Strategi Pengembangan Candi Muaro Jambi Sebagai Wisata Religi
on
Jurnal Destinasi Pariwisata
p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Vol. 7 No 1, 2019
Strategi Pengembangan Candi Muaro Jambi Sebagai Wisata Religi
Ophelia Firsty a, 1, Ida Ayu Suryasih a, 2
1[email protected], 2[email protected]
a Program Studi Sarjana Destinasi Pariwisata, Fakultas Pariwisata Universitas Udayana, Jl. Dr. R. Goris, Denpasar, Bali 80232 Indonesia
Abstract
Muaro Jambi temple a largest temple site in Sumatra island, with area of 3981 hectares wide. This temple is a legacy from Srivijaya and Melayu Empires, and a center of Buddhist teaching in 9th to 11th century. Considering history and significances of temple for Buddhists, effective development of religious tourism is required.
This research investigate the development strategy in Muaro Jambi Temple as religious tourism. Using descriptive qualitative method, this research will describe the development of temple from various aspects of tourism development. The result of research analysis done by using descriptive qualitative analysis provide result through documentation supported narration. The research result show that tourism development is still in early stage and so problems in various aspects of development are found, with most of them caused by low synergy among the stakeholders. Thus, every stakeholder are expected to increase their synergy and cooperation for the sake of religious tourism growth in Muaro Jambi temple.
Key Words : Religious Tourism, Tourism development, Buddhist Temple
Perjalanan religi bukan merupakan fenomena baru. Agama atau religi sendiri sudah lama menjadi motivasi untuk melakukan perjalanan wisata dan merupakan bentuk perjalanan tertua (Jackowski dan Smith, 1992) dalam Vukonic (2002). Jackowski (2000) Dalam Olsen dan Timothy (2006) memperkirakan bahwa 240 juta wisatawan per tahun melakukan perjalanan wisata religi, dengan mayoritas Kristiani, Muslim, dan Hindu. Perjalanan dengan motivasi agama dan spiritual telah menyebar luas dan menjadi popular di beberap dekade terakhir, dan menjadi segmen penting dalam pariwisata internasional, dengan pertumbuhan yang sangat pesat dalam jumlah secara proporsional. Dengan peningkatan yang terus-menerus, pariwisata religi memiliki potensi yang besar sebagai tren pariwisata kedepannya (Olsen and Timothy, 2006).
Pengembangan pariwisata merupakan rangkaian upaya dalam menciptakan keterpaduan penggunaan sumber daya pariwisata dan upaya dalam mengintegrasikan aspek di luar pariwisata untuk mendukung upaya pengembangan pariwisata (Swarbrooke, 1999). Tanpa adanya upaya pengembangan pariwisata,
penyelenggaraan pariwisata tidak dapat berjalan dengan semestinya. Oleh karena itu, pengembangan pariwisata dianggap menjadi aspek yang sangat krusial dalam kepariwisataan.
Upaya pemerintah dalam mengoptimalkan pengembangan pariwisata ditunjukan dengan menjadi fasilitator kebijakan pariwisata, salah satunya ialah pembentukan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional sebagai bentuk upaya pengembangan pariwisata di kawasan yang dianggap potensial dan layak untuk dikembangkan.
Salah satu dari Kawasan Strategis Pariwisata Nasional dengan corak wisata religi tersebut ialah Komplek Percandian Muaro Jambi. Komplek percandian ini merupakan kompleks terluas di Pulau Sumatera dengan luas 3981 Hektar. Merupakan peninggalan dari 2 kerajaan yaitu kerajaan sriwijaya dan melayu kuno, terdiri dari 126 situs percandian dan pemukiman penduduk..
Bagaimanapun juga, pariwisata religi belum dikembangkan secara optimal dikarenakan masih dianggap isu sensitif dan kurangnya data empiris untuk menjadi dasar pengembangannya. Oleh karena itu penting dilakukan penelitian terkait strategi pengembangan candi muaro jambi sebagai wisata religi demi keberlangsungan pariwisata yang menjaga keaslian dan kesucian
Vol. 7 No 1, 2019
tempat sembari mengembangkan kualitas pariwisata itu sendiri.
-
II. TINJAUAN PUSTAKA
Telaah Penelitian Sebelumnya
Untuk mengetahui posisi penelitian, dilakukan tahapan telaah penelitian penelitian sebelumnya untuk mengetahui posisi penelitian dan menjadi referensi pendukung. Telaah penelitian yang pertama ialah penelitian dengan judul “Realitas Pembangunan Pariwisata Candi Muaro Jambi” yang diteliti oleh Devriyanti (2016). Penelitian kedua berjudul “Conservation in Muarajambi Temple” yang diteliti oleh Kauzar dan Zilberg (2013). Penelitian ketiga yaitu dengan judul “Wisata Religi di Kabupaten Jember” yang diteliti oleh Moch Chotib (2013).
Konsep Candi
Candi berasal dari kata candhika graha yang berarti rumah Dewi Candika, yaitu Dewi maut atau Dewi kematian Durga, oleh karena itu candi selalu dihubungkan dengan monumen tempat pendharmaan untuk memuliakan raja yang telah meninggal. Candi merupakan bangunan tempat ibadah dari peninggalan masa lampau yang berasal dari agama Hindu-Budha. Istilah candi tidak hanya digunakan oleh masyarakat untuk menyebut tempat ibadah saja, tetapi juga sebagai istana, pemandian/petirtaan, gapura, dan sebagainya (Maryanto, 2007).
Candi adalah bangunan yang berfungsi sebagai pemujaan dan dikenal juga dengan istilah kuil. Keberadaan candi sudah ada sejak zaman prasejarah. (Soekmono, 1977).
Konsep Strategi Pengembangan Pariwisata
Strategi tindakan yang bersifat konstan atau terus menerus berdasarkan dengan harapan pasar. (Rangkuti,1988).
Menurut Yoeti (1997), Aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan pariwisata ialah:
-
1. Wisatawan.
-
2. Aksesibilitas
-
3. Daya Tarik Wisata
-
4. Fasilitas pelayanan
-
5. Informasi dan promosi
-
6. Perumusan Kebijakan
Yang dimaksud pengembangan pariwisata dalam penelitian ini adalah upaya untuk mengintegrasikan aspek-aspek pariwisata demi keberlangsungan kepariwisataan
Konsep Wisata Religi
Wisata religi adalah jenis wisata yang berkaitan erat dengan sisi religius atau keagamaan yang dianut oleh umat manusia, dimaknai sebagai kegiatan wisata ke tempat yang memiliki makna khusus bagi umat beragama, biasanya beberapa tempat ibadah yang memiliki kelebihan. Kelebihan inibisa berbentuk historis dengan adanya legenda atau mitos terkait tempat tersebut, maupun keunikan arsitektur. Wisata religi jugs identik dengan dengan niat dan tujuan wisatawan untuk memperoleh berkah, dan hikmah dalam kehiduapannya. dengan wisata religi, wisatawan dapat memperkaya wawasan dan pengalaman keagamaan serta memperdalam rasa spiritual (Chotib,2015)
Penelitian ini menerapkan metode penelitian deskriptif kualitatif. Menggunakan dua jenis data yaitu data kualitatif dan data kuantitatid. Data kualitatif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data mengenai gambaran umum dan aspek pengembangan pariwisata di Candi Muaro Jambi. Data kuantitatif merupakan data yang nilainya berupa angka atau numerik (Kusmayadi dan Sugiarto, 2000). Dalam penelitian ini data kuantitatifnya meliputi jumlah kunjungan wisatawan ke Candi Muaro Jambi.
Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan yaitu Data primer dan sekunder Data primer dalam penelitian ini yaitu data mengenai gambaran umum, aktivitas pariwisata, kondisi eksisting fisik dan sosial, arah kegiatan kepariwisataan di kompleks Candi Muaro Jambi dan peran pemangku kepentingan, dan pariwisata. Data sekunder dalam penelitian ini yaitu jumlah kunjungan wisatawan yang diperoleh dari Dinas Budaya dan Pariwisata Jambi.
Untuk mendapatkan data di lapangan, digunakan beberapa teknik pengumpulan data guna menyelesaikan penelitian ini. Adapun teknik
Vol. 7 No 1, 2019
pengumpulan data yang dimaksud adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung ke lokasi penelitian untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang diteliti, mencatat dan mendokumentasikan data-data yang diperlukan (Sugiyono. 2014). Observasi dilakukan di Kompleks Candi Muaro Jambi Provinsi Jambi guna mengumpulkan data mengenai situasi dan kondisi saat kegiatan wisata berlangsung, Pada penelitian ini peneliti akan melakukan wawancara kepada kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan kepala bidang destinasi dan pemasaran upaya yang telah dilakukan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dalam mempromosikan pariwisata Provinsi Jambi.
Aktivitas dalam analisis data mengikuti analisis SWOT dimana dimulai dengan deskripsi dari faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari aspek pengembangan pariwisata sehingga dirumuskan strategi berdasarkan bagaimana memanfaatkan kekuatan, mengambil peluang yang ada, mengurangi kelemahan dan menghindari ancaman.
Kawasan Percandian Muarajambi memiliki luas 3.981 Ha menjadikan kompleks percandian ini sebagai kompleks percandian terluas di Asia Tenggara, yang tersebar di 2 kecamatan dan 8 desa. Area yang berada di Kecamatan Marosebo
Tahun |
Jumlah Kunjungan Wisatawan (Orang) |
2013 |
91.067 |
2014 |
77.109 |
2015 |
177.704 |
2016 |
91.765 |
2017 |
127.444 |
yaitu Desa Danaulamo, Muaro Jambi, dan Desa Baru. Sedangkan area yang terletak di Kecamatan Tamanrajo meliputi Desa Tebat patah, Kemingkin gdalam, Dusunmudo, Teluk jambu, dan Desa Kemingking luar. Kawasan percandian Muarajambi merupakan peninggalan dari
Kerajaan Malayu Kuno dan Sriwijaya yang menjadi pusat peribadatan agama Buddha terluas di Nusantara pada abad VII-XIII. Dalam sejarah regional, Kerajaan Malayu dan Sriwijaya diakui sebagai kerajaan yang berpengaruh sangat luas, tidak hanya di Nusantara tetapi juga di daratan Asia Tenggara seperti Malaysia dan Thailand. Kerajaan Malayu Kuno dan Sriwijaya juga berperan penting dalam pengembangan dan pembelajaran ilmu Buddha
Menurut BPCB Jambi, terdapat total 126 Situs candi di Kompleks Percandian Muaro Jambi dengan kondisi 8 candi yang telah selesai di pugar dan sisanya masih terkubr di dalam tanah ataupun belum seluruhnya direstorasi. Terdapat 8 candi yang sudah direstorasi dan digunakan dalam kegiatan pariwisata religi di Candi Muaro Jambi.
Kawasan Candi Muaro Jambi merupakan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional, Kawasan Cagar Budaya Nasional dengan status sebagai situs warisan budaya nasional dan juga masuk dalam daftar tentative World Heritage. Objek yang berupa artefak dan struktur (candi, kolam, menapo, dan sebagainya) di kawasan percandian ini relatif dalam kondisi baik dan terawat. Pengelolaan Candi Muaro Jambi sekarang dilakuken oleh Balai pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jambi, meskipun dalam status wilayah konservasi, kawasan percandian dianggap rentan terhadap perubahan lingkungan dikarenakan area yang terintegrasi dengan kawasan pemukiman, perkebunan kelapa sawit dan tambang batu bara (Booklet Kawasan Cagar Budaya Muaro Jambi, BPCB Jambi 2016)
Kondisi Eksisting Aspek Pengembangan Pariwisata Religi di Candi Muaro Jambi
-
1. Wisatawan
Tabel 4.1 Kunjungan Wisatawan Ke Candi Muaro Jambi Tahun 2013-2017
Sumber: Kcb Muara Jambi, 2018
Kunjungan wisatawan secara umum cukup tinggi untuk Kompleks Candi Muaro Jambi, pencatatan terhadap motivasi berkunjung wisatawan tidak dilakukan secara spesifik sehingga tidak dapat memonitor berapa banyak wisatawan religi yang berkunjung.
Vol. 7 No 1, 2019
Tetapi karena sejarah dan pengaruh Kompleks Candi Muaro Jambi terhadap agama Buddha, Pull Factor nya pun sangat besar. Berdasarkan wawancara dengan Pak Rudy Chang sebagai narasumber dari Vihara dan juga sebagai orang yang sering membawa tamu bikhsu mengunjungi Candi Muaro Jambi. Semua yang pernah berkunjung setidaknya menargetkan akan berkunjung lagi dalam kurun waktu 1 tahun sekali, terutama penganut Buddha di Negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia dengan kata lain, potensi untuk mendapatkan repeater guest sangatlah besar.
Sedangkan untuk wisatawan religi secara umum hanya ramai ketika Festival Candi Muaro Jambi dan Waisak, selain itu tidak banyak wisatawan religi yang berkunjung rutin. Length of stay wisatawan religi pun cenderung rendah, hanya beberapa jam saja. Padahal pada dasarnya mereka ingin berdiam lama untuk melakukan ritual dan meditasi, tetapi fasilitas pendukung wisata religi sangat minim sehingga menjadi penghambat peningkatan length of stay.
Kawasan percandian Muaro Jambi berjarak 25.3 km dari Ibu Kota Kabupaten Muaro Jambi dan 18.6 km dari Ibu Kota Kecamatan Maro Sebo.. Untuk menuju kawasan percandian Muaro Jambi kendaraan umum yang biasa digunakan adalah ojek dan taksi. Waktu tempuh menuju kawasan percandian Muaro Jambi dapat disesuaikan dari tempat wisatawan berangkat. Mayoritas wisatawan menggunakan Taxi dari Bandara yang berjarak 22.9 km dengan waktu tempuh ± 40 menit. Perjalanan menuju Kompleks Candi Muaro Jambi bisa ditempuh dengan kendaraan umum dan kendaraan pribadi.
Salah satu penghambat wisatawan mendatangi Candi Muaro Jambi ialah aksesibiitas seperti yang telah di deskripsikan, kondisi jalan yang kurang mendukung serta mode transportasi umum yang terbatas. Perbaikan aksesibilitas dibutuhkan demi mendukung pariwisata religi, seperti pelebaran jalan, penyediaan fasilitas kapal tradisional untuk menuju candi juga dapat membantu perbaikan aksesibilitas.
Salah satu guru besar yang membawa ajaran Buddha ialah Atisa Dipamkara Sri Jenana sebagai pemuka agama yang mengangkat agama Buddha di Tibet, dipercaya dari catatan catatannya bahwa guru besar Atisa pernah belajar di Sumatera atau Svarna Dwipa lebih tepatnya di Candi Muaro Jambi dan ia berguru pada guru besar bernama Serlingpa Dharmakirti. Nama guru Atisah inilah yang membangkitkan yang mengangkat agama Buddha di Tibet yang membesarkan sampai hari ini. Candi Muaro Jambi dianggap sebagai salah satu pusat pendidikan agama Buddha dan juga meruppakan tempat suci sehingga dorongan untuk mengunjungi candi sangat besar,Candi Muaro Jambi ditinjau dengan konsep 4S
Something To See yang dimiliki kompleks Candi Muaro Jambi ialah 8 kompleks candi yang telah dipugar dan dikelilingi oleh pepohonan asri. Di dalam situs tidak hanya terdapat candi tertaoi juga peninggalan kuno sepert artefak, arcam keramik dan mata uang kuno yang disimpan di Museum Kompleks Candi Muaro Jambi, kawasan candi muaro jambi juga memiliki situs kolam kuno yang dikenal dengan nama Kolam Tanggo Rajo, serta ditemukan kanal kuno yang bernama Parit Sekapung, Parit Johor, Parit Melayu
Kegiatan wisata religi yang dapat dilakukan di Candi Muaro Jambi ialah meditasi dan pradaksina. Pradaksina sendiri adalah ritual mengelilingi suatu objek yang dipandang suci, apakah itu candi, gambar orang suci, patung orang suci, makam orang suci, dsb. Orang mulai berpradaksina dari timur (daksina) dengan objek berada di sebelah kanan badan, lalu bergerak ke arah selatan dan setrerusnya, searah perputaran matahari/ jarum jam. Sambil berjalan bisaanya disertai dengan mantra-mantra Filosofi dari pradaksina bukanlah untuk menghormati benda tapi menghormati sifat luhur yang dimanifestasikan dari benda tersebut. pradaksina biasanya dilakukan di Candi Gumpung dan Candi Tinggi. Selanjutnya Candi Astano dipercaya sebagai candi yang menjadi tempat makam raja zaman dulu, sehingga sering dilakukan ziarah dengan mengucapkan mantra di daerah Candi Astano.
Untuk something to buy terkait pariwisata religi dan perlengkapan penunjang ibadah di
Vol. 7 No 1, 2019
Candi Muaro Jambi sendiri masih belum tersedia, secara umum Hal yang dapat di beli di kompleks Candi Muaro Jambi ialah souvenir berbentuk oleh-oleh khas jambi, seperti gelang sebalik sumpah yang dipercaya digunakan oleh suku anak dalam dapat menangkal hal buruk, topi, baju dan sebagainya.
Hal yang dapat dipelajari oleh wisatawan yang mengunjungi Candi Muaro Jambi ialah sejarah dari pendidikan agama Buddha, karena Candi Muaro Jambi merupakan salah satu pusat pendidikan bikshu Buddha pada abad ke 9, dan dianggap memiliki pengaruh besar terhadap penyebaran agama Buddha di seluruh dunia. Hal lain yang dapat dipelajari wisatawan ialah prosesi ibadah yang dilakukan di candi dan esensi dari ibadah tersebut, tata guna air pada abad ke 9, serta sejarah yang ada di setiap candi dan situs Kompleks Candi Muaro Jambi
Sebagai daya Tarik wisata, Candi Muaro Jambi mempunyai faktor penarik yang sangat tinggi dengan something to do dan something to learn, tetapi tidak ada something to buy yang berkaitan dengan ritual agama Buddha.
Fasilitas secara umum sangat minim, toilet tidak terawat, serta Tourist Information Center yang belum bekerja secara optimal. Di dalam kawasan percandian Muaro Jambi kurang lebih terdapat 56 kios non permanen yang menjual makanan dan minuman untuk para wisatawan yang berkunjung ke kawasan percandian Muaro Jambi tetapi sebagian besar tidak dipergunakan, karena hanya dipergunakan untuk jualan disaat high season. Sudah didirikan beberapa panggung dan pendopo untuk menunjang pariwisata, tetapi semuanya tidak terurus. Terdapat juga kurang lebih 62 fasilitas penyewaan sepeda wisata yang bisa digunakan oleh wisatawan untuk berkeliling kawasan percandian Muaro Jambi.
Untuk wisata religi, sebagian besar wisatawan mengharapkan adanya restaurant vegetarian, pendopo atau tempat untuk bermeditasi dan tempat menginap yang dapat menunjang peribadatan mereka selama berada di Kompleks Percandian Muaro Jambi.
Bidang pemasaran Dinas Pariwisata memasarkan Candi Muara Jambi sebagai Pilgrimage Tourism melalui Website Explorejambi.com. selain itu juga melalui festival Candi Muaro Jambi yang memiliki serangkaian yang cukup unik, seperti mengambil air suci di Danau Gunung Tujuh, ekspedisi melalui perahu dari Kota Jambi menuju Candi Muaro Jambi. Acara tersebut mengikutserakan komunitas umat Buddha untuk mengadakan waisak bersama yang tahun ini akan diadakan tanggal 29 Mei 2018, selain itu ada juga Festival Batanghari yang dilaksanakan pada September 2018 yang akan diadakan di Candi Gumpung dengan prosesi hari tanpa bayangan. Promosi yang dilakukan Candi Muaro Jambi dianggap masih kurang optimal dibandingkan dengan wisata religi lainnya, pemasaran optimal baru bias dilakukan setelah zonasi jelas dan pihak Dinas Pariwisata tau zonasi pemanfaatan candi. Selain itu, permasalahan terjadi di kurangnya penargetan pangsa pasar yang spesifik karna kekurangan budget.
Kebijakan terkait pariwisata untuk kabupaten muaro jambi sendiri, seperti ripparkab dan sejenisnya belum di tetapkan, menurut dinas pariwisata perumusan kebijakan akan dilaksanakan dalam kurun waktu 1 tahun ke depan. Salah satu penghambat ialah belum adanya zonasi wilayah, dan sekarang sedang dilakukan proses penetapan zonasi. Tetapi sudah ada draft Rencana Induk dan Rencana Detail KSPN Candi Muaro Jambi. Idealnya kebijakan sudah harus ada dan disosialisasikan keapada setiap pemangku kepentingan, mengingat kompleksnya industry pariwisata sehingga tanpa adanya landasan yang jelas, bentuk eksploitasi dan pelanggaran lainnya sangatlah rentan terjadi.
STRATEGI PENGEMBANGAN CANDI MUARO JAMBI SEBAGAI PARIWISATA RELIGI
Strategi pengembangan yang dilakukan ialah analisis dari aspek pengembangan pariwisata dan mengkategorisasi weakness (kelemahan), strength (kekuatan), Opportunity (peluang) dan Threat (ancaman).
Vol. 7 No 1, 2019
Strength (Kekuatan)
Merupakan kelebihan dari destinasi, dan keunikan yang jika dikembangkan dengan baik dapat membuat destinasi menjadi lebih baik, beberapa faktor kekuatan yang diidentifikasi di Candi Muaro Jambi ialah:
-
1. Masyarakat lokal yang mendukung dan antusias terhadap potensi ekonomi yang akan didapat.
-
2. Adanya komunitas umat Buddha yang membantu pemasaran.
-
3. Program pemerintah dalam segi promosi( Festival Candi Muaro Jambi, Ekspedisi Jejak Menapo)
Weakness (Kelemahan)
Kelemahan merupakan faktor yang membuat destinasi tidak dapat menjalankan kepariwisataan secara optimal, merupakan hal yang perlu diperbaiki untuk membuat destinasi tetap kompetitif. Beberapa kelemahan yang diidentifikasi di Candi Muaro Jambi:
-
1. Zonasi yang belum pasti
-
2. Fasilitas yang belum memadai
-
3. Aksesibilitas yang sulit
-
4. Beberapa candi masih dalam proses ekskavasi.
Opportunity Peluang)
Merupakan faktor eksternal yang membuat destinasi memiliki kelebihan yang lebih kompetitif. Berikut peluang yang diidentidikasi di Candi Muaro Jambi
-
1. Pangsa Pasar yang besar, yaitu seluruh umat Buddha di kawasan Asia
-
2. Sejarah yang sangat kuat dan unik kaitannya dengan ajaran Buddha.
Threat (Ancaman)
Threat atau ancaman merupakan faktor yang dianggap dapat membahayakan destinasi yang jika tidak dihindari dapat membuat pariwisata di destinasi terganggu. Beberapa ancaman yang diidentifikasi ialah:
-
1. Potensi konflik yang besar dikarenakan perbedaan kepentingan antara pengelola
candi sebagai Cagar Budaya Nasional yaitu BPCB Provinsi Jambi dan Dinas Pariwisata Provinsi Jambi.
-
2. Kemungkinan terjadi mass tourism yang merusak kesucian wisata religi dan fisik candi.
-
3. Kemungkinan kerusakan pada candi yang masih berada di bawah tanah dan terganggunya proses ekskavasi oleh kegiatan pariwisata.
Tabel 4.2 Analisis Strategi Pengembangan
Internal Eksternal |
KEKUATAN
Umat Buddha.
|
KELEMAHAN
|
PELUANG
|
STRATEGI SO: Peningkatan keterlibatan masyarakat dan komunitas umat Buddha dalam pengelolaan. |
STRATEGI WO: Pembentukan Zonasi dan perbaikan fasilitas penunjang pariwisata religi. |
ANCAMAN
|
STRATEGI ST: peningkatan sinergitas antar pemangku kepentingan. |
STRATEGI WT: Pembentukan zonasi. |
Sumber: Penelitian Lapangan III, 2018
STRATEGI SO
Strategi SO merupakan strategi yang memanfaatkan kekuatan dan mengambil manfaat juga dari peluang yang ada, straetegi SO pada penelitian ini ialah peningkatan keterlibatan masyarakat dan komunitas umat Buddha dalam upaya pengelolaan, sehingga masyarakat dan pemerintah tau akan kebutuhan dari wisata religi
Vol. 7 No 1, 2019
sehingga arah dari pengembangan pariwsata akan sesuai antara apa yang diupayakan dan apa yang diharapkan oleh wisatawan.
STRATEGI ST
Strategi ST merupakan bentuk strategi yang memanfaatkan kekuatan untuk menghindari ancaman yang akan terjadi, yang perlu dilakukan ilah peningkatan sinergi antar pemangku kepentingan, sehingga setiap pengelola yaitu BPCB sebagai pengelola candi dalam ranah ekskavasi dan restorasi, Dinas Pariwisata sebagai pemangku kepentingan dalam upaya peningkatan pariwisata serta masyarakat lokal. Sehindda semua pihak dapat saling mengetahui jalur dan alur pekerjaan masing-masing sehingga tidak ada tumpang tindih kepentingan maupun saling lempar tanggung jawab. Dengan adanya sinergi setiap pemangku kepentingan dapat bekerja secara optimal untuk merancang bagaimana mass tourism untuk dapat dihindari, dan bagaimana kerusakan candi yang disebabkan oleh pariwisata dapat dihindari.
STRATEGI WO
Strategi WO merupakan bentuk perumusan strategi yang memanfaatkan peluang untk mengatasi kelemahan yang ada. Dengan adanya permintaan dan pangsa pasar yang jelas, upaya perbaikan fasilitas dan aksesibilitas dan pembentukan zonasi merupakan strategi yang tepat. Karena hal tersebut akan membuat peluang yang ada semakin kuat serta peningkatan kenyamanan dalam berkunjung juga merupakan hal yang penting dilakukan.
STRATEGI WT
Strategi ST merupakan strategi yang dilakukan untuk mengurangi kelemahan dan menghindari ancaman, hal ini dilakukan dengan melakukan pembentukan Zonasi di Kawasan Candi Muaro Jambi. Dengan adanya zonasi , pembangunan fasilitas dan aksesibilitas dapat lebih terpetakan dengan baik, dan beberapa candi yang masih dalam proses ekskavasi akan aman dari Pengaruh pariwisata dan proses ekskavasi dapat berjalan lancar. Potensi konflik juga dapat dihindari karena adanya zona ekskavasi dan restorasi dan juga ada zona pengembangan
pariwisata, sehingga setiap pihak akan berfokus pada pengembangan di zona masing-masing. Mass tourism dapat diminimalisir dampaknya dengan adanya zonasi khusus untuk wisata religi yang tidak dapat didatangi oleh wisatawan yang tidak melakukan kegiatan religi sehingga kesucian dan keadaan candi dapat terjaga.
Candi Muaro Jambi merupakan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional dan Kawasan Cagar Budaya Nasional, dengan 126 candi dan 8 candi yang sudah dipugar dan dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata religi. Persepsi wisatawan religi terhadap Candi Muaro Jambi sangat baik dikarenakan arti penting candi bagi umat buddha, tetapi masih memiliki kekurangan terkait sarana dan prasarana kegiatan wisata religi. Masyarakat lokal juga menerima kegiatan wisata religi karena dianggap memiliki peluang ekonomi. Pengembangan pariwisata di Candi Muaro Jambi masih berada di tahap awal sehingga masih ada beberapa isu strategis yang perlu dibenahi seperti masih perlu upaya optimalisasi setiap pemangku kepentingan dalam menjalankan tugasnya, seperti pembentukan zonasi yang harus ditetapkan secepat mungkin, pembuatan kebijakan dan upaya promosi yang harus dioptimalkan. Pentingnya arti Candi Muaro Jambi untuk umat Buddha menimbulkan antusiasme yang tinggi sehingga diperlukan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan wisata religi juga menjadi hambatan untuk kegiatan pariwisata.
SARAN
Dari hasil penelitian, dapat dirumuskan beberapa saran sebagai berikut :
-
1. Diharapkan pemerintah dapat meningkatkan sinergitas antar Dinas Pariwisata dan BPCB sehingga dapat lebih efisien dalam penentuan zonasi Candi Muaro Jambi dan dapat mengesampingkan ego sektoral sehingga dapat meningkatkan efektivitas pengembangan pariwisata di Candi Muaro Jambi.
-
2. Diharapkan adanya peningkatan keterlibatan masyarakat lokal dan Komunitas Umat
Vol. 7 No 1, 2019
Buddha Provinsi Jambi dalam pengelolaan sehingga arah pengembangan pariwisata religi dapat dilakukan dengan tepat.
-
3. Penelitian ini belum komprehensif, karena hanya meneliti terkait pengembangan wisata religi di Candi Muaro Jambi, untuk kebutuhan penelitian selanjutnya dapat meneliti
dinamika hubungan stakeholders pariwisata di Candi Muaro Jambi, upaya pemberdayaan masyarakat, maupun upaya pengelolaan pariwisata di Candi Muaro Jambi, ataupun dapat memperdalam penelitian terkait pengembangan pariwisata religi di Candi Muaro Jambi,
Yoeti, A., Oka. 1997. Perencanaan dan Pengembangan
Pariwisata. PT Pradnya Paramita. Jakarta, 211.
DAFTAR PUSTAKA
Chotib, M., 2015. Wisata Religi di Kabupaten Jember. Jurnal Fenomena, 14, pp.206-225.
Helda, D., 2016. Realitas Pembangunan Pariwisata Candi Muaro Jambi (Doctoral Dissertation, Universitas Andalas).
Kausar, D. and Zilberg, J., 2013. Community Based Tourism and Conservation in Muarajambi Temple, Indonesia. Tourism and the Shifting Values of Heritage, National Tapei University, Tapei.
Kusmayadi dan Sugiarto, Endar. 2000. Metodologi Penelitian dalam Bidang Kepariwisataan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Maryanto, D.A., 2007. Mengenal candi. PT Citra Aji Parama.
Soekmono. 1977. Candi, Fungsi dan Pengertiannya. Jakarta: Direktorat Pembinaan dan Pengabdian Pada Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
R & D. Bandung: Alfabet
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabet
Rangkuti, F., 1998. Analisis SWOT teknik membedah kasus bisnis. Gramedia Pustaka Utama.
Swarbrooke, J., 1999. Sustainable tourism management.
Cabi.
Timothy, D. and Olsen, D. eds., 2006. Tourism, religion and spiritual journeys. Routledge.
Vukonic, B., 2002. Religion, tourism and economics: A convenient symbiosis. Tourism Recreation Research, 27(2), pp.59-64.
43
Discussion and feedback