KARAKTERISTIK WISATAWAN YANG MENJADI KORBAN TINDAK KRIMINALITAS DI KAWASAN WISATA SANUR DAN SEKITARNYA
on
Jurnal Destinasi Pariwisata
Vol. 2 No. 2, 2014
ISSN: 2338-8811
KARAKTERISTIK WISATAWAN YANG MENJADI KORBAN TINDAK KRIMINALITAS DI KAWASAN WISATA SANUR DAN SEKITARNYA Ni Komang Meida Puspita Sari dan I Gst. Agung Oka Mahagangga [email protected]
Program Studi S1 Destinasi Pariwisata, Universitas Udayana
ABSTRACT
Sanur tour region is one of popular destination in Bali. As a tour region, security of this place must be so important to make the tourists feel save when go on vacation. Criminal action usually attack the foreign tourist than local tourists. Criminal action presume that foreign tourists always bring a lot of money for their vacation. This study discusses about tourist characteristic that being victims of criminal action. In order to know which characterictic of tourists that attack by criminal action. This study used descriptive qualitative method which has qualitative and quantitative data. Data collected by observation, in-depth interviews with purposive sampling approaches, literatures, and documentation. This study has definition operational variable that are age, nationality, sex, religion, profession, and sort of criminal action that consist to the tourists. The stakeholder of Sanur tour region already makes serious effort to guard their region security. But Sanur tour region still consists the criminal action that attack foreign tourist from France, Dutch, and Japan. In this study, also submitted suggestions based on discussions that the stakeholder in Sanur needs to improve their security to guard Sanur area as a tour region for tourists.
Keywords: Characteristics, victims, crime, and visitor.
PENDAHULUAN
Keberagaman potensi yang ada di Indonesia menjadi kekuatan yang dapat meningkatkan perkembangan pariwisata Indonesia. Salah satu daerah tujuan wisata terkenal di dunia adalah Pulau Bali dengan keunikan budaya dan tradisi masyarakat lokal yang menjadi salah satu atraksi wisata memiliki ciri khas tersendiri dalam perkembangan pariwisatanya. Semakin banyak adanya kunjungan yang dilakukan oleh wisatawan dapat mempengaruhi banyak aspek, diantaranya yaitu ekonomi, sosial, budaya, keamanan dan lingkungan. Hal ini disebabkan adanya pariwisata memberikan dampak pariwisata Bali, baik dari segi dampak positif dan negatif. Pariwisata sangat berhubungan erat dengan keamanan dan menjadi bagian yang integral. Intesitas
kekerasan yang meningkat berpengaruh erat terhadap keamanan dan kenyamanan wisatawan yang berkunjung. Mereka tidak akan tenang dalam berwisata karena dihantui oleh bayang–bayang tindak kriminal (Mahagangga, 2008). Fakta ini menunjukkan keamanan menjadi penting pada suatu daerah tujuan wisata yang memberikan pencitraan terhadap pariwisata tersebut.
Denpasar sebagai ibukota Provinsi Bali memiliki banyak destinasi pariwisata yang diminati banyak wisatawan. Salah satu daerah tujuan wisata di Denpasar yang sudah terkenal sejak jaman dahulu adalah kawasan wisata Sanur yang memiliki keindahan pantai pasir putih dan panorama matahari terbit. Kawasan wisata Sanur relatif memiliki ombak yang tenang sehingga disukai wisatawan. Kawasan wisata Sanur saat ini telah banyak terdapat 63
sarana dan prasarana penunjang kegiatan wisata, seperti : akomodasi, restoran, dan art shop. Selain itu, wisatawan yang berkunjung untuk melihat panorama matahari terbit juga akan melihat aktivitas para nelayan disepanjang pesisir pantai.
Pada beberapa bibir pantai di kawasan wisata Sanur telah dibangun penyangga untuk menghindari terjadinya pengikisan tanah oleh air laut dengan dilengkapi pondok–pondok kecil disetiap ujung garis lengkung penyangga air laut sebagai fasilitas wisatawan yang ingin melihat panorama matahari terbit. Sepanjang garis pantai juga dibuat jalur pedestrian yang ditanami pepohonan rindang untuk pengunjung dan wisatawan apabila ingin menikmati pemandangan pantai sambil berolahraga.
Namun disisi lain keindahan panorama tersebut dikhawatirkan akan menyurutkan kunjungan wisatawan, jika tidak ditunjang oleh faktor keamanan. Faktanya banyak wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata Sanur sering menjadi korban tindak kriminal. Hal ini menyebabkan pencemaran terhadap citra baik dari kawasan wisata Sanur. Adapun jenis–jenis kejahatan yang biasanya dilakukan, antara lain: pencurian dengan kekerasan (CURAS), pencurian dengan pemberatan (CURAT), penipuan, penganiayaan, pengeroyokan, pembunuhan,
dan pemerkosaan, yang bentuknya sangat bervariasi menyebabkan perlunya langkah antisipasi dari pihak yang berwenang untuk menyiapkan langkah–langkah preventif sedini mungkin (Sujana, 2011).
Secara awam, jelas para wisatawan mancanegara memiliki daya tarik bagi para pelaku tindak kriminal. Artinya para korban tersebut dilihat dari sisi pelaku memiliki “sesuatu” yang diinginkan, seperti membawa handphone, perhiasan mahal, serta barang – barang mahal lainnya. Tidak menutup kemungkinan juga bahwa para pelaku tindak kriminal tertarik terhadap wisatawan yang berpakaian mini sehingga mengundang hawa nafsu para pelaku tindak kriminal. Jika hal tersebut benar, para pelaku tidak menjalankan aksinya secara acak melainkan mereka sudah memiliki gambaran terhadap target sasaran yang dalam penelitian ini disebut karakteristik korban.
Oleh karena itu, maka sangat penting diadakan penelitian tentang karakteristik wisatawan yang menjadi korban tindak kriminalitas di kawasan wisata Sanur dan sekitarnya. Pada umumnya wisatawan yang banyak menjadi korban tindak kriminal adalah wisatawan mancanegara dibandingkan dengan wisatawan nusantara. Hal ini disebabkan karena adanya salah persepsi dari pelaku tindak kriminal yang menganggap bahwa
Jurnal Destinasi Pariwisata
Vol. 2 No. 2, 2014
wisatawan mancanegara dipandang sebagai wisatawan yang memiliki banyak kekayaan dan berpenghasilan tinggi.
Rumusan masalah yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah “bagaimana karakteristik wisatawan yang menjadi korban tindak kriminalitas di kawasan wisata Sanur dan sekitarnya?”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik wisatawan yang menjadi korban tindak kriminalitas di kawasan wisata Sanur dan sekitarnya dan dapat menjadi sumbangan pemikiran kepada pihak Kepolisian Sektor Denpasar Selatan, Desa Sanur Kaja, Desa Sanur Kauh, Kelurahan Sanur, Pemerintah Daerah, Stakeholder dan masyarakat setempat dalam pengamanan kawasan wisata Sanur.
KEPUSTAKAAN
Hasil penelitian sebelumnya yaitu yang dilakukan oleh Sujana (2011) yang berjudul Bentuk Kriminalitas dan Upaya Antisipasi Tindak Kejahatan terhadap Wisatawan di Kawasan Wisata Kuta dan Sekitarnya menunjukkan beberapa bentuk tindak kriminal terhadap wisatawan dan peran polisi bersama stakeholder dalam mengatasinya, artinya kriminalitas sebagai perbuatan yang merugikan, sekaligus asusila, perbuatan mana yang menghasilkan kegelisahan dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak mencela dan menolak perbuatan itu,
dan dengan demikian menjatuhkan dengan sengaja nestapa terhadap perbuatan itu (Sahetapy,1992) sudah menjadi permasalahan mendasar dalam pariwisata. Suatu destinasi wisata mutlak memerlukan keamanan dan kenyamanan bagi wisatawan yang memang ingin menikmati suatu destinasi. Wisatawan adalah sebagai individu yang mengadakan perjalanan jauh dari tempat tinggalnya untuk sementara paling sedikit selama satu malam bertujuan mencari dengan keistimewaan tempat – tempat yang mereka kunjungi (Leiper,1995).
Penelitian yang dilakukan di kawasan wisata Sanur karena sebagai Kawasan Strategis Pariwisata yakni kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan sebagaimana telah disebutkan pada Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan pada Pasal 1 ayat 10. Sudah pasti wisatawan menginginkan kesenangan bukan untuk mencari masalah dalam berwisata ke kawasan wisata Sanur. Permasalahan sosial yang disampaikan oleh Gillin dan Gillin dalam Soekanto (1990), 65
Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 2 No. 2, 2014 menyebutkan bahwa masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur–unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan sosial. Atau menghambat terpenuhinya keinginan– keinginan pokok warga kelompok sosial tersebut, sehingga menyebabkan kepincangan ikatan sosial.
Berdasarkan konsep permasalahan sosial tersebut bahwa masalah kriminalitas terhadap wisatawan terlihat disebabkan oleh ketidaksesuaian atau kesenjangan dalam kehidupan pelaku tindak kriminal. Adanya dorongan untuk memenuhi kebutuhan dari pelaku tindak kriminal dalam aksi kejahatannya menyebabkan wisatawan menjadi korban atau orang-orang yang baik secara individual maupun kolektif telah menderita kerugian, termasuk kerugian fisik atau mental, emosional, ekonomi atau gangguan substansial terhadap hak - haknya yang fundamental, melalui perbuatan atau omisi yang melanggar hukum pidana di masing-masing Negara, termasuk penyalahgunaan kekuasaan (Muladi, 2005). Wisatawan yang menjadi korban memiliki karakteristik sosial demografi yang berbeda – beda. Sebagaimana yang disampaikan oleh Kotler dan Armstrong (2001) karakteristik sosial demografi adalah ciri yang menggambarkan perbedaan masyarakat berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan,
pendidikan, agama, suku bangsa, pendapatan, jenis keluarga, status pernikahan, lokasi geografi, dan kelas sosial.
METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian di Kawasan Wisata Sanur dan Sekitarnya di Kota Denpasar, untuk membatasi permasalahan maka ruang lingkup penelitian adalah :
-
1. Karakteristik wisatawan yang menjadi korban tindak kriminalitas di Kawasan Wisata Sanur, meliputi: a) Nama wisatawan, b) Umur wisatawan, c) Kewarganegaraan wisatawan, d) Jenis Kelamin wisatawan, e) Agama wisatawan, f) Pekerjaan wisatawan, g) Jenis kejahatan yang dialami oleh wisatawan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma alamiah. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif yaitu observasi, wawancara mendalam, studi kepustakaan dan dokumentasi. Teknik penentuan informan menggunakan purposive sampling yaitu penelitian diawali dengan menentukan informan pangkal yakni Lurah Desa Sanur yang mengetahui kondisi Sanur secara menyeluruh. Kemudian informan pangkal mengintroduksikan peneliti kepada informan kunci. Adapun informan kunci memiliki kriteria, yaitu : 1) mereka yang tahu
Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 2 No. 2, 2014 mendalam informasi sehubungan dengan masalah yang diteliti, 2) mereka yang diterima oleh berbagai kelompok yang terkait dengan kebijakan, dan 3) mereka yang memiliki pengetahuan tentang pariwisata (Kusmayadi, 2000). Sebagai informan kunci adalah Kepala Desa Sanur Kaja dan Kepala Desa Sanur Kauh, serta Kanit Reskrim Kepolisian Sektor Denpasar Selatan.
Teknik analisis data adalah metode analisis deskriptif kualitatif yaitu terdiri dari beberapa tahapan yang meliputi: 1) Kategorisasi dan kodifikasi, 2) Reduksi data, 3) Penyajian dan klasifikasi data 4) Verifikasi data dan penarikan kesimpulan (Lincoln dan Guba dalam Moleong 2002).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nama “Sanur” ilmu pengetahuan sejarah dan tokoh – tokoh masyarakat pendahulu belum dapat mengungkapkan secara pasti. Terkait dengan nama tersebut ada beberapa informasi yang menurut cerita dari tokoh – tokoh masyarakat serta di dukung oleh bukti – bukti peninggalan yang diketemukan. Hasil Penelitian Tim Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana menyebutkan Sanur berasal dari kata Saha dan Nuhur yang berarti mohon untuk datang pada suatu tempat. Tahun 1906 terjadinya peristiwa “Perahu Sri Komala” yang berlabuh oleh Belanda dengan
siasat liciknya menuduh rakyat Sanur yang membajak isi perahu tersebut, sedangkan Raja Badung menolak tuduhan tersebut.
Siasat itulah yang digunakan sebagai dalih untuk menyerang Kerajaan Badung, sehingga berkecambuklah Perang Puputan Badung yang sampai kini Jiwa Puputan diwariskan kepada generasi penerusnya. Pada tahun 1942 Jepang masuk ke Bali, melalui pantai Sanur dan juga masuknya NICA dengan pasukan Gajah Merahnya melalui pantai yang sama pada tahun 1945. Sehingga pantainya yang landai dan ombaknya yang tenang telah menjadi saksi bisu tiga dimensi sejarah kejuangan mengusir melawan Penjajah di Bali, khususnya di Kota Denpasar. Namun sekarang tempat dimana pasukan Gajah Merahnya NICA mendarat, telah berhasil dibangun monument berupa Tugu Perjuangan Kemerdekaan RI tahun 1945 yaitu berada di Jalan Matahari Terbit. Sekarang lokasi ini selalu dipergunakan untuk kegiatan dalam rangka memperingati Serang Umum Kota Denpasar.
Pada tahun berdirinya hotel Bali Beach pada waktu pemerintahan Presiden Bung Karno, merupakan cikal bakal terbentuknya Sumber Daya Manusia Pariwisata di Sanur melalui pendidikan yang dikelola oleh Desa yang disebut dengan KKDP (Kursus – Kursus Dasar Perhotelan) dengan staf pengajar dari
hotel Intercont yang merupakan Change Hotel dari Amerika Serikat. Perkembangan jaman serta bertambahnya laju pertumbuhan penduduk perkotaan maka terbentuklah Kota Administratif Denpasar, sejak saat itu Desa Adat Sanur dimekarkan menjadi 3 yaitu Desa Sanur Kaja, Kelurahan Sanur, dan Desa Sanur Kauh berdasarkan surat keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Badung Nomor : 167/Pem.15/166/1979. Kemudian pemekaran ini dikukuhkan dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali Nomor : 57 Tahun 1982 tertanggal 1 Juni 1982 tentang Penetapan Desa Persiapan Menjadi Desa Definitif.
Sementara itu wilayah Desa Sanur Kaja meliputi 8 dusun yakni : Dusun Belong, Dusun Pekandelan (tempekan Tegeh Selang), Dusun Batanpoh, Dusun Anggarkasih, Dusun Buruwan, Dusun Tegal Asah (+Temperan Banjar Wirasana), Dusun Langon, Dusun Pengastian. Wilayah Kelurahan Sanur meliputi 9 dusun yakni : Dusun Singgi, Dusun Panti, Dusun Gulingan, Dusun Taman, Dusun Sindu Kaja, Dusun Sindu Kelod, Dusun Batu Jimbar, Dusun Semawang, Dusun Pasekuta. Wilayah Desa Sanur Kauh meliputi 11 Dusun yakni : Dusun Puseh, Dusun Abiantimbul, Dusun Tewel, Dusun Danginpeken, Dusun Penopengan, Dusun Pekandelan, Dusun Medura, Dusun Betngandang, Dusun
Belanjong, Dusun Tanjung, Dusun Puseh Kauh.
-
2. Karakteristik Wisatawan yang Menjadi Korban Tindak Kriminalitas di Kawasan Wisata Sanur dan Sekitarnya.
Berikut adalah data wisatawan yang menjadi korban tindak kriminalitas di kawasan wisata Sanur dan Sekitarnya pada tahun 2012 – 2013 :
Tabel 2 Karakteristik Wisatawan yang Menjadi Korban Tindak Kriminalitas Berdasarkan Jenis Kelamin.
No |
Jenis Kelamin |
Jumlah (orang) |
1 |
L |
14 |
2 |
P |
4 |
Jumlah |
18 |
Sumber : Kantor Kepolisian Sektor Denpasar Selatan
Tabel 4
Tabel 1
Karakteristik Wisatawan yang Menjadi Korban Tindak Kriminalitas Berdasarkan Umur.
No |
Umur |
Jumlah (orang) |
Persentase (%) |
1 |
21 – 30 Th |
4 |
23,52 |
2 |
31 – 40 Th |
2 |
11,76 |
3 |
41 – 50 Th |
7 |
41,17 |
4 |
51 – 60 Th |
2 |
11,76 |
5 |
61 – 70 Th |
1 |
5,88 |
6 |
> 71 Th |
1 |
5,88 |
Jumlah |
17 |
100 % |
Sumber : Kantor Kepolisian Sektor Denpasar Selatan
Tabel 3
Karakteristik Wisatawan yang Menjadi Korban Tindak Kriminalitas Berdasarkan Agama.
No |
Agama |
Jumlah (orang) |
Persentase (%) |
1 |
Kristen |
4 |
22,22 |
2 |
Katolik |
4 |
22,22 |
3 |
Budha |
3 |
16,67 |
4 |
Atheisme |
7 |
38,89 |
Jumlah |
18 |
100% |
Sumber : Kantor Kepolisian Sektor Denpasar Selatan
Karakteristik Wisatawan yang Menjadi Korban Tindak Kriminalitas Berdasarkan Pekerjaan.
No |
Pekerjaan |
Jumlah (orang) |
Persentase (%) |
1 |
PNS |
3 |
18,75 |
2 |
Swasta |
8 |
50 |
3 |
Pensiunan |
4 |
25 |
4 |
Mahasiswa |
1 |
6,25 |
Jumlah |
16 |
100 % |
Sumber : Kantor Kepolisian Sektor Denpasar Selatan
Tabel 5 Karakteristik Wisatawan yang Menjadi Korban Tindak Kriminalitas Berdasarkan Kewarganegaraan.
No |
Kewarganegaraan |
Jumlah (orang) |
Persentase (%) |
1 |
Perancis |
2 |
11,76 |
2 |
Jerman |
1 |
5,88 |
3 |
Swiss |
1 |
5,88 |
4 |
Belanda |
2 |
11,76 |
5 |
Swedia |
1 |
5,88 |
6 |
China |
1 |
5,88 |
7 |
Korea Selatan |
1 |
5,88 |
8 |
Jepang |
2 |
11,76 |
9 |
Inggris |
2 |
11,76 |
10 |
Australia |
1 |
5,88 |
11 |
Denmark |
1 |
5,88 |
12 |
Republik Slowakia |
1 |
5,88 |
13 |
Taiwan |
1 |
5,88 |
Jumlah |
17 |
100% |
Sumber : Kantor Kepolisian Sektor Denpasar Selatan
Tabel 6 Karakteristik Wisatawan yang Menjadi Korban Tindak Kriminalitas Berdasarkan Jenis Kejahatan.
No |
Jenis Kejahatan |
Jumlah (orang) |
Persentase (%) |
1 |
Pencurian |
16 |
88,89 |
2 |
Penganiayaan |
1 |
5,56 |
3 |
Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang |
1 |
5,56 |
Jumlah |
18 |
100% |
Sumber : Kantor Kepolisian Sektor Denpasar Selatan
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh data bahwa wisatawan menjadi korban mayoritas berumur 41–50 tahun dengan persentase 41,17%. Terlihat bahwa kisaran umur tersebut
kondisi fisik korban telah memasuki lanjut usia, sehingga kepekaan dan kesiagaan korban pun berkurang. Sering kali wisatawan laki– laki lebih cenderung melakukan aktivitas diluar kediamannya dan lebih sering menjadi korban dibandingkan perempuan dengan persentase 77,78%. Kepekaan dan tingkat kesadaran laki–laki lebih rendah daripada perempuan yang menyebabkan kurang berhati-hati dalam pergaulan dan aktivitasnya. Kebanyakan wisatawan tidak menganut agama yang dikarenakan mereka mempercayai tentang ilmu pengetahuan (science) dengan persentse 38,89%. Kurangnya kesadaran akan nilai positif dari ajaran agama menyebabkan wisatawan lebih sering menggunakan logika dalam implementasi kehidupannya sehari – hari.
Wisatawan menjadi korban didominasi oleh pekerja swasta dengan persentase 50%. Saat ini banyak sekali yang memiliki minat terhadap pekerjaan sebagai pekerja swasta karena prospek yang menjanjikan dan keuntungan yang cukup besar. Pekerja swasta juga diminati karena para pekerja dapat memilih pekerjaan sesuai minat dan bakatnya. Wisatawan menjadi korban mayoritas berasal dari Perancis, Belanda, Jepang dan Inggris dengan masing-masing persentase adalah sebanyak 11,76%. Hal ini menunjukkan bahwa wisatawan yang sering berkunjung dan menyukai kawasan wisata Sanur adalah 69
Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 2 No. 2, 2014 wisatawan Eropa khususnya Prancis, Belanda, dan Inggris serta wisatawan Jepang. Faktanya wisatawan tidak begitu sadar dan waspada dalam menjaga barang bawaannya. Sehingga wisatawan yang menjadi korban berdasarkan jenis kejahatan yang dialami adalah pencurian dengan persentase 88,89%.
Keamanan dan kenyamanan merupakan kunci pokok dalam menarik kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Meski promosi dilakukan dengan gencar oleh pemerintah maupun pelaku industri pariwisata, jika keamanan belum dapat diwujudkan hasil promosi tersebut tidak akan mendapatkan hasil maksimal. Kunjungan wisatawan ke suatu negara juga tidak hanya berkaitan dengan keinginan mereka pribadi melainkan juga berkaitan dengan hubungan politis antara negara asal mereka dengan negara yang akan dikunjungi. Hubungan diplomatik antara negara dalam pariwisata sangat besar pengaruhnya karena mereka tidak ingin warga negaranya mengalami masalah di negara lain (travel advisory, travel warning). Apalagi negara tersebut diketahui sedang mengalami konflik (mis. perang, kerusuhan) atau wabah penyakit (misalnya: virus SARS) yang beresiko terhadap warga negaranya (Mahagangga, 2008).
Menurut Ida Bagus Paramartha selaku Kepala Desa Sanur Kaja, keamanan Desa Sanur sangat kondusif dan hingga saat ini belum pernah terjadi tindak kriminal di Desa Sanur Kaja. Berbeda halnya dengan keadaan di Kelurahan Sanur dan Desa Sanur Kauh. Kelurahan Sanur masih memiliki tindak kriminal, meskipun telah melakukan penjagaan terhadap keamanan dan kerjasama secara terpadu bersama Desa Sanur Kaja dan Desa Sanur Kauh. Sanur Kauh juga masih memiliki tindak kriminal, meskipun upaya pengamanan telah dilakukan, namun tidak akan berhasil apabila wisatawan dan masyarakat kurang berhati–hati dan waspada untuk menjaga dirinya sendiri.
Tindak kriminal yang terjadi di kawasan wisata Sanur sangat berpengaruh pada pencitraannya dalam menarik perhatian terhadap kunjungan wisatawan. Bukan hanya wisatawan saja yang menjadi korban, namun masyarakat lokal pun memiliki kekhawatiran terhadap tindak kriminal yang berada di kawasan tempat tinggalnya. Apalagi kawasan wisata Sanur telah memberikan pendapatan cukup besar terhadap perekonomian masyarakat lokal sebagai sektor pariwisata. Adanya tindak kriminal yang masih marak, menyebabkan masyarakat setempat sadar akan pentingnya keamanan di wilayahnya. Sehingga masyarakat turut ikut berperan dalam menjaga keamanan lingkungannya.
Selain untuk memberi rasa aman terhadap masyarakat sendiri, juga dapat mempertahankan keuntungan di bidang perekonomian yang telah mereka dapatkan dengan adanya pariwisata.
Namun, banyak yang mengira organisasi masyarakat terlibat dalam aksi premanisme. Berbeda dengan hal tersebut, Desa Sanur memiliki sebuah organisasi masyarakat yang bertujuan untuk mempertahankan budaya dan keajegan Bali dan menghindari adanya penyalahgunaan kekuasaan oleh organisasi masyarakat yang berasal diluar dari Desa Sanur. Aksi premanisme sangat identik dengan tindak kriminal. Kawasan wisata Sanur juga tidak terlepas dengan aksi premanisme. Disadari atau tidak sumber daya yang di perebutkan oleh kelompok–kelompok preman sangat dekat dengan tumbuhnya banyak tempat-tempat hiburan malam di daerah wisata. Tempat-tempat hiburan malam menjadi salah satu ladang mereka dalam mencari nafkah (Mahagangga, 2008). Seperti pernyataan yang diberikan oleh Mahagangga, hal tersebut juga terjadi di kawasan wisata Sanur. Aksi premanisme ini tumbuh di lingkungan wisma-wisma yang berada di kawasan wisata Sanur. Mereka (preman) bekerja untuk menjual dan menjadi pengawal terhadap para pekerja seks komersial di perkumpulan wismanya. Perilaku yang ingin menguntungkan diri sendiri, sikap arogan dan
perilaku menyimpang lainnya akan menimbulkan konflik sosial hingga merugikan banyak pihak. Kebanyakan permasalahan mengenai wisma tersebut berada di wilayah Desa Sanur Kauh.
Keberadaan preman tersebut secara tidak langsung mempengaruhi keamanan di kawasan wisata Sanur. Kemungkinan para pelaku tindak kriminal yang belum tertangkap oleh pihak kepolisian berasal dari para preman tersebut. Ketertarikan dari para pelaku tindak kriminal akan “sesuatu” yang dimiliki oleh wisatawan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal dari wisatawan sendiri.
Yudistira menyatakan faktor internal adalah pengaruh yang ada pada diri wisatawan, misalnya: wisatawan kurang berhati–hati saat berwisata, kurang waspadanya wisatawan. Sedangkan faktor eksternal adalah pengaruh yang ada di luar dari diri wisatawan, misalnya: keamanan lingkungan yang kurang terjamin, tidak adanya petugas keamanan dimana kegiatan dilakukan oleh wisatawan, kurang adanya kordinasi antara pengelola daerah tujuan wisata dengan petugas keamanan. Sehingga faktor – faktor tersebut akan berpengaruh pada modus operandi kejahatan yang akan di sasarkan pada korbannya.
Modus Operandi atau disingkat (MO) terhadap wisatawan dibagi menjadi 2, yaitu :
operandi umum dan operandi khusus. Operandi umum yang terjadi di kawasan wisata Sanur dan sekitarnya adalah kasus pencurian terhadap barang bawaan milik wisatawan saat sedang melakukan aktivitas wisata. Sedangkan, operandi khusus yang terjadi di kawasan wisata Sanur dan sekitarnya adalah kasus pencabulan terhadap wisatawan. Pihak kepolisian memiliki tiga tahap dalam cara penanganan tindak kriminalitas yang diantaranya adalah Preemtif, Preventif, dan Represif, serta bekerjasama terhadap pihak polisi pariwisata yang bertugas khusus menjaga kawasan pariwisata, sehingga mempercepat pelayanan apabila ada wisatawan perkelainan pidana agar dapat segera ditindaklanjuti.
Preemtif merupakan himbauan yang diberikan kepada masyarakat agar tidak melakukan tindak kriminalitas. Preemtif yaitu berupa pembinaan, penyuluhan, yang diemban oleh fungsi Bimmas (bimbingan masyarakat). Sehingga himbauan tersebut dapat menghilangkan niat – niat seseorang untuk melakukan kejahatan. Preventif merupakan tugas pencegahan agar meminimalisir terjadinya tindak kriminalitas. Preventif yaitu berupa kegiatan patroli, pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan diteksi dini terhadap gangguan kamtibmas yang diemban oleh fungsi SABHARA (Samapta Bhayangkara). Represif merupakan
penanganan kasus yang telah terjadi yang diemban oleh fungsi Reserse. Represif yaitu berupa kegiatan penyelidikan, pendidikan, dan pemberkasan hingga mengirim berkas ke kantor Kejaksaan.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diperoleh kesimpulan yaitu: Wisatawan yang menjadi korban tindak kriminal mayoritas berumur 41 – 50 tahun dengan persentase 41,17%, didominasi dengan jenis kelamin laki – laki dengan persentase 77,78%. Wisatawan yang menjadi korban tindak kriminal kebanyakan tidak menganut agama dengan persentase 38,89%.Wisatawan yang menjadi korban tindak kriminal didominasi oleh pekerja swasta dengan persentase 50%. Wisatawan yang menjadi korban tindak kriminal berasal dari Perancis, Belanda, Jepang dan Inggris dengan masing – masing persentase yaitu 11,76%. Wisatawan yang menjadi korban tindak kriminal berdasarkan jenis kejahatan yang dialami adalah pencurian dengan persentase 88,89%.
Berdasarkan data karakteristik tersebut, kawasan wisata Sanur memang rentan tindak kriminal terhadap wisatawan. Fakta ini menunjukkan bahwa segenap stakeholder di kawasan wisata Sanur harus
Jurnal Destinasi Pariwisata
Vol. 2 No. 2, 2014
memperhatikan karakteristik wisatawan yang menjadi korban sehingga tindak kriminal dapat diantisipasi sedini mungkin.
Sehingga dalam penelitian ini, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai upaya memberi masukan dalam mengatasi masalah tindak kriminal di kawasan wisata Sanur dan sekitarnya :
-
1. Bagi pihak pemerintah disini agar turut membantu dalam menjaga keamanan di kawasan wisata Sanur dan selalu berkordinasi dengan pemerintah daerah Sanur sehingga solusi dalam menghadapi tindak kriminal yang sering terjadi dapat terselesaikan.
-
2. Bagi pihak Kepolisian Sektor Denpasar Selatan, agar meningkatkan kegiatan pengamanan dan lebih berkoordinasi dengan seluruh stakeholder dalam menjaga keamanan di kawasan wisata Sanur dan sekitarnya. Selain itu, agar menghimbau wisatawan agar lebih berhati – hati dan waspada saat melakukan kegiatan wisata.
-
3. Masyarakat sebagai salah satu pelaku dalam pengembangan pariwisata di kawasan Sanur sebaiknya turut menjaga dan membantu pergerakan
petugas keamanan agar bisa meminimalkan tindak kriminal yang kemungkinan terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Undang – Undang Republik
Indonesia No. 10 Tahun 2009 Tentang
Kepariwisataan.
Kotler, Philip., dan Armstrong, Gary. 2001. Prinsip-prinsip Pemasaran. Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Kusmayadi dan Sugiarto. 2000. Metode Penelitian dalam Bidang Kepariwisataan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Leiper, N. 1995. Tourism Management.
Collingwood, Victoria: RMIT.
Mahagangga, I Gst. Ag. Oka. 2008. Premanisme dan Pariwisata. Analisis Pariwisata. Fakultas Pariwisata Universitas Udayana. Denpasar.
Moleong, J Lexi.1988. Metodologi Penelitian
Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya:
Bandung.
Muladi. 2005. HAM Dalam Persepktif Sistem
Peradilan Pidana. Bandung: Refika Aditama.
Sahetapy, J.E. 1992. Teori Kriminologi Suatu
Pengantar. Bandung: P.T. Citra Aditya Bakti.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu
Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sujana, I Made. 2011. “Bentuk Kriminalitas dan Upaya Antisipasi Tindak Kejahatan Terhadap Wisatawan di Kawasan Wisata 73
Jurnal Destinasi Pariwisata ISSN: 2338-8811
Vol. 2 No. 2, 2014
Kuta dan Sekitarnya (Suatu Pemetaan Denpasar : Program Studi D4 Pariwisata
Kriminalitas)”. Sebuah Laporan Akhir. Universitas Udayana.
74
Discussion and feedback