Identifikasi Pemasaran Pariwisata Hijau di Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo, Kota Surabaya
on
Jurnal Destinasi Pariwisata p-issn: 2338-8811, e-issn: 2548-8937
Vol. 8 No 1, 2020
Identifikasi Pemasaran Pariwisata Hijau di Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo, Kota Surabaya
Nadia Chrissanty a, 1, I Nyoman Sukma Arida a, 2
-
a Program Studi S1 Destinasi Pariwisata, Fakultas Pariwisata,Universitas Udayana, Jl. Dr. R. Goris, Denpasar, Bali 80232 Indonesia
Abstract
Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo (KEMW) is one of the tourist mangrove forests located in the East Coast region of Surabaya. The purpose of this field research was to identify tourism products owned by KEMW, as well as to analyze the form of product marketing that had been implemented in the KEMW. The analytical method in this study uses a type of qualitative-descriptive analysis, namely research that describes or describes the object of research based on facts that appear or as they are. The data sources used are derived from primary data and secondary data. Theories and concepts used are the concept of ecotourism, the definition of mangrove forests, the concept of tourism products, the limits of the definition of marketing, and the concept of Green Tourism Marketing (GTM). The results of this study explain that KEMW has 3 (three) main attractions Environmental Education Tourism, Sport Tourism, and Culinary Tourism and Other Local Products, with 4 (four) zones namely Mangrove Zone, Tourism Zone, Recipient Zone and Support Zone. KEMW has sufficient supporting facilities and in terms of accessibility, KEMW is easily accessible both in terms of information and accommodation. Based on the application of the concept of Green Tourism Marketing (GTM), KEMW has fulfilled almost all indicators, both in terms of local communities, tourists, government, and local tourism businesses. KEMW is also considered to have succeeded in applying the concept of ecotourism that pays attention to ecological conditions and focuses on sustainable tourism.
Keyword: Ecotourism, Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo, Green Tourism Marketing
Kementerian Pariwisata (Kemenpar) memiliki fokus terhadap pengembangan destinasi pariwisata berkelanjutan, khususnya ekowisata di wilayah Jawa Timur - Bali, hal ini diungkapkan dalam Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan di Banyuwangi, tanggal 2 November 2018 lalu (dalam Kompas, 2018). Pemanfaatan ekosistem mangrove sebagai salah satu bentuk ekowisata sudah tidak asing lagi di Indonesia. Dengan adanya penerapan konsep ekowisata pada hutan mangrove sebagai salah satu daya tarik wisata, diharapkan hutan mangrove tidak hanya digunakan sebagai ajang untuk memenuhi hasrat mata saja, namun juga agar konservasi dan pengelolaan secara berkelanjutan terjadi.
Salah satu pemanfaatan ekosistem mangrove sebagai ekowisata adalah Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo (KEMW), Surabaya. Sebagai kawasan ekowisata, segala aspek kepariwisataan yang dilakukan di KEMW harus mempertimbangkan kondisi ekologi yang ada di kawasan tersebut, begitupun dalam proses pemasaran. Pemasaran yang dilakukan sekiranya tidak hanya sekedar memasarkan sebuah destinasi wisata untuk menarik banyak wisatawan, tetapi juga untuk meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan. Adapun penggunaan konsep Green Tourism Marketing (GTM) guna mengidentifikasi proses pemasaran yang dilakukan oleh KEMW. Pemilihan konsep GTM dikarenakan adanya persamaan antara GTM dengan prinsip ekowisata yaitu sama-sama memperhatikan
kondisi ekologi dari kegiatan pariwisata.
b. Kajian Pustaka
Adapun 3 (tiga) telaah penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Adapun telaah hasil penelitian sebelumnya memiliki keterkaitan antara fokus maupun lokus penelitian. Telaah penelitian pertama yaitu berjudul “Strategi Pemasaran Pariwisata Budaya Mentawai Melalui Produk Kesenian Muturuk” yang diteliti oleh Novena (2015). Penelitian ini memiliki kesamaan terhadap fokus yaitu mengangkat masalah pemasaran, di mana peneliti menggunakan konsep bauran pemasaran (marketing mix) guna mengangkat pengembangan pariwisata budaya di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Pada komponen product, dapat menampilkan kesenian mataruk melalui event budaya, pada komponen price, harga yang ditawarkan kepada penyelenggara hanyalah berupa biaya akomodasi. Pada komponen place, peneliti berfokus pada resort, travel agents, hotel-hotel dan stand promosi di event tersebut. Terakhir, pada komponen promotion, peneliti menggunakan social media (facebook dan twitter), media lokal (Pauliggobat), regional (tingkat provinsi) dan nasional (Kompas) serta media lokal tujuan, majalah wisata, banner, dan website pariwisata budaya Mentawai.
Penelitian kedua adalah jurnal milik Yuli Astutik, et al. (2016), berjudul “Analisis Strategi Pemasaran Ekowisata Green Hill Park Taman Wisata Alam Cimanggu Kabupaten Bandung – Jawa Barat”. Penelitian ini memiliki kesamaan fokus yaitu
Vol. 8 No 1, 2020
mengenai pemasaran di ekowisata. Analisis yang digunakan adalah analisis SWOT di mana peluang yang dimiliki adalah trend back to nature yang saat ini menjadi minat pariwisata dunia, sedangkan ancaman yang dihadapi adalah persaingan antar pengelola kawasan, degradasi kualitas obyek wisata, kurangnya kesadaran pengunjung wisata untuk menjaga kebersihan dan pelestarian alam, serta kondisi sosial, politik, ekonomi yang belum stabil. Penerapan prinsip ekowisatapun belum berjalan dengan baik.
Telaah penelitian yang ketiga adalah skripsi oleh Fanny Dhana Saraswati (2017) dengan judul “Analisis Permintaan dan Daya Dukung Wisata di Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo, Kota Surabaya”. Berdasarkan penelitian tersebut dapat dilihat bahwa permintaan wisata di Ekowisata Mangrove Wonorejo dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya waktu tempuh, jenis kelamin, dan lama mengetahui objek wisata. Selain itu, daya dukung kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo per hari sebesar 7.628 orang/hari, sedangkan rata-rata jumlah wisatawan per hari yang berkunjung ke Ekowisata Mangrove Wonorejo adalah sebanyak 881 orang. Serta terdapat stakeholder yang terlibat diantaranya (1) Subjek, yaitu kelompok parkir dan kelompok pedagang kaki lima (PKL); (2) Pemain, yaitu Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Surabaya, Kelompok Tani Bintang Timur, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK), dan kelompok ekowisata perahu; (3) Aktor, yaitu Kelurahan Wonorejo dan Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM); (4) Penonton, yaitu Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya. Pada penelitian ini memiliki kesamaan lokus di mana sama-sama mengambil Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo sebagai lokasi penelitian.
Meskipun penelitian ini memiliki kesamaan terhadap ketiga penelitian sebelumnya, namun dalam penelitian ini lebih berfokus kepada bentuk pemasaran yang dilakukan oleh pihak Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo (KEMW) berdasarkan hasil tinjauan konsep Green Tourism Marketing (GTM). Pada kegiatan pariwisata, adanya kunjungan wisatawan di sebuah daya tarik dapat menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan, oleh karena itu GTM ada dengan fokus untuk melihat proses pemasaran dalam segi lingkungannya. American Marketing Association (1975) menjelaskan “bahwa GTM ada untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan wisatawan dengan dampak negatif seminim mungkin terhadap lingkungan alam”. GTM merupakan bentuk pemasaran yang memanfaatkan sumber daya yang terbatas untuk memuaskan keinginan konsumen dan mencapai tujuan organisasi. Selain itu, GTM diharapkan mampu memberikan manfaat bagi komunitas lokal serta
lingkungan destinasi setempat, terbukanya peluang kerja baru, adanya tambahan penghasilan; perbaikan infrastuktur, pelayanan masyarakat, dan fasilitas; meningkatkan kesadaran akan budaya dan lingkungan, konservasi dan perlindungan, serta meningkatkan penggunaan lahan (Hasan, 2015). Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (dalam Hasan 2015) menyebutkan GTM memiliki tiga prinsip dasar di antaranya: (a) bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan, (b) bertanggung jawab terhadap pemenuhan hak-hak wisatawan, dan (c) bertanggung jawab terhadap pemberdayaan masyarakat lokal. GTM dapat dikatakan berhasil apabila dalam proses pemasaran tersebut memenuhi indikator dari keterlibatan masyarakat lokal, wisatawan, pemerintah, dan usaha wisata lokal.
Lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo (KEMW) yang berada di Jalan Raya Wonorejo, Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya. KEMW hanya berjarak sekitar 30 menit saja dari Bandar Udara Internasionial Juanda, Surabaya. Penelitian dilakukan secara langsung selama kurang lebih 1 minggu berada di lokasi penelitian.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu studi dokumen, wawancara, kuesioner, dan observasi. Studi dokumen dilakukan untuk mencari data mengenai profil KEMW, luas wilayah, batas-batas wilayah, dan zonasi area. Dalam teknik wawancara data yang dicari meliputi produk pariwisata, kelembagaan, peran masyarakat lokal, usaha pelestarian lingkungan, serta bentuk pemasaran yang dilakukan. Kuesioner dalam penelitian ini ditujukan kepada wisatawan guna mengetahui persepsi wisatawan terkait kondisi lingkungan dan pemasaran yang telah dilakukan oleh KEMW. Observasi dilakukan guna melihat kondisi di KEMW guna memperoleh data kondisi aksesibilitas dan amenitas, keterlibatan masyarakat lokal, dan kondisi lingkungan di KEMW.
Adapun jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data yang termasuk data kualitatif adalah profil KEMW, profil pengelola KEMW, produk pariwisata yang ditawarkan, dan bentuk pemasaran yang telah diterapkan. Sedangkan data kuantitatif dalam penelitian ini adalah jumlah kunjungan wisatawan ke Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo. Data dalam penelitian ini bersumber pada data primer dan data sekunder. Data primer yang dimaksud yaitu berupa hasil wawancara dengan pengelola KEMW, sedangkan data sekunder berupa penjelasan tentang Ekowisata Mangrove Wonorejo yang dapat dilihat di website maupun buku dan jurnal terdahulu. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif.
Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo (KEMW) merupakan kawasan wisata hutan mangrove yang
Vol. 8 No 1, 2020
berlokasi di Jalan Raya Wonorejo No.1, Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya, Propinsi Jawa Timur.
f
Gambar 1 Peta Lokasi Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo
Sumber: google.maps
Kawasan ini memiliki luas sekitar 800 Ha dan memiliki batas wilayah administratif sebagai berikut: Batas utara: Kelurahan Keputih, Sukolilo
Batas selatan: Kelurahan Medokan Ayu, Rungkut
Batas timur: Selat Madura
Batas barat: Kelurahan Penjaringansari, Rungkut
Adapun visi dari KEMW adalah membagi pengetahuan dan wawasan kepada Masyarakat tentang peran hutan mangrove terhadap keseimbangan ekosistem. Untuk memenuhi visi tersebut, muncullah misi dari KEMW yaitu memberikan edukasi secara langsung maupun tida langsung kepada masyarakat pada umumnya, terutama pada anak-anak sekolah.
KEMW memiliki beberapa produk pariwisata yang ditawarkan. Berdasarkan hasil studi dokumentasi, observasi, dan wawancara pada tanggal 15 April 2019 dengan staff pengelola Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo diperoleh hasil produk pariwisata yang dimiliki Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo, diantaranya:
Sesuai dengan namanya, Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo (KEMW) lebih menonjolkan atraksi alamnya, yaitu pemanfaatan akan tanaman mangrove yang ada di sekitar kawasan. Secara lebih terperinci, jenis atraksi yang ada di KEMW dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu wisata pendidikan lingkungan, wisata sporty, dan wisata kuliner dan produk lokal lainnya.
Melalui pendidikan lingkungan ada beberapa hal yang ditawarkan oleh KEMW diantaranya adalah pemberian materi mengenai jenis tanaman dan biota yang ada di kawasan KEMW, terjun langsung dalam penanaman mangrove, serta disediakannya spot untuk bird watching. Bukan hanya mengenai ekosistem mangrove saja, KEMW juga menyediakan taman bacaan yang menyediakan buku-buku pengetahuan umum untuk anak-anak di sekitar destinasi.
Wisata sporty yang dimaksud di sini adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan olahraga. Wisatawan yang berkunjung dapat menikmati alam sekitar dengan berbagai pilihan di antaranya dengan berjalan
kaki, bersepeda maupun menggunakan perahu. KEMW menyediakan jasa wisata perahu untuk wisatawan yang ingin melihat lebih dekat ekosistem mangrove yang terletak di muara sungai. Selain itu, wisatawan juga dapat memancing di sekitar area KEMW, baik di aliran sungai maupun tambak milik warga sekitar.
Kuliner yang disajikan di KEMW merupakan kuliner khas hasil olahan nelayan, dengan kuliner unggulan berupa bandeng tanpa duri. Selain hasil olahan nelayan, di KEMW juga tersedia hasil olahan mangrove, seperti peyek, tempe, dan sebagainya. Selain hasil kuliner, ada juga hasil produk lainnya seperti sabun dari mangrove, hiasan dinding, dan sebagainya. Secara lebih terperinci, jenis atraksi yang ada di KEMW dapat dilihat melalui tabel berikut:
Tabel 1
Jenis Atraksi di Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo
No |
Jenis Atraksi |
Kegiatan yang dilakukan |
1 |
Wisata Pendidikan Lingkungan |
tanaman dan biota yang ada di alam
|
2 |
Wisata sporty |
dengan cara berjalan kaki, bersepeda, atau perahu
|
3 |
Wisata kuliner dan produk lokal lainnya |
kuliner khas olahan hasil nelayan dan aneka olahan dari mangrove
nelayan dan produk berbasis mangrove |
Sumber: Laporan Rencana 2012
Dalam kegiatan ekowisata, KEMW telah menetapkan area zonasi sesuai dengan fungsi yang ditetapkan. Berikut adalah zonasi yang ditetapkan di KEMW:
Tabel 2
Zonasi Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo
No |
Zona |
Lokasi |
Pemanfaatan Kawasan |
1 |
Zona Mangrove (Arboretu m) atau Zona Inti |
Area sempadan pantai sejauh 200 m ke arah dalam dan 100 m ke arah laut |
Penanaman mangrove secara intensif dan terbatas hanya untuk penelitian dan pengamatan |
Vol. 8 No 1, 2020
2 |
Zona Wisata |
Seluruh kawasan dengan pembatasan ketat pada kawasan tertentu |
sungai dimanfaatkan untuk kegiatan wisata memancing
dan sepeda |
3 |
Zona Penerima |
Sekitar bozem |
Zona fasilitas wisata untuk memenuhi kebutuhan pengunjung dengan desain menyatu dengan alam |
4 |
Zona Penunjang |
Area pembibitan |
Sebagai tempat budidaya bibit mangrove |
Sumber: Laporan Rencana 2012
Jika disangkutpautkan dengan konsep ekowisata menurut Gumelar yaitu adanya zonasi untuk menghidari adanya eksploitasi lingkungan, KEMW telah menerapkan hal tersebut. Zona mangrove sebagai zona inti, zona wisata sebagai zona antara, zona penerima sebagai zona pelayanan, dan terakhir zona penunjang sebagai zona pengembangan.
Wisatawan yang datang hanya dikenakan biaya parkir sebesar Rp 3.000 untuk kendaraan roda dua dan Rp 10.000 untuk kendaraan roda empat. Tetapi apabila wisatawan ingin masuk lagi lebih dalam ke area rehabilitasi mangrove, wisatawan perlu membayar lebih. Area rehabilitasi yang berada di sekitar jogging track wisatawan akan dikenakan biaya sebesar Rp 2.000 saja, sedangkan untuk mencapai area rehabilitasi yang berada di muara sungan dengan menggunakan perahu, wisatawan perlu untuk membayar tiket sebesar Rp 25.000 untuk orang dewasa dan Rp 15.000 untuk anak-anak. KEMW juga cocok untuk area foto prewedding, dengan memanfaatkan latar belakang hutan mangrove yang rimbun dan hijau serta jembatan-jembatan kayu. KEMW menawarkan paket kuliner dengan harga mulai dari Rp 35.000/porsi, menu andalan di KEMW ini adalah ikan bandeng tanpa duri.
Selain daya tarik wisata, wisatawan dalam melakukan kegiatan wisata juga membutuhkan adanya fasilitas yang menunjang kegiatan tersebut.
Untuk memenuhi kebutuhannya, perlu disediakan bermacam-macam fasilitas, mulai dari pemenuhan kebutuhan sejak berangkat dari tempat tinggal wisatawan, selama berada di destinasi pariwisata dan kembali ke tempat semula. Untuk menunjang kegiatan pariwisata yang ada, KEMW memiliki fasilitas pendukung yang tersebar di berbagai zona.
Pada zona pertama yaitu zona penerima yang merupakan wilayah awal atau pintu masuk ke area ekowisata terdapat kantor pengelola yang merangkap juga sebagai kantor informasi atau biasa disebut sebagai Mangrove Information Centre (MIC), cafeteria, toilet, musholla, serta area parkir yang cukup luas sehingga mampu menampung bis-bis pariwisata yang datang.
Zona kedua yaitu zona wisata yang berada area tengah KEMW terdapat dermaga dan tempat tunggu perahu untuk mencapai zona mangrove. Total perahu yang dimiliki ada 6 di antaranya 4 perahu besar dengan kapasitas 40 orang dan 2 speed boat. Zona ketiga yaitu zona sporty di mana terdapat jalur sepeda, jalur pejalan kaki, area memancing, serta spot bird watching.
Zona keempat adalah zona mangrove yang terletak di muara sungai, terdapat 1 menara dan 7 gazebo dengan kapasitas 150 orang di masing-masing gazebonya, yang bisa juga dimanfaatkan untuk tempat bersantai maupun tempat pertemuan di alam terbuka. Ada juga 4 toilet yang tersebar di dua area, yang pertama berada di titik kedatangan perahu 2 toilet, dan lainnya berada di area gazebo. Sekitar area gazebo juga terdapat musholla yang terletak tepat di samping toilet.
Untuk menjaga kondisi lingkungan di area KEMW, terdapat tempat sampah yang tersebar di beberapa titik, baik dari zona penerimaan hingga zona inti. Namun masih disayangkan, masih ada beberapa tempat sampah yang belum memisahkan antara tempat sampah organik dan anorganik. Serta ada juga beberapa himbauan untuk membuang sampah pada tempatnya. Selain himbauan tersebut, terdapat pula beberapa papan keterangan tentang jenis-jenis tanaman mangrove yang mampu menambah wawasan wisatawan.
Terkait aksesibilitas, dalam hal ini bukan hanya berupa moda transportasi yang dapat digunakan untuk menuju KEMW, namun juga terkait dengan kemudahan dalam mendapatkan informasi tentang daya tarik wisata tersebut.
Dengan kecanggihan teknologi masa kini, masyarakat menjadi lebih mudah untuk mengakses berbagai informasi di internet tentang tempat-tempat menarik yang bisa dikunjungi di Surabaya termasuk KEMW. Berdasarkan gambar 2 apabila calon wisatawan mencari tentang Ekowisata Mangrove Wonorejo di mesin pencarian google, sudah ada lebih
Vol. 8 No 1, 2020
dari 39.000 website yang memuat bahasan mengenai KEMW.
EIiOAesata Mangrove VftmorcJo1 Spot Serrnurna untuk HgaOcrrdan h⅛M ⅛we*ro>utrrr--<*c^rarto.πβro<π.e.^wr^l!3a⅛⅛' -
narga HKet Masui τaιιun IMsata HuianMangrove VAnorejosuraaaya
IirH-VvwMjeianuancon ι cue* vacua ∙
Gambar 2
Hasil Pencarian Mengenai KEMW di Google
Sumber: google.co.id
KEMW juga memiliki media sosial seperti instagram
(https://www.instagram.com/mangrovewonorejo/) dan twitter (https://twitter.com/EkowisataM) yang di dalamnya tercantum contact person yang dapat dihubungi oleh wisatawan. Melalui media sosial tersebut, wisatawan dapat dengan mudah mengetahui kegiatan apa saja yang sedang dilakukan oleh KEMW. Adapula brosur yang mencantumkan kegiatan yang bisa dilakukan di KEMW, jam buka, fasilitas, serta petunjuk jalan menuju KEMW, brosur ini dapat ditemukan melalui pameran yang dilakukan oleh Dinas Surabaya.
Kemudahan lain yang diberikan oleh KEMW adalah adanya petunjuk jalan yang dapat mengarahkan
wisatawan menuju destinasi, petunjuk jalan menuju KEMW pertama kali dapat dilihat di Jl. Ir. Soekarno yang merupakan jalanan utama menuju KEMW. Lokasi menuju KEMW dapat diakses baik menggunakan kendaraan roda dua hingga bis pariwisata, transportasi umum juga mudah ditemukan di sekitar area KEMW, hal ini didukung adanya pangkalan taksi konvensional yang berjarak 10 menit saja. Adapun transportasi yang digunakan sebagaian besar pengunjung adalah kendaraan pribadi, baik motor maupun mobil. Pintu masuk terdekat bagi wisatawan yang berasal dari luar kota Surabaya adalah Bandar Udara Juanda dan Suramadu, dengan jarak tempuh masing-masing kurang lebih 18 km
Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo (KEMW) sebagai salah satu destinasi berbasis ekowisata perlu memperhatikan beberapa hal dalam kegiatan pemasarannya agar setiap kegiatan yang dilakukan tetap mencerminkan pemahaman ekowisata itu sendiri. Oleh karena hal tersebut, peneliti menggunakan konsep Green Marketing Tourism sebagai pedoman analisis pemasaran yang dilakukan oleh KEMW, di mana konsep ini juga berfokus terhadap kondisi ekologi di destinasi dan konsep GMT ada untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan wisatawan dengan dampak negatif seminim mungkin terhadap lingkungan alam.
Tabel 3
Indikator Keberhasilan Green Marketing Tourism di Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo
Kelompok |
Indikator |
Terpenuhi |
Belum Terpenuhi |
Keterangan |
Masyarakat Wonorejo |
1. Terciptanya partisipasi dan kepuasan masyarakat lokal berkaitan aplikasi manajemen pariwisata hijau |
Ξ |
Adanya kelompok masyarakat lokal seperti Kelompok Tani (KT) Bintang Timur, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK), kelompok ekowisata perahu dan Pedagang Kaki Lima (PKL), kelompok parkir dan Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) | |
2. Terciptanya kesadaran dan keinginan untuk mewariskan sumber daya lingkungan yang bersih untuk anak turunan mereka di masa mendatang |
Ξ |
Adanya kegiatan penanaman bibit mangrove dan kerja bakti di kawasan ekowisata | ||
3. Menciptakan keharmonisan pertumbuhan ekonomi, lingkungan, sosial dan budaya yang berkelanjutan |
Ξ |
Tidak hanya berfokus kepada hasil ekonomi, KEMW juga memperhatikan kondisi lingkungan dan sosial yang ada |
Vol. 8 No 1, 2020
4. Meningkatkan kesejahteraan dan peluang kesempatan kerja |
Ξ |
Adanya pemberdayaan masyarakat setempat untuk ikut serta dalam kegiatan pariwisata | ||
Wisatawan |
1. Meningkatkan pemahaman tentang peran kunjungan wisatawan terhadap upaya melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup |
Ξ |
Adanya sarana edukasi yang ditawarkan oleh KEMW | |
2. Meningkatkan kesadaran wisatawan untuk bersedia membayar lebih untuk produk hijau dan konservasi lingkungan |
Ξ |
Belum tersedianya tiket pembeda yang menawarkan untuk ikut dalam kontribusi konservasi | ||
3. Meningkatkan kualitas pengalaman wisatawana dalam berwisata |
Ξ |
Melalui wisata edukasi | ||
Pemerintah |
1. Meningkatkan pendapatan asli daerah |
Ξ |
Adanya retribusi yang dibayarkan oleh pihak pengelola | |
2. Tersedianya rekomendasi kebijakan GTM yang optimal dalam pembangunan keberlanjutan ekonomi berbasis destinasi hijau (integratied green economic growth tourism) |
Ξ |
Peran pengelola dalam merumuskan hutan mangrove wonorejo sebagai tempat ekowisata | ||
3. Dapat menciptakan model monev dalam memastikan bahwa kegiatan pariwisata tidak berimplikasi negatif terhadap lingkungan |
Ξ |
Adanya tim pengawas | ||
Usaha Wisata Lokal |
1. Terbentuknya usaha wisata lokal (baru) baik sebagai pemasok wisatawan, tour |
Ξ |
Terdapat wisata kuliner | |
2. Leader, tour leader, usaha kuliner, homestay, dan souvenir |
Ξ |
Terdapat usaha kuliner dan souvenir | ||
3. Meningkatkan kesadaran terhadap praktik wisata berwawasan hijau |
Ξ |
Setiap pengusaha juga turut bekerja sama untuk kerja bakti menjaga lingkungan KEMW | ||
4. Meningkatkan kesadaran untuk mengurangi kerusakan lingkungan, melakukan penghematan energi dan keberlanjutan lingkungan |
Ξ |
Setiap olahan hasil mangrove hanya menggunakan sampah daun maupun buah |
Sumber: hasil penelitian
Berdasarkan hasil wawancara dengan keberhasilan dari penerapan GTM, untuk lebih
narasumber, KEMW dirasa telah memenuhi indikator jelasnya akan dijabarkan sebagai berikut:
Vol. 8 No 1, 2020
Dilihat berdasarkan garis sejarah berdirinya KEMW, masyarakat Wonorejo telah ikut dilibatkan dalam pengelolaannnya. Kondisi mangrove di Wonorejo yang semakin tertata akibat adanya pengelolaan yang baik membuat masyarakat setempat merasa senang karena dari tanaman yang awalnya hanya dianggap sebatas tanaman liar kini dapat menjadi sumber penghasilan maupun menjaga stabilitas lingkungan yang ada.
Banyaknya manfaat dari hutan mangrove yang ada, membuat masyarakat Wonorejo ingin tetap menjaga kelestariannya. Masyarakat Wonorejo secara aktif melakukan kerja bakti di sepanjang area KEMW dalam jangka waktu satu minggu sekali. Selain kerja bakti, masyarakat Wonorejo juga melakukan penanaman bibit mangrove di lokasi yang dianggap masih kurang vegetasinya.
Meskipun tidak semua masyarakat ikut terlibat dalam kegiatan pengelolaan yang ada di KEMW, namun melalui kegiatan pariwisata telah membuka lapangan pekerjaan baru bagi warga sekitar KEMW. Hal yang paling jelas dirasakan adalah masyarakat Wonorejo yang bekerja sebagai nelayan. Setelah adanya pariwisata, para nelayan memiliki tambahan pemasukan dengan turut serta mengantarkan wisatawan dari dermarga menuju gazebo yang terletak di muara sungai, selain itu juga hasil tangkapan ikan yang diperoleh dimanfaatkan juga oleh pihak KEMW untuk olahan makanan yang ditawarkan melalui paket wisata. Tidak hanya dirasakan oleh para nelayan saja, beberapa ibu rumah tangga di sekitar Wonorejo juga memiliki penghasilan tetap yang diperoleh dari hasil dagang di area KEMW.
Selain memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, KEMW juga turut mengikutsertakan kelompok-kelompok masyarakat yang dalam pengelolaannya, diantaranya adalah Kelompok Tani (KT) Bintang Timur, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK), kelompok ekowisata perahu dan Pedagang Kaki Lima (PKL), kelompok parkir dan Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM).
-
a. Kelompok Tani (KT) Bintang Timur
KT Bintang Timur dibentuk oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Surabaya dengan tugas untuk melakukan pembibitan tanaman mangrove di wilayah Wonorejo. KT Bintang Timur juga dibekali bibit mangrove secara pribadi dan diperbolehkan untuk menjualnya ke luar wilayah Wonorejo, hasil dari penjualan bibit tersebut akan digunakan untuk kas kelompok tani itu sendiri.
-
b. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK)
LPMK dibentuk secara khusus untuk memelihara dan mengelola jogging track, di mana tujuan awal dari pembuatan jogging track ini hanya digunakan untuk mempermudah pengawasan rehabilitasi tanaman mangrove. LPMK-lah yang memiliki hak untuk menarik retribusi masuk sebesar Rp 1.000 per orang, kemudian hasilnya dialokasikan untuk
perawatan jogging track dan pemeliharaan tanaman sebesar 25%, kas LKMK 25%, dan 50% untuk honor pekerja.
-
c. Kelompok ekowisata perahu
kelompok ekowisata perahu berkoordinasi dengan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Surabaya serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya untuk menjalankan kegiatan ekowisata perahu. Kelompok ini memiliki tugas untuk mengelola ekowisata perahu dan memberikan edukasi kepada wisatawan mengenai mangrove. Selain itu, kelompok ekowisata perahu juga berperan untuk melakukan penanaman dan perawatan mangrove yang berada di area wisata perahu, serta memperbaiki fasilitas sarana dan prasarana yang berada di area wisata perahu.
-
d. Kelompok parkir dan Pedagang Kaki Lima (PKL) Kelompok parkir memperoleh izin usaha parkir dari Dinas Perhubungan Kota Surabaya yang memiliki tugas untuk mengatur area parkir di KEMW dalam pengawasan Dinas Perhubungan. Kelompok ini diwajibkan membayar biaya retribusi daerah kepada Dinas Perhubungan Kota Surabaya sebesar Rp1.000.000 per bulan.
-
e. Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) FKPM berperan dalam menjaga keamanan dengan cara berpatroli di Ekowisata Mangrove Wonorejo agar tercipta kenyamanan bagi pengunjung yang datang.
Masyarakat Wonorejo juga memiliki jadwal rutin untuk melakukan kerja bakti bersih-bersih sampah di area KEMW tiap satu minggu sekali, hal ini guna menjaga kebersihan serta mengurangi resiko kemungkinan matinya tanaman mangrove akibat tumpukan sampah.
Pada beberapa titik di area KEMW terdapat papan informasi yang berisi tentang tanaman mangrove serta binatang yang ada di area tersebut. KEMW juga memfasilitiasi wisatawan apabila ingin melakukan study tour atau penelitian yang memerlukan informasi lebih mengenai ekowisata maupun mangrove itu sendiri. Banyak organisasi baik dalam lingkup sekolah, perusahaan, bahkan pemerintahan ikut serta dalam penanaman bibit mangrove dan kerja bakti bersih-bersih sampah.
Vol. 8 No 1, 2020
Gambar 3 Papan Nama Jenis Tumbuhan dan Binatang di KEMW Sumber:
https://images.app.goo.gl/6yj815dCsmU642AS7
Namun, masih amat disayangkan karena KEMW belum menyediakan tiket khusus sebagai wadah wisatawan yang ingin membayar lebih untuk turut serta dalam konservasi lingkungan. Tiket yang tersedia saat ini hanyalah sebatas tiket masuk biasa, sehingga wisatawanpun juga belum tahu apakah dengan membayar tiket masuk tersebut sudah turut berpatisipasi dalam perawatan lingkungan.
Setiap wisatawan yang telah berkunjung ke KEMW diharapkan memiliki pengalaman yang menyenangkan dan dapat memahami mengenai apa itu mangrove dan ekosistem yang ada di dalamnya melalui edukasi ringan yang diberikan oleh pihak KEMW. Berdasarkan hasil kuesioner, wisatawan merasa puas atas kunjungan yang dilakukan, hal ini dapat menjadikan satu poin keberhasilan KEMW di indikator wisatawan.
Tabel 4 Pengalaman Wisatawan Berkunjung | ||
Pengalaman yang dirasakan saat mengunjungi KEMW | ||
Menarik |
Biasa saja |
Tidak menarik |
27 |
1 |
2 |
Sumber: hasil kuesioner 3. Pemerintah |
KEMW bekerjasama dengan beberapa instansi pemerintahan di antaranya adalah Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Surabaya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya, Dinas Perhubungan Kota Surabaya, Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya, serta Kelurahan Wonorejo.
Tabel 5
Instansi Pemerintahan yang Terlibat dalam Pengelolaan Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo
Nama Instansi |
Hak |
Kewajiban |
Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota |
Membuat kebijakan dan wewenang |
Menjaga kelestarian Ekowisata Mangrove |
Surabaya |
Wonorejo; memfasilitasi pembibitan, penanaman, dan perawatan mangrove | |
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya |
Retribusi |
Memberi ijin bagi usaha ekowisata serta mempromosikan KEMW ke masyarakat luar, serta mengawasi jalannya kegiatan ekowisata |
Dinas Perhubungan Kota Surabaya |
Retribusi |
Memberi ijin usaha pengelola parkir dan mengawasi pelaksanaannya |
Kelurahan Wonorejo |
Memperoleh informasi mengenai kegiatan pengelolaan |
Mengawasi dan melindungi kegiatan pengelolaan wisata |
Sumber: jurnal dan hasil wawancara
Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa KEMW menyumbangkan hasil pendapatannya kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya dan Dinas Perhubungan Kota Surabaya, yang secara tidak langsung juga menambah pendapatan daerah melalui kegiatan ekowisata yang ada.
Tahap awal perencanaan kawasan hutan mangrove Wonorejo menjadi ekowisata merupakan usul dari penggiat lingkungan hidup yang ada di sistem pemerintahan. Pemerintah juga berinisiatif untuk memproyeksikan KEMW sebagai destinasi wisata yang berkelanjutan dilihat dari tugas yang dimiliki, di mana mengandung unsur mengawasi setiap kegiatan yang ada di KEMW, guna mencegah adanya kemungkinan buruk, seperti kerusakan lingkungan, terjadi.
Adanya KEMW sebagai salah satu destinasi pilihan di Surabaya membuat pengusaha-pengusaha wisata lokal turut ambil bagian dari kegiatan pariwisata di KEMW. Salah satu usaha lokal yang ada di KEMW adalah adanya penjualan hasil olahan tanaman mangrove serta hasil karya masyarakat sekitar seperti baju dan gantungan dinding, ada juga yang berupa batik Wonorejo yang memanfaatkan tanaman mangrove sebagai pewarna batik. Tanaman mangrove yang dimanfaatkan ini bukanlah tanaman yang masih hidup, namun dapat diambil melalui buah maupun daun yang sudah jatuh dari pohonnya. Selain itu, KEMW juga terdapat usaha kuliner yaitu sajian bandeng tanpa duri hasil tangkapan nelayan sekitar yang menjadi sajian unggulan dari KEMW. Setiap pihak yang ada di KEMW, termasuk para
Vol. 8 No 1, 2020
pengusaha di dalamnya juga dituntut untuk menjaga kebersihan lingkungan sekitar, bahkan turut serta dalam kerja bakti yang diadakan tiap satu minggu sekali.
Stakeholder yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan di KEMW dirasa sudah menjalan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing untuk menjaga ekologi di kawasan mangrove Wonorejo. Hal ini dapat dilihat berdasarkan penelian wisatawan yang datang berkunjung, di mana mereka berpendapat bahwa KEMW telah memikirkan masa mendatang dengan menerapkan bentuk pariwisata berkelanjutan, yang juga merupakan tujuan dari ekowisata itu sendiri. Jawaban ini kemudian dilanjutkan dengan pengetahuan wisatawan mengetahui program penanaman mangrove sebagai salah satu upaya untuk menjaga kelestarian ekosistem di KEMW. Dengan adanya kegiatan pariwisata di KEMW membuat lingkungan menjadi lebih baik dan tertata.
Tabel 6
Tanggapan Wisatawan Terhadap Penerapan Pariwisata Berkelanjutan di KEMW
Setuju bahwa KEMW telah menerapkan bentuk pariwisata berkelanjutan | ||
Ya |
Tidak |
Mungkin |
23 |
- |
7 |
Tabel 7 Pengatahuan Wisatawan Terhadap Program Penenaman Mangrove di KEMW
Pernah mendengar mengenai program penanaman mangrove di KEMW | |
Ya |
Tidak |
29 |
1 |
Tabel 8
Tanggapan Wisatawan Mengenai Kondisi Lingkungan di KEMW Setelah Adanya Pariwisata
Kondisi lingkungan di KEMW setelah adanya pariwisata | ||
Tetap, tidak berubah |
Semakin baik |
Semakin rusak |
9 |
21 |
- |
Sumber: hasil kuesioner
Berdasarkan hasil pemaparan mengenai analisis keberhasilan Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo, dapat dilihat bahwa KEMW telah memenuhi indikator keberhasilan Green Tourism Marketing jika dilihat dari keterlibatan masyarakat lokal yang dalam hal ini merupakan masyarakat Wonorejo, pemerintah, dan usaha wisata lokal. Namun pada indikator keterlibatan wisatawan, ada indikator yang belum terpenuhi yaitu pada poin meningkatkan kesadaran wisatawan untuk bersedia membayar lebih untuk produk hijau dan konservasi lingkungan.
IV. Kesimpulan
Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo (KEMW) merupakan salah satu wisata hutan mangrove yang ada di Surabaya. KEMW memiliki 3 (tiga) atraksi utama berupa Wisata Pendidikan Lingkungan, Wisata Sporty, dan Wisata Kuliner dan Produk Lokal Lainnya, dengan 4 (empat) pembagian zona yaitu Zona Mangrove, Zona Wisata, Zona Penerima, dan Zona Penunjang. KEMW dapat dikategorikan memiliki fasilitas pendukung yang cukup yang tersebar di beberapa titik zonasi sesuai kebutuhan yang ada. Dalam segi aksesibilitas, KEMW cukup mudah dijangkau baik segi informasi maupun akomodasi, namun yang masih disayangkan yaitu masih kurangnya promosi yang dilakukan oleh pihak KEMW.
Berdasarkan penerapan konsep pemasaran dari Green Tourism Marketing (GTM), KEMW telah memenuhi hampir semua indikator yang ada, baik dari segi masyarakat lokal, wisatawan, pemerintah, dan usaha wisata lokal. Indikator yang tidak terpenuhi dalam hal ini adalah tersedianya tiket khusus untuk wisatawan yang ingin terlibat dalam konservasi yang ada. KEMW juga dianggap telah berhasil menerapkan konsep ekowisata yang memperhatikan kondisi ekologi dan berfokus pada wisata berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA/REFERENSI
Anonim. 2012. Laporan Rencara Kajian Masterplan Kawasan Pamurbaya Sebagai Ekowisata Mangrove Kota Surabaya milik Pemerintah Kota Surabaya.
_____ . 2009. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 tahun 2009 tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah. Kementerian Dalam Negeri. Jakarta.
_____ . 2012. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2012 Tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove.
Astutik, Yuli dan Mukhamad Najib. Analisis Strategi Pemasaran Ekowisata Green Hill Park Taman Wisata Alam Cimanggu Kabupaten Bandung – Jawa Barat [Jurnal Manajemen dan Organisasi Vol VII, No 2, Agustus 2016]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Hasan, Ali. Green Tourism Marketing. Jurnal Media Wisata, Volume 13, Nomor 2, Nov 2015
Hasan, Ali. Tourism Marketing. 2015. Yogyakarta: CAPS Publishing.
Henion KE, dan Kinnear TC. 1976. Ecologial Marketing. Chicago: American Marketing
Association.
Idajati, dan M Widiyahwati. 2018. The sustainable management priority of ecotourism mangrove Wonorejo, Surabaya-Indonesia [Journal IOP Conf.
Vol. 8 No 1, 2020
Series: Earth and Environmental Science 202 (2018) 012048]. Bristol: IOP Publishing Ltd.
Napitupulu, Novena Ulita. 2015. Strategi Pemasaran Pariwisata Budaya Mentawai Melalui Produk Kesenian Muturk [Jurnal Desain dan Seni, FDSK-UMB Volume 2 Edisi 1, 2015]. Jakarta:
Universitas Mercu Buana.
Nisa, Rizlia Khairun. 2018. Kemenpar serius kembangkan klasterisasi destinasi ekowisata Jawa Timur – Bali.
[https://www.merdeka.com/gaya/kemenpar-serius-kembangkan-klasterisasi-destinasi-ekowisata-jawa-timur-bali.html] (diakses pada tanggal 10 Maret 2019).
Saraswati, Fanny Dhana. 2017. Analisis Permintaan dan Daya Dukung Wisata di Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo, Kota Surabaya [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Zahro, Fatimatuz. 2017. 2017, Kunjungan Wisman ke Surabaya Capai 9,6 Juta, ternyata 4 Destinasi Wisata ini Favorit Mereka.
[https://surabaya.tribunnews.com/2017/12/26 /2017-kunjungan-wisman-ke-surabaya-capai-96juta-ternyata-4-destinasi-wisata-ini-favorit-mereka] (diakses pada tanggal 10 Mei 2019).
35
Discussion and feedback