Jurnal Destinasi Pariwisata                                             p-issn: 2338-8811, e-issn: 2548-8937

Vol. 10 No 1, 2022

Peran Local Champion Dalam Pengembangan Pariwisata Berbasis Komunitas Di

Balkondes Tuksongo, Wringinputih, dan Giritengah

Ardian Indro Yuwonoa,1 dan Herni Putriantia,2

1[email protected], 2 [email protected]

aDepartemen Ilmu Komunikasi, Fisipol Universitas Gadjah Mada Jl. Sosio Yustisia, Bulaksumur, Yogyakarta, Indonesia

Abstract

Community leaders or local champion have important role for develop tourist villages and community empowerment processing. Balai Ekonomi Desa (Balkondes) program is a community-based tourism development program which implemented at villages around Borobudur. This article explains the role of government, stakeholders, and the role of local champions in mediating, facilitating and mobilizing the community. This study used qualitative research methods through in-depth interviews using snowball techniques. The themes emerged from this research, the role of PT.TWC is to initiate the program and connect to BUMN as a partners to each village. The selection or presence of local champions is determined through an informal process. In each village represented by one supervisor becomes a local champion who plays an important role.

Keyword: local champion; balkondes; pariwisata berbasis komunitas

  • I.    PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara berkembang berbentuk kepulauan terbesar di dunia dengan keindahan alam, warisan adat istiadat serta kebudayaan yang melimpah. Berbagai potensi tersebut apabila dikelola dengan tepat dapat mendorong meningkatnya daya saing pariwisata Indonesia secara global. Candi Borobudur, Candi Prambanan dan Candi Boko merupakan tiga destinasi wisata candi yang menjadi andalan dari ribuan candi yang ada di Indonesia.

Kementerian Pariwisata bersama dengan Kementerian BUMN, dan Kementerian Desa menetapkan 10 Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP) guna mendorong percepatan peningkatan jumlah Wisatawan Mancanegara. Kawasan di sekitar Borobudur ditetapkan sebagai salah satu DPP dari 10 DPP oleh Kementerian Pariwisata sebagai destinasi pariwisata yang mendapatkan perhatian khusus. Area DPP Borobudur ditetapkan meliputi wilayah JOGLOSEMAR (Jogja-Solo-Semarang)

Untuk pengembangan di daerah JOGLOSEMAR, PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & Ratu Boko (PT. TWC) ditunjuk untuk menjalankan rencana pengembangan tersebut. Pada tahun 2017 PT. TWC berinisiasi bersinergi dengan perusahaan-

perusahaan BUMN di Indonesia mengembangkan pariwisata kawasan Borobudur melalui program Balai Ekonomi Desa (Balkondes).

Menteri Badan Usaha Milik Negara menyebut Balkondes sebagai bentuk program Interconnecting Tourism System yang berbasis komunitas (Kumparan, 2018). Balai ini merupakan program sosial dari BUMN untuk membantu meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa yang tinggal di sekitar Candi Borobudur, di Magelang, Jawa Tengah, serta program pemberdayaan dan pengembangan SDM yang berbasis destinasi desa wisata. Dalam konteks lokal (desa) upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengurangi kemiskinan, pengembangan pariwisata pedesaan tidak bisa dilepaskan dari pembangunan ekonomi lokal (Houghton, 2015). Program Balkondes merupakan salah satu jalan keluar dalam menjawab permasalahan ini di daerah Borobudur.

Pengembangan Balkondes di Kawasan Borobudur menggunakan model pariwisata berbasis komunitas. Aktivitas ini menyokong kesejahteraan masyarakat dengan memberikan mata pencaharian kepada anggotanya serta dilakukan dengan upaya melestarikan alam, tradisi dan peninggalan budaya (Towards, 2010). Godwin & Santilli (2009) menambahkan bahwa sebagian besar perusahaan pariwisata

berbasis masyarakat didasarkan pada pengembangan pondok-pondok atau homestay yang dimiliki dan dikelola masyarakat. Artinya, masyarakat lokal adalah pembuat keputusan dan memiliki kekuatan untuk mengelola produk mereka sendiri untuk mendapat manfaat pengunjung sekarang dan masa depan.

Pariwisata berbasis komunitas berarti memberikan pemberdayaan yang lebih demokratis, yang memberikan kesempatan atau akses kepada masyarakat setempat dalam mengelola dan mengembangkan pariwisata serta menikmati hasilnya secara lebih adil dan merata. Pariwisata berbasis komunitas juga memiliki tujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat lokal atau sebagai upaya untuk mengelola sumber daya setempat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal (Sabelle, 2010).

Berdasarkan pada ASEAN community based standard syarat-syarat dari pariwisata berbasis komunitas adalah memberdayakan dan melibatkan masyarakat untuk memastikan kepemilikan dan transparansi dalam pengelolaan, membangun kemitraan dengan pemangku kepentingan, dapatkan posisi yang valid dengan otoritas terkait, meningkatkan martabat manusia dan kesejahteraan sosial, mekanisme pembagian manfaat yang adil dan transparan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional, menghormati warisan budaya lokal, berpartisipasi aktif dalam konservasi sumber daya alam, meningkatkan kualitas pengalaman wisatawan dengan meningkatkan kualitas interaksi dan bertujuan untuk membentuk kemandirian masyarakat. Pariwisata berbasis komunitas yang diterapkan di Kawasan Borobudur akan disesuaikan dengan karakteristik wilayah di sekitar Borobudur dengan mengedepankan partisipasi masyarakat yang masih sangat kuat. Dari partispasi ini diharapkan akan melahirkan kemampuan untuk mengelola desa wisatanya sendiri dengan indikasi adanya redistribusi kekuasaan dalam pengelolaan Balkondes. Proses ini didukung dengan kolaborasi dengan pihak swasta dan didukung oleh modal sosial yang dimiliki masyarakat.

Dengan berbasis pada Community Based Tourism (CBT), aktor-aktor lokal pada masing-masing desa memiliki peran penting dalam pengembangan sebuah Balkondes. Bentuk salah satu aktor tersebut adalah supervisor Balkondes, yang memimpin, mengelola dan

mempromosikan masing-masing Balkondes. Tugas dan peran dari setiap supervisor pada masing-masing Balkondes beragam, bergantung pada kondisi masing-masing desa. Secara langsung, peran dari local champion mempengaruhi perkembangan dari sebuah Balkondes.

Secara garis besar, keterlibatan masyarakat sebagai faktor kunci keberhasilan penerapan pariwisata berbasis komunitas. Hal ini biasanya diteliti berdasarkan tangga partisipasi warga proses kolaborasi pengelolaan pariwisata (Okazaki, 2008). Namun pengembangan pariwisata berbasis komunitas tidak akan berhasil tanpa adanya pendampingan. Proses pendampingan ini bisa dilakukan oleh seorang yang ditunjuk sebagai tokoh daerah lokal, dalam kasus pengembangan Balkondes merupakan warga desa. Pendamping ini bisa disebut juga sebagai local champion.

Unsur yang mendorong masyarakat beragam. Salah satu yang memiliki peran penting adalah local champion. Okazaki (2008) menyatakan bahwa local champion ini sangat penting, dan dapat ditemui dalam partisipasi masyarakat dalam kegiatan pariwisata. Xu, dkk., (2017) menjelaskan bahwa local champion adalah mereka yang dapat memengaruhi kebijakan, pendapat, atau tindakan dalam suatu masyarakat karena peran dan posisi mereka dalam masyarakat. Dengan demikian, para pemimpin ini memainkan peran penting dalam pengembangan wisata masyarakat, karena mereka membangun kolaborasi masyarakat membangun, mengembangkan kemitraan dengan fasilitator, dan mempertahankan kontrol lokal untuk pengembangan pariwisata. Secara singkat, local leader ini dapat dikatakan mampu menjalankan 3 peran utamanya, yaitu sebagai fasilitator, mediator, dan mobilisator.

Selain pendapat Okazaki, Abas (2019) dalam tulisannya menyatakan bahwa local champion terbukti sebagai salah satu faktor pendorong yang mempengaruhi kinerja pariwisata berbasis komunitas dan pengembangan masyarakat di destinasi wisata pedesaan hal tersebut diperoleh dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mohamad, Hamzah & Khalifah pada tahun 2013 .

Pada proses awal pembentukan partisipasi masyarakat lokal dalam proyek pariwista, sebagian besar masalah umum dan masalah yang dihadapi adalah kurangnya

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 10 No 1, 2022

sumber daya pariwisata dan modal yang terbatas untuk mengawali. Disinilah kemampuan local champion diperlukan yakni menjadi fasilitator untuk memperkuat pariwisata berbasis komunitas. Adapun sepuluh indikator yang mewakili kualitas local champion menurut Hamzah dan Khalifah (2013) antara lain dapat dipercaya, tekun, mementingkan kepentingan bersama, sabar, komunikator yang baik, disiplik, inovatif, visioner, proaktif, berani dan logis. Semua kualitas local champion telah menyajikan prinsip dan kemampuan yang mengarah pada keberhasilan kinerja pariwisata berbasis komunitas.

Makalah ini bertujuan untuk memahami peran pemimpin lokal (local champion) dalam proses pengembangan desa wisata yang dilakukan di desa Tuksongo, Wringinputih, dan Giritengah. Setiap desa ini menawarkan beragam jenis wisata diantaranya, wisata olahraga, wisata pendidikan dan wisata alam (misalnya konvoi mobil volkswagen berkeliling borobudur dan melihat pemandangan alam). Wisata tiap desa ini sedikit banyak berbeda sehingga beberapa diantaranya cukup khas dan tidak bisa ditemukan di desa lainnya. Ketiga desa ini telah menarik berbagai wisatawan, baik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran desa wisata ini memberikan peluang bagi masyarakat desa, untuk turut aktif berpartisipasi, baik secara langsung maupun tidak langsung dan mendapat keuntungan.

  • II.    METODE PENELITIAN

Tulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif menggunakan metode studi kasus yang bersifat deskriptif dan eksplanatorif. Penelitian Eksploratif merupakan studi dengan melakukan penelusuran, terutama dalam pemantapan konsep yang akan digunakan dalam ruang lingkup yang penelitian yang lebih luas dengan jangakauan konseptual yang lebih besar (Yusuf, 2017). Dalam melakukan eksplorasi, konsep yang matang menjadi goal dalam penelitian dan jangakauan konseptual yang lebih luas. Penelitian eksploratif merupakan penelitian awal yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai suatu topik penelitian yang akan diteliti lebih jauh (Morissan, 2017). Tujuan dari

penelitian eksploratif disampaikan secara lebih detail oleh Yusuf (2014) bahwa tujuan umum dari penelitan yang bersifat eksplorasi yakni guna mendapatkan ide-ide mengenai permasalahan pokok secara lebih terperinci maupun untuk mengembangkan hipotesis yang ada.

Pendekatan ini didasarkan pada objek yang diteliti yaitu masyarakat desa sebagai pelaku pengembangan desa wisata di Tuksongo, Wringinputih, dan Giritengah. Data akan didapatkan melalui proses wawancara mendalam kepada narasumber untuk mengetahui peran masyarakat dalam proses pengelolaan desa wisata. Hal ini bertujuan untuk memahami peran masing-masing stakeholder dan tokoh masyarakat yang berperan. Tulisan ini merupakan sebuah hasil penelitian yang bersifat deskriptif dan eksplanatoris. Tulisan ini mengekspolrasi aktor-faktor yang menjadi bagian dari perstiwa yang terjadi dan menggambarkannya.

Studi kasus adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran detail mengenai latar belakang dan sifat suatu peristiwa. Pokok pertanyaan yang diajukan oleh saya adalah dalam bentuk “bagaimana” yang tentunya akan mengarah kepada penggunaan strategi studi kasus. Selanjutnya K. Yin menjelaskan bahwa: “Pertanyaan ‘bagaimana’ akan diarahkan kepada serangkaian peristiwa kontem-porer, dimana hanya memiliki sedikit peluang yang kecil sekali atau bahkan tidak memiliki peluang sama sekali untuk melakukan kontrol terhadap peristiwa tersebut”. (Robert K. Yin, 2004)

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan pihak dari masyarakat desa sebagai pelaku usaha dan pengelolaan desa wisata serta turut melakukan observasi terhadap obyek wisata. Data sekunder diperoleh dari kajian literatur dan telaah dokumen.

Penelitian ini dilakukan pada balkondes di area Taman Wisata Borobudur dengan batasan pada balkondes yang memeroleh predikat terbaik dan yang masih aktif di tingkat kawasan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Penelitian ini juga dibatasi pada supervisor yang terlibat dalam usaha wisata, baik usaha homestay maupun desa wisata yang ada pada kecamatan tersebut.

  • III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Peran local champion: Balkondes Tuksongo

Tujuan pengembangan pariwisata di Balkondes Tuksongo menjadikan masyarakat sebagai subjek atau pelaku. Hal ini merupakan misi yang dikembangkan antara sinergi PT. TWC dan PT. CBT. Dalam pengembangan pariwisata yang berbasis komunitas yang terpenting adalah memaksimalkan potensi peran masyarakat dalam berbagai aspek kegiatan. Hal ini nampak pada pemilihan Andi Ahmad (Andi) sebagai pengelola Balkondes Tuksongo yang merupakan warga Tuksongo. Dalam prakteknya Andi memilih dan menetapkan karyawannya dari kalangan masyarakat Tuksongo. Setiap anggota pengelola Balkondes Tuksongo merupakan masyarakat desa Tuksongo.

Andi mengungkapkan bahwa dalam me-ngembangkankan desa Tuksongo pemerintah desa ikut berperan dalam menentukan tokoh perwakilan dari desa untuk menjadi pengelola Balkondes. Semua kegiatan perekonomian dari Balkondes Tuksongo ini dilaporkan dan harus disetujui oleh BUMDes. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Permendes) Nomor 4 Tahun 2015 tentang Badan Usaha Milik Desa (BUMDes),

Pada prakteknya pengelolaan dana yang diperoleh dari wisata lokal melalui Balkondes sepenuhnya dikelola oleh jajaran pengurus di desa Tuksongo. Dana yang didapat ini biasanya akan digunakan menggaji karyawan, digunakan sebagai dana pengembangan desa dan untuk pengembangan atau perawatan sarana dan prasarana Balkondes Tuksongo. Sehingga dapat dikatakan dana ini dikelola secara mandiri oleh Balkondes Tuksongo. Namun, neraca setiap bulannya dilaporkan kepada tiga institusi, yaitu PT. CBT, BUMDes, dan BUMN pendamping Tuksongo, Telkomsel.

Di Balkondes Tuksongo, local champion Andi memiliki peran penting dalam pengelolaan. Andi sebagai ketua pengelola Balkondes Tuksongo menjalankan peran dalam mengatur pekerjaan harian setiap anggota, promosi, mengikuti pelatihan, mengelola keuangan, dan menentukan berbagai kebijakan strategis lainnya (misalnya, menentukan pegawai untuk di rekrut, menentukan rencana pembangunan atau membentuk kerjasama dengan karang taruna desa Tuksongo). Melihat

hal ini, peran Andi sangat vital. Pemimpin yang efektif selalu terkait dengan partisipasi dan dukungan masyarakat setempat untuk mempromosikan pengembangan pariwisata (Moeurn et al, 2008). Merujuk pada pernyataan Haven‐Tang dan Jones (2012) dan Xu, dkk. (2017) yang membagi peran local champion 3 yaitu fasilitator, mediator dan mobilisator. Sebagai seorang mediator, nomor Andi berperan sebagai contact person di dalam setiap kegiatan dan promosi yang dilakukan oleh Balkondes Tuksongo.

Dalam melakukan relasi eksternal Balkondes Tuksongo, Andi merupakan tokoh yang selalu aktif dalam setiap acara yang terkait dengan pengelolaan Balkondes. Andi selalu menjadi figur sentral dalam forum tersebut karena dinilai sukses dalam mengembangkan Balkondes Tuksongo. Hal ini menunjukkan bahwa Andi yang menjadi figur atau tokoh yang menjadi “wajah” dari Balkondes Tuksongo. Andi juga menjadi tokoh yang selalu diikutkan dalam rapat, baik antara dengan PT. TWC maupun Balkondes lainnya. Andi mengatakan bahwa Balkondes yang dikelola menjadi contoh bagi Balkondes lainnya, sehingga Andi kerap diminta untuk menjadi pembicara terkait pengembangan Balkondes, bagi para pengelola Balkondes lainnya.

Selain diperlukan relasi dengan pihak stakeholder, Andi sadar betul pentingnya promosi digital melalui media sosial mutakhir. Andi mengelola beragam akun media sosial digital dari Balkondes Tuksongo. Melalui akun instagram itu, Andi merencanakan setiap unggahan di dalam akun media sosial digital tersebut sebagai bagian dari strategi promosi.

Sebagai mobilisator, Andi mengadakan program kerjasama dengan karang taruna melalui undangan untuk melakukan kegiatan olahraga rutin di Balkondes. Andi berharap elemen karang taruna ini nantinya dapat membantu untuk mempromosikan Balkondes Tuksongo dan berharap anak muda Desa Tuksongo dapat merasa memiliki serta menjadi bagian dari Balkondes Tuksongo yang sekaligus membantu pengembangan ekonomi desa Tuksongo. Selain karang taruna dan anak muda, Andi juga melakukan upaya lainnya seperti secara rutin mengajak warga desa untuk mengadakan kegiatan bulanan di Balkondes misalnya pertemuan warga dan kegiatan peringatan hari penting nasional.

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 10 No 1, 2022

Sebagai fasilitator, Andi beberapa kali mengikuti studi banding dengan menjadi perwakilan untuk mengikuti pelatihan baik yang diadakan dari PT. TWC atau PT. CBT. Hasil studi banding ini kemudian nantinya akan disampaikan kepada masyarakat desa, rekan-rekannya di Balkondes Tuksongo dan juga disampaikan ke forum besar bersama Balkondes lainnya. Andi menjadi fasilitator dalam proses edukasi pengembangan pariwisata berbasis komunitas di lingkungannya.

Hal ini didukung penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa local champion dapat memberikan pemasaran jangka panjang melalui program, dan mengingatkan orang tentang keberadaan dan nilai. Mereka juga dapat berfungsi sebagai pakar dan sumber daya lokal, mempromosikan program baik secara formal (misalnya presentasi pada rapat staf) atau non formal (misalnya percakapan individu tentang manfaat program). Selain itu, local champion dapat berfungsi sebagai saluran informasi antara proses implementasi lokal dan manajer regional dan pusat medis, serta fasilitator implementasi eksternal (Kirchner et all, 2010). Sebagai pengelola Andi memberi kesempatan bagi warga desa untuk menggunakan berbagai fasilitas Balkondes baik lapangan ataupun restorannya. Sehingga setiap sore tidak jarang anak-anak warga desa bermain di lapangan Balkondes Tuksongo. Hal ini dilakukan Andi dengan maksud dan tujuannya untuk menunjukkan bahwa Balkondes Tuksongo ini juga dimiliki secara kolektif oleh masyarakat desa Tuksongo, bukan hanya segelintir orang pengurus dan BUMDes.

Upaya yang dilakukan lainnya, saat ini Andi sedang mengusahakan pembangunan perpustakaan di Balkondes Tuksongo. Pembangunan perpustakaan ini bukan secara khusus ditujukan untuk kepentingan pariwisata, namun sebagai usaha Andi dalam memberikan akses pendidikan dan meningkatkan SDM warga desa Tuksongo. Hal ini menunjukkan bahwa sebagai penggerak Balkondes Tuksongo sekaligus masyarakat desa Tuksongo, Andi memiliki kepedulian untuk memajukan pendidikan di desa Tuksongo serta ingin menunjukkan kesuksesan Balkondes Tuksongo. Dengan begitu Andi berharap bahwa Balkondes Tuksongo ini selalu mendapat dukungan dari masyarakat sekitar yang juga

nantinya dapat menumbuhkan kesadaran pentingnya pariwisata bagi desa. Dari penjelasan di atas peran Andi sebagai local champion dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Peran Andi sebagai local champion di Balkondes Tuksongo

Peran local champion: Balkondes Giritengah

Balkondes Giritengah memiliki local champion dan supervisor bernama Rahman. Rahman menyatakan bahwa dalam pengelolaan Balkondes Giritengah pada dasarnya sama seperti Balkondes lainnya, yaitu dibutuhkan sebuah manajemen yang baik. Saat ini Rahman dibantu oleh beberapa rekan yang memiliki posisi dan tugas masing-masing antara lain sebagai supervisor yang bertanggung jawab atas operasional Balkondes, sekretaris yang merangkap juga sebagai marketing, keuangan, operasional, penjaga malam dan tukang kebun. Selama mengelola Balkondes, Rahman menuturkan animo tamu lokal yang datang cukup banyak. Untuk memaksimalkan dan menangkap pasar manca-negara Rahman bekerjasama dengan Via-Via Café yang terletak di Prawirotaman kota Yogyakarta salah satu pusat wisatawan mancanegara.

Selain strategi tersebut yang digunakan dalam pengelolaan sehingga pemasukan terus berjalan, Balkondes Giritengah pun memanfaatkan potensi yang ada di dalam 6 dusun di area Giritengah melalui beberapa program misalnya adanya paket ke puncak Suroloyo, membuat batik dan panen madu, dan juga paket Progo Rafting yang akan bekerjasama dengan komunitas VW yang ada. Di sisi lain Rahman mengatakan bahwa pemesanan kamar dapat dilakukan melalui

berbagai aplikasi e-commerce seperti Pegi-Pegi dan Traveloka, hal ini memperluas promosi homestay yang dimiliki Balkondes Giritengah. Keberadaan Balkondes Giritengah merupakan perwujudan dari CSR PT. Jasa Raharja, namun dalam pengelolaannya Balkondes ini sudah melakukannya secara mandiri artinya cashflow atau aliran keuangan yang ada dikelola langsung oleh manajemen.

Rahman menyampaikan bahwa di Balkondes Giritengah modal dagangan seperti bahan baku restoran atau produk yang dijual merupakan modal pribadi atau patungan dan bahkan ada yang juga pinjaman dari salah satu investor lokal. Senada dengan pengadaan modal yang dilakukan secara mandiri maka manajemen Balkondes Giritengah tidak ada kewajiban untuk membuat laporan keuangan yang diserahkan kepada BUMDes. Namun demikian, Rahman tetap membuat laporan keuangan bulanan untuk internal dan PT. CBT selaku koordinator program Balkondes. Isi dari laporan tersebut seperti pemasukan yang didapat-kan dari penjualan homestay, paket wisata, penjualan produk dan jasa sedangkan pengeluaran yakni gaji karyawan, operasional dan modal.

Sebagai local champion, Rahman memiliki posisi penting dalam hampir di semua lini pengembangan Balkondes Giritengah mulai sebagai inspirator hingga eksekutor dalam beragam aktivitas. Sebagai supervisor atau yang bertanggung jawab pada pengelolaan Balkondes, Rahman berperan baik secara manajemen sampai teknis. Dari sisi manajemen Rahman berperan untuk menentukan strategi apa yang akan digunakan untuk mempromosikan Balkondes Giritengah. Hal ini meliputi pengelolaan sumber daya manusia yang ada termasuk di dalamnya. Sementara secara teknis Rahman terjun secara langsung dalam memberikan pelayanan pada tamu. Meskipun Balkondes Girtengah sudah melakukan pengelolaan secara mandiri oleh manajemen yang ada, nyatanya Rahman tidak memiliki akses manajemen sepenuh-nya, misalnya saja dalam kasus rekrutmen karyawan. Rekrutmen diseleksi oleh PT. CBT dan persetujuan PT. TWC atas pengajuan dari masyarakat sendiri. Secara prosedur dapat dikata-kan cukup memakan proses yang agak lama.

Merujuk pada pernyataan Haven‐Tang dan Jones (2012) dan Xu, dkk. (2017) yang

membagi peran local champion 3 yaitu fasilitator, mediator dan mobilisator. Sebagai mediator, Rahman memiliki posisi yang berada di tengah-tengah antara PT. CBT dengan Balkondes Giritengah serta Balkondes Giritengah dengan masyarakat. Rahman menjadi tokoh sentral yang memegang kunci alur informasi antara Balkondes Giritengah dengan masyarakat desa dan PT. CBT. Guna mempermudah dalam melakukan penyebaran informasi Rahman turut memanfaatkan media baru yang bersifat official seperti penggunaan Instagram atau Facebook. Media sosial digital ini dipegang secara langsung oleh Rahman bersama salah satu tim dengan harapan dapat memberikan respon cepat secara langsung dan mengetahui apa yang dibutuhkan.

Menurut Rahman masyarakat Giritengah belum begitu percaya dengan keberadaan Balkondes dapat membantu meningkatkan perekonomian desanya. Rahman selalu mencari cara untuk dapat melibatkan masyarakat desa dalam membangun Balkondes sebagai sarana untuk meningkatkan perekonomian lokal. Salah satu strategi yang dilaku-kan Rahman adalah membuka akses Balkondes untuk lokasi swafoto anak-anak muda dari berbagai tempat khususnya daerah Candi Borobudur. Menurut Rahman, swafoto anak-anak muda ini merupakan media promosi yang efektif untuk menyebarkan lokasi dan informasi mengenai Balkondes Giritengah karena foto-foto ini akan viral dengan sendirinya.

Salah satu strategi lain Rahman adalah menjadikan Balkondes sebagai tempat untuk perkumpulan seperti posyandu atau acara-acara desa lainnya yang melibatkan banyak masyarakat desa. Menurut Rahman, hal ini akan memunculkan rasa memiliki dan masyarakat semakin tahu keberadaan Balkondes tersebut. Hal ini akan secara otomatis menggerakan aktivitas masyarakat sehingga muncul kepedulian agar dapat turut serta memanfaatkan Balkondes sebagai tempat untuk meningkatkan perekonomian baik secara umum (desa) maupun khusus (individu). Dengan penjelasan diatas, peran dari Rahman sebagai local champion digambarkan dalam bagan berikut:

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 10 No 1, 2022

Gambar 2. Peran Rahman sebagai local champion di Balkondes Giritengah

Peran    local   champion:    Balkondes

Wringinputih

Tidak jauh berbeda dengan Balkondes lainnya, untuk megembangkan Balkondes Wringinputih, tentunya diperlukan sebuah manajemen dalam pengelolaannya. Saat ini Balkondes Wringinputih digerakkan oleh Najib selaku local champion beserta timnya. Dalam proses penentuan supervisor dilakukan melalui pengajuan secara pribadi dari masyarakat yang termasuk dalam satu dusun Wringinputih yang kemudian diajukan kepada pengurus desa dan diketahui oleh PT. CBT dan PT. TWC yang mana dua instansi tersebut merupakan fasiliator sekaligus pengawas dari Balkondes.

Najib menyampaikan bahwa seluruh pengurus Balkondes merupakan masyarakat desa sehingga hal ini sejalan dengan konsep pariwisata Community Based Tourism (CBT). Namun serupa dengan program Balkondes pada umumnya, kehadiran Balkondes Wringinputih tidak terlalu diperhatikan oleh masyarakat desa setempat. Balkondes Wringinputih tidak dianggap masyarakat desa. Walaupun Najib dari desa setempat dirinya juga merasa belum begitu mengetahui seluk beluk dan strategi pengelolaan Balkondes. Najib merasa bahwa dirinya tergerak untuk mau mengurus Balkondes karena merasa sayang dan malu jika Balkondes desanya gulung tikar. Balkondes Wringinputih terletak di daerah yang cukup “terpencil” di ujung kecamatan sehingga jarang dilewati kendaraaan pada umumnya. Dengan segala keterbatasan tersebut Najib masih menjalankan operasional harian Balkondes Wringinputih.

Merujuk pada pernyataan Haven‐Tang dan Jones (2012) dan Xu, dkk. (2017) yang

membagi peran local champion 3 yaitu fasilitator, mediator dan mobilisator. Dalam proses pengelolaan dari kategori ini, Najib merupakan local champion. Sebagai mediator Najib merupakan kontak utama di Balkondes Wringinputih yang melakukan relasi dan komunikasi kepada Balkondes desa lain dan dengan para investor serta stakeholder eksternal lainnya.

Najib berperan aktif dalam mendatangkan berbagai komunitas dari luar daerah untuk mengadakan aktivitas atau gathering di lapangan utama desa Wringinputih. Menurut Najib ke-unggulan Balkondes Wringinputih yang bisa dikembangkan adalah aktivitas outdoor seperti family gathering dan outbond kantor atau komunitas. Najib berperan aktif dalam melakukan promosi dan menawarkan beragam kegiatan outdoor.

Sama halnya dengan Balkondes lainnya yang memiliki Instagram sebagai salah satu media promosi dan informasi, Balkondes Wringinputih juga menjadikan instagram sebagai salah satu perangkat promosi. Dalam menggunakan dan mengelola media sosial digital, Najib menyayangkan karena tidak adanya serah terima dari pengurus yang dulu kepada yang sekarang sehingga Najib dan tim melakukan pembuatan akun dari awal kembali.

Walau memiliki berbagai ide untuk memajukan promosi, Najib mengakui bahwa tidak ada strategi khusus dalam merencanakan setiap promosi yang ditaruh dalam media sosial. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan dukungan dalam operasional khususnya karena dana operasional dari pemerintah desa belum sepenuhnya diterima Balkondes Wringinputih. Karena beragam masalah administrasi yang terjadi pada pemerintah Desa Wringinputih, maka kehadiran Balkondes Wringinputih seakan berjalan secara auto-pilot. Hal ini meliputi ketiadaan pelaporan investasi Balkondes Wringinputih yang seharusnya dilapor-kan kepada pihak BUMDes.

Sebagai penanggung jawab Balkondes Wringiputih Najib menyadari bahwa diperlukan dukungan dari berbagai pihak untuk mengembang-kan Balkondes tersebut. Najib menjadikan potensi SDM warga sekitar sebagai nilai jual yang bisa ditawarkan melalui berbagai program Balkondes Wringinputih. Dalam salah satu program yang tersedia di Wringinputih

terdapat aktivitas membatik yang menggunakan seniman lokal sebagai pengajar dalam program membatik tersebut. Ada juga aktivitas memanah yang diajarkan oleh warga desa setempat.

Menurut Najib peran serta masyarakat desa itu menjadi hal yang penting sehingga Najib selalu berusaha melibatkan masyarakat. Salah satunya dengan mengajak karang taruna desa Wringinputih untuk ikut mengambil peran dan aktif. Salah satunya yakni dengan menjadikan pemuda pemudi desa Wringinputih sebagai tim pelaksana pada saat acara besar seperti wedding ataupun gathering. Sebagai pengelola Najib memberi kesempatan bagi warga desa untuk menggunakan berbagai fasilitas Balkondes, mulai dari lapangan dan restoran.

Karena belum memiliki status yang jelas dan pemerintah desa yang belum memerhatikan Balkondes Wringinputih, kewenangan Najib di Balkondes Wringinputih ini terbatas. Najib pun menyadari bahwa ini membuat dirinya belum dapat merancang strategi lebih jauh terkait pengembangan Balkondes Wringinputih. Peran Najib sebagai local champion dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3. Peran Najib sebagai local champion di Balkondes Wringinputih

Kehadiran local champion dalam perjalanan Balkondes di Borobudur

Kehadiran local champion yang mampu menjadi pemimpin sekaligus fasilitator, mediator dan mobilisator dalam menjalankan Balkondes akan memberikan dampak positif. Peran local champion dalam pemberdayaan

masyarakat desa menjadi hal yang penting untuk dipelajari karena adanya berbagai berbagai hambatan yang hadir dalam pengembangan masyarakat di pedesaan misalnya tingkat pendidikan yang rendah dan minimnya fasilitas sosial di pedesaan (Xu, Zhang, & Tian, 2017). Pentingnya peran local champion karena harus mampu membuat tujuan bersama dan menggerakkan masyarakat agar mampu membuat aksi kolektif guna mencapai tujuan ini (Haven‐Tang & Jones, 2012). Local champion dituntut bisa menjaga hubungan antara pemimpin-pengikutnya, sehingga setidaknya local champion harus berperan sebagai mediator, fasilitator dan juga sebagai mobilisator (Haven‐Tang & Jones, 2012). Di keempat peran keterlibatan masyarakat dalam pariwisata seperti yang diuraikan oleh Okazaki (2008), pemimpin lokal memiliki posisi penting, hampir di seluruh peran partisipasi masyarakat selalu ada peran pemimpin lokal di dalamnya.

Beragam faktor penghambat dapat diatasi oleh local champion yang kreatif. Hal ini terbukti dari kehadiran Andi sebagai local champion dari Balkondes Tuksongo yang memiliki peran sangat vital. Andi dari Tuksongo mendisain seluruh program yang akan dijalankan Balkondesnya secara kontinu. Dirinya memikirkan program Balkondes Tuksongo untuk beberapa bulan kedepannya, diantaranya program buka puasa bersama di bulan Ramadhan dan program kemerdekaan di bulan Agustus. Grisham (2010) mengklarifikasikan pemimpin sebagai katalisator yang mewakili masyarakat untuk memastikan bahwa proyek dapat dilakukan dan memenuhi tujuan tepat waktu. Selain itu, individu-individu ini sangat mampu membujuk orang lain untuk berpartisipasi dan terlibat. Dapat dikatakan bahwa pemimpin fokus untuk mendapatkan dan mencapai tujuan dan sasaran proyek (Abas & Abd Halim, 2019).

Local champion juga harus mampu berinovasi dalam melakukan promosi. Promosi melalui berbagai media sosial dan aplikasi berjaringan juga harus dilakukan. Disinilah yang banyak membedakan antara Balkondes yang banyak dikenal orang dan yang tidak. Setiap local champion akan memperkenalkan keunikan Balkondesnya dengan cara yang kreatif dan berkesinambungan melalui mediamedia alternatif anak muda. Selain itu local champion juga beperan dalam melakukan

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 10 No 1, 2022

kerjasama dan melihat potensi yang ada untuk dikembangkan. Balkondes Tuksongo misalnya mencoba untuk menghadirkan karaoke, akustik dan audio recording amatir yang bisa diakses oleh para pengunjungnya dan hal ini terbukti membawa peningkatan pengunjung anak muda lokal.

Pada umumnya kehadiran Balkondes yang merupakan sinergi kerjasama antara pemerintah pusat (melalui BUMN), pemerintah daerah (melalui BUMDes) dan masyarakat diharapkan mampu mendongkarak peningkatan ekonomi mikro menengah di daerah Borobudur (desa sekitarnya). Akan tetapi harapan tersebut masih jauh dari kenyataan karena kondisi di lapangan banyak mengalami berbagai hambatan. Beberapa Balkondes memang bisa bertahan secara outsanding dengan berbagai SDM yang mereka punyai. Akan tetapi banyak Balkondes yang posisinya “jalan di tempat” bahkan ada beberapa Balkondes yang sudah mulai “gulung tikar”.

Dari sekitar 20 Balkondes yang sudah didirikan hanya sedikit yang mampu berkembang sesuai harapan diantaranya Tuksongo, Giritengah, Wringin Putih, Borobudur, Ngadiharjo. Sementara itu sebagian besar Balkondes hanya “berjalan di tempat” dan mencoba untuk bertahan. Sedangkan satu Balkondes sudah “gulung tikar” yaitu Balkondes Kepuharjo (didanai BRI). Hal ini dapat terjadi karena minimnya peran serta masyarakat lokal (desa) selain juga faktor “investor” yang tidak lagi memberikan support secara utuh. Fenomena ini sudah pernah dijelaskan okeh Zapata (2011) dalam tulisannya yang menyimpulkan bahwa kehadiran dan campur tangan pihak luar dalam membantu penerapan konsep praiwisata berbasis komunitas justru menimbulkan ketergantungan.

Dari pengamatan di lapangan diketahui bahwa salah satu faktor utama yang paling menentukan berjalannya Balkondes di Borobudur adalah kesadaran masyarakatnya. Salah satu hal yang paling susah untuk diubah adalah pola pikir masyarakat untuk mau kembali ke desa dan membangun desanya. Kebanyakan masyarakat memilih untuk secara langsung (praktis) berdagang di pasar Candi Borobudur. Bagi mereka, berjualan di pasar jauh lebih menguntungkan secara ekonomi

daripada menjalankan Balkondes yang “tidak jelas” keuntungannya.

Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan masyarakat kehilangan kepercayaan pada kekuatan dan daya tarik dari Balkondes. Hikmat (2001) menjelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat hanya bisa terjadi jika memang masyarakat tersebut memiliki keinginan untuk maju bersama diinisiasi dengan percaya pada potensi daerahnya.

Faktor berikutnya adalah akses menuju Balkondes. Beberapa Balkondes yang memiliki akses mudah dan dekat dengan Candi Borobudur secara otomatis akan lebih banyak dikunjungi ketimbang yang memiliki akses lebih jauh/pelosok. Bukan hanya jarak namun kualitas jalan dan ketersediaan transportasi menjadi hambatan untuk Balkondes yang berada di luar radius lima kilometer dari Candi Borobudur susah untuk diakses.

Faktor akses ini menjadi salah salah satu faktor penentu dari berjalannya program yang didukung oleh masyarakat (Mardikanto, 2013). Dalam beberapa kasus Balkondes, ketiadaan akses yang baik tidak saja menyulitkan orang/wisatawan mencapai daerah tujuannya tetapi juga berimplikasi pada ketersediaan logistik.

Sebagaimana local champion memiliki peranan penting dalam pengembangan Balkondes namun Balkondes tidak akan bisa bertahan tanpa peranan masyarakat lokal yang aktif dan pembangunan infrastruktur pendukungnya. Beberapa desa memiliki tipikal masyarakat yang acuh terhadap kehadiran Balkondes di desanya sehingga tidak turut serta dalam mengembangkan potensi Balkondes desanya. Di sisi lain, beberapa kasus Balkondes memiliki lokasi di luar radius lima kilometer udara dari Candi Borobudur dan tidak didukung dengan akses transportasi yang memadai sehingga sepi pengunjung. Pada akhirnya local champion memiliki tugas yang sangat berat untuk mengembangkan Balkondes desanya, khususnya bagi daerah yang memiliki faktor penghambat yang besar. Beberapa Balkondes bahkan melakukan “rebooting” kru Balkondes untuk mencoba bertahan hidup.

Nasdian (2006) menjelaskan bahwa pemberdayaan merupakan proses pematahan atau dari hubungan atau relasi antara subjek dengan objek. Proses ini mementingkan adanya “pengakuan” subjek akan “kemampuan” atau

“daya” (power) yang dimiliki objek. Secara garis besar, proses ini melihat pentingnya mengalir daya (flow of power) dari subjek ke objek dengan memberi kesempatan untuk meningkatkan hidupnya dengan memakai sumber yang ada.

Sebagai subyek, pemerintah seharusnya lebih jauh lagi dalam “membangun” Balkondes di daerah Borobudur yang menjadi objeknya. Balkondes itu bukan hanya masalah infrastruktur akan tetapi juga mental di masyarakatnya. Ketika masyarakat tidak menganggap Balkondes menjadi salah satu potensi maka cita-cita untuk memberdayakan masyarakat daerah Borobudur tidak akan mudah dilaksanakan.

Membangun mental masyarakat di area Balkondes Borobudur ini tidak cukup hanya dengan memberikan penyuluhan dan pelatihan singkat, akan tetapi harus secara berkesinambungan. Intinya membuat masyarakat percaya bahwa mereka bisa hidup dan berkembang bersama Balkondes yang ada di daerahnya dan mau berusaha untuk mewujudkan hal tersebut.

Dalam artikel ini dapat dilihat bahwa pengelolaan tiap Balkondes memiliki perbedaan mendasar. Hal ini bergantung dari bagaimana posisi local champion dalam mengembangkan Balkondes desanya. Local champion tidak sekedar menjadi fasilitator, mediator dan mobilisator saja namun harus mampu menjadi pemimpin. Pemimpin bagi rekan kerjanya di Balkondes maupun pemimpin gerakan masyarakat dalam mengembangkan Balkondes.

Ada beberapa Balkondes yang memiliki local champion yang outstanding. Diantaranya Balkondes Tuksongo dan Balkondes Giritengah. Kedua Balkondes ini mampu bertahan karena memiliki local champion yang memiliki kapabilitas dalam memimpin rekan-rekan dan warga desanya untuk bergerak bersama membangun ekonomi desa.

Pengelolaan dari Balkondes Tuksongo berbeda dengan Balkondes lainnya. Balkondes Tuksongo memiliki kelebihan dimana mereka memiliki otonomi untuk merekrut pegawai, tanpa memerlukan persetujuan dari pemerintah desa terkait. Hal ini menjadikan Andi lebih leluasa untuk mengambil keputusan terkait dengan pengembangan Balkondes Tuksongo.

Dari segi local champion, Andi dari Balkondes Tuksongo memiliki peran lebih lengkap dari Balkondes lainnya. Hal ini karena berbagai alasan, pertama, Balkondes Tuksongo diberikan keleluasaan untuk mengelola manajerial Balkondes ini secara mandiri. Kedua, pegawai Balkondes Tuksongo sudah lebih berpengalaman dari Balkondes lainnya, khususnya Andi. Bagi Balkondes desa lain, Balkondes Tuksongo kerap dijadikan sebagai percontohan sebagai Balkondes yang sukses.

Namun perlu dipahami, bahwa local champion di masing-masing desa memiliki peranan sangat penting terhadap keberlangsungan Balkondes. Jumlah berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Andi sebagai local champion dari Balkondes Tuksongo juga berbanding lurus dengan kesuksesan dari Balkondes Tuksongo. Keleluasaan Andi yang diberikan oleh pemerintah desa, PT. TWC, dan PT. CBT menjadi faktor penting dalam kemajuan Balkondes Tuksongo. Penelitian terkait local champion ini sekiranya dapat menjadi contoh pentingnya peran dari supervisor di sebuah Balkondes. Dengan dorongan keleluasaan dari instansi terkait, hal ini sekiranya dapat mendorong pertumbuhan dari sebuah Balkondes.

Salah satu definisi dari ditetapkan oleh Ecoplan International (2005) local champion adalah seseorang yang memiliki inisiatif, kemampuan dan kapabilitas untuk mendorong proses perubahan dalam suatu masyarakat, instusi atau lembaga. Walau begitu, local champion tidak selalu dipahami sebagai pemimpin. Hal ini yang membedakan dengan konsep pengembangan pariwisata yang sudah ada yaitu local leader. Simanjuntak dan Sariffudin (2018) menjelaskan bahwa peran local champion sangat penting karena dinilai harus dapat membuat tujuan dan perencanaan bersama yang diikuti dengan menggerakkan masyarakat agar mampu membuat sebuah tindakan kolektif untuk mencapai tujuan.

Walau memang bukan menjadi yang utama namun faktor kepemimpinan juga menjadi karakteristik yang perlu dimiliki oleh local champion. Sorensen (1996) menjelaskan bahwa kepemimpinan masyarakat yang efektif adalah kunci efektivitas organisasi dan keberhasilan kegiatan pembangunan masyarakat yang berkontribusi pada pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat lokal.

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 10 No 1, 2022

Namun, kedua faktor yang menentukan kemajuan dari Tuksongo dengan Balkondes lainnya tidak bisa begitu saja diikuti Balkondes lain. Setiap pemerintah desa memiliki kondisinya masing-masing. Misalnya pada Balkondes Giritengah yang belum memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang pada Balkondes lainnya (kecuali Balkondes Tuksongo) menjadi pengelola sistem manajerial dan keuangan pada masing-masing Balkondes. Sementara, Balkondes Wringinputih masih mengalami kendala dalam kejelasan status pekerjanya, yang ini belum dapat diselesaikan pada tingkat pemerintah desa.

Selain itu, keramaian dari Balkondes Tuksongo ini juga tidak dapat dilepaskan dari kontribusi dari pemerintah desa yang menyediakan tempat yang strategis yaitu cukup dekat dengan jalan raya dan memiliki pemandangan indah yang diapit diantara candi borobudur dan perbukitan. Faktor ini juga merupakan faktor penting yang tidak selalu bisa diikuti oleh Balkondes lainnya.

Pada Balkondes Giritengah, posisi Rahman memiliki peranan dalam memobilisasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan ekonomi desa. Masyarakat Desa Giritengah ikut serta memajukan ekonomi desa dengan melakukan promosi Balkondes desa melalui media sosial. Hal ini dilakukan anak muda setempat karena Rahman membuka akses pada warga untuk selalu bisa berswafoto di lingkungan Balkondes Giritengah. Rahman memahami bahwa promosi Balkondes Giritengah lebih mudah dilakukan dengan adanya partisipasi aktif masyarakat setempat, khususnya anak muda yang memiliki berbagai akun media sosial digital.

Penelitian ini memiliki batasan pada Balkondes yang masih aktif dan memiliki predikat terbaik. Saran penelitian kedepannya adalah melakukan pemetaan pada Balkondes lain dalam upayanya bertahan hidup karena banyaknya jumlah Balkondes yang ada.

Penelitian selanjutnya juga dapat difokuskan untuk mendalami strategi atau kebijakan untuk mendorong pertumbuhan dari masing-masing Balkondes. Mengingat, setiap Balkondes memiliki permasalahannya masing-masing, serta satu kebijakan diyakini tidak bisa menyelesaikan semua masalah di Balkondes. Perlu ada penelitian yang lebih spesifik kepada masing-masing Balkondes, untuk memetakan masalah serta merencanakan strategi yang komprehensif dalam menyelesaikan masalah dan memajukan Balkondes tersebut.

Selain itu saran untuk Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat adalah mencoba untuk

mendengarkan masyarakat sekitiar. Melihat pola di masyarakat bukan hanya sekedar memberikan pelatihan dan pendampingan (yang terkadang sifatnya terputus/kondisional). Harus dipahami bagaimana mengubah pola pikir masyarakat lokal untuk mau membangun ekonomi desa melalui program dan kerjasama Pemerintah.

Terakhir, pemerintah jangan hanya terbatas pada pembangunan infrastruktur Balkondesnya saja akan tetapi juga infrastruktur yang mampu meningkatkan dan mendukung akses ke tiap Balkondes. Karena Balkondes secara ekonomi hanya akan bertahan dengan adanya pengunjung, sedangkan pengunjung hanya bisa dan mau datang bila akses mudah dan memungkinkan.

DAFTAR PUSTAKA

Abas, Siti Aisah & Abd Halim, Norhazliza. (2019). A Conceptual Paper on the Role of Local Champion in Rural Tourism Destination in Malaysia. https://www.researchgate.net/publication/33 3417042_A_Conceptual_Paper_on_the_Role_of_ Local_Champion_in_Rural_Tourism_Destination _in_Malaysia

Ecoplan International. (2005). Promoting local economic development through strategic planning - Volume 1: Quick Guide. Kenya: UNHABITAT & EcoPlan International Inc.

Goodwin, H & Santilli, R. (2009). Community-Based

Tourism: a success? ICRT Occasional Paper 11. http://www.andamandiscoveries.com/press/p ress-harold-goodwin.pdf

Haven‐Tang, C., & Jones, E. (2012). Local Leadership for Rural Tourism Development: A Case Study of Adventa, Monmouthshire, UK. Tourism Management Perspectives, 4,    28-35.

doi:10.1016/j.tmp.2012.04.006

Hikmat, H. (2001). Strategi pemberdayaan masyarakat. Bandung: Humaniora Utama Press.

Houghton, J. (2015). (Regional and) local economic development themes in contemporary South African Cities. Local Economy, 31(1-2), 42-56. doi:10.1177/0269094215621733

Kirchner, J. E., Parker, L. E., Bonner, L. M., Fickel, J. J., Yano, E. M., & Ritchie, M. J. (2010). Roles of managers, frontline staff and local champions, in implementing      quality      improvement:

stakeholders’ perspectives. Journal of Evaluation in    Clinical Practice,    18(1),    63–69.

doi:10.1111/j.1365-2753.2010.01518.x

Mardikanto,  Totok dan Soebianto, Poerwoko.

(2013). Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perspektif Kebijakan Publik. rev.ed. Bandung: Alfabeta.

Moeurn, V., Khim, L., & Sovanny, C. (2008). Good practice     in     Chambok     community

basedecotourism project in Cambodia. In P. Steele, N. Fernando, & M. Weddikkara (Eds.).

Povertyreduction that works: Experience of scaling up development success. London: Earthscan.

Mohamad, N. H., & Hamzah, A. (2012). Model of Tourism Cooperative for Scaling Up Community Based Tourism. Regional Symposium and Technical Day Tour on Rural Tourism 2012 -Scaling up Community-Based Ecotourism.

Morissan, M. 2017. Metode Penelitian Survei. Jakarta: Kencana

Nasdian, F. T. (2006). Pengembangan Masyarakat (Community Development). Bogor.

Okazaki, E. (2008). A Community-Based Tourism Model: Its Conception and Use. Journal of Sustainable    Tourism,    16(5),    511-529.

doi:10.1080/09669580802159594

Sebele, L. S. (2010). Community-Based Tourism Ventures,Benefits and Challenges:  Khama

Rhino Sanctuary Trust, Central District, Botswana. Tourism Management, 31(1), 136146. doi:10.1016/j.tourman.2009.01.005

Simanjuntak, F. dan Sariffudin, S. (2017). Peran Local champion Dalam Pengembangan Community Based Tourism (CBT) di Desa Wisata Candirejo, Magelang. Jurnal Pengembangan Kota Volume 5 No.2 (190-199).     Tersedia online di

http://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jpk.

doi: 10.14710/JPK.5.2.190-199

Sorensen, T.; Epps, R. Leadership and local development: Dimensions of leadership in four central Queensland towns. J. Rural Stud. 1996, 12, 113–125. [CrossRef]

Xu, K., Zhang, J., & Tian, F. (2017). Community

Leadership in Rural Tourism Development: A Tale of Two Ancient Chinese Villages. Sustainability, 9(12), 2344. Retrieved from

http://www.mdpi.com/2071- 050/9/12/2344

Yin, Robert K.. 2004. Studi Kasus Desain dan Metode, Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Yusuf, A. Muri. 2014. “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian Gabungan”. Jakarta : Prenadamedia Group.

Yusuf, M. 2017. Metode Penelitian (Kuantitatif, Kualitatif, & Penelitian Gabungan). Jakarta: Kencana

Zapata, M. J., Hall, C. M., Lindo, P., & Vanderschaeghe, M. (2011). Can community-based tourism contribute to development and poverty alleviation? Lessons from Nicaragua. Current Issues in Tourism,    14(8),    725-749.

doi:10.1080/13683500.2011.559200

Artikel Internet

Asean Tourism Statistics Database (2015). ASEAN Tourism.     Tersedia     dalam     lamat

http://www.aseantourism.travel/downloaddoc /doc/2486.

Kumparan (2018, September 18). Balkondes, Program    Khusus    untuk    Tingkatkan

Kesejahteraan Ekonomi Desa.Tersedia pada lamat https://kumparan.com/@kumparanstyle/Balk ondes-program-khusus-untuk-tingkatkan-kesejahteraan-ekonomi-desa-1537257661757431944

Towards, W. (2010). ASEAN Community. Director. Tersedia            dalam            lamat

https://www.asean.org/storage/2012/05/ASE AN-Community-Based-Tourism-Standard.pdf

18