliner

Salah satu fitur yang dapat di pilih yakni kuliner. Dalam tampilan landingpage kuliner ini pemakai disajikan beberapa jenis kuliner lokal yang dimiliki oleh Desa Gintangan. Selain itu, dalam fitur ini juga disediakan gambar dan nama kuliner lokal Desa Gintangan, sehingga pemakai mempunyai gambaran awal mengenai kuliner tersebut.

Gambar 12.Landingpage Kuliner (Sumber: Data diolah, 2020)

  • 4.    LandingpageSego Jajang

Fitur selanjutnya yakni sego jajang. Dalam landingpage ini terdapat beberapa informasi mendalam mengenai jenis kuliner yang di klik atau dipilih. Informasi tersebut berupa sejarah, bahan-bahan, alat-alat, proses pembuatan dan tempat memperoleh atau membeli kuliner tersebut.

Gambar 13.Landingpage Sego Jajang (Sumber: Data diolah, 2020)

Adanya penerapan brand strategy dalam upaya penguatan brand identity dan brand positioning tersebut dapat menjadi awal dari upaya pengguatan brand imagesego jajang. Upaya penguatan brand identity dan brand positioning ini juga diharapkan memberikan kesadaran dan pengetahuan kepada masyarakat dan beberapa pihak terkait di Desa Gintangan akan pentingnya pelestarian kuliner lokal dalam kegiatan pariwisata. Hal ini disebabkan semakin maraknya destinasi wisata yang menggunakan wisata kuliner (culinary tourim) sebagai upaya promosi dan pembeda dengan destinasi lainnya. Selain itu, wisata kuliner merupakan trend pariwisata baru yang sedang di kembangkan oleh Banyuwangi. Hal ini terlihat mulai

Vol. 9 No 2, 2021

maraknya pasar-pasar kuliner yang ada di beberapa desa wisata di Banyuwangi. Adanya image kuliner sego jajangyang baik diharapkan akan mengguatkan reputasi wisata kuliner yang sedang dikembangkan di Desa Gintangan.

  • IV. KESIMPULAN

Berdasarkan pengolahan data sejumlah sampel 30 orang dari keseluruhan masyarakat Desa Gintangan menghasilkan penilaian data berupa 25% masyarakat menyebut sego jajang dan 25% mentebut tempe godhong (daun) sebagai kuliner lokal Desa Gintangan. 86% menyatakan mengetahui akan keberadaan sego jajang akan tetapi ada yang pernah dan belum mencoba. Keselurahan masyarakat lokal menyatakan tidak mengetahui akan sejarah sego jajang. Untuk bahan-bahan, alat-alat, dan proses pembuatan sego jajang tingkat ketidaktahuannya masih tinggi, sedangkan untuk informasi    tempat    membelinya    tingkat

pengetahuannya tinggi. 87% masyarakat lokal menyatakan peran Pemerintah Desa Gintangan dalam mengenalkan dan mempromosikan sego jajang masih belum maksimal. 42% masyarakat lokal menyatakan media sosial yang digunakan untuk promosi dan pengenalan sego jajang berupa Facebook. Selain itu, 93% memberikan peran kedepannya berupa promosi lewat online maupun offline kepada masyarakat luas. Untuk upaya penguatan brand identity dan brand positioning sego jajang di Desa Gintangan perlu menerapan brand strategy.Brand Strategy yang digunakan dalam branding sego jajang guna membangun reputasi culinary tourism berupa perencanaan brand, analisis brand, strategi brand, dan pembangunan brand. Untuk brand strategy berupa audit brand masih belum bisa terlaksana disebabkan karena brand sego jajang masih dalam tahapan strategi brand dan pembangunan brand.

REFERENSI

Cohen, L., Manion, L., & Morrison, K. (2007).

Research Methods in Education. New York: Taylor & Francis e-Library.

Dewanti, A. A. V. 2016. Tahap Destination Branding dalam Meningkatkan Jumlah Pengunjung (Studi Deskriptif Kualitatif pada UNESCO Glabal Geopark Gunung Sewu Geo Area Kabupaten Pacitan) [Skripsi]. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Kanom, et.al. (2020). Sosialisasi Penerapan Sapta Pesona    dalam    Perencanaan    dan

Pengembangan    Destinasi    Pariwisata

Berkelanjutan di Lider Desa Sumberarum Kecamatan     Songgon      Kabupaten

Banyuwangi. Cendekia: Jurnal Pengabdian Masyarakat,          24-32.          DOI:

https://doi.org/10.32503/cendekia.v2i1.77 7

Kotler, P., & Pfoertsch, W. (2017). B2B Brand

Management. Jakarta:  PT. Bhuana Ilmu

Populer.

Pike,  S. (2008). Destination Marketing. Oxford:

Elsevier’s Science & Technology Rights

Department.

Rismiyanto, E., & Danangdjojo, T. (2015). Dampak Wisata Kuliner Oleh-oleh Khas Yogyakarta Terhadap Perkonomian Masyarakat. Jurnal MAKSIPRENEUR,                   46-

64.DOI: 10.30588/jmp.v5i1.144

Sugiyono. (2020). Metode Penelitian Kualitatif (Untuk Penelitian yang Bersifat: Eksploratif, Enterpretif, Interaktif, dan Konstruktif). Bandung: Alfabeta

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

304