Jurnal Destinasi Pariwisata

ISSN: 2338-8811

Vol. 4 No 2, 2016

POSISI DESA SERANGAN BERDASARKAN ANALISIS TOURISM AREA LIFE CYCLE

Ida Ayu Anggreni Suryaningsih a, 1, Ida Bagus Suryawan a, 2 1[email protected], 2[email protected] a program studi s1 destinasi pariwisata,fakultas pariwisata,universitas udayana, jl. dr. r. goris, denpasar, bali 80232 indonesia

Abstract

In the development of a tourist area, especially the development of tourism will generally follow the pattern of grooves or tourism area life cycle is known as the Tourism Area Life Cycle (TALC). This paper aims to find a position that tourism in Serangan Village, so it can later be known by both programs suitable for the development of the area. The needs of the data used to meet, namely, observation, literature review and interviews with some of the residents and community leaders in the village attack. The collected data will be described later analyzed by descriptive.

Observations show that the position of the Serangan Village in Tourism Area Life Cycle analysis is at a stage 2 or the stage engagement (involvement). In this phase, the increase in the number of tourist arrivals in the Serangan village has increased every year and the local people who were there already started to supply the needs of tourists as a cafe or restaurant and homestay but still on a limited scale. Local people have started actively promoting in several blogs and web is also working with several travel agents. The creation of a forum for the community to develop into a more concerted Serangan village to be planned future namely the formation of a group of fishermen who called Karya Segara. The group is very active fishing village of attacks and protecting the environment are very enthusiastic about the preservation of underwater attack. Starting from the initiative group of fishermen began to attack this village known and increasingly shows its uniqueness in terms of environmental conservation.

This it can be concluded that the position of the Serangan Village in Tourism Area Life Cycle analysis is in phase engagement (involvement) were associated with the facts on the ground.

Key words: Tourism Area Life Cycle, the position of tourism, local communities.

  • I.    PENDAHULUAN

Pembangunan pariwisata merupakan sebuah konsep yang terus mengalami perkembangan. Konsep siklus hidup area wisata atau yang lebih dikenal dengan tourism area life cycle merupakan konsep yang memiliki daya dukung untuk melihat kondisi pariwisata di suatu daerah. Konsep ini akan menunjukkan sebuah daerah wisata senantiasa menunjukkan perubahan dari waktu ke waktu, baik itu perubahan yang mengalami peningkatan atau perubahan yang mengalami penurunan. Dengan pengelolaan yang baik, pariwisata berperan untuk memberdayakan sumber daya yang langka sehingga siklus hidup pariwisata dapat diperpanjang agar berkelanjutan (Theobald, 2004). Demikian pula dengan pengembangan pariwisata di Desa Serangan. Sebelum akan merumuskan sebuah strategi pengembangan pariwisata yang bersifat lebih kompleks, perlu adanya sebuah analisis untuk menunjukkan sejauh mana posisi Desa Serangan dalam siklus hidup daya tarik wisata. Untuk kedepannya setelah mengetahui posisi yang dihasilkan berdasarkan fakta-fakta di lapangan akan

mempermudah merancang sebuah strategi pengembangan pariwisata yang sesuai.

Desa Serangan dikenal sebagai sebuah pulau yang dihasilkan dari hasil reklamasi yang gagal, sebenarnya memiliki banyak potensi di bidang pariwisata pada khususnya. Pascareklamasi pada tahun 1998 oleh PT. BTID yang diprakarsai oleh Tomy Soeharto menghasilkan dampak negatif yang sangat signifikan terutama dalam bidang pelestarian lingkungan dan tata guna lahan. Lahan yang semula seluas 111 ha pascareklamasi berubah 4 kali lipat mejadi 481 ha. Dengan berbagai permasalahan yang timbul akibat gagalnya proyek reklamasi tersebut mengakibatkan arah pengembangan pariwisata disana mengalami pasang surut. Desa Serangan yang dahulu hanya didatangi oleh wisatawan untuk melihat penyu, sekarang ini mulai kembali didatangi untuk mengaksikan langsung proses pembuatan adopsi karang yang diprakarsai oleh Kelompok Nelayan Karya Segara. Kelompok nelayan ini awal mulanya terbentuk karena keprihatinan terhadap keadaan habitat lingkungan tempat tinggal mereka pascareklamasi. Lingkungan Desa Serangan

menjadi sangat panas, minimnya curah hujan dan kerusakan terparah terjadi di dasar laut, dimana biota laut dan terumbu karang pascareklamasi mengalami kerusakan yang sangat parah. Berangkat dari permasalahan tersebut Kelompok Nelayan Karya Segara membentuk tim yang mempunyai visi dan misi menjaga keletarian alam baik di darat maupun dilaut agar nantinya menjadi warisan yang sangat berharga untuk anak cucu mereka (hasil wawancara, 2014).

Berdasarkan beberapa fakta tersebut, tulisan ini ditujukan untuk menemukan posisi Desa Serangan pascareklamasi dalam kaitannya dengan Tourism Area Life Cycle (TALC).

Rumusan Masalah

Bagaimana posisi Desa Serangan berdasarkan analisis Tourism Area Life Cycle ?

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui posisi Desa berdasarkan analisis Tourism Area Life Cycle ?

Manfaat Penelitian

  • a.    Manfaat Akademis

Secara akademis bagi mahasiswa penelitian ini merupakan sarana untuk mengaplikasikan teori pariwisata yang didapatkan dalam perkuliahan. Selain itu juga menambahkan pengetahuan mahasiswa tentang posisi Desa Serangan berdasarkan analisis Tourism Area Life Cycle.

  • b.    Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan gambaran, masukan dan pertimbangan bagi Dinas Pariwisata Kota Denpasar, Aparatur Desa Adat Serangan dan masyarakat Desa Serangan sebagai upaya mengembangkan pariwisata di Desa Serangan.

  • II.    TINJAUAN PUSTAKA

Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan acuan dari Teori Butler (1980), dikenal dengan nama Tourism Area Life Cycle (TALC). Teori ini menjelaskan mengenai tahapan dari suatu daerah tujuan wisata, yang dilengkapi dengan ciri- ciri dari masing-masing tahapan. Teori ini memiliki 7 tahapan dan memiliki ciri-ciri yang berbeda setiap tahapnya. Dalam penelitian ini, Teori Butler (1980) akan menjadi teori yang menjawab permasalahan penelitian.

Ruang Lingkup Penelitian

Adapun batasan dalam penelitian ini yaitu lebih berfokus pada posisi Desa Serangan dalam kaitannya dengan Tourism Area Life Cycle. Untuk mengetahui posisi Desa Serangan saat ini, maka harus disesuaikan dengan ciri-ciri dari setiap tahap dalam teori ini. Ciri-ciri yang lebih mendominasi akan memperlihatkan posisi Desa Serangan saat ini disesuaikan dengan Teori Butler (1980).

Lokasi penelitian yang dipilih dalam penelitian ini yaitu di Desa Serangan yang terletak di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar. Luas awal sebelum reklamasi yaitu 111 ha, saat ini (pascareklamasi) memiliki luas lahan sekitar 481 ha, terdiri dari tanah tegalan 394 ha, permukiman seluas 48 ha, sisanya berupa dangkalan pesisir dengan batas wilayah sebagai berikut :

Utara : Desa Sanur Kauh

Selatan : Kelurahan Tanjung .Benoa

Timur : Selat Badung

Barat : Kelurahan Pedungan

Fokus dari penelitian ini yaitu di lahan milik Desa Adat Serangan.

  • III.    METODE

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu :

  • a.    Observasi

Observasi dilakukan guna mengetahui aktivitas masyarakat di Desa Serangan dan mengetahui kondisi eksisting di Desa Serangan. Mempermudah mengetahui posisi Desa Serangan yang disesuaikan dengan ciriciri dari masing-masing tahapan.Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kondisi fisik saat ini, fasilitas yang sudah tersedia saat ini dan keterlibatan masyarakat.

  • b.    Wawancara

Wawancara dilakukan dengan beberapa informan yang paham akan kondisi pariwisata di Desa Serangan, yaitu antara lain tokoh masyarakat di Desa Serangan yang diwakili oleh Bapak I Wayan Patut dan pengelola Kelompok Nelayan Karya Segara yaitu Bapak I Wayan Logo. Wawancara menggunakan teknik wawancara terbuka,yang mana pertanyaan yang diajukan lebih bersifat terbuka. Adapun informasi yang ingin di dapat yaitu perkembangan pariwisata Desa Serangan,

dukungan masyarakat lokal dan harapan untuk pariwisata Desa Serangan kedepan.

Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data yang sudah terkumpul melalui observasi dan wawancara kemudian dijabarkan dan dianalisis secara deskriptif, selanjutnya akan di cek ulang data yang di dapat dengan ciri-ciri dari setiap fase dalam Teori Butler (1980), kemudian setelah dicocokan maka akan diketahui posisi Desa Serangan dalam kaitannya dengan Teori Butler (1980).

  • IV.    HASIL DAN PEMBAHASAN

  • 4.1   Posisi Desa Serangan Dalam Analisis

Tourism Area Life Cycle

Pada mulanya Desa Serangan memiliki pasang surut dalam kaitannya dengan dunia pariwisata akibat dari proyek reklamasi. Proyek reklamas yang gagal ini memuncukan banyak dampak negatif dalam berbagai bidang, misalnya kerusakan lingkungan dan ekologi di sekitar wilayah Desa Serangan. Berpacu dari kasus diatas, beberapa tokoh adat Desa Serangan berkumpul dan berdiskusi bersama untuk memperbaiki alam yang telah rusak akibat dari reklamasi. Pascareklamasi terjadi banyak sekali perubahan di Desa Serangan mulai dari jumlah kedatangan wisatawan dengan tujuan yang berbeda, pembangunan beberapa infrastruktur untuk menunjang kegiatan wisata, pelestarian bawah laut yang terus berjalan hingga saat ini dan memperbaiki akses masuk ke Desa Serangan demi kenyamanan wisatawan yang datang.

Berbagai jenis produk wisata telah mereka rancang untuk mengharumkan kembali nama Serangan dimata wisatawan. Tidak hanya terkenal dengan atraksi warisan budaya berupa Pura Sakenan dan penangkaran penyu, para tokoh adat ini kemudian membentuk kelompok yang bernama Kelompok Nelayan Karya Segara. Kelompok nelayan ini sebagain besar berasal dari para nelayan di Desa Serangan, karena mata pencaharian masyarakat disana 70 berprofesi sebagai nelayan. Kelompok nelayan inilah yang kembali membuat batu loncatan sebagai fasilitator dalam upaya pengembangan Desa Serangan yang berbasis ekologi.

Dari pascareklamasi hingga saat ini kelompok nelayan ini sangat aktif dalam hal pelestarian laut, banyak inovasi-inovasi yang mereka ciptakan untuk mengembalikan keindahan laut di Serangan. Salah satu inovasi yang mereka buat dari tahun 2009 yaitu adopsi terumbu karang yang mengusung konsep 3E yaitu ekologi, edukasi dan ekonomi. Dari tahun 2009 hingga 2014 sudah sebanyak 3 hektar lahan di laut mereka tanami karang dan mereka selalu jaga pertumbuhannya. Kegiatan yang memilki dampak positif ini mulai didatangi oleh wisatawan, mereka sangat antusias dalam hal pelestarian lingkugan sekaligus ikut membantu pelestarian bawah laut di Serangan. Seiring berjalannya waktu mereka mulai mempromosikan produk wisata yang mereka buat ke beberapa travel agent salah satunya yaitu Pro Bali Tour and Travel. Beberapa homestay dan fasilitas bersantai seperti rumah makan sudah mulai dibangun di sekitar wilayah Desa Serangan. Masyarakat juga sudah terbiasa dengan kedatangan wisatawan dan aktif berkomunikasi dengan wisatawan yang mengunjungi Serangan.

Berdasarkan uraian tersebut, posisi Desa Serangan dalam pengembangan pariwisata dikaitkan dalam Teori Butler (1980) masuk ke

dalam tahap 2 yaitu fase keterlibatan

(involvement ). Secara visual evolusi teori terdapat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1

Evolution Tourism Area Life Cycle

Sumber : Butler, 1980

Berikut akan dijelaskan hasil observasi yang dilakukan di Desa Serangan disesuaikan dengan ciri-ciri dari masing-masing tahapan dan akan diperjelas dalam tabel 1.1

TABEL 1. Hasil Observasi di Desa Serangan

Tahap

Ciri-Ciri

Hasil Observasi

Sesuai

Tidak

Sesuai

1. Tahap exploration (eksplorasi)

  •    Suatu tempat sebagai potensi wisata baru ditemukan baik oleh wisatawan.

  •    Lokasinya sulit dicapai namun diminati oleh sejumlah kecil wisatawan yang justru menjadi minat karena belum ramai dikunjungi.

  •    Wisatawan tertarik pada daerah yang belum tercemar dan sepi

2. Tahap involvement (keterlibatan).

  •    Adanya kontrol dari masyarakat lokal.

  •    Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan.

  •    Suatu daerah menjadi suatu destinasi wisata yang ditandai oleh mulai adanya promosi.

  •    Adanya inisiatif dari masyarakat lokal untuk membangun daerahnya.

√ √

3. Tahap development (pembangunan)

  •    Investasi dari luar mulai masuk.

  •    Daerah semakin terbuka secara fisik

  •    Fasilitas lokal sudah tersisih atau digantikan oleh fasilitas standar internasional

  •    Atraksi buatan sudah mulai dikembangkan untuk menambahkan atraksi yang asli alami.

√ √ √

4. Tahap consolidation (konsolidasi)

  •    Daerah dan dominasi ekonomi ini dipegang oleh jaringan internasional.

  •    Jumlah kunjungan wisatawan masih naik tetapi pada tingkat yang lebih rendah.

  •    Fasilitas lama sudah mulai ditinggalkan.

5. Tahap stagnation (stagnasi)

  •    Kapasitas berbagai faktor sudah terlampaui di atas daya dukung sehingga menimbulekan masalah ekonomi, sosial, dan lingkungan.

  •    Kalangan industri sudah mulai bekerja berat untuk memenuhi kapasitas dari fasilitas yang dimiliki khususnya dengan mengharapkan repeater guests atau wisata konvensi/bisnis.

  •    Atraksi buatan sudah mendominasi straksi asli alami (baik budaya maupun alam),

  •    Citra awal sudah mulai meluntur, dan destinasi sudah tidak lagi popular.

6. Tahap decline (penurunan)

  •    Wisatawan sudah beralih ke destinasi wisata baru atau pesang dan yang tinggal hanya ‘sia-sia’

  •    Banyak fasilitas pariwisata sudah berlatih atau dialihkan fungsinya untuk kegiatan non-pariwisata, sehingga destinasi semakin tidak menarik bagi wisatawan

  •    Partisipasi lokal mungkin meningkat lagi terkait dengan harga yang merosot turun dengan melemahnya pasar.

  •    Destinasi bisa berkembang menjadi destinasi kelas rendah (a tourism slum) atau sama sekali secara total kehilangan diri sebagai destinasi wisata.

7. Tahap rejuvenation (peremajaan).

  •    Perubahan secara dramatis bisa terjadi (sebagai hasil dari berbagai usaha dari berbagai pihak) menuju perbaikan atau peremajaan.

  •    Adanya inovasi dalam pengembangan produk baru dan menggali atau memanfaatkan sumber daya alam dan budaya yang sebelumnya belum dimanfaatkan.

Sumber: Hasil Wawancara dan Observasi, 2014

Berdasarkan tabel diatas tahap keterlibatan (involvement) menurut Teori Butler (1980) memiliki ciri-ciri yaitu adanya kontrol lokal (local control) yang dilakukan oleh masyarakat lokal, adanya inisiatif dari masyarakat lokal untuk membuat produk-produk unggulan, peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mengakibatkan sebagian masyarakat lokal mulai menyediakan berbagai fasilitas yang memang khusus diperuntukkan bagi wisatawan dan obyek wisata mulai dipromosikan.

Beberapa indikator yang menunjukkan bahwa Desa Serangan masuk kedalam tahap keterlibatan (involvement) yaitu :

  • 1.    Adanya kontrol dari masyarakat lokal, terlihat dari penjagaan tiket menuju Desa Serangan ditangani langsung oleh masyarakat setempat yang di Bali dikenal dengan mana pecalang (hasil observasi, 2014).

  • 2.    Inisiatif dari tokoh masyarakat Desa Serangan untuk membentuk kelompok nelayan bernama Kelompok Nelayan Karya Segara yang menjadi fasilitator dalam pengembangan produk wisata unggulan di Desa Serangan seperti : adopsi karang, budidaya rumput laut, susur mangrove dan pelestarian penyu (hasil wawancara, 2014)

  • 3.    Peningkatan jumlah kunjungan wisawatan untuk mengunjungi keindahan alam serangan terlihat dari penjualan tiket masuk menuju Desa Serangan yaitu rata-rata mencapai 400600 orang setiap bulannya, wisatawan tersebut kebanyakan berasal dari Cina dan Prancis (Kantor Lurah Serangan, 2014)

  • 4.    Peningkatan jumlah wisawatan tersebut membuka peluang usaha bagi masyarakat Desa Serangan untuk menyediakan fasilitas – fasilitas penunjang seperti homestay yang terdapat di beberapa titik di Desa Serangan, rumah makan ikan bakar yang terdapat di depan Pura Sakenan tertata rapi sebanyak 20 kios, beberapa pedagang souvenir yang berjualan di sekitar Pantai Serangan, selain itu di sekitar wilayah Desa Serangan juga terdapat sarana olahraga seperti Serangan waterspot dan kios-kios yang menjual segala jenis olahan laut. Akses jalan utama menuju Desa Serangan sangat memadai dengan dibangunnya jembatan penghubung menuju daratan Bali, jalan menuju ke permukiman warga juga memadai. Dari segi penerangan,

listrik dan air, sejak tahun 2010, 100 warga disemua dusun sudah memiliki listrik dan air. (hasil wawancara dan observasi, 2014)

  • 5.    Sejak tahun 2009 Kelompok Nelayan Karya Segara menggandeng travel agent yang bernama ProBali Tour, melalui travel agent inilah segala jenis produk wisata yang ditawarkan dipromosikan, selain itu di media sosial sudah banyak wisatawan mempromoikan Desa Serangan melalui tulisan-tulisan mereka dalam jurnal,web atau blog. (hasil wawancara, 2014)

Dari beberapa indikator tersebut, dapat disebutkan bahwa posisi Desa Serangan dalam tahap keterlibatan yang menitik beratkan pada keiikutsertaan masyarakat lokalnya melakukan kontrol di wilayah Desa Serangan dan munculnya inisiatif dari Kelompok Nelayan Karya Segara untuk membangkitkan kembali potensi-potensi yang dimiliki Desa serangan.

V. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Desa Serangan yang dulu dikenal sebelum adanya reklamasi sebagai Pulau Penyu (penyu island) saat ini telah melebarkan potensinya melalui pengenalan produk-produk wisata baru yang dibentuk oleh Kelompok Nelayan Karya Segara. Fasilitas yang telah memadai dilengkapi dengan kontrol yang baik dari masyarakat lokal, menjadikan Serangan lebih dikenal dimata wisatawan. Pangsa pasar yang dulu sempat melemah akibat dari reklamasi sedikit demi sedikit telah pulih. Hal inilah yang menjadikan Serangan berada pada fase 2 dalam Teori Butler (1980), Tourism Area Life Cycle yaitu pada fase involvement (keterlibatan) dengan fakta-fakta yang ada di lapangan.

Saran dan Rekomendasi

Tantangan yang akan dihadapi Desa Serangan untuk kedepannya yaitu dalam hal eksistensi pelestarian lingkungan agar tetap konsisten dengan konsep yang telah dibuat dan tidak mengalami fase penurunan dalam kaitannya dengan Tourism Area Life Cycle. Ini akan menjadi tolak ukur kedepannya untuk merancang sebuah strategi pengembangan pariwisata yang ramah lingkungan dan berbasis masyarakat.

Vol. 4 No 2, 2016

DAFTAR PUSTAKA:

Agus, Proyogi. (2011). Dampak Perkembangan Pariwisata di Objek Wisata Penglipuran. Jurnal Pariwisata dan Perhotelan.

Anonim. 2014. Profil Desa Serangan: Kantor Lurah Serangan Kecamatan Denpasar Selatan tahun 2014.

Butler, R.W. 1980. “The Concept of a tourism Area Life Cycle of evolutio: Implications for Managements of Resources.” The Canadian Geographer.

Sudiarta, Made. (2010). Dampak Fisik, Ekonomi, Sosial dan Budaya Terhadap Pembangunan Pariwisata di Desa Serangan. Jurnal Pariwisata dan Perhotelan.

Theobald. 2004. “The Meaning, Scope, and Measurement of Travel and Tourism” in Theobald, William F. (ed.) Global Tourism (third Edition). Burlington, MA USA.

6