Current Trends in Aquatic Science IV(2), 212-218 (2021)

Kandungan Nitrat dan Fosfat pada Air di Sungai Telagawaja Kabupaten Karangasem, Bali

Deta Miriam Br Sitepu a, Ima Yudha Perwira a*, I Wayan Darya Kartika a

aProgram Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali- Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-361-702802

Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 4 Juli 2021; disetujui (accepted) 10 Agustus 2021; tersedia secara online (available online) 30 Agustus 2021

Abstract

This study measured the amount of nitrates and phosphates in thewater of Telagawaja river. The water of this river is used for hygiene sanitation necessity of the people living in the surrounding area. Many antropogenic activities are exists in this area, such as: rafting and hotel, farming, and animal husbandry. This study aimed to know the status of nitrate and phosphate nutrient in the water based on the Indonesia Government Regulation Number 82 of 2001. The amount of nitrate was measured using Salifert Nitrate KIT, while phosphate was measured using Hanna HI 713 KIT. Measurement was also carried out on the total organic matter, dissolved solid, suspended solid, turbidity, dissolved oxygen, water acidity (pH), and temperature. The results showed that amount of nitrate (0.2-0.9 mg/L) and phosphate (0.1-0.4 mg/L) in the water of Telagawaja River was below the tolerance limit for all of usage class. The water of the center and the downstream might be used for fish culture, animal husbandry, irrigation water, and other usages in this standard.

Keywords: Telagawaja River; nitrate; phosphate; water quality

Abstrak

Penelitian ini mengukur kandungan nitrat dan fosfat air di sungai Telagawaja, Bali. Air sungai ini dimanfaatkan sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat sekitarnya untuk keperluan sanitasi hygiene. Berbagai macam kegiatan antropogenik telah ada di Kawasan ini, seperti: wisata arung jeram dan penginapan, pertanian, dan peternakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui status kandungan nutrient Nitrat dan Fosfat pada air berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001. Kandungan Nitrat diukur dengan menggunakan KIT Salifert Nitrat, sedangkan fosfat diukur dengan menggunakan KIT Hanna HI-713. Selain itu dilakukan pula pengukuran bahan organik terlarut (BOT), padatan terlarut (TDS), padatan tersuspensi (TSS); kekeruhan, oksigen terlarut (DO), derajat keasaman (pH), dan suhu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan Nitrat (0,2-0,9 mg/L) dan Fosfat (0,1-0,4 mg/L) pada air di sungai ini masih berada di bawah baku mutu kualitas air untuk semua kelas peruntukan. Profil kualitas air Sungai Telagawaja pada bagian tengah dan hilir dapat diperuntukkan untuk kelas II sampai III dimana peruntukannya sebagai prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Kata Kunci: Sunga Telagawajai; Nitrat; Fosfat; Kualitas air

  • 1.    Pendahuluan

Sungai adalah suatu jalan air yang terbentuk secara alami, yang mengalir dengan memanfaatkan gaya gravitasi hingga menuju ke daerah yang lebih rendah sampai berujung di muara lingkungan pesisir laut. Daerah Aliran

Sungai (DAS) merupakan suatu Kawasan/daerah yang digunakan sebagai tempat penampungan air yang berasal dari curah hujan. Setelah itu, air tersebut akan disimpan dan dialirkan melalui suatu aliran yang meliputi aliran-aliran kecil dalam bentuk anak sungai maupun aliran besar dalam bentuk sungai hingga menuju ke muara

pesisir laut (Ariyani et al., 2020). Salah satu sungai yang ada di Pulau Bali adalah Sungai Telagawaja, yang berada di Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali. Kawasan DAS Telagawaja karakteristik penggunaan lahannya yaitu untuk pemukiman, persawahan, perkebunan, penambangan, kandang ternak, dan jasa wisata. Beberapa tempat di sekitar sungai terdapat penambangan galian C tetapi kondisi kawasan hutannya sampai saat ini masih alami dan terjaga. Penduduk di sekitar Sungai Telagawaja memanfaatkan sungai untuk pemenuhan kenutuhan sehari-hari seperti untuk minum, mencuci, mandi dan lain-lain.

Air limbah akibat aktivitas sehari-hari manusia yang di buang ke perairan dengan sidikit atau tanpa pengolahan terlebih dahulu umumnya seringkali menimbulkan pencemaran pada sungai (Novrianti, 2016). Pemeliharaan hewan ternak yang membuang limbah kotorannya sembarangan serta penggunaan pupuk pada lahan pertanian dapat memperparah kondisi air sungai serta menurunkan kualitas air sungai (Susila et al., 2012). Aktivitas masyarakat yang sering membuang limbah ke sungai tersebut dapat meningkatkan kadar nutrien di sungai terutama nitrat dan fosfat.

Limbah yang mengalir melalui sungai berasal dari darat dan merupakan sumber utama nitrat dan fosfat. Pengkayaan nutrien dalam perairan memiliki dampak negatif dan positif. Dampak positif peningkatan nutrien adalah meningkatnya fitoplankton yang berguna bagi makanan biota disekitarnya dan juga meningkatnya oksigen akibat fotosintesis dari plankton tersebut (Risamasu dan Prayitno, 2011). Dampak negatifnya adalah dapat memicu tidak terkontrolnya pertumbuhan tanaman air yang berujung pada pendangkalan perairan (Simbolon, 2016). Dampak negatif lainnya ke manusia adalah jika fosfat dalam air dikonsumsi secara terus menerus akan menyebabkan masalah pencernaan sedangkan jika mengkonsumsi air yang mengandung nitrat akan menyebabkan penyakit gondok (Ismail, 2011).

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Tempat

Penelitian ini mengkaji kandungan nitrat dan fosfat air di sungai Telagawaja. Sungai Telagawaja ini terletak di Provinsi Bali, dimana alirannya

melintasi Kabupaten Karangasem dan Klungkung. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan, yaitu sepanjang bulan Februari 2021 dimana dilakukan setiap 7 hari sekali atau setiap minggu. Proses sampling ini dilakukan pada pagi hari (9.00 - 10.00 WITA). Sampel air diambil dari tiga stasiun yang berbeda (Hulu, Tengah dan Hilir). Stasiun 1 (Hulu Sungai) berada di 8 ͦ 27.2210’S 115 ͦ 27.1120’E, Stasiun 2 (Tengah Sungai) berada di 8 ͦ 30.2190’S 115 ͦ 24ʹ9010’E dan Stasiun 3 (Hilir Sungai) berada di 8 ͦ 32.0320’S 115 ͦ 24.6930’E. Proses analisa Nitrat, Fosfat, dan kualitas air lainnya dilakukan di

Laboratorium Analitik Fakultas kelautan dan Perikanan Universitas Udayana.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

  • 2.2    Pengambilan sampel

Pengambilan sampel air dilakukan pada kedalaman 50 cm kolom air (di bawah permukaan air). Sampel air diambil dengan menggunakan Horizontal Water Sampler dengan kapasitas 2,2 L. Sampel air (1 L) kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel, dan disimpan pada Coolbox yang telah diisi dengan Ice gel pack. Sampel dianalisa dalam jangka waktu tidak lebih dari 48 jam setelah proses pengambilan sampel tersebut.

  • 2.3    Pengukuran Nitrat

Pengukuran kandungan nitrat ada air dilakukan dengan menggunakan KIT Salifert Nitrat. Air sampel sebanyak 1 ml direaksikan dengan reagen salifert nitrat NO3-1 sebanyak 4 tetes dan 1 cup NO3-2 pada masing-masing sampel (Wulandari, 2020). Setelah semua diberikan larutan kemudian di vortex hingga larutan tersebut homogen dan berubah warna menjadi merah keunguan. Pengukuran sampel dilakukan dengan

menggunakan alat spektrofotometer  dengan

panjang gelombang 540 nm.

  • 2.4    Pengukuran Fosfat

Pengukuran dengan mereaksikan air sampel sebanyak 1 ml dengan reagen HANNA H1713 pada masing-masing sampel (Wulandari, 2020). Setelah diberikan reagen, larutan tersebut di vortex hingga menjadi homogen dan berubah warna. Pengukuran sampel dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 525 nm.

  • 2.5    Pengukuran Kualitas Air Lainnya

Kualiitas air yang diukur dalam penelitian ini yaitu Bahan Organik Terlarut (BOT); Kandungan Padatan Terlarut (TDS); Kandungan Padatan Tersuspensi (TSS); kekeruhan; Oksigen Terlarut (DO); Derajat Keasaman (pH) dan suhu. Pengukuran pH air dilakukan dengan menggunakan alat ukur pH pen; pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer; alat untuk pengukuran DO digunakan DO meter; pengukuran TSS dilakukan dengan metode pengukuran TSS adalah Gravimetri; pengukuran kekeruhan air sungai dengan alat turbidity meter dalam satuan NTU (Nephlometer Turbidity Units) dan pengukuran konsentrasi bahan organik menggunakan metode titimetri.

  • 2.6    Analisa Data

Data nitrat, fosfat, dan kualitas air lainnya yang dihasilkan dari penelitian ini dibandingkan dengan baku mutu kualitas air kelas I-IV menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Beberapa parameter lainnya yang tidak tercantum dalam peraturan tersebut, dibandingkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan Pemandian Umum.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Kandungan Nitrat pada Air di Sungai Telaga Waja

Berdasarkan hasil pengukuran diketahui nilai nitrat lebih rendah pada bagian hulu dibandingkan dengan bagian lainnya dimana Sungai telagawaja menunjukkan peningkatan kandungan nitrat pada bagian tengah sampai hilir. Menurut Bahri (2016), nitrogen dalam air bersumber dari beberapa aktivitas manusia yang mengakibatkan limbah seperti air limbah industri, kotoran hewan, limbah pertanian, dan emisi kendaraan, dimana ini semua dapat berpengaruh dalam pembentukan nitrat. Jadi perbedaan kandungan nitrat dapat diakibatkan adanya peningkatan kegiatan atau aktivitas manusia yang berbeda di sekitar sungai.

Tabel 1

Kandungan Nitrat Air Sungai Telagawaja (ppm).

Tanggal

Titik

1

2

3

05 Februari 2021

0,42

0,16

0,34

12 Februari 2021

0,64

0,70

0,52

19 Februari 2021

0,65

1,12

0,75

26 Februari 2021

0,37

0,57

0,89

Rata-rata

0,52

0,64

0,62

±

±

±

±

SD

0,14

0,40

0,24

Hulu sungai Telagawaja terdapat bendungan air, dimana kondisi hutan dan sekitarnya yang masih sangat alami. Mata pencarian utama masyarakat sekitar adalah bertani. Aktivitas pertanian yang menggunakan pupuk dan pestisida mengandung nitrogen dapat berdampak pada ekosistem sungai disekitarnya apabila terbawa aliran air, sehingga menurunkan kualitas air (Hu, 2018). Pada bagian tengah sungai terdapat beberapa penyebab meningkatnya kandungan nitrat pada sungai antara lain adanya penambangan galian C di desa Menanga dan masuknya pencemaran dari pemukiman dan kotoran hewan dari peternakan. Masyarakat juga melakukan kegiatan pertanian di sekitar sungai Telagawaja. Pada bagian hilir Sungai telagawaja juga memiliki kandungan nitrat yang tinggi hal ini karena nutrien yang juga terbawa dari bagian tengah ditambah lagi dengan adanya kegiatan pertanian dibagian hilir sungai. Menurut Safitri, (2015), nitrat dapat masuk ke dalam air secara langsung akibat dari limpasan pupuk yang mengandung nitrat oleh karena itu diperlukan kehati-hatian dan ketepatan waktu pemupukan.

Hasil penelitian dengan menunjukkan adanya perbedaan kandungan nitrat di sungai Telagawaja pada selang waktu yang berbeda, dimana pada periode 19 Februari 2020 (curah hujan tinggi) kandungan nitrat mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode lainnya. Peningkatan kandungan nitrat ini terjadi karena pada periode 19 Februari terjadi hujan yang cukup deras di pagi hari. Hal ini selaras dengan pernyataan Ismail (2011) bahwa ada potensi peningkatan kandungan nitrat dalam air pada saat terjadinya hujan dengan curah hujan yang cukup tinggi. Dalam penelitian lainnya, Hu (2018) menambahkan bahwa curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan terbawanya nutrient nitrat dari Kawasan pertanian menuju ke sungai dan kemudian terlarut menjadi satu dengan air sungai. Kandungan nitrat pada air di sungai Telagawaja berkisar antara 0,2-0,9 mg/L, dimana hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan nitrat di sungai Telagawaja masih berada di bawah ambang baku mutu untuk semua kelas (Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001).

  • 3.2    Kandungan Fosfat pada Air di Sungai Telaga Waja

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai fosfat lebih rendah pada bagian hulu dibandingkan dengan bagian lainnya. Hal ini terjadi karena terdapat perbedaan keadaan dan aktivitas manusia di beberapa bagian sekitar sungai Telagawaja. Bagian hulu dari Sungai Telaga Waja ini masih memiliki memiliki lingkungan yang alami, sehingga belum banyak terdapat input sumber fosfat dari kegiatan manusia. Sumber fosfat alami di bagian hulu ini diduga berasal dari tumbuhan yang ada di sekitar lokasi tersebut. Menurut (Simanjuntak, 2012), kadar fosfat yang tinggi diduga berasal dari penguraian senyawa-senyawa organik (hewan, tumbuhan dan sebagainya) lumut Bagian tengah sungai Telagawaja memiliki kandungan fosfat yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian hulu sungai. Hal ini diduga terkait dengan mulai banyaknya kegiatan manusia di lokasi ini, salah satunya adalah kegiatan penambangan galian C. Fosfat terbentuk dari erosi dan pelapukan tanah serta batuan yang ada disekitar sungai (Nabeel et al., 2013). Selain adanya tambang galian C terdapat juga beberapa pemukiman di sekitar sungai yang menyebabkan adanya masukan limbah domestik dari lingkungan sekitarnya.

Bagian hilir sungai Telagawaja juga memiliki kandungan fosfat yang lebih tinggi dibandingkan hulu tetapi lebih rendah dibandingan bagian tengah, hal ini karena pada bagian hilir mendapatkan aliran nutrien fosfat dari bagian tengah dan juga di sekitar sungai terdapat pemukiman yang langsung membuang limbah mengarah langsung ke sungai tanpa instalasi pengelolaan limbah. Menurut Utomo et al. (2018), fosfat banyak ditemukan juga pada limbah domestik, karena terdapat kegiatan mencuci yang menggunakam detergen hampir disetiap rumah. Sesuai dengan pendapat Apriyanti (2017), dimana limbah dari kegiatan mencuci mempunyai kandungan fosfat yang cukup tinggi, karena kandungan dalam detergen terdapat senyawa fosfat yang cukup besar yang berada di perairan.

Tabel 2

Kandungan Fosfat Air Sungai Telagawaja (ppm).

Tanggal

Titik

1

2

3

05 Februari 2021

0,18

0,26

0,15

12 Februari 2021

0,14

0,23

0,24

19 Februari 2021

0,11

0,41

0,31

26 Februari 2021

0,14

0,27

0,22

Rata-rata

0,14

0,29

0,23

±

±

±

±

SD

0,03

0,08

0,07

Kandungan fosfat pada periode waktu yang berbeda menunjukkan bahwa pada periode 19 Februari lebih tinggi diantara periode lainnya yaitu sebesar 0,3 mg/L sedangkan di 3 periode lainnya kandungan fosfat sebesar 0,2 mg/L. Ini terjadi karena pada tanggal 19 Februari terjadi hujan di pagi hari. Suswanti et al. (2019) menerangkan bahwa fosfat yang ada di batuan akan alirkan ke air saat terjadi hujan, hal inilah yang dapat menyebabkan penaikan kandungan fosfat di perairan. Sesuai dengan pendapat Handoko et al. (2013), dimana saat hujan deras aliran permukaan akan membawa unsur hara dari daratan atau endapan dari daratan ikut mengalir masuk ke dalam sungai.

Menurut PP No. 82 tahun 2001 ambang baku mutu fosfat diperairan adalah sebesar 0,2 mg/L sampai 5 mg/L, dimana dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sungai Telagawaja memiliki kandungan fosfat diantara 0,1 mg/L sampai 0,4 mg/L jadi dapat disimpulkan bahwa fosfat di

sungai Telagawaja tidak menimbulkan pencemaran perairan dan dapat diperuntukkan untuk kelas I sampai IV pada fungsi perairan, tetapi kandungan fosfat harus selalu di perhatikan.

  • 3.2    Profil Kualitas Air Lainnya

Bahan organik total (BOT) di sungai Telagawaja berada diantara 7,9 mg/L sampai 13,6 mg/L. BOT tidak diatur dalam Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tetapi diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 32 Tahun 2017 dimana standar baku mutu zat organik untuk keperluan hygiene sanitasi adalah sebesar 10 mg/L. Dari hasil penelitian di Sungai Telagawaja diketahui bahwa beberapa titik di Sungai Telagawaja kandungan BOT sudah melebihi amabang baku mutu yang telah ditetapkan untuk keperluan hygiene sanitasi. Menurut Mirza (2014), air yang di peruntukkan untuk keperluan sehari-hari seperti mandi atau mencuci dan lain-lain tetapi berbeda kualitas airnya dengan air minum.

Hasil pengukuran kekeruhan air pada sungai Telagawaja menunjukkan hasil yang berkisar 1,5 -71 NTU (Tabel 3). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017, batas toleransi kekeruhan air untuk keperluan hygiene sanitasi adalah 25 NTU. Dengan demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa air yang layak (tanpa kegiatan pengolahan) untuk keperluan hygiene sanitasi hanya pada bagian hulu Sungai Telagawaja. Adapun kondisi air pada bagian tengah dan hilir tidak layak untuk keperluan hygiene sanitasi. Diperlukan proses pengolahan untuk bisa menggunakan air di kawasan tersebut sebelum digunakan untuk keperluan hygiene sanitasi.

Jumlah padatan tersuspensi (TSS) pada air sungai Telagawaja berada pada kisaran 20 mg/L sampai 226 mg/L (Tabel 3). Hasil pengukuran

menunjukkan bahwa terjadi kenaikan kandungan TSS pada tanggal 19 Februari 2021, yang disebabkan karena hujan yang terjadi di pagi hari. Turunnya hujan pada periode tersebut dapat mengakibatkan terjadinya aliran pada bagian permukaan daratan, yang akan membawa partikel-partikel yang ada di bagian tersebut. Partikel-pertikel yang terbawa oleh aliran air tersebut kemudian akan masuk ke saluran irigasi atau saluran lainnya sebelum pada akhirnya masuk ke dalam lingkungan sungai. Lebih lanjut, Marlina et al. (2017) menyatakan adanya korelasi antara TSS dengan kekeruhan air sebagai akibat dari limpasan air yang berasal dari lingkungan daratan. Kandungan TSS di badan sungai tersebut belum melewati ambang baku mutu menurut PP No 82 Tahun 2001 untuk semua kelas.

Nilai TDS pada air Sungai Telagawaja diketahui berkisar antara 124 mg/L sampai 199 mg/L (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang cukup besar diantara seluruh lokasi (hulu, tengah, maupun hilir). TDS pada air sangat erat kaitannya dengan mineralisasi bahan organik maupun pelapukan batuan alam. Penyebab utama terjadinya TDS adalah bahan anorganik berupa ion-ion umum seperti natrium, kalsium,magnesium, klorida, bikarbonat, dan sulfat. Sebagai contoh air buangan sering mengandung molekul sabun, deterjen, dan surfaktan yang larut air, misalnya pada buangan rumah tangga dan industri (Hidayat et al., 2016).

Suhu pada air di sungai Telagawaja berada pada 25 °C sampai 29,8 °C (Tabel 3). Kondisi suhu yang seperti ini masih termasuk dalam ambang baku mutu air berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 karena baku mutu yaitu deviasi 3 yang artinya. jika suhu normal air 27°C, maka kriteria Kelas II membatasi suhu air di kisaran 24°C – 30°C. Menurut Yanti (2017), saat musim hujan suhu air berfluktuasi hal ini karena

Tabel 3

Kandungan kualitas air Sungai Telagawaja

Parameter

Titik I

Titik II

Titik III

1

2

3

4

1

2

3

4

1

2

3

BOT (mg/L)

9,2

9,5

13,6

7,9

9,5

9,0

9,5

8,3

10,1

11,9

9,2

Kekeruhan (NTU)

5,0

4,8

1,3

1,7

26,6

31,9

71,0

54,0

24,1

21,6

38,8

TSS (mg/L)

5,0

4,8

1,3

1,7

26,6

31,9

71,0

54,0

24,1

21,6

38,8

TDS (mg/L)

184

161

186

171

148

166

199

160

124

146

192

Suhu (mg/L)

25,9

29,8

25,0

25,0

25,5

25,8

27,7

28,6

27,6

25,5

26,1

pH

6,3

7,3

6,8

6,6

6,7

7,1

7,1

6,6

6,6

7,2

7,5

DO (mg/L)

4,5

5,4

5,1

5,2

4,5

4,6

3,7

4,2

3,9

4,6

4,7


adanya penambahan debit air sedangkan di musim kemarau karena pengaruh cahaya matahari yang masuk kedalam perairan suhu di perairan cenderung naik.

Nilai pH air Sungai Telagawaja berada pada 6,3 sampai 7,3 (Tabel 3). Nilai tersebut masih memenuhi standar baku mutu air sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 sehingga air sungai dengan Ph ini peruntukannya dari kelas I sampai IV. Nilai Ph memengaruhi kesuburan di perairan, dimana nilai ph yang terlalu asam atau basa bahkan dapat membunuh hewan budidaya. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa parameter antara lain aktivitas biologi, suhu, kandungan oksigen dan ion-ion (Warman, 2017).

DO pada air di sungai Telagawaja berada pada 3,7 mg/L sampai 5,4 mg/L (Tabel 3). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, kandungan untuk DO minimum 3 mg/L, hal ini berarti beberapa titik pada sungai Telagawaja berada di bawah batas minimum yang telah ditetapkan atau peruntukannya hanya untuk kelas III dan IV. Menurut Sumantri & Cordova (2011), oksigen terlarut dalam air rendah dapat diakibatkan dari beberapa hal seperti pembuangan limbah industri, domestik,   pertanin   serta

peternakan dan peningkatan kadar penguraian bahan organik.

  • 4.    Simpulan

Hasil penelitian ini  menunjukkan  bahwa

kandungan nitrat dan fosfat di sungai Telagawaja masih berada di bawah ambang baku mutu kualitas air menurut Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2011. Profil kualitas air Sungai Telagawaja pada bagian tengah dan hilir dapat diperuntukkan untuk kelas II sampai III dimana peruntukannya sebagai prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Daftar Pustaka

Apriyani, N. (2017). Penurunan Kadar Surfaktan dan Sulfat Dalam Limbah Laundry. Media Ilmiah Teknik Lingkungan (MITL), 2(1), 37-44.

Ariyani, N., Ariyanti, D. O., & Ramadhan, M. (2020). Pengaturan Ideal tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai di Indonesia (Studi di Sungai Serang

Kabupaten Kulon Progo). Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, 27(3), 592-614.

Bahri, S. (2016). Identifikasi Sumber Pencemar Nitrogen (N) dan Fosfor (P) pada Pertumbuhan Melimpah Tumbuhan Air di Danau Tempe, Sulawesi Selatan. Jurnal Sumber Daya Air, 12(2), 159-174.

Handoko, H., Yusuf, M., & Wulandari, S. Y. (2013). Sebaran Nitrat dan Fosfat dalam Kaitannya dengan Kelimpahan    Fitoplankton    di    Kepulauan

Karimunjawa. Journal of Oceanography, 2(3), 198-206

Hidayat, D., Suprianto, R.,  & Dewi, P. S. (2016).

Penentuan Kandungan Zat Padat (Total Dissolve Solid dan Total Suspended Solid) di Perairan Teluk Lampung. Analytical and Environmental Chemistry, 1(1), 36-45

Hu, J. (2018). Human Alteration of the Nitrogen Cycle and Its Impact on the Environment. In Proceeding of the 4th International Conference on Environmental System Research. Singapore, 14-16 December 2018 (pp. 012030).

Ismail , Z. (2011). Monitoring Trends of Nitrate, Chloride and Phosphate Levels in an Urban River. International Journal of Water Resources and Environmental Engineering, 3(7), 132-138.

Marlina, N., Hudori, H., & Hafidh, R. (2017). Pengaruh Kekasaran Saluran dan Suhu Air Sungai pada Parameter Kualitas Air COD, TSS di Sungai Winongo Menggunakan Software QUAL2Kw. Jurnal Sains & Teknologi Lingkungan, 9(2), 122-133.

Mirza, M. N. (2014). Hygiene Sanitasi dan Jumlah Coliform Air Minum. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 9(2), 167-173.

Nabeel, F., Warnana, D. D., & Bahri, A. S. (2013). Analisa Sebaran Fosfat dengan Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner-Schlumberger: Studi Kasus Saronggi, Madura. Jurnal Sains dan Seni ITS, 2(1), 9-14.

Novrianti, N. (2016). Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah. Media Ilmiah Teknik Lingkungan (MITL), 1(2), 35-39.

Risamasu, F. J .L dan Prayitno, H. B. (2011). Kajian Zat Hara Fosfat, Nitrit, Nitrat dan Silikat di Perairan Kepulauan Matasiri, Kalimantan Selatan. Jurnal Ilmu Kelautan, 16(3), 135-142.

Safitri, W. (2015). Kandungan Nitrat pada Air Tanah di Sekitar Lahan Pertanian Padi, Palawija,  Dan

Tembakau Studi di Desa Tanjungrejo kecamatan Wuluhan kabupaten Jember. Skripsi. Jember, Indonesia:   Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Universitas Jember

Simanjuntak, M. 2012. Kualitas Air Laut Ditinjau dari Aspek Zat Hara, Oksigen Terlarut dan pH di Perairan

Banggai, Sulawesi Tengah. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 4(2), 290-303

Simbolon, A. R. 2016. Status Pencemaran di Perairan Cilincing, Pesisir DKI Jakarta. Jurnal ProLife, 3(3), 167168.

Susila, K. G. D., Sandiadnyana, I. W., & Suyasa, I. W. B. (2012). Studi Kualitas Air Sungai Telaga Waja Kabupaten Karangasem. Jurnal Eutrophic, 7(1), 46-53

Suswanti, I., Sutamiharja, R. T. M., & Arrisujaya, D. (2019). Potensi Senyawa Nitrogen dan Fosfat pada Pencemaran Sungai Ciliwung Hulu Kota Bogor. Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa, 9(1), 1121.

Sumantri, A., & Cordova, M. R. (2011). Dampak Limbah Domestik Perumahan Skala Kecil terhadap Kualitas Air Ekosistem Penerimanya dan Dampaknya terhadap Kesehatan Masyarakat. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 1(2), 127-127.

Utomo, W. P., Nugraheni, Z. V., Rosyidah, A., Shafwah, O. M., Naashihah, L. K., Nurfitria, N.,  &

Ullfindrayani, I. F. (2018). Penurunan Kadar Surfaktan Anionik dan Fosfat dalam Air Limbah Laundry di Kawasan Keputih, Surabaya menggunakan Karbon Aktif. Akta Kimia Indonesia, 3(1), 127-140.

Yanti, E. V. (2017). Dinamika Musiman Kualitas Air di Daerah Sungai Kahayan Kalimantan Tengah. Ziraa'ah Majalah Ilmiah Pertanian, 42(2), 107-118.

Warman, I. (2017). Uji Kualitas Air Muara Sungai Lais Untuk Perikanan Di Bengkulu Utara. Jurnal Agroqua, 13(2), 24-33.

Wulandari, N. (2020). Kandungan Nutrien Secara Temporal pada Musim Penghujan di Bagian Hilir Sungai Ayung. Skripsi. Denpasar, Indonesia: Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana.

Curr.Trends Aq. Sci. IV(2): 212-218 (2021)