Sinergi Stakeholder Dalam Mewujudkan Aktivitas Pariwisata Di Desa Wisata Baha, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung
on
Jurnal Destinasi Pariwisata
p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Vol. 5 No 2, 2018
Sinergi Stakeholder Dalam Mewujudkan Aktivitas Pariwisata Di Desa Wisata Baha, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung
Lena Haryanti a, 1, Saptono Nugroho a, 2
-
a program studi s1 destinasi pariwisata, fakultas pariwisata,universitas udayana, jl. dr. r. goris, denpasar, bali 80232 indonesia
Abstract
The purpose of this research is to know the existence of stakeholder in tourism in the tourist village of Baha, as well as synergies between tourism stakeholder in the Baha tourism village in making Baha as a tourism village in Badung Regency
This research is located in Baha village, Mengwi Subdistrict, Badung Regency. The type of research is in the form of qualitative data and quantitative data. The data sources obtained from the primary data and secondary data. The method of data collecting used are observation, interviews, and literature study. The determination of informants used purposive sampling. Data analysis technique used descriptive qualitative.
The results of this study revealed that the presence of stakeholder in tourism in the tourist village of Baha, that consists of: (1) Government (Tourism Office of Badung Regency and the Dinas village of Baha). (2) The organizers of tourism business, comes from the local community who made their houses as homestays, and (3) local communities play a role in tourist attraction, which is coordinated by POKDARWIS. Based on the synergy between stakeholder involved in Baha tourism, can be said that the synergies between tourism stakeholder in Baha tourism village has not been maximum yet.
Keywords: Synergies,Stakeholder,Baha Tourism Village
Saat ini banyak jenis wisata yang sedang dikembangkan di Indonesia, salah satunya yaitu desa wisata. Berdasarkan data dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, tahun 2014 Kemenparekraf menargetkan sebanyak 2000 desa di Indonesia yang dapat dikembangkan menjadi desa wisata. Tujuannya adalah untuk membentuk masyarakat sadar wisata yang memahami potensi wisata yang ada di desanya, sehingga dapat dikembangkan sekreatif mungkin untuk menjadi sebuah daya tarik wisata (Kemenparekraf, 2014).
Salah satu provinsi di Indonesia yang pemerintahnya sedang mencanangkan beberapa desa wisata yaitu Provinsi Bali. Saat ini Bali sedang menargetkan 100 desa wisata berdasarkan Peraturan Bupati Badung Nomor 47 Tahun 2010 tentang Penetapan Kawasan Desa Wisata di Kabupaten Badung, maka Kabupaten Badung memiliki 11 desa wisata yang terletak di Badung Utara. Kabupaten Badung merupakan salah satu dari delapan kabupaten dan satu kota yang terdapat di Provinsi Bali. Adapun ke-11 desa wisata tersebut dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini:
Tabel 1
11 Desa Wisata di Kabupaten Badung
No |
Nama Desa Wisata |
Lokasi |
1 |
Desa Bongkasa Pertiwi |
Banjar Karangdalem 1, Kecamatan Abiansemal |
2 |
Desa Sangeh |
Kecamatan Abiansemal |
3 |
Desa Pangsan |
Banjar Sekarmukti Pundung, Kec Petang |
4 |
Desa Petang |
Banjar Kerta, Kecamatan Petang |
5 |
Desa Pelaga |
Banjar Kiadan, Kecamatan Petang |
6 |
Desa Belok |
Banjar Lawak, Kecamatan Petang |
7 |
Desa Carangsari |
Kecamatan Petang |
8 |
Desa Baha |
Kecamatan Mengwi |
9 |
Desa Kapal |
Kecamatan Mengwi |
10 |
Desa Mengwi |
Kecamatan Mengwi |
11 |
Desa Munggu |
Kecamatan Mengwi |
Sumber: Disparda Kabupaten Badung, 2015.
Salah satu dari 11 desa wisata tersebut, yaitu Desa Baha. Desa Baha merupakan desa wisata sedang berkembang di Kabupaten Badung yang terletak di Kecamatan Mengwi. Ditetapkannya Desa Baha menjadi desa wisata yaitu pada tahun 2010, yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Badung melalui Dinas
Pariwisata, dengan harapan dapat memberikan kontribusi bagi pendapatan masyarakat di Desa Baha dan mengembangkan desa wisata tersebut sebagai model pariwisata berkelanjutan.
Sebagian besar masyarakat lokal di Desa Baha masih bergantung pada sektor pertanian. Adapun atraksi wisata yang ada pada Desa Wisata Baha yaitu potensi alamnya seperti subak, desa wisata ini juga berdekatan dengan daya tarik wisata yaitu Taman Ayun. Akses jalan menuju Desa Wisata Baha ini cukup baik dan mudah dijangkau oleh wisatawan dari Pusat Kota Denpasar dengan menggunakan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Saat ini kebanyakan wisatawan hanya numpang lewat saja pada desa wisata tersebut tanpa singgah setelah mereka mengunjungi Pura Taman Ayun. Dimana pada awalnya desa wisata tersebut dahulu sempat berjalan namun saat ini mengalami beberapa kendala, seperti tidak adanya aktivitas pariwisata, serta hambatan mengenai dana untuk memperbaiki sarana dan prasarana atraksi wisata bagi wisatawan (hasil wawancara dengan Ketut Merta, 2016).
Berdasarkan observasi penelitian bahwa kondisi alamiah Desa Baha beserta masyarakatnya sudah masuk ranah modernisasi. Dimana kesamaan pintu masuk atau dalam masyarakat Bali disebut dengan “angkul-angkul” yang merupakan suatu keunikan dari Desa Wisata Baha pada kenyataannya saat ini tidak semua gapura (pintu masuk) menuju rumah masyarakat disana sama, ada beberapa dari masyarakat telah mengubah pintu masuk menuju rumahnya dengan arsitektur bergaya modern. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya kebijakan yang pasti untuk mengatur masalah tersebut serta kurangnya sinergi antar stakeholder pariwisata di Desa Wisata Baha, sehingga tidak adanya tindak lanjut dari masing-masing stakeholder pariwisata yang ada di Desa Wisata Baha.
Mengingat hal tersebut dianggap penting, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian yang mengarah pada sinergi stakeholder pariwisata. Penelitian ini dirancang untuk melihat apakah setiap stakeholder sudah menjalankan perannya sesuai kapasitasnya masing-masing, serta untuk mendeskripsikan interaksi antar stakeholder pariwisata di Desa Wisata Baha. Adapun rumusan masalah yang
dapat diangkat dalam penelitian ini ialah bagaimana keberadaan stakeholder pariwisata di
Desa Wisata Baha dan bagaimana sinergi antar stakeholder pariwisata di Desa Wisata Baha dalam mewujudkan Desa Baha sebagai desa wisata di Kabupaten Badung. Tujuan penelitian ini tiada lain ialah untuk mengetahui keberadaan stakeholder pariwisata di Desa Wisata Baha, serta mengetahui sinergi antar stakeholder pariwisata di Desa Wisata Baha dalam mewujudkan Desa Baha sebagai Desa Wisata di Kabupaten Badung.
-
II. TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian ini ditunjang dari penelitian sebelumnya yang dikemukakan oleh beberapa peneliti. Pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Samiarta (2016) dalam jurnal yang berjudul “Perkembangan Desa Wisata di Kabupaten Badung (Studi Kasus Desa Wisata Baha)”. Kaitan penelitian yang dilakukan oleh Samiarta, adalah mengambil lokus yang sama yaitu di Desa Wisata Baha. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini, adalah penelitian sebelumnya lebih menekankan atau terkonsentrasi kepada perkembangan desa wisatanya, sedangkan dalam penelitian ini lebih terkonsentrasi kepada sinergi antar stakeholder dalam mewujudkan aktivitas pariwisata.
Kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Palupi Rurah (2012). Dalam hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa pengelolaan Desa Kebonagung dilaksanakan secara langsung oleh masyarakat lokal melalui Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS). Desa Wisata Kebonagung sebagai bentuk community based tourism telah menerapkan tiga prinsip community based tourism meskipun belum terlaksana secara maksimal.
Kaitan penelitian yang dilakukan oleh Palupi Rurah dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas mengenai desa wisata. Namun adanya perbedaan fokus penelitian, dimana penelitian sebelumnya terkonsentrasi atau berfokus pada pengelolaan berbasis masyarakat (community based tourism), sedangkan dalam penelitian ini lebih terkonsentrasi kepada sinergi stakeholder dalam mewujudkan aktivitas pariwisata. Adapun perbedaan lainnya dimana penelitian sebelumnya mengambil lokasi di Desa Wisata
Kebonagung, Kecamatan Imogiri, sedangkan penelitian ini mengambil lokasi di Desa Wisata Baha, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung.
Menurut Walton dalam Sulasmi (2009), definisi yang paling sederhana dari sinergi adalah hasil upaya kerjasama atau ‘co-operative effort’, karena itu inti dari proses untuk menghasilkan kualitas sinergi adalah kerjasama. Jadi yang dimaksud sinergi dalam penelitian ini adalah kerjasama antar stakeholder pariwisata di Desa Wisata Baha.
Menurut Pitana dan Gayatri (2005), menyebutkan bahwa sektor pariwisata ditopang oleh tiga pilar utama yaitu regulator atau fasilitator, pendukung atau pemilik modal pariwisata, serta masyarakat lokal. Jadi stakeholder pariwisata yang akan dikaji dalam laporan penelitian ini yaitu pemerintah sebagai regulator dan fasilitator, swasta sebagai pendukung sekaligus pemilik modal, masyarakat lokal sebagai pihak yang menerima sekaligus berinteraksi langsung dengan wisatawan.
Menurut Muriawan (2006), menjelaskan dalam jurnal manajemen pariwisata, desa wisata merupakan pengembangan suatu wilayah (desa) dengan memanfaatkan unsur-unsur yang ada dalam masyarakat desa yang berfungsi sebagai atribut produk wisata, menjadi suatu rangkaian aktivitas pariwisata yang terpadu dan memiliki tema. Konsep desa wisata ini akan digunakan untuk memahami apa yang dimaksud dengan desa wisata serta apa saja yang harus ada dalam desa wisata tersebut.
Menurut Soekanto (2012), status diartikan sebagai kedudukan seseorang dalam suatu pola tertentu seperti dalam kelompok/masyarakat. Sedangkan peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, berarti ia telah menjalankan suatu peranan. Jadi, setiap orang pasti memiliki beberapa peranan sesuai dengan status yang ia miliki.
Keterkaitan konsep status dan peran tersebut dengan penelitian ini yaitu dengan melihat bagaimana kedudukan seseorang
(stakeholder) di Desa Wisata Baha beserta hak dan kewajibannya yang sesuai dengan kedudukan orang tersebut.
Menurut Sunyoto Usman (2012) dalam teori fungsionalisme struktural, sistim sosial tidak hanya dilihat sebagai keadaan yang ditandai oleh keseimbangan dan bagian-bagian dari sistim tersebut saling bergantung satu sama lain, tetapi juga sistim sosial dianggap terdiri dari individu-individu yang saling berhubungan (membentuk relasi sosial).
Teori fungsionalisme struktural ini menekankan pada empat hal, yaitu:
-
1. Masyarakat tidak bisa hidup kecuali anggota-anggotanya membagi persamaan persepsi, sikap dan nilai.
-
2. Setiap bagian mempunyai kontribusi pada keseluruhan.
-
3. Masing-masing bagian terintegrasi satu sama lain dan saling memberi dukungan.
-
4. Masing-masing bagian memberi kekuatan sehingga keseluruhan masyarakat menjadi stabil.
Jadi keterkaitan teori dengan penelitian ini adalah untuk mengetahui sinergi stakeholder dalam mewujudkan aktivitas pariwisata di Desa Wisata Baha, peneliti menggunakan pendekatan teori fungsionalisme struktural dari Sunyoto Usman (2012) yang menekankan pada empat hal tersebut.
Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Baha, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, sekitar 5 km antara Daya Tarik Wisata Taman Ayun dan Sangeh. Jarak tempuh ke lokasi Desa Wisata Baha ini kira-kira 19 km dari Kota Denpasar.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data kualitatif dan data kuantitatif menurut Silalahi (2012). Data kualitatif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data mengenai keberadaan stakeholder pariwisata di Desa Wisata Baha, serta sinergi antar stakeholder di Desa Wisata Baha. Sedangkan data kuantitatif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data mengenai jumlah penduduk Desa Baha, serta luas wilayah Desa Wisata Baha.
Sumber data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder menurut Silalahi (2012). Data primer dalam penelitian ini yaitu data mengenai keberadaan stakeholder
pariwisata di Desa Wisata Baha, serta sinergi yang dilakukan antar stakeholder. Kemudian data sekunder yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data jumlah penduduk Desa Baha, serta luas wilayah Desa Wisata Baha.
Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan studi kepustakaan menurut Gunawan (2013). Adapun yang menjadi obyek observasi dalam penelitian ini adalah Desa Baha yang berlokasi di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Data yang diperoleh melalui wawancara dalam penelitian ini adalah data mengenai keberadaan stakeholder pariwisata di Desa Wisata Baha, serta sinergi dari masing-masing stakeholder tersebut. Studi kepustakaan dalam penelitian ini mengambil data dari profil Desa Baha untuk mengetahui jumlah penduduk serta luas wilayah Desa Baha. Kemudian menggunakan jurnal dari Samiarta (2016) untuk telaah hasil penelitian sebelumnya. Adapun jurnal yang digunakan berjudul “Perkembangan Desa Wisata di Kabupaten Badung (Studi Kasus Desa Wisata Baha)”. Selain itu dalam studi kepustakaan peneliti menggunakan buku sebagai bahan referensi lainnya, adapun buku yang digunakan meliputi buku metodologi dari Silalahi (2012), Imam Gunawan (2013), serta buku dari Sugiono (2014) dan (2015), buku tersebut digunakan sebagai referensi untuk menjabarkan metode yang digunakan dalam penelitian ini. Selanjutnya peneliti menggunakan buku lainnya sebagai bahan referensi untuk konsep dan teori yang digunakan.
Teknik penentuan informan menggunakan teknik purposive sampling, dimana peneliti telah menentukan informan yang dianggap paling mengetahui data apa yang dibutuhkan oleh peneliti (Sugiono, 2014). Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini diantaranya Kepala Desa Baha, ketua kelompok sadar wisata (POKDARWIS), serta Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Badung, pelaku usaha pariwisata dan beberapa masyarakat lokal Desa Baha.
Untuk menganalisis data dalam penelitian ini maka dilakukan analisis deskriptif kualitatif menurut Miles dan Huberman dalam Sugiono (2015) yang akan dianalisis dengan menggunkan tahap sebagai berikut: a. Reduksi data, b. Penyajian data, serta c. Penarikan kesimpulan.
Desa Wisata Baha memiliki luas wilayah kurang lebih sekitar 500 (lima ratus) hektar dan 31 (tiga puluh satu) are dengan sebagian besar wilayahnya digunakan atau difungsikan sebagai lahan pertanian, dengan jumlah penduduk sebanyak 3.816 orang. Laki-laki sebanyak 1.886 orang dan perempuan sebanyak 1.930 orang (profil Desa Baha, 2015).
Masyarakat lokal Desa Baha yang memiliki potensi, tentunya dapat mengelola potensi dan keunggulan dari Desa Wisata Baha tersebut untuk menarik minat wisatawan yang ingin mengetahui serta merasakan pengalaman suasana kehidupan pedesaan yang khas bernuansa adat istiadat. Desa Wisata Baha ini memiliki dua subak, yaitu subak air (persawahan) dan subak kering atau subak abian (kebun/hutan).
Dalam mewujudkan Desa Baha menjadi desa wisata yang layak dikunjungi oleh wisatawan, sehingga perlu diketahui keberadaan stakeholders yang terlibat di Desa Wisata Baha. Keberadaan stakeholder pariwisata di Desa Wisata Baha dapat dilihat pada tabel 2 yaitu sebagai berikut:
Tabel 2
Keberadaan Stakeholder Pariwisata di Desa
Wisata Baha
Elemen Stakeholder Pariwisata |
Stakeholder Pariwisata di Desa Wisata Baha |
1. Pemerintah |
|
2. Penyelenggara Usaha Pariwisata |
Masyarakat lokal yang menjadikan rumah adatnya sebagai sarana akomodasi (homestay). |
3. Masyarakat Lokal |
POKDARWIS |
Sumber: Hasil Penelitian, 2016
Berdasarkan keberadaan stakeholder pariwisata di Desa Wisata Baha yang telah tersaji pada tabel 2, dapat dikatakan bahwa elemen stakeholder pariwisata di Desa Wisata Baha terdiri dari pemerintah, yang dimaksud pemerintah yaitu Dinas Pariwisata Kabupaten Badung dan Desa Dinas (Desa Baha). Adapun kewajiban dari pemerintah, baik itu Dinas Pariwisata Kabupaten Badung maupun Desa
Dinas Baha adalah memberikan pengarahan kepada pelaku usaha serta masyarakat lokal dalam mewujudkan aktivitas pariwisata di Desa Baha. Selain itu pihak dari pemerintahan perlu memberikan pelatihan secara langsung, seperti pelatihan berbahasa asing, pelatihan sebagai pemandu wisata, pelatihan keterampilan dan skill dalam menghadapi wisatawan, serta selalu melibatkan masyarakat dalam hal perencanaan sampai dengan pengambilan keputusan. Kemudian setelah melaksanakan kewajibannya pemerintah juga memiliki hak yang harus mereka dapatkan yaitu mengelola Desa Wisata Baha sesuai dengan program yang telah dibuat, memungut kontribusi maupun pajak, serta mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan Desa Wisata Baha (hasil wawancara dengan Putu Sentana selaku Kepala Desa Baha, 2016).
Selanjutnya stakeholder pariwisata di Desa Wisata Baha, yaitu penyelenggara usaha pariwisata yang berasal dari masyarakat lokal sendiri. Masyarakat lokal yang terlibat dalam hal akomodasi, seperti menjadikan rumah adatnya sebagai sarana akomodasi (homestay) bagi wisatawan. Dimana rumah adat masyarakat lokal yang digunakan tidak meninggalkan keaslian dari budaya Bali. Kewajiban dari pelaku usaha pariwisata yaitu melakukan suatu stategi atau promosi untuk menarik minat wisatawan, sehingga tertarik untuk berwisata ke Desa Wisata Baha serta menggunakan akomodasi yang telah disediakan. Selain itu perlu adanya kerjasama dengan pihak travel agent dan hotel untuk merekomendasikan Desa Wisata Baha sebagai salah satu dari paket wisatanya. Adapun hak bagi pelaku wisata yaitu hak untuk mengelola rumah adatnya sebagai sarana akomodasi bagi wisatawan, mendapatkan pelatihan, seperti peltihan bahasa asing, pelatihan skill dan keterampilan (hasil wawancara dengan Ketut Merta, 2016).
Stakeholder pariwisata di Desa Wisata Baha serta tidak kalah pentingnya adalah masyarakat lokal Desa Baha. Dalam hal ini masyarakat lokal yang bertanggungjawab atas terselenggaranya pariwisata di Desa Wisata Baha, dimana masyarakat lokal membentuk suatu organisasi yang disebut dengan Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS). POKDARWIS ini diketuai oleh I Ketut Merta sejak tahun 2012, yang ditunjuk langsung oleh Kepala Dinas Desa Baha. POKDARWIS di Desa
Wisata Baha berjumlah 40 orang yang masih aktif. Dimana anggotanya
terdiri dari 8 orang perempuan dan laki-laki sebanyak 32 orang yang merupakan perwakilan dari masing-masing Banjar. Selain itu, anggota POKDARWIS ini juga termasuk didalamnya sekeha teruna-teruni perwakilan dari banjar yang telah dipilih. POKDARWIS ini bertanggungjawab kepada Kepala Desa selaku pembina serta bendesa adat. Kegiatan POKDARWIS yaitu berperan sebagai pelaku atraksi wisata, yang akan mengajarkan wisatawan untuk bertani sebagai salah satu araksi yang dimiliki oleh Desa Wisata Baha, serta sebagai pemandu wisata saat tracking.
Kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masyarakat lokal selaku pemilik desa tersebut yaitu menjaga dan melestarikan keunikan/ciri khas serta potensi wisata yang dimiliki oleh Desa Baha dan mendukung program yang telah dirancang atau direncanakan oleh pemerintah. Adapun hak yang harus didapatkan oleh masyarakat lokal yaitu mendapatkan perlakuan adil dalam hal apapun, mendapatkan pembinaan/pelatihan dan selalu dilibatkan dari mulai perencanaan pengembangan Desa Wisata Baha sampai dengan pengambilan keputusan (hasil wawancara dengan Ketut Merta, 2016).
Berdasarkan kewajiban dan hak yang telah dipaparkan tersebut, pada kenyataannya di lapangan terjadi suatu ketidaksinkronan antara kewajiban dan hak. Dimana sebagian besar stakeholder hanya ingin mendapatkan hak tanpa adanya suatu kewajiban yang dilaksanakan, seperti masyarakat yang ingin mendapatkan hasil tanpa adanya usaha untuk menjaga dan melestarikan keunikan/ciri khas serta potensi wisata yang dimiliki oleh. Kemudian pemerintah cenderung kurang melibatkan masyarakat lokal dalam pengambilan suatu keputusan.
Sinergi yang dimaksud yaitu mengenai kerjasama dalam menjalankan peran dan tanggung jawab dari masing-masing stakeholder pariwisata di Desa Wisata Baha. Untuk mengetahui bagaimana sinergi yang terjadi antar stakeholder pariwisata di Desa wisata Baha, maka dapat dilihat pada table 3 berikut ini :
Tabel 3
Sinergi antar Stakeholder Pariwisata di Desa Wisata Baha
Stakeholder pariwisata di Desa Wisata Baha |
Program atau Aktivitas Konkrit |
Sinergi antar Stakeholder Pariwisata di Desa Wisata Baha |
Kabupaten Badung |
Namun sampai saat ini tidak adanya kebijakan yang pasti untuk mengatur Desa Wisata Baha secara khusus. |
Dinas Pariwisata kepada Desa Baha:
Dinas Pariwisata kepada Pelaku Usaha Pariwisata:
Dinas Pariwisata kepada Masyarakat Lokal:
|
b. Desa Dinas Baha |
Tidak adanya kebijakan yang pasti dari Desa untuk mengatur Desa Wisata Baha. |
Desa Dinas kepada Dinas Kabupaten Badung:
Desa Dinas kepada Pelaku Usaha Pariwisata:
Desa Dinas kepada Masyarakat Lokal:
|
2. Pelaku Usaha Pariwisata |
a. Masyarakat lokal yang menjadikan rumahnya sebagai homestay. |
Pelaku Usaha kepada Dinas Pariwisata Kabupaten Badung , Desa Dinas |
Baha serta Masyarakat Lokal : a. Memberikan hasil dari adanya homestay, baik kepada Pemerintah, Desa Dinas, serta masyarakat lokal. Namun dalam pembagian hasil ini tidak memiliki kejelasan secara pasti berapa persen kepada Pemerintah, Desa Dinas Baha, serta masyarakat lokal. | ||
3. Masyarakat Lokal |
|
Masyarakat Lokal kepada Dinas Pariwisata, Desa Dinas, serta kepada |
Pelaku Usaha Pariwisata:
|
Sumber: Hasil Penelitian, 2016
Berdasarkan tabel 3 tersebut, terlihat bahwa stakeholder pariwisata di Desa Wisata Baha bersinergi untuk mewujudkan Desa Baha sebagai desa wisata yang dikunjugi oleh wisatawan serta dapat memberikan keuntungan bagi seluruh masyarakatnya. Adapun sinergi yang dilakukan antar stakeholder tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pemerintah yang terdiri dari Dinas Pariwisata Kabupaten Badung dan Desa Dinas Baha, mereka juga sekaligus sebagai fasilitator dan regulator. Dinas Pariwisata Kabupaten Badung memiliki program atau aktivitas konkrit sebagai fasilitator antara lain: melaksanakan pembinaan, memberikan dana, mengontrol, serta memberikan dukungan (support). Adapun sinergi yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata terhadap stakeholder lainnya, yakni:
-
1. Sinergi yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata kepada Desa Baha, antara lain: memberikan dana kepada Desa Wisata Baha, sesuai dengan RAB yang telah diajukan dari pihak Desa Wisata Baha. Dana tersebut digunakan untuk perbaikan fasilitas serta pembuatan atraksi, seperti jalur tracking. Selanjutnya Dinas Pariwisata mengontrol program yang akan dijalankan oleh Desa Wisata Baha terkait perkembangan desa wisata tersebut, serta memberikan dukungan kepada Desa.
-
2. Sinergi yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata kepada pelaku usaha pariwisata, yaitu memberikan pengarahan mengenai Desa Wisata Baha. Biasanya pengarahan ini diberikan pada saat Dinas Pariwisata melakukan monitoring, pengarahan tersebut terkait dengan apa saja yang perlu dipersiapkan oleh pelaku usaha yang menjadikan rumahnya sebagai homestay, antara lain kesiapan SDM, arsitektur rumah yang tidak meninggalkan ciri khas Bali, serta fasilitas penunjang bagi wisatawan. Pengarahan ini dilaksanakan setiap 4 kali dalam setahun, namun waktunya tidak pasti (tidak terjadwal dengan baik). Selain itu, Dinas Pariwisata memberikan dukungan kepada pelaku usaha dalam menjalankan aktivitas kepariwisataan.
-
3. Sinergi yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata kepada masyarakat lokal, antara lain: memberikan pembinaan pada POKDARWIS, yang dimana bidang yang khusus menangani yaitu bidang penyuluhan dilaksanakan 4 kali dalam setahun namun waktu pembinaan ini tidak menentu. Pembinaan tersebut terkait dengan apa yang harus dilakukan oleh POKDARWIS dalam aktivitas wisata di Desa Wisata Baha. Adapun peran yang dilakukan oleh POKDARWIS yaitu sebagai pelaksana dari aktivitas pariwisata, seperti mengajarkan wisatawan untuk bertani sebagai salah satu araksi yang dimiliki oleh Desa Wisata Baha, sebagai pemandu wisata saat tracking, mengajarkan wisatawan menari Bali, bermain alat musik seperti gamelan, gong dan lain sebagainya (yang dilaksanakan oleh sekeha terunateruni perwakilan dari banjar yang telah dipilih). Selain itu Dinas Pariwisata juga memberikan dukungan kepada masyarakat lokal.
Selain sebagai fasilitator Dinas Pariwisata juga merupakan sebagai regulator bagi Desa Wisata Baha. Adapun kebijakan yang bersumber dari Dinas Pariwisata Kabupaten Badung (2016), terkait tujuan Desa Wisata Baha secara umum, yaitu sebagai berikut:
1. |
Pro growth |
: pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pemerataan |
kesejahteraan |
bagi seluruh lapisan masyarakat. | |
2. |
Pro jobs |
: penciptaan lapangan pekerjaan dan iklim |
usaha |
yang baik. | |
3. |
Pro poor |
: percepatan penanggulangan kemiskinan. |
4. |
Pro culture |
: pelestarian dan pengembangan kearifan lokal budaya |
masyarakat. | ||
5. |
Pro environment |
: pelestarian lingkungan yang mengacu pada daya dukung lingkungan. |
-
6. Pro law : penegakan aturan
terhadap hukum.
Bercermin dari enam tujuan tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Badung memandang pentingnya dilakukan program inovasi dalam bidang kepariwisataan di Kabupaten Badung agar sejalan dengan tujuan tersebut, yang salah satunya melalui program inovasi desa wisata. Sasaran yang ingin dicapai melalui desa wisata ini adalah untuk mengoptimalkan manfaat dari kegiatan kepariwisataan bagi masyarakat desa, yang cenderung mengarah kepada pariwisata alternatif (alternative tourism) bukanlah pariwisata masal (mass tourism). Cenderung mengarah pada pemanfaatan sumber daya kehidupan dan energi dalam jumlah yang amat besar (sumber daya air bersih, lahan, dan lain-lain) yang perlu diupayakan dengan cara suatu aktivitas kepariwisataan yang berkualitas, namun hemat dan efektif dalam pemanfaatan
sumber daya kehidupan yang kian terbatas tersebut (hasil wawancara dengan Anak Agung Ngurah Gede Agung, SH., selaku Kabid ODTW Dinas Pariwisata Kabupaten Badung, 2016).
Dari uraian tersebut maka arah kebijakan dari Pemerintah Kabupaten Badung adalah dengan mendorong pengembangan dan peningkatan kualitas kepariwisataan yang berwawasan budaya, ramah lingkungan, dan melibatkan peran serta masyarakat lokal Desa Baha, mendorong pelaku pariwisata untuk mengembangkan dan melestarikan budaya lokal, pengembangan pariwisata minat khusus, meningkatkan partisipasi masyarakat lokal dalam manajemen kepariwisataan dan melaksanakan promosi yang berkelanjutan. Namun, sampai saat ini dari Dinas Pariwisata Kabupaten Badung belum adanya kebijakan pasti yang mengatur mengenai Desa Wisata Baha secara khusus, seperti kebijakan mengenai angkul-angkul masyarakat lokal beserta aktivitas kepariwisataannya, serta tidak adanya waktu yang pasti atau rutin dalam hal memberikan pembinaan maupun monitoring terhadap perkembangan Desa Wisata Baha.
Selain Dinas Pariwisata yang merupakan bagian stakeholder dari pemerintah yaitu Desa Dinas Baha. Dimana Desa Dinas Baha ini juga memiliki program atau aktivitas konkrit selaku
fasilitator antara lain: memberikan pengarahan, membuat RAB, merencanakan pengalokasian biaya, mengadakan rapat, serta melakukan rapat/rembug desa. Adapun sinergi yang dilakukan oleh Desa Dinas Baha terhadap stakeholder lainnya, adalah sebagai berikut:
-
1. Sinergi yang dilakukan oleh Desa Dinas Baha kepada Dinas Pariwisata Kabupaten Badung, antara lain: membuat programprogram yang akan dilaksanakan oleh Desa Wisata Baha sebagai atraksi wisata. Adapun program dari atraksi wisata tersebut yaitu jalur tracking dan musium subak yang dilengkapi dengan alat pertanian tradisional. Selanjutnya membuat RAB mengenai program Desa Wisata Baha tersebut, serta membuat laporan terkait dengan dana yang diberikan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Badung.
Sinergi yang dilakukan oleh Desa Dinas Baha kepada pelaku usaha pariwisata, yaitu: memberikan pengarahan kepada pelaku usaha pariwisata mengenai Desa Wisata Baha. Adapun pengarahan yang diberikan
-
2. adalah mengenai kualitas SDM. Biasanya pengarahan ini diberikan pada saat rapat/rembug desa yang dilakukan pada malam hari dengan tujuan agar tidak mengganggu aktivitas dari masyarakat lokal, serta memberikan dukungan kepada pelaku usaha dalam menjalankan aktivitas kepariwisataan.
-
3. Sinergi yang dilakukan oleh Desa Dinas Baha kepada masyarakat lokal, yaitu: mengadakan rapat bersama POKDARWIS mengenai atraksi wisata yang akan dikembangkan. Selanjutnya memberikan pengarahan kepada POKDARWIS terkait program yang akan dilaksanakan. Selain itu juga mengajak masyarakat bergotong-royong menata musium subak. Memberikan dukungan atau support berupa semangat kepada masyarakat lokal dalam hal menjalankan aktivitas kepariwisataan. Kemudian melakukan rapat bersama dengan tokoh masyarakat perwakilan dari setiap banjar.
Selain sebagai fasilitator Desa Dinas Baha juga merupakan sebagai regulator bagi Desa Wisata Baha. Dinama dalam perannya sebagai regulator mengalami
suatu kendala dengan tidak adanya kebijakan yang pasti dari desa dinas mengenai Desa Wisata Baha. Disini seharusnya pemimpin atau tokoh masyarakat mempertahankan apa yang ingin dipertahankan oleh masyarakat dengan membuat aturan (paruman) yang jelas dan pasti. Sehingga untuk menonjolkan budaya Bali yang dimiliki sering adanya perubahan, karena masyarakat saat ini tidak terlepas dari perubahan zaman. Bahkan ada gapura (angkul-angkul) yang sudah berubah warna atau sudah dirubah dengan gapura yang berarsitektur modern yaitu dari batu. Sebenarnya masyarakat lokal tidak salah mengganti angkul-angkul dari rumah mereka masing-masing, karena tidak adanya aturan pasti yang memperbolehkan atau tidak untuk mengganti angkul-angkul tersebut. Melihat hal tersebut, memang benar masyarakat lokal yang merubah angkul-angkul rumahnya tidak salah, dikarenakan dengan tidak adanya kebijakan yang mengatur hal tersebut.
Selanjutnya stakeholder pariwisata di Desa Wisata Baha, yaitu pelaku usaha pariwisata yang berasal dari masyarakat lokal dengan menjadikan rumahnya sebagai homestay bagi wisatawan. Desa Wisata Baha sampai saat ini belum adanya keterlibatan investor dari pihak luar, yang dimana semua pengelolaannya murni dilakukan oleh masyarakat lokal Desa Baha.
Adapun sinergi yang dilakukan oleh pelaku usaha pariwisata terhadap stakeholder lainnya yaitu: memberikan hasil dari adanya homestay, baik kepada pemerintah, desa dinas, serta masyarakat lokal. Namun dalam pembagian hasil ini tidak memiliki kejelasan secara pasti berapa persen kepada pemerintah, Desa Dinas Baha, serta masyarakat lokal yang disebabkan tidak adanya kebijakan yang pasti yang mengatur hal tersebut dari Desa Dinas Baha.
Kemudian stakeholder yang tidak kalah pentingnya yaitu masyarakat lokal itu sendiri. Adapun aktivitas konkrit yang dilakukan oleh masyarakat lokal Desa Baha, yaitu: aktivitas atraksi wisata yang dikoordinir oleh POKDARWIS. Dengan sinergi yang dilakukan yaitu memberikan usulan saat diadakannya rapat atau rembug desa terkait atraksi wisata di Desa Wisata Baha dan bergotong-royong untuk
menata desanya yang dikoordinir oleh POKDARWIS. Disamping itu masih adanya sifat yang menginginkan hasil secara spontan. Mereka ingin mendapatkan hasil (uang) dalam waktu yang cepat, tanpa kesadaran dari masyarakat lokal dalam ikut serta membangun desanya untuk menuju desa wisata yang maju.
Mereka kurang menyadari akan potensi yang dimiliki oleh desanya tersebut. Apabila masyarakat ikut serta secara sadar tanpa mengharapkan mendapatkan hasil (uang) yang cepat. Seperti halnya wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada Suciarini dan Supriani selaku masyarakat lokal asli dari desa tersebut, mereka beranggapan bahwa mereka lebih baik mencari kerja di luar dari desanya tersebut sebagai karyawan hotel maupun restoran dibandingkan dengan menggali potensi usaha yang dimiliki oleh desanya. Karena bekerja di luar desanya akan mendapatkan gaji atau upah yang pasti serta dapat menghidupi kebutuhan keluarganya dibandingkan menggali potensi usaha di desanya yang belum tentu pasti berapa mereka akan mendapatkan keuntungan dari adanya desa wisata tersebut. Sampai saat ini kurangnya kesadaran masyarakat lokal di Desa Wisata Baha, seperti terlihat pada saat Dinas Pariwisata akan melakukan monitoring ke lapangan serta membawa tamu dari luar, pada saat itu masyarakat lokal baru turun tangan
untuk menata desanya dengan melakukan gotong-royong yang dikoordinir oleh POKDARWIS. Sedangkan pada saat tidak adanya monitoring, masyarakat lokal kurang perduli dengan lingkungan sekitar. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa masyarakat lokal hanya ikut serta/berpartisipasi jika ada timbal balik (hasil wawancara dengan Suardana selaku Kasi Atraksi dan Aneka Wisata, serta Anak Agung Ngurah Gede Agung, SH., selaku Kabid ODTW Dinas Pariwisata Kabupaten Badung, 2016).
Jika sinergi antar stakeholder pariwisata di Desa Wisata Baha yang telah dipaparkan kemudian dikaji berdasarkan asumsi pokok dari teori fungsionalisme struktural menurut Sunyoto Usman (2012) maka dapat dikatakan bahwa belum adanya persepsi yang sama dari masing-masing stakeholder yang terlibat di Desa Wisata Baha, meskipun setiap stakeholder yang terlibat sudah mempunyai kontribusi
pada stakeholder yang lainnya. Kemudian belum adanya dukungan atau partisipasi yang barsifat baik dari masyarakat lokal yang dicirikannya dengan mengikuti gotong-royong jika akan dilakukannya monitoring oleh pihak dinas, serta keinginan masyarakat mengenai hasil yang diinginkan secara spontan. Berdasarkan fakta yang telah ditemukan diatas, dapat dikatakan bahwa sinergi antar stakeholder dalam mewujudkan aktivitas pariwisata di Desa Wisata Baha belum maksimal.
-
V. SIMPULAN DAN SARAN
Keberadaan stakeholder pariwisata di Desa Wisata Baha, yaitu terdiri dari: (1). Pemerintah, yang terdiri dari Dinas Pariwisata Kabupaten Badung dan Desa Dinas Baha, (2). Penyelenggara usaha pariwisata, yaitu masyarakat lokal yang menjadikan rumah adatnya sebagai sarana akomodasi (homestay) bagi wisatawan, (3). Masyarakat lokal, dalam hal ini masyarakat lokal yang bertanggungjawab atas terselenggaranya pariwisata di Desa Wisata Baha yang dilakoni oleh Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS). Kemudian adanya ketidaksinkronan dalam hal pelaksanaan kewajiban serta hak dari masing-masing stakeholder Desa Wisata Baha. Dimana stakeholder yang terlibat cenderung menginginkan hak tanpa dibarengi dengan kewajiban yang semestinya dilaksanakan terlebih dahulu.
Berdasarkan sinergi antar stakeholder pariwisata yang telah dipaparkan, maka dapat dinyatakan bahwa sinergi antar stakeholder di Desa Wisata Baha belum adanya persepsi yang sama dari masing-masing stakeholder yang terlibat, meskipun setiap stakeholder sudah memiliki kontribusi pada stakeholder yang lainnya. Kemudian belum adanya dukungan atau partisipasi yang barsifat baik dari masyarakat lokal yang dicirikan dengan mengikuti gotong-royong jika akan dilakukan monitoring oleh pihak dinas, serta keinginan masyarakat mengenai hasil yang diinginkan secara spontan. Sehingga dikatakan bahwa masing-masing dari stakeholder tersebut belum terangkai/sesuai dengan tujuan yang akan dicapai bersama.
-
1. Untuk keberadaan stakeholder pariwisata di Desa Wisata Baha yang terdiri dari
pemerintah (Dinas Kabupaten Badung dan Desa Dinas Baha), pelaku usaha, serta masyarakat lokal, agar segera mewujudkan aktivitas pariwisata di Desa Wisata Baha beserta atraksinya yaitu tracking dan musium subak. Kemudian diharapkan agar stakeholder yang terlibat melaksanakan kewajiban dan hak sesuai dengan kedudukan, sehingga adanya keseimbangan antara kewajiban dan hak sesuai dengan kedudukan.
Perlu diperbaiki mengenai hubungan sinergi antar stakeholder pariwiwsata, dengan cara setiap stakeholder mempunyai kontribusi pada keseluruhan. Sehingga terjalin hubungan antar stakeholder yang terlibat yang sesuai dengan tujuan dari masing-masing stakeholder tersebut. Kemudian harus adanya kebijakan pasti yang mengatur Desa Wisata Baha, secara khusus baik itu dari pemerintah maupun dari pihak Desa Dinas Baha serta tersosialisasikan kepada masyarakat lokal di Desa Wisata Baha. Dalam mewujudkan Desa Wisata Baha beserta aktivitasnya, sebaiknya perlu adanya kerjasama dengan pihak luar secepatnya, seperti adanya kerjasama dengan pihak hotel maupun travel agent untuk merekomendasikan Desa Wisata Baha sebagai salah satu tujuan wisata dari wisatawan yang menginap di hotel tersebut maupun wisatawan yang menggunakan jasa travel agent. Dengan lebih bersinergi secara maksimal serta mempertahankan budaya lokal dan adat istiadat yang dimiliki, sehingga terjalin pula hubungan yang harmonis antar stakeholder pariwisata di Desa Wisata Baha.
-
2. Perlu adanya penelitian lanjutan dimasa yang akan datang mengenai bagaimana merancang serta mengembangkan sinergi stakeholder di Desa Wisata Baha, sehingga aktivitas pariwisata di Desa Wisata Baha dapat terwujud.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Peraturan Bupati Badung Nomor 47 Tahun 2010 tentang Penetapan Kawasan Desa Wisata di Kabupaten Badung.
Anonim. 2015. Desa Wisata di Kabupaten Badung. Disparda
Kabupaten Badung.
Anonim. 2015. Profil Desa Baha.
Anonim. 2016. Kebijakan terkait tujuan Desa Wisata Baha secara umum. Dinas Pariwisata Kabupaten Badung.
Gunawan, Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta: Bumi Aksara.
Nor Palupi Rurah, Dhanik. 2012. “Pengelolaan Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism) di Desa Wisata Kebonagung, Kecamatan Imogiri". Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta.
Pitana dan Gayatri. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Andi.
Putra, Agus Muriawan. 2006. Konsep Desa Wisata. Jurnal Manajemen Pariwisata Vol. 5 No. 1.
Samiarta, I Gede. 2016. Perkembangan Desa Wisata di Kabupaten Badung (Studi Kasus Desa Wisata Baha). Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 4 No. 2, 2016.
Silalahi, Uber. 2012. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama.
Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi, Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Sugiono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Research and Development). Bandung: Alfabeta.
Sugiono. 2015. Metode Penelitian dan Pengembangan (Research and Development). Bandung: Alfabeta.
Sulasmi, Siti. 2009. Peran Variabel Perilaku Belajar Inovatif,
Intensitas Kerjasama Kelompok,Kebersamaan Visi dan Rasa Saling Percaya dalam Membentuk Kualitas Sinergi. Jurnal Ekuitas Vol. 13 No. 2.
Usman, Sunyoto. 2012. Sosiologi (Sejarah, Teori dan Metodologi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumber lain:
Anonim. (2014). Program Kemenparekraf untuk
Pengembangan Desa Wisata. [Online]: www.republika.co.id/berita/nasional/jawa tengah-diy nasional/- 8-februari-2014 (diakses 25 Mei 2016).
205
Discussion and feedback