Implikasi Erupsi Gunung Agung Terhadap Kegiatan Pariwisata Di Kawasan Pura Besakih
on
Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Vol. 7 No 1, 2019
Implikasi Erupsi Gunung Agung Terhadap Kegiatan Pariwisata Di Kawasan Pura Besakih
Ni Kadek Pande Aristiani a, 1, Luh Putu Kerti Pujani a, 2
-
a program studi sarjana destinasi pariwisata, fakultas pariwisata,universitas udayana, jl. dr. r. goris, denpasar, bali 80232 indonesia
Abstract
Besakih Temple is the bigest temple in Bali located on the slopes of Mount Agung exactly in Besakih village, Rendang district, Karangasem regency. In addition to being a center of religious ceremonies at Besakih Temple there are also tourism activities. Mount Agung is the highest mountain in Bali and has several times the last eruption occurred in 2017. The researchs try to find the condition of tourism before and after the eruption of Mount Agung in the area of Besakih Temple.
The research method used is qulalitative research with comparative data analysis techniques to analyze the condition of tourism before the eruption of Mount Agung and the implications of eruption Mount Agung for tourism activities in the area of Besakih Temple. The data sources, from primary data and secondary data. The concept used are concept of eruption, concept of cultural attraction, concept of the Besakih Temple as spiritual phenomenon, concept of operational, concept of the informal sector in tourism.
The result of the research shows that the influence of Mount Agung eruption on tourism activity in area of Besakih Temple is viewed based on the level of tourist visit, the condition of tourist attraction, the comfort of the area, the cleanliness of the area, the operational and income of the local tour guide, the motorcycle drivers, artshop, kiosks, activity of informal tourism sector in the area of Besakih Temple. The area of Besakih Temple managers should synergize with the government and community to conduct recovery of tourism activities in the area of Besakih Temple.
Keywords: Implication, Eruption, Tourism Activity, Pura Besakih
Kegiatan pariwisata adalah penggerak perekonomian masyarakat Bali. Berdasarkan data empiris dilapangan sekitar 80 masyarakat Bali menggantungkan hidupnya pada sektor pariwisata, (Widiatedja, (2011: 25). Kegiatan pariwisata sangat rentan terhadap bencana alam, sejak ditetapkannya status Gunung Agung menjadi awas, kemudian adanya erupsi freatik yang sempat menyebabkan bandara Ngurah Rai ditutup selama dua hari yakni pada tanggal 27 sampai 29 November 2017 hal ini menyebabkan pariwisata Bali mengalami kelesuan. Semenjak ditetapkannya status “Awas” Gunung Agung pada bulan September tingkat hunian kamar hotel, villa, dan home stay di Bali mulai menurun sekitar 15-20 , begitu pula tingkat kunjungan ke daya tarik wisata yang ada di Bali juga ikut menurun, (Arida (2017:3) dalam Tren Pariwisata Milenium.
Daerah yang terkena dampak secara langsung dari erupsi Gunung Agung adalah kabupaten Karangasem. Terutama desa-desa yang berada pada kawasan rawan bencana yang letaknya di lereng Gunung Agung. Salah satu dari
27 desa yang berada pada radius empat sampai dua belas kilo meter dan ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana, adalah desa Besakih. Desa Besakih berada pada radius enam sampai delapan kilometer dari kawah Gunung Agung. Desa Besakih merupakan salah satu desa yang memiliki situs peninggalan bersejarah yaitu berupa Pura, yang dikenal sebagai Pura terbesar di Bali. Sebagai Ibu dari seluruh pura yang ada di Bali tentunya Pura Besakih memiliki nilai spiritual dan religi yang sangat tinggi, dengan kebudayaan dan tradisi umat Hindu yang ada di Bali. Selain itu Pura Besakih juga memiliki nilai sejarah yang berkaitan dengan perjalanan Ida Rsi Markandeya ke Bali. Pura Besakih tidak hanya menjadi pusat kegiatan agama Hindu namun di Pura ini juga berkembang kegiatan pariwisata. Pura Besakih tidak hanya dikunjungi oleh wisatawan mancanegara namun wisatawan nusantara juga banyak yang berkunjung ke Pura Besakih.
Kegiatan pariwisata di Kawasan Pura Besakih membuka banyak peluang bagi masyarakat khususnya masyarakat lokal untuk turut serta dalam kegiatannya. Hal ini terbukti
Vol. 7 No 1, 2019
dengan banyak masyarakat berusaha memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan bekerja disektor pariwisata Pura Besakih. Sepanjang jalan menuju Pura Besakih dapat dilihat berbagai profesi yang dilakoni oleh masyarakat lokal. Adapun profesi yang dilakoni masyarakat dalam kegiatan pariwisata di Kawasan Pura Besakih diantaranya; menjadi peramuwisata lokal, pedagang souvenir dan pemilik artshop, pedagang kuliner, pedagang kakilima, penjual postcard, tukang foto polaroid dan tukang ojek pariwisata. Masyarakat yang bekerja pada sektor tersebut didominasi oleh masyarakat dari golongan ekonomi menengah kebawah. Mengingat kawasan Pura Besakih terletak di lereng Gunung Agung yakni berada pada radius enam sampai delapan kilometer, dimana terdapat berbagai kegiatan masyarakat termasuk kegiatan pariwisata didalamanya. Maka dari itu menarik untuk dikaji tentang bagaimana implikasi erupsi Gunung Agung terhadap kegiatan pariwisata di Kawasan Pura Besakih. Untuk mengetahui sejauh mana implikasi erupsi Gunung Agung terhadap kegiatan pariwisata di Kawasan Pura Besakih.
Telaah penelitian sebelumnya dilakukan untuk mengetahui posisi penelitian yang akan dilakukan. Adapun dua telaah penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini, pertama terkait dengan fokus penelitian yaitu penelitian yang berjudul “Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Pendapatan Dari Sektor Pariwisata Di Kabupaten Karo, (Febrianty, 2016”, Penelitian sebelumnya yang kedua terkait dengan lokasi penelitian yaitu penelitian yang berjudul “Persepsi Stakeholder Terhadap Penetapan Kawasan Besakih – Gunung Agung Sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Di Bali, Sariasa, (2015)”.
Pada tulisan ini terdapat beberapa konsep yang digunakan sebagai pisau analisis dalam membahas permasalahan penelitian, sebagai berikut. Implikasi, (Islamy (2003, 114-115)). Bencana alam, (pasal 1 UU RI No. 24 tahun 2007, Tentang Penanggulangan Bencana). Erupsi gunung berapi, (Alzwar, dkk., 1988: 103).
Pura Besakih sebagai fenomena spiritual mengandung makna bahwa terdapat berbagai aktivitas spiritual, wisata spiritual kebudayaan
dan religi dari masyarakat Hindu di Bali dan wisatawan yang berkunjung ke Pura Besakih, (Bali Travel News (2008) dalam Susanty (2009)). Religi, (Koentjaraningrat, (1985: 224). Operasional, (Ibrahim, (2016: 861)). Sektor informal, (Hart dkk, (1997) dalam (Pujani, 2000)).
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung informan penelitian ini meliputi; sejarah Pura Besakih, kondisi atraksi wisata sebelum dan sesudah erupsi, kondisi jalan sebelum dan sesudah erupsi, operasional transportasi lokal sebelum dan sesudah erupsi, tingkat kenyamanan wisatawan sebelum dan sesudah erupsi, tingkat kebersihan sebelum dan sesudah erupsi, operasional pramuwisata lokal sebelum dan sesudah erupsi, operasional kios penjual souvenir dan rumah makan sebelum dan sesudah erupsi, kegiatan di sektor informal sebelum dan sesudah erupsi Data sekunder adalah data yang tidak langsung memberikan data kepada peneliti, dalam penelitian ini meliputi; sejarah Pura Besakih, jumlah penduduk atau data statistik kependudukan Desa Besakih, luas Kawasan Pura Besakih, peraturan dan bagi wisatawan yang berkunjung, dan peraturan tentang kegiatan pariwisata di Pura Besakih.
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu; observasi, wawancara dan dokumentasi. Observasi dilakukan untuk memperoleh data mengenai, kondisi pariwisata pasca erupsi Gunung Agung di Kawasan Pura Besakih. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data mengenai implikasi erupsi Gunung Agung terhadap seluruh kegiatan disektor pariwisata Kawasan Pura Besakih secara mendalam Serta dokumentasi digunakan untuk memperoleh data mengenai kunjungan wisatawan ke Pura Besakih sebelum dan sesudah erupsi Gunung Agung.
Vol. 7 No 1, 2019
Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik analisis komparasi over time. Komparasi over time merupakan teknik analisis data dengan membandingkan periode yang lama dengan yang baru. Penelitian Komparasi akan dapat menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang benda-benda, tentang orang, tentang prosedur kerja, tentang ide-ide, kritik terhadap orang, kelompok, terhadap suatu ide atau prosedur kerja. Dapat membandingkan kesamaan pandangan dan perubahan-perubahan pandangan orang, grup atau negara, terhadap kasus, terhadap orang, peristiwa atau terhadap ide-ide, (Sudjud, (1978)) dalam (Arikunto, (2013: 310)). Dengan tahapan analisis sebagai berikut; menentukan interval waktu, menentukan parameter pembanding, menemukan persamaan dan perbedaan, menganalisi makna persamaan dan perbedaan yang ditemukan. Imlikasi erupsi Gunung Agung adalah perbandingan antara sebelum dan sesudah erupsi, yang akan dilihat dari temuan persamaan dan perbedaan kondisi pariwisata sebelum dan sesudah erupsi.
-
IV. Hasil dan Pembahasan
-
A. Gambaran Umum Kawasan Pura Besakih
Pura Besakih merupakan peninggalan sejarah umat Hindu di Bali yang terletak di lereng Gunung Agung, tepatnya di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem. Pura Besakih adalah Pura terbesar di Bali yang memiliki luas sekitar dua hektar, merupakan pusat persembahyangan umat Hindu yang ada di seluruh Bali. Cikal bakal berdirinya Pura Besakih erat kaitannya dengan perjalanan seorang Maha Rsi Markandeya. Beliau melakukan perambasan hutan dan upacara penanaman lima jenis logam yang dikenal dengan sebutan “panca datu”. Pura Besakih memiliki cerita sejarah yang panjang, Pura besakih terdiri dari beberapa komplek Pura yang mana Pura ini menggunakan arsitektur khas Bali.
Kawasan Pura Besakih juga dikembangkan sebagai daya tarik wisata, yang menawarkan atraksi wisata budaya berupa; sejarah, arsitektur bangunan Pura, variasi upacara agama Hindu, tradisi dan alam disekitar kawasan. Tidak ada yang mengetahui sejarah
pasti perkembangan pariwisata di Kawasan Pura Besakih. Sebagai daya tarik wisata yang terletak dilereng Gunung Agung, Pura Besakih sangat rentan terhadap bencana alam terutama erupsi gunung berapi. Gunung Agung merupakan gunung tertinggi di Bali Gunung Agung sudah lima kali mengalami erupsi dari tahun 1808, 1821, 1843, 1963 dan letusan yang terakhir yaitu pada tahun 2017 dan status Gunung Agung masih siaga sampai tahun 2018. Erupsi Gunung Agung sangat membahayakan dan berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat terutama masyarakat yang bermukim di Lereng Gunung Agung. Salah satu desa yang ada di lereng Gunung Agung adalah desa Besakih.
-
B. Erupsi Gunung Agung
Erupsi Gunung Agung pada tahun 2017 bukalah erupsi yang pertama. Gunung Agung sempat beberapa kali mengalami erupsi satu diantaranya adala erupsi pada tahun 1963 yang menewaskan lebih dari 1.000 orang. Gunung Agung kembali menunjukan peningkatan aktivitasnya setelah sempat tertidur selama 54 tahun. Peningkatan aktivitas Gunung Agung mulai teramati sejak bulan September 2017
Aktivitas vulkanik Gunung Agung mulai dinaikan dari normal menjadi waspada itu pada minggu ke dua di bulan September. Kemudian pada tanggal 22 September dinaikan lagi dari waspada menjadi awas. Masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana mulai mengungsi secara mandiri ke tempat-tempat pengungsian yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan rekapitulasi data dari BMKG, jumlah pengungsi mencapai 25.038 di 23 titik pengungsian pada bulan September. Sekitar satu bulan lamanya dengan status awas, Gunung Agung belum juga mengalami erupsi. Akhirnya pada 29 Oktober 2017 status Gunung Agung diturunkan dari awas ke siaga. Clear area yang awalnya sembilan sampai dua belas kilometer menjadi enam sampai tujuh kilometer. Masyarakat yang merasa aman mulai kembali kerumah mereka masing-masing secara mandiri,
Vol. 7 No 1, 2019
namun tetap diingatkan agar tetap waspada dan mengikuti himbauan dari pemerintah.
Jelang satu bulan diturunkan ke status siaga Gunung Agung mengalami erupsi freatik pada tanggal 21 bulan November. Disusul dengan erupsi freatik II pada 25 November dan erupsi freatik ke III pada 26 November, kemudian level erupsi Gunung Agung mengalami peningkatan secara terus menerus dari erupsi freatik ke erupsi magmatik, gempa tremor terus terjadi sehingga pada tanggal 27 November status Gunung Agung kembali dinaikan ke status awas. Masyarakat kembali dihimbau untuk membersihkan kawasan sembilan sampai dua belas kilometer, masyarakat yang tidak mau mengungsi secara mandiri dipaksa diangkut untuk meninggalkan desa mereka oleh tim BASARNAS yang ketika itu melakukan clear area. Gunung Agung mengalami fase kritis pada tanggal 28 November terjadi gempa tremor hingga overscale dan erupsi Gunung Agung terjadi pada 11 Januari 2018.
Erupsi Gunung Agung kali ini hanya memuntahkan semburan abu vulkanik dan pasir yang turun di beberapa desa di lereng Gunung Agung seperti desa Sogra, Temukus, dan desa Sebudi. Selama periode erupsi Gunung Agung dari bulan November sampai Januari juga mengakibatkan penutupan Bandara Internasional Ngurah Rai dari tanggal 27 November 2017 pagi sampai 29 November 2017 pagi. Hal ini terjadi karena semburan abu vulkanik dan asap abu kehitaman yang ketinggiannya mencapai ribuan meter. Tidak ada korban jiwa dalam erupsi ini, hanya saja material yang keluar akibat erupsi Gunung Agung yang mengalir akibat adanya hujan deras mengakibatkan beberapa jalan putus, mengubah arus aliran menjadi sangat deras dan warna air sungai menjadi sangat keruh. Derasnya aliran sungai ini mengakibatkan lahan sawah masyarakat yang ada dipinggiran sungai hanyut dan salah satu usaha rafting di Sungai Tukad Telaga Waja hanyut. Kerugian yang dominan dialami masyarakat akibat erupsi Gunung Agung adalah dominan kerugian secara materi, karena erupsi Gunung Agung mengharuskan mereka untuk mengungsi sehingga mereka kehilangan mata pencahariannya terutama masyarakat yang
bekerja di desa mereka sendiri, seperti; petani, buruh dan penyedia usaha dan jasa pariwisata.
-
C. Kondisi Pariwisata Sebelum Erupsi Gunung
Agung
Semenjak kawasan Pura Besakih dikelola oleh Manajemen Operasional praktek pemungutan liar mulai dapat ditekan, kawasan Pura Besakih juga semakin tertata dan tingkat kunjungan wisatawan semakin meningkat. Harga tiket masuk masih tetap sama yakni Rp.60.000,00 untuk wisatawan mancanegara dan Rp.40.000,00 wisatawan domestik. Kondisi pariwisata sebelum erupsi Gunung Agung terjadi pada akhir tahun 2017, jika dilihat dari tingkat kunjungan wisatawan ke Pura Besakih selalu mengalami peningkatan. Kondisi atraksi wisata sebelum erupsi Gunung Agung seperti, kondisi bangunan pura dan candi masih dalam kondisi baik tidak ada kerusakan.
Tingkat kenyamanan kawasan Pura Besakih, cukup nyaman, hal ini dapat dilihat dari beberapa faktor diantarnya; keamanan, ketertiban, kebersihan, keindahan, kesejukan, akses dan fasilitas pendukung pariwisata. Keamanan wisatawan sangat terjaga karena banyak petugas keamanan yang berjaga, tidak ada tindakan kriminalitas, dan dari ancaman alam. Ketertiban, lingkungan Pura Besakih cukup tertib, pungutan liar sudah mampu ditekan dan pedagang asongan juga dapat ditertibkan. Kebersihan kawasan Pura Besakih sangat terjaga.
Operasional dan pendapatan pelaku pariwisata baik di sektor formal maupun informal masih stabil, bahkan meningkat ketika hari-hari libur. Pelaku pariwisata yang dimaksud disini seperti; pramuwisata lokal, pemilik artshop, pemilik rumah makan, tukang ojek wisata, penjual postcard, pedagang canang dan pedagang kaki lima. Masyarakat di Kawasan Pura Besakih juga dapat beraktivitas secara normal tanpa merasa takut akan ancaman bahaya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat yang berprofesi sebagai pelaku pariwisata tidak kebingungan karena disetiap harinya pasti dapat berjualan. Sehingga kebutuhan pendidikan dan makan sehari-hari bukanlah beban yang berat bagi masyarakat.
Vol. 7 No 1, 2019
Berdasarkan data dari BMKG Provinsi Bali, aktivitas vulkanik Gunung Agung mulai dinaikan dari normal menjadi waspada itu pada minggu ke dua di bulan September. Kemudian pada tanggal 22 September dinaikan lagi dari waspada menjadi awas. Masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana mulai mengungsi secara mandiri ke tempat-tempat pengungsian yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan rekapitulasi data dari BMKG, jumlah pengungsi mencapai 25.038 di 23 titik pengungsian pada bulan September. Sekitar satu bulan lamanya dengan status awas, Gunung Agung belum juga mengalami erupsi. Akhirnya pada 29 Oktober 2017 status Gunung Agung diturunkan dari awas ke siaga. Clear area yang awalnya sembilan sampai dua belas kilometer menjadi enam sampai tujuh kilometer. Masyarakat yang merasa aman mulai kembali kerumah mereka masing-masing secara mandiri, namun tetap diingatkan agar tetap waspada dan mengikuti himbauan dari pemerintah.
Jelang satu bulan diturunkan ke status siaga Gunung Agung mengalami erupsi freatik pada tanggal 21 bulan November. Disusul dengan erupsi freatik II pada 25 November dan erupsi freatik ke III pada 26 November, kemudian level erupsi Gunung Agung mengalami peningkatan secara terus menerus dari erupsi freatik ke erupsi magmatik, gempa tremor terus terjadi sehingga pada tanggal 27 November status Gunung Agung kembali dinaikan ke status awas. Masyarakat kembali dihimbau untuk membersihkan kawasan sembilan sampai duabelas kilometer, masyarakat yang tidak mau mengungsi secara mandiri dipaksa diangkut untuk meninggalkan desa mereka oleh tim BASARNAS yang ketika itu melakukan clear area. Gunung Agung mengalami fase kritis pada tanggal 28 November terjadi gempa tremor hingga overscale dan erupsi Gunung Agung terjadi pada 11 Januari 2018.
Erupsi Gunung Agung menyebabkan tingkat kunjungan wisatawan menurun ke Pura Besakih. Berdasarkan data kunjungan wisatawan ke Pura Besakih tahun 2017. Penurunan tingkat kunjungan wisatawan teramati semenjak bulan
September, pada bulan ini penurunan kunjungan wisatawan mencapai 10,88 , kemudian pada bulan Oktober kawasan Pura Besakih ditutup sehingga tingkat kunjungan wisatawan mencapai 0 , kemudian pada bulan November kembali dibuka pada bulan ini kunjungan wisatawan mulai ada namun tidak sebanyak sebelum erupsi terjadi. Selain itu erupsi Gunung Agung menyebabkan kerusakan beberapa akses menuju Pura. Kebersihan lingkungan juga terpengaruh akibat adanya hujan abu vulkanik yang menyebabkan daun-daun mengering dan berjatuhan mengotori lingkungan kawasan, sisa abu vulkanik yang mengendap mengakibabkan tanaman liar tumbuh di candi dan di atap Pura.
Erupsi Gunung Agung juga mempengaruhi perekonomian dan kegiatan sosial masyarakat yang bermukim di sekitar Kawasan Pura Besakih. Karena semenjak erupsi terjadi yang berakibat pada penurunan tingkat kunjungan wisatawan sehingga menyebabkan kegiatan operasional peramuwisata lokal, tukang ojek pariwisata, rumah makan, artshop, dan kios penjual kain terganggu. Terganggunya kegiatan operasional berdampak pada penurunan tingkat pendapatan masyarakat. Sehingga mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu erupsi Gunung Agung juga berpengaruh terhadap kegiatan sektor informal pariwisata Pura Besakih seperti penjual postcard yang biasanya dapat menjual lima sampai enam postcard pasca erupsi satu postcard saja sangat sulit terjual, pedagang kakilima dan penjual canang yang biasanya berjualan setiap hari dari pagi sampai sore pasca erupsi mereka berjualan hanya dua atau tiga kali sehari pendapatan mereka juga menurun yang awalnya paling sedikit mereka dapat berjualan Rp.50.000,00 per hari kini dapat berjualan Rp.10.000,00 saja sudah bersyukur. Tidak hanya itu erupsi Gunung Agung juga menyebabkan terganggunya aktivitas upacara keagamaan.
-
E. Komparasi Kondisi Kegiatan Pariwisata Sebelum dan Sesudah Erupsi Gunung Agung
Perbandingan kondisi kegiatan pariwisata sebelum dan sesudah erupsi Gunung Agung dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh erupsi Gunung Agung kali ini terhadap
Vol. 7 No 1, 2019
kegiatan pariwisata di Kawasan Pura Besakih Perbandingan ini dilakukan dengan merumuskan terlebih dahulu kondisi sebelum dan sesudah erupsi, kemudian mencari persamaan dan perbedaan kondisi pariwisata sebelum dan sesudah erupsi Gunung Agung, dan yang terakhir adalah menganalisis makna persamaan dan perbedaan dari erupsi Gunung Agung. Setelah melakukan tahap analisis tersebut, kita akan mengetahui implikasi erupsi Gunung Agung terhadap kegiatan pariwisata di Kawasan Pura Besakih.
-
1. Rumusan kondisi sebelum erupsi Gunung
Agung
Sebelum erupsi Gunung Agung terjadi pada akhir tahun 2017, tingkat kunjungan wisatawan ke Pura Besakih selalu mengalami peningkatan. Kegiatan pariwisata berjalan normal, operasional dan pendapatan para pedagang, para pramuwisata, para pekerja sektor informal dalam kondisi yang stabil Wisatawan yang berkunjung ke Pura Besakih merasa sangat nyaman dan aman hal ini dikarenakan tidak adanya gangguan dari pedagang acung yang kini sudah ditertibkan Lingkungan Pura Besakih juga sangat terjaga kebersihan dan kehijauannya karena petugas kebersihan dan pertamanan dapat bekerja atau beroperasi setiap hari.
-
2. Rumusan kondisi sesudah erupsi Gunung
Agung
Erupsi Gunung Agung menyebabkan kondisi pariwisata di Kawasan Pura Besakih sangat tergangu dan bahkan menyebabkan para pelaku pariwisata kesulitan dalam perekonomiannya Tingkat kunjungan wisatawan yang menurun menyebabkan terganggunya operasional para pedagang, para peramu wisata dan para pekerja sektor informal. Akibat kunjungan wisatawan yang sepi pendapatan mereka juga menurun bahkan terkadang tidak mendapat penghasilan dalam sehari. Selain itu kedaan lingkungan Kawasan Pura Besakih yang sempat terselimuti abu vulkanik menyebkan tanaman dan pepohonan yang ada kering dan mati. Kebersihan kawasan Pura Besakih sempat tidak terjaga dikarenakan petugas kebersihan tidak bisa
beroperasi saat Pura Besakih disterilkan atau dikosongkan.
-
F. Persamaan Serta Perbedaan Kondisi Pariwisata Sebelum dan Pasca Erupsi Gunung Agung
Berdasarkan rumusan kondisi pariwisata kawasan Pura Besakih sebelum dan pasca erupsi Gunung Agung. Maka dapat dibuat matrik komparasi kondisi pariwisata sebelum dan sesudah erupsi Gunung Agung sebagai berikut.
Matriks
Komparasi Kondisi Pariwisata Sebelum dan Sesudah Erupsi Gunung Agung
No |
Waktu Parameter Pembanding |
Sebelum Erupsi Gunung Agung |
Sesudah Erupsi Gunung Agung | |
1 |
2017 2018 |
Tingkat Kunjungan Wisatawan |
Meningkat |
Menurun |
2 |
Kondisi Pura |
Tidak ada kerusakan |
Tidak ada kerusakan | |
Upacara Agama |
Terlaksana |
Terlaksana dengan pemotonga n hari | ||
Aktivitas Spiritual |
Terdapat 3 Aktivitas |
Terdapat 2 Aktivitas | ||
3 |
Keamanan |
Aman |
Waspada | |
Ketertiban |
Tertib |
Tertib | ||
Keindahan |
Sangat Indah |
Kurang Indah | ||
Kesejukan |
Sejuk |
Sejuk | ||
Akses |
Cukup baik |
Terjadi Kerusakan |
Vol. 7 No 1, 2019
Fasilitas |
Tersedia cukup baik |
Tersedia cukup baik | ||
4 |
Tempat Sampah |
Tersedia |
Tersedia | |
Bangunan Pura |
Bersih |
Tumbuh tanaman liar | ||
Kawasan Pura Besakih |
Bersih |
Kotor (ranting dan daun) | ||
5 |
Sistem Kerja |
Piketan 3 hari sekali |
Piketan 3 hari sekali | |
Jam Operasional |
07.00 - 18.00 WITA |
08.00 - 16.00 WITA | ||
Keaktifan |
50 orang per hari |
30-40 pramuwisat a/hari | ||
Pendapatan |
90 ribu - 200 ribu |
50 ribu - 70 ribu | ||
6 |
Sistem Kerja |
Piketan 2 hari sekali |
Piketan 2 hari sekali | |
Jam Operasional |
07.00 - 18.00 WITA |
10.00 - 17.00 WITA | ||
Keaktifan |
50-70 orang per hari |
15-20 orang per hari | ||
Pendapatan |
40 ribu - 60 ribu |
15 ribu - 30 ribu | ||
7 |
Jam Operasional |
09.00 - 18.00 WITA |
11.00 - 16.00 WITA | |
Harga Souvenir |
100 ribu -2 juta |
Sesuai harga modal | ||
Pedapatan per hari |
300 ribu - 1,5 juta |
100 rb - 200 rb | ||
8 |
Jam Operasional |
09.00 - 18.00 |
09.00 - 18.00 WITA |
WITA | ||||
Harga Kain |
20 ribu - 100 ribu |
Sesuai harga modal | ||
Pedapatan per hari |
100 ribu - 300 ribu |
30 ribu - 50 ribu | ||
Jam Operasional |
09.00 - 18.00 WITA |
09.00 - 18.00 WITA | ||
9 |
Harga makan |
10 ribu - 30 ribu |
10 ribu - 30 ribu | |
Pedapatan per hari |
500 ribu -1 juta |
250 ribu | ||
Penjual postcard |
Pendapatan cukup |
Pendapatan menurun | ||
10 |
Penjual canang |
Pendapatan cukup |
Pendapatan menurun | |
Pedagang kakilima |
Pendapatan cukup |
Pendapatan menurun | ||
Tukang foto polaroid |
Pendapatan cukup |
Pendapatan menurun | ||
Sumber: Penelitian Lapangan III, 2018 Berdasarkan matrik komparasi tersebut dapat diketahui bahwa terdapat beberapa persamaan dan perbedaan kondisi pariwisata sebelum dan sesudah Erupsi Gunung Agung. 1. Persamaan kondisi sebelum dan sesudah erupsi Gunung Agung Persamaan kondisi yang terdapat pada matrik tersebut diantaranya: kondisi pura, tingkat kenyamanan berdasarkan indikator ketertiban, kesejukan dan ketersediaan fasilitas pendukung pariwisata. Selain itu juga terdapat persamaan operasional waktu kerja pramuwisata. Operasional rumah makan juga terdapat persamaan kondisi yaitu mengenai jam |
Vol. 7 No 1, 2019
operasional dan harga makanan. Persamaan pada waktu kerja ojek wisata yang Jika dihitung secara keseluruhan terdapat delapan persamaan kondisi pariwisata sebelum dan sesudah Erupsi Gunung Agung yang terdapat di Kawasan Pura Besakih.
2. Perbedaan kondisi sebelum dan sesudah
erupsi Gunung Agung
Berdasarkan matrik di atas dapat kita lihat terdapat banyak perbedaan kondisi yang terjadai sebelum dan sesudah erupsi Gunung Agung. Perbedaan pada tingkat kunjungan wisatawan, kondisi atraksi wisata, kondisi kenyamanan kawasan yakni dalam hal keamanan, kebersihan dan keindahan. Perbedaan yang terjadi pada operasional dan pendapatan pramuwisata yaitu terletak pada jam operasional, perbedaan operasional dan pendapatan artshop, kios dan rumah makan, operasional dan pendapatan ojek pariwisata.
Perbedaan pada kondisi kegiatan sektor informal penjual postcard, pedagang kaki lima, kegiatan foto polaroid dan pedagang canang yang sebelumnya tingkat pendapatan sedang sesudah erupsi Gunung Agung tingkat penjualannya menurun. Dari sepuluh para meter tersebut terdapat dua puluh empat perbedaan kondisi sebelum dan sesudah erupsi Gunung Agung di Kawasan Pura Besakih.
-
G. Makna Persamaan serta Perbedaan
Kondisi Pariwisata Sebelum dan Pasca
Erupsi Gunung Agung
Setelah menemukan adanya persamaan dan perbedaan dari kondisi pariwisata sebelum dan sesudah erupsi Gunung Agung di Kawasan Pura Besakih, selanjutnya dilakukan analisis makna persamaan dan perbedaan dari temuan-temuan tersebut. Tujuan dari analisis makna persamaan dan perbedaan kondisi pariwisata sebelum dan sesudah erupsi Gunung Agung adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh erupsi Gunung Agung terhadap kegiatan pariwisata di Kawasan Pura Besakih.
-
1. Makna Persamaan
Berdasarkan matrik tersebut adapun makna dari persamaan kondisi pariwisata sebelum dan sesudah erupsi Gunung Agung sebagai berikut. Erupsi Gunung Agung tidak berpengaruh terhadap kondisi bangunan Pura yang mana hal ini dibuktikan dengan tidak adanya kerusakan
yang terjadi sebelum ataupun sesudah erupsi. Erupsi Gunung Agung juga tidak mempengaruhi ketertiban, kesejukan kawasan dan kondisi fasilitas pariwisata dari segi bangunan fisik fasilitas pariwisata sama-sama dalam kondisi baik, ketersediaan tempat sampah di Kawasan Pura Besakih.
Erupsi Gunung Agung tidak berpengaruh terhadap waktu kerja pramuwisata lokal yang menggunakan waktu kerja setiap tiga hari sekali dan kerja ojek pariwisata yang menggunakan waktu kerja dua hari sekali. Erupsi Gunung Agung juga tidak mempengaruhi jam operasional kios dan rumah makan yang beroperasi di jam yang sama seperti sebelum erupsi. Erupsi Gunung Agung tidak berpengaruh terhadap harga menu makanan yang ditawarkan.
-
2. Makna Perbedaan
Berdasarkan matrik komparasi kondisi pariwisata sebelum dan sesudah erupsi Gunung Agung di Kawasan Pura Besakih, Terdapat 24 temuan perbedaan kondisi pariwisata sebelum dan sesudah erupsi Gunung Agung. Adapun makna dari perbedaan kondisi pariwisata sebelum dan sesudah erupsi di Pura Besakih. Makna dari tingkat kunjungan wisatawan yang menurun adalah menjukkan bahwa erupsi Gunung Agung mempengaruhi tingkat kunjungan wisatawan ke Pura Besakih. Makna dari adanya pengurangan hari perayaan kegiatan upacara keagamaan dan aktivitas spiritual yang hanya bisa terlaksana di dua tempat adalah erupsi Gunung Agung berpengaruh secara langsung terhadap atraksi wisata yang ada di Kawasan Pura Besakih. Makna dari adanya perbedaan tingkat kenyamanan dalam hal keamanan, kebersihan bangunan pura, kebersihan seluruh kawasan Pura Besakih, keindahan kawasan dan aksesibilitas menuju Pura Besakih menunjukkan bahwa erupsi Gunung Agung mempengaruhi kenyamanan kawasan Pura Besakih.
Selain itu Erupsi Gunung Agung juga berpengaruh terhadap jam operasional pramuwisata lokal hal ini ditunjukkan setelah terjadi erupsi Gunung Agung terdapat perbedaan kondisi dalam hal jumlah pramuwisata lokal yang beroperasi setiah hari, jam opersasional pramuwisata, dan pendapatan yang diperoreh pramuwisata per orang per hari. Makna dari
Vol. 7 No 1, 2019
adanya perbedaan jam operasional artshop, harga souvenir dan pendapatan artshop per hari menunjukan bahwa erupsi Gunung Agung berpengaruh terhadap operasional artshop yang beroperasi di Kawasan Pura Besakih. Erupsi Gunung Agung berpengaruh terhadap operasional kios hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan jam operasional kios, harga kain yang dijual dan pendapatan kios yang ada di Kawasan Pura Besakih.
Perbedaan pendapatan yang diperoleh rumah makan per hari memiliki makna bahwa erupsi Gunung Agung berpengaruh terhadap operasional rumah makan yang beroperasi di Kawasan Pura Besakih. Perbedaan tingkat penjualan postcard, tingkat pendapatan pedagang canang, kegiatan pedagang kakilima, kegiatan tukang foto Besakih serta operasional ojek pariwisata yakni dalam hal jumlah tukang ojek yang beroperasi perhari dan penurunan pendapatan perorang per hari menununjukkan bahwa erupsi Gunung Agung sangat berpengaruh terhadap kegiatan sektor informal pariwisata di Kawasan Pura Besakih.
Berdasarkan hasil analisis makna perbedaan tersebut, dari 24 temuan perbedaan tersebut semua mengarah pada makna ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa erupsi Gunung Agung menyebabkan kelumpuhan perekonomian masyarakat, terutama masyarakat yang bekerja di sektor pariwisata Pura Besakih. Kesejahteraan perekonomian masyarakat yang berada di Kawasan Pura Besakih mengalami penurunan, banyak masyarakat yang kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bahkan erupsi Gunung Agung menyebabkan masyarakat dalam kondisi krisis. Krisis sangat dirasakan oleh masyarakat yang sudah berkeluarga, terutama yang memiliki anak-anak yang masih dalam jenjang pendidikan. Seperti yang dijelaskan pada gambaran umum di atas bahwa dominan masyarakat Besakih berprofesi sebagai petani, namun karena erupsi masyrakat tidak dapat lagi bertani, ternak mereka harus dijual dengan harga murah, dan perkebunan yang mereka miliki mati akibat hujan abu vulkanik.
Mereka harus mengosongkan desa Besakih, meninggalkan segala rutinitas dan aktivitas yang mereka lakukan sehari-hari. Masyarakat harus
tinggal di Pengungsian, menunggu uluran tangan dari pemerintah dan relawan. Anak-anak harus tetap bersekolah di daerah tempat mereka mengungsi. Walaupun kebutuhan pada masa erupsi terjamin namun kebutuhan lain, seperti pendidikan, kesehatan dan kebutuhan tak terduga membuat masyarakat kebingungan. Untuk menyiasati hidup banyak masyarakat yang berusaha di lokasi pengungsian dengan menjadi pengerajin. Selain itu juga beberapa masyarakat Besakih ada yang mengontrak tanah dan menanam sayuran dan bunga di sekitar lokasi pengungsian. Krisis yang dialami masyarakat tidak hanya terbatas pada saat periode erupsi saja. Setelah masyarakat kembali ke rumah masing-masing. Krisis masih dialami masyarakat terutama untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Melihat kebun yang kering, ternak yang sudah habis terjual membuat masyarakat petani harus memulai hidup mereka dari awal. Dengan dihantui rasa ketakutan para petani terpaksa mulai menggarap lahan pertanian mereka yang ada di lereng Gunung.
Masyarakat yang hanya mengandalkan sektor pariwisata juga mengalami krisis akibat turunnya tingkat kunjungan wisatawan. Sebagian dari masyarakat yang mengandalkan sektor pariwisata Pura Besakih menyiasati hidup mereka dengan beralih mencari pekerjaan baru. Hal ini dilakukan agar mereka bisa menyambung hidup dan membiayai pendidikan anak-anak mereka, apapun pekerjaan yang ada akan mereka lakukan. Jadi erupsi Gunung Agung akhir tahun 2017 sangat berpengaruh terhadap segala aspek kehidupan terutama perekonomian masyarakat yang bekerja pada sektor pariwisata di Kawasan Pura Besakih.
-
IV. Penutup
-
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul ”Implikasi Erupsi Gunung Agung Terhadap Kegiatan Pariwisata di Kawasan Pura Besakih” maka dapat ditarik kesimpulan bahwa implikasi erupsi Gunung Agung menyebakan tingkat kunjungan wisatawan menurun, mempengaruhi kondisi atraksi wisata, mempengaruhi tingkat kenyamanan wisatawan, mempengaruhi kebersihan kawasan Pura Besakih, berpengaruh terhadap operasional dan pendapatan
Vol. 7 No 1, 2019
pramuwisata, ojek pariwisata, artshop, kios, rumah makan serta kegiatan sektor informal pariwisata Pura Besakih. Sehingga dapat dikatakan bahwa Erupsi Gunung Agung berpengaruh terhadap kegiatan pariwisata di Kawasan Pura Besakih.
-
B. Saran
Saran kepada Pengelola Kawasan Pura Besakih, sebaiknya pengelola kawasan Pura Besakih mengupayakan adanya recovery kegiatan pariwisata di Kawasan Pura Besakih, agar pengaruh dari erupsi Gunung Agung tidak berlangsung lama dan agar kegiatan pariwisata di Kawasan Pura Besakih segera berlangsung normal sehingga perekonomian masyarakat kembali stabil.
Saran kepada masyarakat lokal yang ada dalam kegiatan pariwisata Pura Besakih ataupun yang tidak, sebaiknya tetap beroperasi atau berkegiatan secara normal namun tetap mengikuti himbauan dari pemerintah, tidak mudah percaya dan menyebarkan berita palsu atau hoax mengenai erupsi Gunung Agung, karena itu akan sangat mempengaruhi kegiatan pariwisata di Pura Besakih. Dengan adanya erupsi Gunung Agung sebaiknya masyarakat lokal lebih sadar dan tidak berprilaku arogan, tidak menipu wisatawan, tidak melakukan pungutan liar dan tidak mengeksploitasi Pura (tempat suci) untuk kepentingan ekonomi, hal ini dilakukan untuk dapat menjaga keseimbangan dan keharmonisan antara umat yang melakukan persembahyangan, wisatawan yang berkunjung dan masyarakat lokal. Sehingga Pura Besakih sebagai warisan budaya tetap lestari dan terjaga
kesakralannya walaupun dikembangkan kegiatan pariwisata didalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alzwar, M., Hanang Samodra, dan Jonatan J. Tarigan, 1988, Pengantar Dasar Ilmu Gunungapi. Bandung: Penerbit Nova.
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Bronto, S., Koswara, A., dan Lumbantu , A., 2006, Stratigrafi Gunungapi Daerah Bandung Selatan, Jurnal Geologi Indonesia, Volume 1, no. 2, h. 89-101, Bandung.
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Prenada Media Group
Fakultas Pariwista. 2017. Tren Pariwisata Milenium. Pustaka Larasan: Denpasar.
Febriaty, Hastina. 2015. “Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Pendapatan Dari Sektor Pariwisata Di Kabupaten Karo”, Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah, Sumatera Utara.
Islamy, Irfan. 2003. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bina Aksara.
Koentjaraningrat. 1980. “Pengantar Antropologi”. Jakarta: Aksara Baru
Mahadewi, Ni Putu Eka. 2010. Meditasi Sebagai Daya Tarik Wisata: Studi Kasus Bali Usada Meditasi Di Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan. Tesis. Denpasar: Program Pascasarjana, Universitas Udayana.
Oka, A, Yoeti. (1996). Pengantar Ilmu Pariwisata. Angkasa, Bandung.
Pujani, Luh Putu Kerti. 2000. “Pekerja Anak Pada Sektor Informal Penjual Post Card di Objek Wisata Tanah Lot, Tabanan, Bali (Studi Tentang Pemaknaan Kerja dalam Perspektif Budaya Kewiraswastaan)”. Program Pasca Sarjana Universitas Udayana Denpasar: 2000
Sariasa, Ketut Joshua Heningpraja. 2015.” Persepsi Stakeholder Terhadap Penetapan Kawasan Besakih – Gunung Agung Sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Di Bali”, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
53
Discussion and feedback