Identifikasi Kesesuaian Potensi Ekowisata Di Desa Jatiluwih Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan Dengan Prinsip Ekowisata
on
Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Vol. 5 No 1, 2017
Identifikasi Kesesuaian Potensi Ekowisata Di Desa Jatiluwih Kecamatan Penebel
Kabupaten Tabanan Dengan Prinsip Ekowisata
I Made Anom Krisna Jaya a, 1, I Nyoman Sukma Arida a, 2
1callmeanom@outloook.com, 2sukma_arida@unud.ac.id
a program studi s1 destinasi pariwisata, fakultas pariwisata,universitas udayana, jl. dr. r. goris, denpasar, bali 80232 indonesia
Abstract
Jatiluwih tourist attraction have a big opportunity to be an ecotourism object. Ecotourism can mix both between natural and cultural conservation with local participation. So important to do a research on the potential of ecotourism in the village and to the principle of ecotourism. Data colectiom technique by observation, interviews and study literature. Technique the determination of informants by purposive sampling. Technique data analysis in this research by Miles and Huberman models. Jatiluwih Village have natural and cultural potential. Based on nine ecotourism principle and criteria, Jatiluwih Village have met six ecotourism principle and criteria. The idela ecotourism development can be done by fulfillment of three other ecotorousim principle and criteria.
Keywords: ecotourism, potential, principle
Daya tarik wisata Jatiluwih terkenal dengan terasering sawah berundak-undak yang sangat luas dan indah. Dalam statusnya sebagai Warisan Budaya Dunia, hendaknya pengembangan kepariwisataan kawasan Jatiluwih beriringan dengan pelestarian lingkungan dan budaya. Di sisi lain kegiatan kepariwisataan di Desa Jatiluwih diharapkan mampu melibatkan masyarakat sebagai Host (tuan rumah) di daerahnya sendiri. Pelibatan masyarakat lokal sangatlah penting terhadap keberlanjutan suatu destinasi pariwisata karena masyarakat lokal yang tinggal disana dengan segala macam sumber daya yang dimilikinya. Ditambah lagi saat ini terjadi perubahan pola konsumsi (consumer behaviour pattern wisatawan. Wisatawan yang dulunya lebih memilih berjemur di pantai saat ini sudah mulai menginginkan suasana liburan yang peduli terhadap alam dan menyatu dengan masyarakat lokal untuk mempelajari kebudayaan lokal.
Dengan adanya perubahan pola konsumsi wisatawan ini, maka tercipta peluang yang besar untuk mengembangkan wisata alternatif khususnya ekowisata karena ekowisata dapat menggabungkan pelestarian alam dan budaya dengan partisipasi masyarakat lokal. Sebagai bagian dari Warisan Budaya Dunia, keberlanjutan subak dan persawahan di Jatiluwih merupakan hal mutlak yang harus dilakukan. Pengembangan ekowisata berbasis masyarakat juga dapat menciptakan
pembangunan pariwisata berkelanjutan Sehingga penting untuk dilakukan sebuah penelitian mengenai identifikasi potensi dan kesesuaian potensi ekowisata di desa Jatiluwih dengan prinsip-prinsip ekowisata. Tujuannya untuk mengetahui potensi dan kesesuaian potensi ekowisata di desa Jatiluwih dengan prinsip-prinsip ekowisata.
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Safitri (2013) Jatiluwih memiliki beragam potensi wisata yang bisa dikembangkan oleh masyarakat lokal. Pengembangan potensi tersebut dilakukan dengan partisipasi langsung maupun tidak langsung. Partisipasi langsung yaitu dengan menjadi bagian dari pengelola dan ikut mengembangkan berbagai sarana pariwisata. Partisipasi tidak langsung yaitu dengan menerima kontribusi pariwisata.
Yoeti (1983) mengemukakan potensi pariwisata untuk mengembangkan pariwisata terbagi menjadi dua yaitu potensi alam dan potensi budaya. Potensi alam yaitu berupa potensi fisik seperti pemandangan alam dan bentang alam secara geografis. Potensi budaya yaitu berupa kesenian khas, peninggalan sejarah, adat istiadat dan keunikan budaya khas daerah. Wisatawan dapat menikmati kedua potensi wisata tersebut melalui kegiatan ekowisata.
TIES dalam Damanik dan Weber (2006) menguraikan bahwa ekowisata adalah pariwisata yang bertanggung jawab terhadap alam dan ikut menyejahterakan masyarakat
lokal. Dalam penerapannya, ekowisata memiliki prinsip-prinsip yang digunakan sebagai acuan untuk menciptakan ekowisata yang benar-benar ekowisata, bukan ekowisata semu atau hanya sekedar slogan saja. Sulistyawati (2011) merinci hasil Lokakarya dan Pelatihan Ekowisata Nasional 2006 yang merumuskan Prinsip-Prinsip dan Kriteria Ekowisata sebagai berikut:
-
1. Prinsip memiliki kepedulian, komitmen dan tanggungjawab terhadap konservasi dan warisan budaya.
-
2. Prinsip menyediakan pemahaman yang dapat memberikan peluang kepada wisatawan untuk menikmati alam dan meningkatkan kecintaannya terhadap alam.
-
3. Prinsip memberdayakan dan mengoptimalkan partisipasi serta sekaligus memberikan kontribusi secara kontinyu terhadap masyarkat setempat.
-
4. Prinsip peka dan menghormati nilai-nilai social budaya dan tradisi keagamaan masyarakat setempat.
-
5. Prinsip mentaati peraturan perundang-undnagan yang berlaku.
-
6. Prinsip pengembangannya harus didasarkan atas musyawarah dan dengan persetujuan masyarakat setempat.
-
7. Prinsip secara konsisten memberikan kepuasan kepada konsumen.
-
8. Prinsip dipasarkan dan dipromosikan dengan jujur dan akurat sehingga sesuai dengan harapan (pemasaran yang bertanggungjawab).
-
9. Prinsip pengelolaan yang serasi dan seimbang sesuai dengan konsep Tri Hita Karana.
Ruang lingkup penelitian ini yaitu:
-
1. Ruang Lingkup Potensi Ekowisata
Potensi ekowisata yang dimaksud dalam penelitian ini berupa:
-
a. Potensi Alam
-
b. Potensi Budaya
-
2. Kesesuaian potensi ekowisata Jatiluwih dengan prinsip-prinsip Ekowisata.
Penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif dan kuantitatif. Sumber data yaitu primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan studi kepustakaan. Teknik penentuan informan yaitu
dengan purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik analisis data di lapangan model Miles dan Huberman, diantaranya reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi (Sugiyono, 2004).
Desa Jatiluwih memiliki potensi kepariwisataan yang beragam. Potensi alam utama yang dimiliki Desa Jatiluwih untuk kegiatan kepariwisataan adalah keindahan lahan pertanian atau persawahan yang berterasering seluas 303,40 Ha. Tanahnya sangat subur sehingga sangat layak dijadikan lahan persawahan. Area depan Billy’s Terace Café yang menjadi spot utama terbaik menikmati keindahan alam yang menjadi Warisan Budaya Dunia tersebut. Di Desa Jatiluwih juga terdapat air terjun yang bernama Air Terjun Yeh Ho. Air terjun ini memiliki ketinggian 16 meter. Air terjun ini dikelola oleh salah satu masyarakat lokal di Desa Jatiluwih, jika ada pengunjung yang ingin masuk ke lokasi air terjun ini akan dikenakan biaya 3000 rupiah/orang.
Potensi budaya yang ada di Desa Jatiluwih yaitu aktivitas dan kehidupan masyarakat lokal salah satunya dengan melakukan upacara yang berhubungan dengan pertanian. Karena areal pertanian di Desa Jatiluwih adalah sesuatu yang dianggap suci oleh masyarakat. Aktivitas ini dapat dijadikan potensi karena hal ini adalah sesuatu yang unik bagi wisatawan diantaranya Upacara Mapag Toya , Kempela, Upacara Ngendag Tanah Carik, Upacara Ngurit (Pembibitan Benih Padi), kegiatan Ngerasakin, Nuwasen, Ngekambuhi, Pamungkah, Penyepian, Pengerestitian hingga Nyegara Gunung , Upacara Masaba, Upacara Ngayarin dan Upacara Mantenin. Proses pengolahan sawah di Desa jatiluwih merupakan salah satu potensi budaya yang dapat menarik wisatawan karena sistem pengolahan sawah di Desa Jatiluwih masih bersifat tradisonal. Adapun proses pengolahan sawah di Desa Jatiluwih yaitu : Mencangkul di sawah, Nenggala (membajak sawah dengan alat-alat tradisonal), Ngelampit (meratakan tanah sawah), Nampedin (menghilang rumput liar di terasering sawah), Ngelampit (membajak tanah sawah), Melasah (meratakan tanah sawah), Nandur (menanam benih padi), manyi (memanen padi) dan
aktivitas pasca panen di sawah. Aktifitas tersebut teridiri dari Membawa Padi dari sawah ke lumbung di rumah masing-masing penduduk, selanjutnya yaitu ditebuk yaitu menumbuk padi agar menjadi beras. Selain itu juga terdapat kesenian Tari Baris Memedi (Sang Hyang Memedi) Tari Baris Memedi merupakan tarian sakral yang hanya ditarikan pada saat pelaksanaan upacara pembakaran mayat baik tingkatan menengah dan utama.
Evaluasi kegiatan ekowisata di Daya Tarik Wisata Jatiluwih sesuai dengan prinsip dan kriteria ekowisata dapat dijabarkan sebagai berikut):
-
1. Jatiluwih sudah memenuhi prinsip pertama yatu memiliki kepedulian, komitmen dan tanggungjawab terhadap konservasi dan warisan budaya. Hal tersebut dibuktikan dengan:
-
a. Mengolah lahan pertanian yang menjadi Warisan Budaya Dunia secara berkelanjutan
-
b. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tabanan melakukan sosialisi dengan tema Sosialisasi Warisan Budaya Dunia
-
c. Tetap melestarikan sistem irigasi pertanian di Desa Jatiluwih yaitu sistem Subak
-
d. Jalur Hijau di Desa Jatiluwih
-
2. Terpenuhinya prinsip kedua yaitu prinsip menyediakan pemahaman yang dapat memberikan peluang kepada wisatawan untuk menikmati alam dan meningkatkan kecintaannya terhadap alam yaitu dengan:
-
a. Tersedianya sarana akomodasi dan restaurant di Desa Jatiluwih.
-
b. Pembangunan akomodasi berupa homestay milik masyarakat lokal namun sayangnya belum adanya guide Lokal yang professional di Desa Jatiluwih.
-
3. Dipenuhinya prinsip ketiga yaitu prinsip memberdayakan dan mengoptimalkan partisipasi serta sekaligus memberikan kontribusi secara kontinyu terhadap masyarakat setempat dengan cara:
-
a. Pembagian hasil retribusi tiket masuk antara Kabupaten Tabanan dengan Desa Jatiluwih
-
b. Mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja masyarakat asli Jatiluwih sesuai dengan kehliannya masing-masing.
-
c. Pelibatan Masyarakat Lokal dalam kegiatan kepariwisataan di Desa Jatiluwih.
-
4. Jatiluwih sudah memenuhi prinsip peka dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan masyarakat setempat yaitu dengan cara:
-
a. Keberadaan dan kegiatan kepariwisataan sejalan dengan aktifitas keagamaan masyarakat lokal.
-
b. Pembangunan dan operasional disesuaikan dengan nilai-nilai lokal dan kepercayaan masyarakat di Jatiluwih itu sendiri.
-
5. Sudah dipenuhinya prinsip mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu dengan:
-
a. Pengembangan selalu berpedoman dengan arahan dari Badan Pengelola DTW Jatiluwih berkoordinasi dengan Desa Adat
-
b. Awig-awig desa yang dibuat sudah ditaati dengan baik
-
6. Prinsip ke enam yaitu prinsip pengembangannya harus didasarkan atas musyawarah dan dengan persetujuan masyarakat setempat. Prinsip ini belum terpenuhi karena kegiatan kepariwisataan di Desa Jatiluwih masih bersifat top-down karena pemegang keputusan tertinggi bukan dari masyarakat lokal melainkan kepala daerah.
-
7. Prinsip ke tujuh sudah dipenuhi yaitu secara konsisten memberikan kepuasan kepada konsumen dengan cara menyediakan fasilitas penunjang pariwisata untuk kepuasan konsumen Meski demikian fasilitas yang ada belum optimal.
-
8. Prinsip ke delapan sudah dilakukan dengan menggandeng travel agent namun belum memaksimalkan pemasaran potensi
produk ekowisata yang ada.
-
9. Prinsip ke sembilan dimana pengelolaan yang serasi dan seimbang sesuai dengan konsep Tri Hita Karana sudah dipenuhi yaitu dengan:
-
a. Cara hidup (Way of Life masyarakat Desa Jatiluwih berlandaskan Tri Hita Karana dan sesuai dengan ajaran Agama Hindu
-
• Pelestarian budaya dan ritual keagamaan
-
• Pelestarian Alam (manusia dengan alam)
Bali. Jurnal Analisis Pariwisata Vol. 11 No.1 hal. 5665 Fakultas Pariwisata Universitas Udayana.
-
• Keselarasan hubungan antar masyarakat (manusia dengan manusia)
Jika dilihat dari Sembilan prinsip dan kriteria ekowisata Bali, Desa Jatiluwih telah memenuhi sebagian besar prinsip tersebut, yaitu terpenuhinya enam kriteria. Pengembangan ekowisata yang ideal dilakukan dengan memenuhi tiga prinsip ekowisata yang belum terpenuhi ataupun masih kurang baik. Sebaiknya pihak stakeholder pariwisata di Desa Jatiluwih segera melengkapi dan membenahi prinsip-prinsip ekowisata agar pengembangan ekowisata dapat berjalan dengan baik.
Daftar Pustaka:
Arida, Nyoman Sukma. 2009. Meretas Jalan Ekowisata Bali. Denpasar: Udayana University Press.
Bali Dalam Angka. 2014. Bali:Badan Pusat Statistik Provinsi Bali.
Damanik, Janianton dan Helmut F. Weber. 2006. Perencanaan Ekowisata; dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta : Andi.
Kusmayadi,et.al. 2000. Metodologi Penelitian Dalam Bidang Kepariwisataan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Moleong, Lexy.1994. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Pendit, N. S. 2002. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: Pt. Pradnya Paramita.
Pitana, I Gede dan Putu G.Gayatri. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta : Andi.
Pitana, I Gede dan I Ketut Surya Diarta. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: Andi.
Prasiasa,Oka. 2011. Destinasi Priwisata Berbasis Masyarakat. Jakarta: Salemba Humanika.
Safitri, Ni Putu Yessy Apriana. 2013. Partisipasi Masyarakat Lokal dalam Kepariwisataan di Desa Jatiluwih Kabupaten Tabanan. Skripsi. Program Studi Destinasi Pariwisata Fakultas Pariwisata Universitas Udayana. Denpasar.
Suwena, I Ketut dan I Gst Ngr Widyatmaja. 2010. Pengetahuan Dasar Ilmu Pariwisata. Denpasar: Udayana University Press.
Swarbrooke, John& Horner, Susan. 1996. Marketing Tourism, Hospitality and Leisure in Europe. United Kingdom: Cengage Learning EMEA.
Windia, Wayan dan Wayan Alit Artha Wiguna. 2013. Subak; Warisan Budaya Dunia. Denpasar: Udayana University Press.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:Alfabeta.
-
Yoeti, Oka A. 1983. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa.
Sulistyawati, Agung Sri. 2011. Pengembangan Ekowisata Di Banjar Nyuh Kuning, Desa Mas, Ubud, Gianyar, Bali Dilihat Dari Prinsip, Dan Kriteria Ekowisata
113
Discussion and feedback