Jurnal Destinasi Pariwisata                                             p-issn: 2338-8811, e-issn: 2548-8937

Vol. 11 No 1, 2023

Pengelolaan Daya Tarik Wisata Alam Pantai Duta Yang Berkelanjutan Di Desa Randu Tatah, Kabupaten Probolinggo

Jamaludin a,1 , I Putu Anoma,2

a Program Studi Pariwisata Program Sarjana, Fakultas Pariwisata, Universitas Udayana, Jl. Sri ratu Mahendradatta Bukit Jimbaran, Bali 80361 Indonesia

Abstract

This study aims to examine the management of tourist attraction. This study look at tourism potential in order to determine the sustainability of Duta beach attraction in future. Moreover, this study wants to see the tourist attraction management system in order to update its management which aims to providing efficiency and effectivity in the managemen system of tourist attraction. This study uses an exploratory approach. Data collection was conducted throughout observation, interview and documentation. The analysis tecnic uses qualitative method in displaying data. The finding of this study are the tourism human capital management in Duta beach is not ready in facing tourism affairs phenomenon. There is conflict in the management of Duta beach attraction so it is needs a solution to create an efficiency and effectivity in its management.

Keyword: Tourism attractions management, natural tourism, sustainability

  • I.    PENDAHULUAN

Pariwisata dimaksudkan untuk memberikan kesejahteraan bagi masayarakat melalui upaya pelestarian  alam dan  budaya.  Keberadaan

pariwisata  merupakan  bonus  bagi suatu

destinasi pariwisata. Ketahanan sosial budaya dan alam yang menghasilkan pariwisata. Namun, pada beberapa kasus pariwisata sebagai penyelamat kelangsungan hidup sosial budaya dan alam di suatu destinasi pariwisata. Keberad aan pariwisata lebih dari sekedar sebuah industri.

Pariwisata adalah kegiatan penting bagi kehidupan bangsa karena efek langsungnya pada sektor sosial, budaya, pendidikan dan ekonomi masyarakat nasional dan hubungan internasional mereka (Higgins-Desbiolles, F. 2006). Namun, marketisasi pariwisata yang terlihat dalam wacana ''pariwisata sebagai industri'' telah membayangi kesadaran akan kapasitas transformatif pariwisata sebagai kekuatan sosial dan hasil yang dihasilkan adalah berkurangnya potensi pariwisata sebagai akibat dari visi rabun intelektual ini (Desbiolles, F. 2006).

Pembangunan pariwisata dalam elemen yang paling mikro adalah daya tarik wisata. Keberadaan daya tarik wisata sangat vital dalam meningkatkan daya saing sebuah destinasi pariwisata. Daya tarik wisata menjadi tempat produksi dan konsumsi alam dan budaya dalam level yang mikro untuk menopang sebuah destinasi pariwisata. Pada rangka pelaksanaan aktivitas kepariwisataan dan untuk menaikkan daya saing sebuah destinasi wisata yang

dilandasi nilai budaya bangsa serta kearifan lokal masyarakat yangg dilakukan secara sistematis, berulang, terpadu, berkelanjutan ( Kementrian Pariwisata RI, 2016).

Daya tarik wisata pantai Duta merupakan salah satu daya tarik wisata primadona wisatawan di Kabupaten Probalinggo. Pantai ini menawarkan daya tarik wisata alam yang sangat khas. Estetikan pantai, hutan bakau, lanskap alam lainnya memberikan nuansah yang menarik tidak hanya untuk wisatawan tetapi juga masyarakat lokal. Oleh sebab itu, daya tarik wisata ini menjadi aset besar yang dimiliki oleh masyarakat lokal.

Pengelolaan daya tarik wisata alam Pantai Duta awalnya dikelolah atas inisiatif masyarakat lokal. Namun, dalam perjalanan terdapat intervensi dari pihak lain termasuk pemerintah. Intervensi tersebut menimbulkan konflik sehingga pengelolaan Pantai Duta mengalami stagnan untuk sementara akan tetapi tetap ada kunjungan wisatawan. Kunjungan wisatawan pasca konflik mengalami penurunan yang drastis. Oleh sebab itu, diperluka terobosan-terobosan untuk menciptakan pengelolaan Pantai Duta dengan suasana yang kondusif sehingga bisa menciptakan Pantai Duta menjadi daya tarik wisata alam yang berkelanjutan.

Pengelolaan daya tarik wisata alam yang berkelanjutan sangat diperlukan untuk menjaga keberlanjutan sumber daya pariwisata. Hal ini sangat vital untuk bisa mencapai format pembangunan pariwisata berkelanjutan. World Tourism Organisations (2004) menyatakan prinsip-prinsip keberlanjutan mengacu pada

pengembangan pariwisata lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya.   Untuk memastikan

keberlanjutan dalam jangka panjang maka harus mencapai keseimbangan antara ketiga dimensi ini”. Menurut European Communication COM (2010)352    (European    Union,    2010)

keberlanjutan adalah kondisi daya saing suatu destinasi (Crouch, 2007; Middleton & Hawkins, 1998; Mihalic, 2000; Ritchie & Crouch, 2000) yang dapat didefinisikan sebagai “kemampuan suatu destinasi untuk menciptakan dan mengintegrasikan produk bernilai tambah yang membantu mempertahankan posisi dan pangsa pasar dan/atau meningkatkannya dalam jangka panjang” (D'Harteserre, 2000).

Berdasarkan    penelitian    pendahuluan

ditemukan bahwa pengelolaan Pantai Duta tidak berjalan efektif dan efisien. Hal ini dikarenakan terdapat konflik antara para pemangku kepentingan yang terkait pariwisata dan juga minimnya kapasitas sumber daya manusia pariwisata lokal. Hal ini menjadi isu yang krusial dalam pengelolaan daya tarik wisata alam Pantai Duta. Hal ini dikarenakan akan berpengaruh terhadap keberlanjutan dari daya tarik tersebut.

Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis menganggap penting untuk mengkaji tentang “Pengelolaan daya tarik wisata alam Pantai Duta yang berkelanjutan di Desa Randu Tatah, Kabupaten Probolinggo”. Tujuannya adalah meli hat komponen produk pariwisata yang ada dan pengelolaan yang sedang dilakukan. Tujuannya adalah menghasilkan solusi untuk pengelolaan kedepan yang berkelanjutan.

  • II.    KEPUSTAKAAN

  • 2.1    Konsep Daya Tarik Wisata Alam Yang Berkelanjutan

Menurut (MacCannell 1976:41; penekanan asli) daya tarik wisata sebagai hubungan empiris antara seorang wisatawan, pemandangan, dan penanda-sepotong informasi tentang suatu pemandangan. Ketertarikan memiliki tiga komponen, sedangkan konvensi menganggap hanya salah satu dari komponen tersebut (pemandangan atau fenomena lain) yang merupakan daya tarik. Keberadaan sebuah daya tarik memunyai peran yang vital untuk menarik kunjungan wisatawan. Oleh karena itu, keberlanjutan dari daya tarik wisata itu mnejadi kata kunci.

Terlepas dari ketidakjelasan konsep keberlanjutan dan tantangan yang terlibat dalam

penggunaannya dalam pariwisata (Hyer & Aall, 2004; Hunter, 1997), ada banyak bukti bahwa pariwisata menjadi kurang berkelanjutan, terutama sebagai akibat dari pertumbuhan sektor yang cepat dan keterbatasan kemajuan menuju penerapan operasi yang lebih ramah lingkungan dalam skala global (misalnya Hall, 2011a).

Dalam dimensi keberlanjutan utamanya, yang didefinisikan oleh Buckley (2012) untuk memasukkan taman (keanekaragaman hayati, konservasi), polusi (perubahan iklim), kemakmuran (pengentasan kemiskinan), perdamaian (keamanan dan keselamatan) dan populasi (stabilisasi dan pengurangan), pariwisata global adalah tidak berkelanjutan dan tidak memberikan kontribusi positif terhadap keberlanjutan. Sebagian besar perusahaan yang terkait dengan pariwisata tampaknya hanya menerapkan praktik pariwisata berkelanjutan yang meningkatkan keuntungan atau meningkatkan hubungan masyarakat (Lane, 2009; Weaver, 2009) dan, di beberapa bidang seperti penggunaan energi atau air, bahkan tindakan yang secara ekonomi tidak layak tampaknya menghasilkan tindakan pro-lingkungan (Gossling, 2010).

  • 2.2    Teori pengelolaan komponen produk pariwisata

Komponen produk pariwisata merupakan dasar dalam pengembangan pariwisata di sebuah destinasi pariwisata. Kedudukannya mempunyai peran yang vital untuk menentukan keberlanjutan dari destinasi pariwisata tersebut. menurut Cooper (1995) bahwa komponen produk pariwisata terdiri atas empat aspek yakni:  atraksi, aksessibilitas, amenitas dan

kelembagaan. Selain itu, pengelolaan sebuah destinasi      pariwisata      juga      perlu

mempertimbangkan indicator pengelolaan pariwisata berkelanjutan.

Peran indikator dalam pengelolaan pariwisata berkelanjutan telah banyak disoroti oleh para sarjana (Butler, 1999; Hezri & Dovers, 2006; Ko, 2005; Mendola & Volo, 2017; Torres-Delgado & Saarinen, 2014). Peran mereka dalam menyederhanakan,     memperjelas,     dan

mengumpulkan informasi bagi pembuat kebijakan dan dalam mentransfer ide, pemikiran, dan keinginan kelompok pemangku

kepentingan telah diakui (Kristj ansdottir et al., 2018; Torres-Delgado & Lopez Palomeque, 2014; UNWTO, 2004) Namun, dalam praktiknya, terlepas dari kehadirannya yang luas dalam literatur, mereka tidak diimplementasikan dan dievaluasi secara efisien (Asmelash & Kumar, 2019; Blancas et al., 2010; Vera & Ivars, 2003). Lebih sering daripada tidak, indikator adalah “tujuan akhir penelitian daripada titik awal untuk evaluasi dan diskusi” (Mendola & Volo, 2017, hlm. 551).

Manajemen teritorial menghadapi kesulitan besar sebagai akibat dari perbedaan antara tujuan yang ingin dicapai oleh para pemangku kepentingan yang berbeda (misalnya pengembalian ekonomi, pekerjaan, kualitas hidup, dll.), visi mereka dan budaya organisasi yang mereka anut (misalnya swasta, publik atau sipil), dan perlunya koordinasi yang erat di antara mereka (misalnya bentuk pemerintahan dan partisipasi). Hambatan ini ditambah dengan perbedaan kapasitas ekonomi, keengganan untuk berbagi kekuasaan pengambilan keputusan, dan kelambanan administratif (Vera et al., 2013).

Selain itu, kekhasan yang dibawa kegiatan wisata ke pengembangan wilayah (evolusi pariwisata itu sendiri dan interaksi daerah tuan rumah-wisatawan) memperjelas bahwa strategi manajemen inovatif perlu terus-menerus dirancang untuk mencapai tidak hanya daya saing destinasi yang lebih besar tetapi juga juga pengembangan pariwisata yang lebih berkelanjutan secara keseluruhan (Farinha et al., 2019; Lopez Palomeque et al., 2018). Pengelolaan teritorial adalah tugas yang kompleks dan untuk berhasil melaksanakannya memerlukan penggunaan instrumen pemantauan seperti indikator yang dapat memperjelas tren, dinamika, dan proses yang terjadi.

  • III. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk menganalisis kajian ini. Peneliti melakukan observasi, wawancara, dokumentasi dan juga studi pustaka. Ruang lingkup dari penelitian ini yakni komponen produk pariwisata yang terdapat di Pantai Duta dan juga pengelolaannya. Analisis data yang digunakan

dalam penellitian ini adalah deskriptif kualitatif. Informan yang terlibat dalam penelitian ini terdiri atas 3 golongan dalam konteks pariwisata.

  • IV.    HASIL & PEMBAHASAN

    • 4.1    Komponen produk pariwisata Pantai

      Duta

Keberadaan komponen produk pariwisata merupakan penentu index daya saing sebuah daya tarik wisata. Hal ini dikarenakan keberadaannya    sebagai    dasar    untuk

mengembangkan arah dari sebuah daya tarik wisata. Oleh sebab itu, fokus utama sebuah daya tarik adalah membangun fondasi yang kuat agar bisa mengembangkan daya tarik wisata tersebut dan juga bisa menentukan aspek keberlanjutan dari daya tarik tersebut. Pada konteks Pantai Duta, penyediaan komponen produk pariwisata sebagai berikut.

  • 1.    Atraksi

Pantai Duta terkenal dengan produk pariwisata alam. Hal ini dikarenakan landskap Pantai Duta memang lebih merujuk ke atraksi alam secara geografis. Lanskap alam tersbut menjadi faktor penarik yang handal terhadap wisatawan untuk berkunjung. Keotentikan atraksi alam tersbut menjadikan Pantai Duta fenomenal di mata wisatawan. Penulis dapat menampilkan atraksi alam yang terdapat di Pantai Duta sebagai berikut.

Tabel 4.1 Atraksi wisata di Pantai Duta

Atraksi aktivitas

Atraksi spasial

Swing

Lanskap pantai

Voli pantai

Hutan bakau

Penelusuran  hutan

Hutan cemara

bakau

Berenang

Sunset

snorkeling

Jembatan kayu

Sumber: Peneliti 2019

  • 2.    Aksessibilitas

Kedudukan    aksessibilitas    untuk

mempermudah wisatawan berkunjung ke suatu daya tarik wisata. Daya tarik wisata Pantai Nduta dalam pengembangannya berupaya untuk

memberikan aksessibilitas yang baik terhadap wisatawan yang ingin berkunjung. Pemangku kepentingan di daya tarik wisata tersebut mengembangkan 2 jenis aksessibilitas guna memudahkan wisatawan. Aksessibilitas tersebut terdiri atas akses fisik dan non fisik. Penulis dapat melampirkannya dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 4.2 Aksessibilitas Pantai Duta

Akses Fisik

Akses Non Fisik

Jalur

Penelusuran

Website Pantai Duta

Petunjuk Destinasi

Media Sosial (Facebook

Dan Instagram)

Papan identitas

Pantai Duta

Pemberitaan Di Media

Masa

Sumber: Peneliti 2019

  • 3.    Amenitas

Sebuah daya tarik wisata tentu wajib memiliki sarana dan prasarana wisata yang memadai. Penyediaan fasilitas fisik menjadi aspek penting untuk menentukan keberlanjutan dari daya tarik wisata tersebut. Kelengkapan aspek dasar fisik di sebuah daya tarik wisata bukan untuk menjamin kesuksesan dari pengembangan daya tarik tersebut. Penulis dapat melampirkan kelengkapan dasar fisik yang terdapat di Pantai Duta sebagai berikut.

Tabel 4.3 Amenitas di Pantai Duta

Kelengkapan dasar fisik

Jumlah

Tempat parkir kendaraan

1

Kamar mandi dan lavatory

5

musholla

2

Penyewaan perahu

40

Gazebo\balebengong

18

jasa foto

20

Sumber: Peneliti 2019

  • 4.    Ancilary

Kedudukan kelembagaan berfungsi untuk mengawasi pengembangan sebuah daya tarik wisata. Tujuannya agar pengembangan daya tarik wisata dapat berjalan efektif dan efisien. Kelembagaan berperan penting untuk memajukan daya tarik wisata. Peran kelembagaan yang maksimal akan berpengaruh signifikan terhadap perkembangan daya tarik wisata yang prospektif. Oleh sebab itu, hal ini menjadi isu yang krusial dalam setiap pengembangan daya tarik wisata. Terdapat banyak daya tarik wisata terhambat perkembangannya dikarenakan faktor kelembagaan. Kelembagaan yang mengelolah Pantai Nduta adalah masyarakat lokal Nduta. Kelompok sadar wisata ini berada dibawah naungan Badan Usaha Milik Desa. Secara konseptual, kelompok sadar wisata memiliki tupoksi untuk mengawasi kegiatan wisata di Pantai Nduta.

  • 4.2 Pengelolaan daya tarik wisata Pantai Duta

  • 1.    Perencanaan

Perencanaan dimaksudkan untuk menganalisis sebuah daya tarik wisata untuk menentukan orientasi pengembangan kedepan. Pada konteks Pantai Duta, perencanaan dilakukan oleh masyarakat lokal sebagai kesadaran reflektif akan potensi sumber daya parwisata yang dimiliki. Penulis dapat melampirkan perencanaan yang dilakukan oleh masyarakat lokal sebagai berikut.

Tabel 4.5 Perencanaan komponen produk pariwisata

Perencanaa n atraksi

Perencananaa n aksessibilitas

Perencanaa n amenitas

Atraksi outbound

Lokasi parkir

Jalur hiking

Digital     daya

tarik wisata

Homestay

Penghijauan lingkungan

Warung

Peningkatan

Ekonomi

atraksi

kreatif

bahari

Sumber: Peneliti 2019

  • 2.    Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah pembentukan hubungan otoritas yang efektif di antara pekerjaan, orang, dan tempat kerja yang dipilih agar kelompok dapat bekerja sama secara efektif dan efisien. Pengorganisasian pada konteks Pantai Duta adalah pembagian kerja dalam pengelolaan daya tarik wisata. Tujuannya adalah menciptakan sapta pesona dan juga mengelola daya tarik wisata untuk menghasilkan nilai-nilai ekonomi. Penulis dapat menampilkan pengorganisasian Pantai Duta sebagai berikut.

Tabel 4.6 Pengorganisasian Pantai Duta

Pembagian kerja Aktivitas

Sapta pesona      Penataan lingkungan,

penjagaan keamanan,

Penyediaan       Kuliner,     industry

produk ekonomi kreatif, souvenir kreatif

Pengawasan      Penyediaan     tiket

aktivitas          masuk, parkir,  dan

wisatawan        control aktivitas

Sumber: Peneliti 2019

  • 3.    Pelaksanaan

Pelaksanaan merupakan rancangan kerjasama antara pemangku kepentingan guna mencapai tujuan yang terlah ditetapkan. Pelaksanaan mempunyai fungsi sebagai penentu berjalannya sebuah formulasi kebijakan pembangunan sebuah daya tarik wisata. Pada konteks, daya tarik wisata Pantai Duta terjalin kerjasama sepintas dengan dinas pariwisata seperi cuplikan wawancara berikut.

“Bentuk-bentuk dari pergerakan sendiri, kami pihak pengelola memperoleh anjuran langsung dari dinas pariwisata untuk melbatkan

pemangku kepentingan yang terkait di daya tarik wisata Pantai Duta sendiri. (Hasil wawanca na, 11 juli 2019).”

  • 5.    Pengawasan

Esensi dari pengawasan adalah proses penentuan apa yang harus dicapai, yang sedang dilakukan, menilai pelaksanaan, dan perbaikan-perbaikan sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana. Pada konteks Pantai Duta, dapat diketahui adanya peranan dari masyarakat lokal Desa Randu Tatah. Hal ini dilakukan melalui kelompok sadar wisata. Terdapat cuplikan wawancara sebagai berikut.

”Pengawasan di daya tarik wisata Pantai Duta dilaksanakan oleh pihak penglola serta penduduk setempat mas. Jadi semua kegiatan aktifitas di pantai duta langsung lakukan evaluasi dan jika terdapat suatu masalah dalam menjalankan tugasnya maka bisa bekerja seperti sedikala kembali.” (Hasil wawancana, 11 juli 2019).

  • V.    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1    KESIMPULAN

Berdasarkan substansi diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa komponen produk pariwisata yang terdapat di Pantai Duta masih memerlukan pembenahan. Hal ini dikarenakan keberadaan fasilitas wisata dan fasilitas pendukung masih sangat minim. Hal ini bila dibiarkan maka akan berdampak negative terhadap kenyamanan wisatawan selama berada di Pantai Duta.

Pada aspek pengelolaan daya tarik wisata Pantai Duta memerlukan kerjasama antara pemangku kepentingan. Berdasarkan temuan di dalam kajian tersebut diketahui bahwa masih minim kerjasama antara pemangku kepentingan sehingga tidak heran bahwa terdapat konflik dalam pengelolaan Pantai Duta.

  • 5.2    SARAN

Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis ingin menyampaikan beberapa pokok pikiran untuk pengelolaan Pantai Duta agar berkelanjutan sebagai berikut.

  • 1.    Dinas Pariwisata harus aktif dalam melakukan    sosialisasi    tentang

pentingya   pengembangan sektor

pariwisata bagi masyarakat lokal

  • 2.    Dinas    Pariwisata harus aktif

memberikan    pelatihan    untuk

pengembangan sumber daya manusia pariwisata agar masyarakat memiliki kemampuan dalam pengelolaan daya tarik wisata.

  • 3.    Kelompok sadar wisata harus menjalin kerjasama dengan pihak-pihak yang terkait demi keberlanjutan dari Pantai Duta.

DAFTAR PUSTAKA

Asmelash, A.G., & Kumar, S. (2019). Menilai kemajuan keberlanjutan pariwisata:   Mengembangkan dan

memvalidasi indikator keberlanjutan. Manajemen Pariwisata,                 71,                 67–83

https://doi.org/10.1016/j.tourman.2018.09.020.

Blancas, F. J., Gonz´alez, M., Lozano-Oyola, M., & P´erez, F. (2010). Penilaian pariwisata berkelanjutan: Aplikasi untuk tujuan pesisir Spanyol. Indikator Ekologis, 10(2), 484–492. https://doi.org/10.1016/j.ecolind.2009.08.001.

Buckley, R. (2012). Pariwisata berkelanjutan: Penelitian dan kenyataan. Annals of Tourism Research, 39(2), 528–546.

Butler, R. W. (1999). Pariwisata berkelanjutan: Tinjauan mutakhir. Geografi Pariwisata, 1(1),    7–25.

https://doi.org/ 10.1080/14616689908721291.

Coccossis, H.,  & Nijkamp, P. (1995). Pembangunan

pariwisata berkelanjutan. Michigan: Avebury. Crouch, G.I. (2007). Pemodelan daya saing destinasi: Survei dan analisis dampak daya saing. Queensland:  Pusat

Penelitian Koperasi untuk Pariwisata Berkelanjutan.

D'Harteserre, A. (2000). Pelajaran daya saing destinasi manajerial dalam kasus Foxwoods Casiro Resort. Manajemen Pariwisata, 21(1), 20–38.

Uni Eropa (2010). Komunikasi dari Komisi kepada Parlemen Eropa, Dewan, Komite Ekonomi dan Sosial Eropa dan Komite Kawasan Eropa. dunia no. 1 tujuan wisata — Kerangka politik baru untuk pariwisata di EuropeCOM (2010)352. Brussel: Komisi Eropa.

Uni Eropa (2013). Sistem indikator pariwisata Eropa-Perangkat untuk destinasi berkelanjutan. Brussel: Komisi Eropa.

Farinha, F., Oliveira, M., Silva, E., Lanca, R., Pinheiro, M., & Miguel, C. (2019). Proses pemilihan indikator berkelanjutan untuk wilayah Algarve-proyek pengamatan.     Keberlanjutan,     11(2),     444.

https://doi.org/10.3390/su11020444.

Go¨ssling, S. (2010). Manajemen karbon dalam pariwisata. London: Routledge.

Hall, & D. Weaver (Eds.), Masa depan pariwisata berkelanjutan (hlm. 19–32). New York: Routledge.

Hall, C.M. (2011a). Pembelajaran kebijakan dan kegagalan kebijakan dalam tata kelola pariwisata berkelanjutan: Dari perubahan urutan pertama dan kedua hingga ketiga? Jurnal Pariwisata Berkelanjutan, 19(3&4), 649– 671.

Hall, CM, & Lew, A. (1998). Dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan: Perspektif geografis. London: Addison-Wesley Longman.

Hezri, A. A., & Dovers, S. R. (2006). Indikator, kebijakan, dan tata kelola keberlanjutan: Masalah ekonomi ekologis.

Ekonomi       Ekologis,       60(1),       86–99.

https://doi.org/10.1016/j.ecolecon.2005.11.019.

Hoyer, K.G., & Aall, C. (2004). Mobilitas berkelanjutan dan pariwisata berkelanjutan. Di C.M. Hall & J. Highham (Eds.), Pariwisata, rekreasi dan perubahan iklim: Perspektif internasional (hlm. 209–222). London: Routledge.

Hunter, C. (1997). Pariwisata berkelanjutan sebagai paradigma adaptif. Annals of Tourism Research, 24(4), 850–867.

Ko, T.G. (2005). Pengembangan prosedur penilaian keberlanjutan pariwisata:  Pendekatan konseptual.

Manajemen      Pariwisata,      26(3),      431–

445.https://doi.org/10.1016/j.tourman.2003.12.003.

Kristj´ansdo´ttir, K. R., O´lafsdo´ttir, R., & Ragnarsdo´ttir, K. V. (2018). Meninjau indikator keberlanjutan terpadu untuk pariwisata. Jurnal Pariwisata Berkelanjutan, 26 (4),                                        583–599.

https://doi.org/10.1080/09669582.2017.1364741

Lane, B. (2009). Tiga puluh tahun pariwisata berkelanjutan. Dalam S. Go¨ssling, C.M

MacC annell, Dean 1976 The Tourist: Sebuah Teori Baru dari Kelas Kenyamanan . New York: Schoken Books.

Mendola, D., & Volo, S. (2017). Membangun indikator

komposit dalam studi pariwisata: Pengukuran dan

aplikasi dalam  daya saing  destinasi  pariwisata.

Manajemen      Pariwisata,      59,      541-553.

https://doi.org/10.1016/j.tourman.2016. 08.011.

Middleton, V.,  &  Hawkins, R.  (1998).  Pariwisata

berkelanjutan. Oxford: Butterworth- Heinemann Miller.

Mihalic, T. (2000). Pengelolaan lingkungan destinasi wisata: Faktor daya saing pariwisata. Manajemen

Pariwisata, 21(1), 150–165.

UNWTO (2004). Indikator pembangunan berkelanjutan untuk destinasi pariwisata. Madrid:  Organisasi

Pariwisata Dunia.

Vera, J. F., & Ivars, J. (2003). Mengukur keberlanjutan di tujuan wisata massal: Tekanan, persepsi, dan respons kebijakan di Torrevieja, Spanyol. Jurnal Pariwisata Berkelanjutan, 1(2-3), 181–203.

185