Jurnal Destinasi Pariwisata

ISSN: 2338-8811

Vol. 3 No 1, 2015

STUDI PENGEMBANGAN DESA PINGE SEBAGAI

DAYA TARIK EKOWISATA DI KECAMATAN MARGA KABUPATEN TABANAN

Dewa Gede Arimbawa Prantawan Pa,1 , I Nyoman Sunartaa, 2 1[email protected], 2[email protected] a Program Studi S1 Destinasi Pariwisata, Fakultas Pariwisata,Universitas Udayana, Jl. Dr. R. Goris, Denpasar, Bali 80232 Indonesia

Abstract

Tourism sector as one of the largest foreign exchange earner and the country as well as creators of jobs, required for excavation efforts and the development of tourism potentials more deeply. Bali has many places that still keeps the beauty of the environment and culture, one of them is Tabanan regency. Natural resources could be a potential to develop as tourist object, but society can not fully develop these resources to the fullest. In relation to rural development Pinge as ecotourism attraction in the Tabanan regency local potentials should be managed optimally in order to be realized. This study used descriptive qualitative method which has qualitative and quantitative data. Data collected by observation, in-depth interviews with purposive sampling approaches, literatures, and documentation. The results showed that there are two potential at pinge : cultural and natural potential. Cultural potential include: archaeological sites, rural settlement patterns, dance Leko, and subak system. Natural potential include: walkways, and hydrology. From the above potentials Pinge village can be developed into eco-tourism attraction in a way that makes ecotourism strategy in the SWOT analysis. After finding the strategies that will be used for rural development Pinge as ecotourism attraction will require programs that can support the passage of the strategies that have been made.

Keywords: development, ecotourism, potential

  • I.    PENDAHULUAN

Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan merupakan sebuah keharusan dalam meminimalkan dampak negatif dari pariwisata massal yang terjadi di Bali. Ekowisata adalah alah satu bentuk dari pariwisata alternatif, menurut Silver (1997:105) ekowisata memiliki karakteristik yaitu (1) wisatawan ingin mendapatkan pengalaman yang asli dan mendalam; (2) pengalaman yang didapat layak dijalani baik secara pribadi maupun sosial; (3) kurang menyukai rombongan yang besar dengan rencana atau jadwal perjalanan yang ketat; (4) mencari tantangan fisik dan mental; (5) berinteraksi langsung dengan budaya dan penduduk setempat; (6) mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat lokal; (7) lebih menyukai tempat penginapan yang asli di desa; (8) wisatawan ingin ikut terlibat dan tidak bersifat pasif, (9) memiliki toleransi terhadap ketidaknyamanan; (10) lebih senang membayar untuk petualangan dari pada kenyamanan. Langkah-langkah pengelolaan kawasan menjadi ekowisata merupakan salah satu alternatif yang dapat

dilaksanakan untuk menjaga kelestarian alam dan budaya setempat.

Desa Pinge merupakan salah satu desa wisata yang ada di kabupaten Tabanan. Desa pinge terletak pada dataran tinggi sehingga sumber daya alam yang tersedia beranekaragam seperti flora, fauna, hidrologi, iklim, serta bentang alam yang indah. Sumber daya alam tersebut bisa menjadi potensi wisata, namun masyarakat belum sepenuhnya dapat mengembangkan sumber daya alam tersebut secara maksimal. Dalam kaitannya dengan pengembangan desa Pinge sebagai daya tarik ekowisata di Kabupaten Tabanan maka potensi lokal yang ada harus dikelola secara maksimal agar dapat terealisasi. Untuk merealisasikan pengembangan Desa Pinge sebagai daya tarik ekowisata yang harus diperhatikan adalah strategi dan program pengembangan yang akan dilakukan. Hal ini dapat meminimalisir dampak negatif dari pengembangan pariwisata tersebut serta dapat mengontrol perkembangan pariwisata yang akan dikembangkan. Melihat fenomena diatas maka sangatlah penting dilakukan penelitian tentang studi pengembangan

desa Pinge sebagai daya tarik ekowisata di Kabupaten Tabanan.

  • II.    KEPUSTAKAAN

Desa Pinge merupakan salah satu desa wisata di kabupaten Tabanan yang memiliki potensi wisata. Menurut Yoeti (1996) Potensi adalah segala sesuatu daya tarik yang dimiliki oleh suatu wilayah. Jadi pada dasarnya potensi adalah sesuatu yang menjadi andalan daya tarik yang dimiliki oleh suatu tempat agar dapat dikunjungi atau dinikmati oleh wisatawan. Daya tarik tersebut dijadikan sebagai atraksi wisata untuk modal eksploitasi guna kepentingan ekonomi tanpa menghilangkan aspek sosial budaya dari atraksi wisata itu sendiri.

Sedangkan menurut Pendit (2002), potensi wisata adalah segala sesuatu yang terdapat di suatu daerah yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata. Potensi terebut dapat dibagi menjadi dua yaitu :

  • 1.    Potensi Budaya merupakan potensi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat seperti adat istiadat, kesenian, mata pencaharian,dan lain sebagainya.

  • 2.    Potensi Alamiah merupakan potensi yang ada di suatu tempat berupa potensi fisik geografis seperti potensi alam.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan potensi wisata adalah segala sesuatu yang terdapat di Desa Pinge yang mempunyai keunikan khas, yang dapat di jadikan daya tarik wisata dan dikembangkan sebagai daya tarik ekowisata. Potensi tersebut mencakup potensi alam dan potensi budaya yang ada di desa pinge.

Menurut The International Ecotourism Society (2000) dalam Arida (2009) mengartikan bahwa, ekowisata adalah perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab dengan cara melakukan konservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahtraan masyarakat lokal (responsible travel to natural area that conserves the environtment and improves the well-being of local people). Dari definisi diatas ekowisata dapat dilihat dari tiga perspektif, yaitu pertama ekowisata sebagai produk,

kedua ekowisata sebagai pasar, dan ketiga ekowisata sebagai pendekatan pengembangan. Sebagai produk ekowisata merupakan semua artaksi yang berbasis pada sumber daya alam. Sebagai pasar ekowisata merupakan sebuah kawasan yang diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan. Sebagai pendekatan pengembangan, ekowisata merupakan metode pemanfaatan sumber daya pariwisata secara ramah lingkungan.

Dalam kaitan ini From (2004) dalam Damanik dan Weber (2006), yang menyusun konsep dasar yang lebih operasional tentang ekowisata yaitu :

  • 1.    Perjalanan outdoor yang dilakukan di kawasan alam yang tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Dalam wisata ini orang biasanya menggunakan sumberdaya hemat energi, seperti tenaga surya, bangunan kayu, bahan daur-ulang dan mata air. Kegiatan itu juga tidak mengorbankan flora dan fauna, tidak mengubah topologi lahan dan lungkungan dengan mendirikan bangunan yang asing bagi lingkungan dan budaya masyarakat setempat.

  • 2.    Wisata ini mengutamakan penggunaan fasilitas transportasi yang diciptakan dan dikelola masyarakat kawasan tersebut. Prinsipnya, akomodasi yang disediakan bukan perpanjangan tangan hotel internasional dan makanan yang ditawarkan juga bukan dari restaurant, melainkan semuanya yang disediakan murni dari masyarakat lokal. Termasuk didalamnya penggunaan jasa pemandu wisata lokal. Oleh sebab itu wisata ini memberikan keuntungan bagi masyarakat lokal.

  • 3.    Perjalan wisata ini menaruh perhatian besar pada lingkungan alam dan budaya lokal. Para wisatawan biasanya banak belajar dari masyarakat lokal, bukan malah mempengaruhi msyarakat lokal itu sendiri. Wisatawan tidak menuntuk masyarakat lokal untuk membuat pertunjukan dan hiburan ekstra, tetapi mendorong mereka agar diberi peluang untuk dapat menyaksikan upacara dan pertunjukan yang sudah dimiliki oleh masyarakat setempat.

  • III.    METODE PENELITIAN

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini dilakukan dengan observasi untuk mendapatkan potensi-potensi yang terdapat di desa pinge, wawancara yang merupakan sumber data primer dilakukan dengan mewawancarai langsung kelian adat dan tokoh adat desa pinge terkait potensi non fisik yang terdapat di pinge serta program yang dibutuhkan dalam pengembangan desa pinge sebagai daya tarik ekowisata.

Dalam menentukan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling. Menurut Mardalis (1999) purposive sampling merupakan cara penentuan informan berdasarkan pertimbangan peneliti yang kriterianya disesuaikan dengan tujuan tertentu yaitu informan dipilih yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Pertimbangan tertentu yang dimaksud adalah dengan mencari orang-orang yang diketahui memiliki pengetahuan, pengalaman, dan memahami seluk beluk desa. Dengan mencari informan yang mengetahui tentang keadaan desa secara menyeluruh, maka peneliti akan mendapat data berupa wawasan dan uraian tentang kekuatan yang dimiliki desa, hambatan yang dimiliki desa, tantangan yang dimiliki desa serta peluang yang dimiliki desa.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif. Untuk menganalisis potensi yang terdapat di Desa Pinge digunakan pendekatan SWOT, Strength( kekuatan ), Weakness( kelemahan ), Opportunities( peluang ), Treatment( ancaman ), meliputi :

  • a.    Kekuatan (strength)

Kekuatan yang dimaksud disini adalah potensi-potensi dari Desa Pinge yang dapat menjadi pendorong dalam pengembangan Desa Pinge, baik potensi fisik maupun nonfisik.

  • b.    Kelemahan (Weakness)

Kelemahan adalah faktor-faktor yang menghambat dalam proses pengembangan, misalnya hambatan dari luar seperti sarana dan prasarana yang kurang di objek tersebut.

  • c.    Peluang (Opportunities)

Peluang adalah kondisi yang mendatangkan keuntungan apabila dapat dimanfaatkan secara positif.

  • d.    Ancaman (Thretment)

Ancaman adalah hal-hal yang dapat mendatangkan kerugian bagi perkembangan pariwisata.

Analisis SWOT digunakan untuk membandingkan antara faktor eksternal yaitu peluang (Opportunities), dan ancaman (Treats) dan faktor internal kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weakness). Dengan mengetahui hasil analisis SWOT maka dapat dibuatkan strategi yang nantinya akan menghasilkan program -progam pendukung perkembangan desa Pinge menjadi daya tarik ekowisata di Tabanan.

  • IV.    HASIL DAN PEMBAHASAN

  • 4.1.    Potensi daya Tarik Ekowisata

    4.1.1    Potensi Budaya

Menurut Pendit (2002) Potensi Budaya merupakan Potensi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat seperti adat istiadat, kesenian, mata pencaharian. Adapun potensi fisik yang terdapat di desa pekraman pinge yaitu :

  • a)    Situs Arkeologi

Desa Pinge merupakan salah satu desa Adat yang memiliki peninggalan Purbakala/benda-benda cagar budaya. Benda Purbakala ini disimpan dan disusun pada Pura Natar Jemeng. Jumlah peninggalan benda purbakala ini dikatagorikan cukup banyak ±15 kelompok, jenis benda ini adalah batu dengan bentuk bermacam-macam antara lain Ganesa, Siwa, Binatanl. Saat ini benda cagar Budaya ini dikelola dan dilestarikan oleh Desa Adat bersama Arkeologi Bali. Berikut ini keterangan tentang Peninggalan Purbakala : 1) Arca Ganesa (Pelinggih Ratu Mekel) :

untuk Nunas Ica Kesembuhan

  • 2)    Gedong Simpen : sebagai tempat penyimpana Arca (Genta Suci)

  • 3)    Pelinggih jararan turunan (Pelengkap) : Ratu Nyoman, Ratu Made, Ratu Nyoman Pengadangan

  • 4)    Pelinggih Ratu Putus (supaya mengingat Leluhur), Maknanya yaitu

simbolis untuk mengingat atau memuja leluhur yang sudah putus (Suci)

  • 5)    Pesimpangan Gunung Lingga : Mitos sinar jatuh di Gunung Lingga di Natar Jemeng.

  • 6)    Pelinggih Bahtara Sri : Untuk persembahyangan subak saat panen.

  • 7)    Pelinggih Ratu Bujangga : Maknanya untuk memuja dan mengingat leluhur/Ratu Bujangga yang suci.

  • 8)    Pelinggih Grombong Bikul, Balang-Sangit : untuk Nunas Ica supaya wabah serangga berkurang.

  • 9)    Pelinggih Tri Murti : Mitosnya untuk suatu penerangan lahir dan batin, fungsi meminta penerangan pikiran.

  • 10)    Pelinggih Ratu Tukang : Peningkatan Taksu/Karisma. Nunas Ica peningkatan Taksu/Karisma.

  • 11)    Pelinggih Macan Gading : Niskaca untuk menuju alam lain simbolis kendaraan suci paradewa.

  • 12)    Palinggih Macan Putih : Simbolis kendaraan para Dewa.

  • 13)    Palinggih Bawi Crenggi (babi tertua) : Kendaraan para Dewa.

  • 14)    Pesimpangan Campuan (Petoyan Alit) istilahnya nyawang sebagai perantara.

  • 15)    Padma Sari Ratu Bagus : Mitos orangorang setempat sebagai birokrasi.

  • b)    Pola Pemukiman desa

Pola pemukiman masyarakat desa pinge bisa menjadi potensi ekowisata karena masih menerapkan tata letak rumah adat Bali serta masih menerapkan filosofi tri hita karana. Desa Pakraman Pinge hanya ada satu jalan utama, jalan ini satu-satunya jalan yang membagi letak pemukiman. Jalan ini sudah beraspal dan kiri-kanannya terdapat penataan pekarangan yang rapi dan seragam. Jalan inilah yang menjadi patokan sebagai penataan pola pemukiman masyarakat. Sanggah atau tempat suci terletak tepat dekat dengan jalan (dalam tri hita karana kawasan ini termasuk parahyangan), setelah sanggah maka ada bangunan rumah atau bale dalam tri hita karana disebut kawasan pawongan (tempat yang dijadikan untuk melakukan aktivitas sehari-hari) dan yang paling ujung adalah kawasan palemahan pada kawasan ini adalah kebun yang dimiliki masyarakat.

Dalam satu karang/pemesuan terdapat beberapa KK (Kepala Keluarga) yang diantaranya mereka mempunyai hubungan kekeluargaan. Masing-masing mempunyai beberapa bangunan dengan fungsi-fungsi yang berbeda. Meten merupakan tempat untuk tempat tinggal dan tidur, Bale Dangin untuk tempat tinggal dan upacara, Paon/Dapur untuk memasak dan lumbung suatu bangunan spesifik yang menunjukkan bahwa penduduk disini adalah petani.

  • c)    Tari Leko

Desa Adat Pinge juga memiliki potensi kesenian yang dapat dijadikan daya tarik ekowisata, salah satunya yaitu Tari leko. Tari leko merupakan tarian yang hampir sama dengan tari jogged dan legong keraton dan tarian leko sangat berkaitan dengan keberadaan Pura Natar Jemeng. Tari Leko yang sekarang ini dilestarikan oleh sekaa Leko Merdu Komala Asri di Desa Pakraman Pinge ini tidak bisa dipisahkan dari sejarah Pura Natar Jemeng (Pura Taru Pinge) yang telah didirikan sekitar Abad XIV oleh Putra kedua Rsi Madura, hal ini terlihat dari lontar Buana Tattwa. Kesenian ini menggunakan sarana music (gamelan) diambil dari bamboo yang banyak tumbuh di pemukiman masyarakat. Pada awal berdirinya kesenian Leko ini, penari dan penabuh melakukan gerakan yang amat sederhana sekali. Namun para penabuh dan penari ini menjadi sangat percaya diri setelah memperoleh taksu dari pelinggih Ratu Bujangga di Pura Taru Pinge. Tarian Leko pada awalnya ditarikan di Pura Taru Pinge, namun sesuai dengan perkembangan zaman hingga Abad XIX tarian leko tarian leko di tarikan menyerupai tarian Legong Kraton.

  • d)    Sistem Subak

Subak di Desa Pakraman Pinge terbagi menjadi 2 tempek atau bagian wilayah, yaitu Tempek Pengilen dan Tempek Pinge. Tempek Pengilen berada diwilayah utara dan Tempek Pinge berada di sebelah selatan Desa Pakraman Pinge. Subak Pinge memiliki luas tanah 56 hektar. Kelompok pertanian subak beranggotakan 120 orang. Anggota subak dibagi menjadi dua bagian, pengayah adalah orang yang memiliki tanah

dan pengampel adalah orang yang menyakap tanah.

Pembagian Tempek Berdasarkan Letak Wilayah Subak, meliputi :

  •    Tempek Pengilen (Wilayah Pengilen)

  •    Tempek Jemeng (Wilayah Jemeng)

  •    Tempek Bukit Buung (Wilayah Bukit Buung)

  •    Tempek Agung (Wilayah Agung)

  • 4.    1.2 Potensi Alamiah

Menurut Pendit (2002) Potensi Alamiah merupakan potensi yang ada di suatu tempat berupa potensi fisik geografis seperti potensi alam. Adapun potensi Alamiah di Desa Pinge yaitu :

  • a)    Jalan setapak

Jalan setapak yang biasa digunakan oleh masyarakat desa Pinge untuk berjalan menuju ladang atau sawah merupakan salah satu potensi untuk dijadikan jalur trekking. Menyusuri Jalan atau Trekking adalah pilihan yang menyenangkan dan membawa kesan tersendiri bagi wisatawan. Kegiatan menikmati panorama alam merupakan kegiatan yang dilakukan wisatawan untuk meikmati keindahan alam yang dapat dilakukan sambil berjalan menelusuri jalan setapak yang ada di desa pinge. Berbagai alur trekking yang telah disediakan untuk wisatawan yaitu dengan jalur yang melewati pemukiman penduduk melalui telajakan, melewati area

persawahan melewati sungai dan sumber mata air yang mengairi persawahan yang disebut subak.

  • b)    Hidrologi

Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadinya peredaran dan alirannya, sifat-sifat kimia dan fisiknya, dan reaksi dengan lingkungannya, termasuk hubungannya dengan makhluk-makhluk hidup. Di Desa Pinge memiliki tiga sumber air antara lain Air Inih, Air Cetik dan Air Pamor. Air Inih dan Air Cetik biasanya digunakan oleh masyarakat Pinge untuk mengairi sawah dan sebagai penangkal hama sedangkan Air Pamor biasanya untuk diminum dan dijual. 4.2.   Progam   - progam yang

mendukung perkembangan Ekowisata

Untuk mengetahui   program

program yang tepat diterapkan di desa Pinge maka dilakukan Analisis SWOT terhadap potensi yang ada. Analisi SWOT terhadap ekowisata desa Pinge mempertimbangkan dua faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor internal yang dianalisis adalah kekuatan dan kelemahan objek, sedangkan yang termasuk faktor eksternal, yaitu peluang dan ancaman yang berasal dari luar yang berdampak pada pengembangan ekowisata di desa Pinge. Analisis SWOT potensi ekowisata yang terdapat di desa Pinge yaitu:

Tabel 1. Analisis SWOT Potensi Ekowisata di Desa Pinge

Internal

Eksternal

Kekuatan (S)

Kelemahan (W)

  • 1.    Adanya potensi budaya seperti :Situs arkeologi, Pola pemukiman desa, tari leko, dan sistem subak

  • 2.    Adanya potensi alamiah seperti : Jalan setapak dan hidrologi

  • 3.    Sikap positif masyarakat dalam menerima wisatawan.

  • 1.    Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap ekowisata

  • 2.    Jumlah kunjungan wisatawan masih kecil atau belum stabil

  • 3.    Kurang ketersediaan fasilitas umum seperti toilet dan peristirahatan umum.

Peluang (O)

Strategi S - O

Strategi W – O

1. Adanya beberapa objek wisata alam disekitar desa pinge

  • a.    Melakukkan sinergi dengan objek-objek wisata alam yang ada disekitar pinge

  • b.    Mengadakan promosi didaerah pariwisata yang telah berkembang

  • a.    Melibatkan karang taruna desa dalam pengembangan desa Pinge sebagai daya tarik ekowisata

  • b.    Melakukan kerjasama dengan travel agent untuk mempromosikan ekowisata pinge

2. Perubahan minat wisatawan ke wisata alam

c. Menjaga kelestarian lingkungan desa Pinge

c. Melakukan pembangunan sarana pendukung untuk mengoptimalkan pengembangan desa Pinge menjadi daya tarik ekowisata.

Ancaman (T)

Strategi S - T

Strategi W – T

  • 1.    Perkembanga n       mass

tourism yang terjadi saat ini.

  • 2.    Adanya isu terkait bencana alam, penyakit dan terorisme

  • a.    Membuat     kemasan     paket

ekowisata untuk pengalihan perkembangan masstourism.

  • b.    Melakukan kerjasama dengan badan-badan yang terkait dengan isu bencana alam, penyakit dan terorisme

  • a.    Memberikan     pemahaman     terhadap

masyarakat tentang besarnya ancaman terhadap masstourism

  • b.    Memberikan     pemahaman     terhadap

masyarakat tentang bencana alam, penyakit dan terorime yang akhir-akhir ini sering mengancam perkembangan pariwisata di Bali.

Sumber: Hasil Penelitian

Dari analisis SWOT yang diatas terdapat beberapa strategi yang dapat diterapkan menjadi program-program yang      

akan dilakukan dalam pengembangan desa Pinge sebagai daya tarik ekowisata di Kabupaten Tabanan.

  • 1.    Strategi S – O atau kekuatan dan peluang                                  c.

  • a.    Strategi S-O (a) melakukkan sinergi dengan objek-objek wisata alam yang ada disekitar pinge. Adapun program – program yang dapat mendukung      

strategi diatas yaitu :

  • Mengadakan kerjasama dengan para pengelola objek-objek wisata alam yang ada di sekitar pinge. Diharapkan       

antara pengelola dapat saling mengenal potensi yang dimiliki dari masing-masing objek sehingga dapat saling mendukung dalam      2

perkembangan pariwisata di kabupaten Tabanan dan tidak terjadi      a.

persaingan.

  • b.    Strategi S-O (b) Mengadakan promosi didaerah pariwisata yang telah berkembang. Adapun program yang dapat dijalankan untuk merialisasikan       

strategi diatas yaitu:

  •    Dengan membuat brosur tentang potensi yang dimiliki desa Pinge kemudian taruh pada loket-loket

    information center yanga terdapat di kuta, ubud, tanahlot, dan nusa dua. Mengadakan promosi lewat internet atau media lainnya. Dilakukan pembuatan website terkait potensi-potensi yang terdapat di desa Pinge dan  paket-paket ekowisata yang

    terdapat di desa Pinge.

    Strategi S-O (c) Menjaga kelestarian lingkungan desa Pinge. Adapun program yang dapat mendukung strategi diatas yaitu :

    Dengan cara melakukan kegiatan kerja bakti secara rutin dan pemberian pupuk terhadap tanaman-tanaman yang sudah ada di desa Pinge.

    Memberikan pelatihan kepada masyarakat lokal desa Pinge akan pentingnya melestarikan lingkungan di sekitar mereka.

    Strategi W – O atau kelemahan dan peluang

    Strategi W-O (a) Melibatkan karang taruna desa dalam pengembangan desa Pinge menjadi daya tarik ekowisata. Adapun program yang dapat mendukung strategi diatas yaitu : Dengan memberikan pelatihan bahasa asing terhadap pemuda-pemudi desa Pinge untuk dapat menjadi pemandu wisata lokal.


  •    Memberikan pelatihan administrasi dan pelatihan pemahaman tentang kepariwisataan.

  •    Memberikan pelatihan tari tradisional, sehingga tari yang dipentaskan kepada wisatawan akan lebih bervariasi.

  • b.   Strategi W-O (b) Melakukan kerjasama

dengan travel agent untuk mempromosikan ekowisata pinge. Adapun program yang dapat mendukung strategi diatas yaitu :

  • •   Dengan membuat perjanjian dengan

travel agen jika pihak travel agen membawa wisatawan ke desa Pinge maka akan diberi 5 dari pendapatan yang didapat oleh desa dari wisatawan tersebut.

  •    Mensosialisasikan potensi yang ada di desa Pinge ke pihak travel agen, agar nantinya pihak travel dapat mempromosikannya        dengan

membuatkan paket-paket ekowisata ke desa Pinge.

  • c.    Strategi W-O    (c) Melakukan

pembangunan sarana pendukung untuk mengoptimalkan pengembangan desa Pinge menjadi daya tarik ekowisata. Adapun program yang dapat dilakukan untuk mendukung strategi diatas yaitu:

  • •   Melakukan pembangunan loket tiket,

ruang pertemuan, dan beberapa warung yang di bangun di jalur trekking yang sering dilewati oleh wisatawan.

  •    Perbaikan jalan di desa Pinge agar para wisatawan merasa lebih nyaman dalam melakukan perjalanan wisata ke desa Pinge.

  •    Penyediaan   tempat parkir   bagi

kendaraan   yang   dibawa   oleh

wisatawan.

  •    Melakukan pembangunan toilet umum di jalur trekking.

  • 3. Strategi S – T atau kekuatan dan ancaman

  • a.    Strategi S-T (a) Membuat kemasan paket ekowisata untuk pengalihan perkembangan masstourism. Adapun program yang dapat mendukung strategi diatas yaitu:

  • Melakukan kerjasama dengan travel agen untuk membuat paket-paket ekowisata.

  • b.    Strategi S-T (b) Melakukan kerjasama dengan badan-badan yang terkait dengan isu bencana alam, penyakit dan terorisme. Adapun program yang dapat dilakukan untuk mendukung strategi diatas yaitu:

  •    Dengan mengirim tokoh-tokoh desa untuk mengikuti seminar tentan penanggulangan bencana, penyakit dan terorisme.

  •    Dengan mengajukan proposal ke dinas kesehatan kabupaten agar diselenggarakannya seminar tentang desa sehat.

  • 4. Strategi W – T atau kelemahan dan ancaman

  • a.    Strategi W-T     (a) Memberikan

pemahaman terhadap masyarakat tentang besarnya ancaman terhadap masstourism. Adapun program yang dapat mendukung strategi diatas yaitu:

  • Memberikan penyuluhan terhadap perangkat desa tentang bahayanya masstourism.

  • b.    Strategi W-T    (b) Memberikan

pemahaman terhadap masyarakat tentang bencana alam, penyakit dan terorime yang akhir-akhir ini sering mengancam perkembangan pariwisata di Bali. Adapun program yang dapat mendukung strategi diatas yaitu:

  • Memberikan pemahaman pada masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan, waspada terhadap orang baru, dan jang membiarkan sampah plastik tergenang oleh air karena dapat menyebabkan berkembang biaknya nyamuk demam berdarah.

  • V. SIMPULAN DAN SARAN

  • 1.    Simpulan

Dari hasil dan pembahasan maka didapat beberapa kesimpulan terdapat dua potensi yaitu potensi budaya berupa situs arkeologi, pola pemukiman, tari leko, sistem subak dan potensi alamiah berupa jalan setapak serta hidrologi desa Pinge. Potensi-potensi ini dapat dijadikan daya tarik

ekowisata, wisatawan yang berkunjung akan mendapatkan pengalaman dan edukasi, masyarakat lokal akan mendapat keuntungan secara ekonomi bila potensi ini menjadi daya tarik ekowisata dan semua potensi di desa pinge akan tetap terjaga kelestariannya.

Adapun program-program yang dapat dilakukan guna menunjang perkembangan ekowisata di desa pinge seperti melakukan kerjasama dengan travel agent, melakukan promosi di daerah pariwisata, mengadakan pelatihan terhadap masyarakat Pinge, mengadakan penyuluhan terkait dampak buruk mass tourism, penyuluhan akan pentingnya pelestarian lingkungan serta yang terakhir melakukan pembangunan sarana dan prasarana yang akan menunjang kegiatan ekowisata di desa Pinge seperti melakukan pembangunan toilet, loket tiket, ruang pertemuan, perbaikan jalur trekking, tempat parkir dan mengadakan kerja bakti secara reguler guna menjaga kebersihan desa. Bila semua program dapat terlaksana maka masyarakat akan lebih siap dalam menghadapi kegiatan pariwisata di desa Pinge.

  • 2.    Saran-saran

Sehingga dalam penelitian ini, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai upaya memberi masukan dalam pengembangan desa Pinge sebagai daya tarik ekowisata di Tabanan:

  • 1.    Bagi pihak pemerintah disini agar turut membantu dalam mempromosikan desa Pinge sebagi daya tarik ekowisata.

  • 2.    Lembaga Masyarakat lebih menggali potensi yang dimiliki agar bisa terlibat dan mendukung Desa Pakraman Pinge menjadi daya tarik ekowisata dan meningkatkan sumber daya manusia dibidang pendidikan dan mata pencarihan disektor pariwisata yang berkompeten dan memiliki nilai jual yang tinggi dengan konsep dari Warga oleh Warga dan untuk Warga.

DAFTAR PUSTAKA

Arida, N.S. 2009. Meretas Jalan Ekowisata Bali.

Denpasar. Udayana Univesity Press.

Damanik, J. & Helmet F.W. 2006. Perencanaan Ekowisata : Dari teori ke Aplikasi.

Mardalis,1999. Metode Penelitian: Suatu pendekatan Proposal. Jakarta. Bumi Aksara.

Yogyakarta : Pusat Studi Pariwisata (PUSPAR) UGM & CV Andi Offset.

Pendit, N.S. 2002. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta : PT Pradnya Paramita.

Silver C. 1997. Urban Based Eco-tourism in Indonesia.

Planning Sustainable Tourism. ITB.

Bandung

Yoeti. 1985. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Penerbit Angkasa.

_____. 1996. Pemberdayaan dan Atraksi Pariwisata.

Bandung : PT Pradnya Paramita.

8