Kandungan Nitrat, Fosfat, dan Silikat di Perairan Pantai Pandawa, Bali
on
Current Trends in Aquatic Science IV(2), 193-198 (2021)
Kandungan Nitrat, Fosfat, dan Silikat di Perairan Pantai Pandawa, Bali
Mila Jeniarti a*, Ima Yudha Perwira a, I Ketut Wija Negara a
aProgram Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Badung, Bali-Indonesia
* Penulis koresponden. Tel.: +62-813-5378-0762
Alamat e-mail: jeniartimila@gmail.com
Diterima (received) 6 Desember 2020; disetujui (accepted) 2 Februari 2020; tersedia secara online (available online) 30 Agustus 2021
Abstract
This study aimed to measure the concentration of nitrate, phosphate, and silicate in the water of Pandawa Beach waters. This study was conducted at the Kutuh Village (Badung, Bali, Indonesia), from December 2019 to January 2020. The water sample was collected from the location every week for one month. The water sample was taken from the surface, middle, and bottom of the water. Measurement of nitrate and silicate was performed using Salifert KIT Nitrate and Silicate, while measurement of phosphate was performed using Hanna 713 KIT analysis. The result showed that concentration of nitrate in the Pandawa Beach Waters was ranging from 0,91 to 2,00 mg/L. Concentration of phosphate was ranging from 0,32 to 1,93 mg/L, while silicate was ranging from 0,07 to 0,52 mg/L.
Keywords: Pandawa beach; Nutrient; Nitrate; Phosphate; Silicate
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kandungan nitrat pada air di perairan Pantai Pandawa, Bali. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kutuh (Badung, Bali, Indonesia) dari bulan Desember 2019 hingga Januari 2020. Sampel air diambil dari lokasi penelitian setiap minggu selama dengan frekuensi empat kali pengambilan (1 bulan). Pengambilan sampel air dilakukan secara purposive, yang dilakukan pada lapisan permukaan, tengah dan dasar perairan. Pengukuran kandungan nitrat, dan silikat dilakukan dengan menggunakan Salifert KIT Nitrat dan Silikat, sedangkan fosfat diukur dengan menggunakan KIT Hanna 713. Berdasarkan hasil pengukuran, diketahui bahwa konsentrasi nitrat pada air di perairan Pantai Pandawa berkisar 0,91-2,00 mg/L. Konsentrasi fosfat pada air berkisar 0,32-1,93 mg/L, sedangkan konsentrasi silikat berkisar 0,07-0,52 mg/L.
Kata Kunci: Pantai Pandawa; Nutrien; Nitrat; Fosfat; Silikat
Wilayah pesisir Pantai Pandawa Bali terletak di desa pantai Kutuh, Kuta Selatan, Kabupaten Badung, panjang garis Pantai Pandawa sekitar 1,5 km2, dari panjang garis pantai tersebut oleh masyarakat digunakan sebagai tempat pariwisata, namun sebelum beralih ke pariwisata Pantai Pandawa dulunya tempat budidaya rumput laut oleh masyarakat desa Kutuh. Namun semakin majunya teknologi Pantai Pandawa beralih fungsi menjadi pantai pariwisata. Sehingga masyarakat beralih pekerjaan menjadi bagian dari pariwisata dan budidaya rumput laut ditinggalkan karena produksi dari budidaya rumput laut sendiri
menurun (Bagja et al., 2016). Selain pariwisata Pantai Pandawa oleh masyarakat sekitar digunakan sebagai budidaya terumbu karang maupun aktifitas nelayan. Selain itu, Pantai Pandawa memiliki ekosistem padang lamun dan ekosistem makroalgae. Pada saat beralih menjadi destinasi pantai pariwisata, Pantai Pandawa mulai menarik minat banyak wisatawan yang datang berkunjung.
Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan tersebut berpotensi menambah masukan bahan organik maupun bahan anorganik ke perairan di Pantai Pandawa. Selain dipengaruhi oleh kegiatan pariwisata, bahan organik maupun bahan
anorganik dipengaruhi oleh adanya kegiatan nelayan, ekosistem lamun, makroalgae maupun budidaya terumbu karang. Aktifitas-aktifitas manusia tersebut berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi ekosistem perairan di Pantai Pandawa. Salah satu dampak yang dimungkinkan terjadi adalah eutrofikasi, dimana pada kondisi ini terjadi peningkatan kandungan nutrien secara tidak terkendali (Alfionita et al., 2019).
Nutrien pada umumnya ada dalam bentuk inorganik (seperti nitrat, fosfat dan silikat), dan berperan penting dalam proses metabolisme tubuh fitoplankton di ekosistem perairan. Keberadaan nutrien-nutrien ini dapat dimanfaatkan untuk menentukan kondisi kesuburan perairan. Nitrat berperan dalam proses sintesa protein yang dibutuhkan dalam pertumbuhan fitoplankton. Fosfat menyediakan nutrisi bagi proses pertumbuhan dan metabolisme dalam kehidupan fitoplankton (Paiki dan Kalor, 2017). Sedangkan silikat berperan sebagai faktor pembatas dan pengatur pertumbuhan fitoplankton (Fehling et al., 2012). Akan tetapi, akumulasi konsentrasi fosfat dan silikat yang terlalu di tinggi di perairan justru akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi dan blooming fitoplankton, sehingga berdampak pada terganggunya ekositem perairan selain itu mengakibatkan semakin berkurangnya populasi biota (Patty, 2019). Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian mengenai kandungan nitrat, fosfat dan silikat di perairan Pantai Pandawa, Bali
Penelitian tentang kandungan nitrat, fosfat dan silikat dilaksanakan pada Perairan Pantai Pandawa, Bali (Gambar 1). Penelitian berlangsung selama 4 minggu mulai dari bulan Desember 2019 sampai bulan Januari 2020.
-
2.2 Pengambilan Sampel
Air sampel penelitian diambil setiap minggu (selama 1 bulan) dari 3 stasiun di lokasi penelitian (stasiun 1, 2, dan 3). Sampel air diambil dengan menggunakan alat water sample, pada 3 bagian perairan yang berbeda secara vertikal (permukaan, tengah, dan dasar). Setelah itu, sampel air disimpan pada Botol PET berukuran 1,5 mL. Sampel-sampel air tersebut kemudian ditempatkan dalam sebuah coolbox yang telah
berisi ice gel untuk menjaga kondisi air sampel tersebut dalam kondisi dingin (4oC) hingga proses analisa lebih lanjut di laboratorium.
Gambar 1. Lokasi Penelitian
-
2.3 Pengukuran fosfat
Kandungan fosfat pada air diukur dengan menggunakan HANNA HI-713 KIT. Sampel air (10 ml) dicampurkan dengan 1 sachet (0,18 g) serbuk HANNA HI-713. Setelah itu larutan tersebut dihomogenkan dengan menggunakan vortex selamat 3 menit hingga terjadi perubahan warna. Konsentrasi fosfat ditentukan berdasarkan nilai absorbansi yang terbaca pada alat spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm.
-
2.4 Pengukuran nitrat
Kandungan nitrat pada air diukur dengan menggunakan Salifert Nitrat TEST KIT. Sampel air (1 ml) dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian dicampurkan dengan 4 tetes reagent A dan 1 takaran reagent B. Setelah itu, larutan dihomogenkan dengan menggunakan vortex hingga terjadi perubahan warna. Konsentrasi nitrat kemudian ditentukan berdasarkan nilai absorbansi yang terbaca pada alat spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm.
-
2.5 Pengukuran silikat
Kandungan silikat pada air diukur dengan menggunakan Salifert Nitrat TEST KIT. Sampel air (1 ml) dimasukkan ke tabung reaksi, kemudian dicampurkan dengan reagen A (4 tetes) dan reagen B (1 takaran). Setelah itu larutan dihomogenkan dengan menggunakan vortex hingga terjadi perubahan warna. Konsentrasi fosfat ditentukan
berdasarkan nilai absorbansi pada
spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm.
-
2.6 Analisis Data
Seluruh data yang didapatkan pada penelitian ini diolah dan ditampilkan dalam bentuk tabel. Data tersebut kemudian dibandingkan dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup. Selain itu, dilakukan pula perbandingan hasil penelitian dengan hasil-hasil penelitian lain sebagai pembanding.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan nutrien tertinggi terdapat pada bagian dasar perairan dengan nilai nitrat 1,69 ± 0,08 mg/L, fosfat 1,42 ± 0,09 mg/L dan silikat 0,41 ± 0,02 mg/L dan terendah terdapat pada bagian permukaan perairan dengan nilai nitrat 1,32 ± 0,08 mg/L, fosfat 0,95 ± 0,04 dan silikat 0,23 ± 0,05. Dari data hasil tersebut konsentrasi nitrat, fosfat dan silikat rata-rata lebih tinggi di dasar perairan dibanding pada bagian tengah dan permukaan perairan. Hasil analisis kandungan rata-rata vertikal nitrat, fosfat dan silikat di perairan Pantai Pandawa, Bali disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Konsentrasi nitrat, fosfat dan silikat secara vertikal di perairan Pantai Pandawa, Bali
Kedalaman |
Kandungan secara Vertikal ± SD (mg/L) | ||
Nitrat |
Fosfat |
Silikat | |
Permukaan |
1,32 ± 0,08 |
0,95 ± 0,04 |
0,23 ± 0,05 |
Tengah |
1,64 ± 0,14 |
1,17 ± 0,21 |
0,32 ± 0,04 |
Dasar |
1,69 ± 0,03 |
1,42 ± 0,09 |
0,41 ± 0,02 |
3.1.2 Sebaran Nutrien secara Horisontal
Hasil pengukuran nutrient nitrat, fosfat, dan silikat menunjukkan bahwa konsentrasi tertinggi dari ketiga jenis nutrien tersebut ada pada stasiun 3. Nilai rata-rata nitrat di stasiun 3 adalah 1,60 ± 0,14 mg/L, fosfat 1,43 ± 0,14 mg/L, dan silikat 0,35 ± 0,04
mg/L. Adapun konsentrasi terendah ada pada stasiun 1 dengan nilai rata-rata nitrat 1,48 ± 0,05 mg/L, fosfat 1,00 ± 0,15 mg/L dan silikat 0,36 ± 0,24 mg/L, sedangkan pada stasiun 2 dengan nilai rata-rata nitrat 1,58 ± 0,04 mg/L, fosfat 1,23 ± 0,06 mg/L, dan silikat 0,33 ± 0,04 mg/L. Hasil analisis kandungan rata-rata horizontal nitrat, fosfat dan silikat di perairan Pantai Pandawa, Bali disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Konsentrasi nitrat, fosfat dan silikat secara horizontal di perairan Pantai Pandawa, Bali
Kandungan secara horizontal ± SD
Stasiun |
Nitrat |
(mg/L) Fosfat |
Silikat |
1 |
1,48 ± 0,05 |
1,00 ± 0,15 |
0,36 ± 0,24 |
2 |
1,58 ± 0,04 |
1,23 ± 0,06 |
0,33 ± 0,01 |
3 |
1,60 ± 0,14 |
1,43 ± 0,14 |
0,35 ± 0,04 |
-
3.2 Pembahasan
-
3.2.1 Sebaran Nutrien secara Vertikal
-
Pola sebaran nitrat menunjukkan bahwa konsentrasi nitrat tertinggi terdapat pada bagian dasar perairan. Patty et al (2015) melaporkan hasil yang serupa, dimana fenomena ini ini terkait dengan adanya proses oksidasi bahan organik menjadi ammonia melalui proses amonifikasi, yang kemudian dilanjutkan dengan proses nitrifikasi yang menghasilkan nitrat. Hamuna (2018) menambahkan bahwa proses nitrifikasi terjadi dalam kondisi aerobik, sehingga membutuhkan oksigen dalam jumlah besar. Akibatnya konsumsi oksigen oleh bakteri meningkat, sedangkan DO air akan menurun. Di lain sisi, konsentrasi nitrat di lapisan permukaan yang lebih rendah diduga terkait dengan tingginya penggunaan nitrat oleh fitoplankton (Rahmawati et al., 2014).
Kadar fosfat tertinggi terdapat pada lapisan dasar perairan dan terendah terdapat pada lapisan permukaan perairan. Zhang et al., (2014) menyatakan bahwa sedimen adalah tempat penimbunan dan pembebasan bahan organik ke tengah perairan pantai. Senyawa fosfor yang tersimpan pada sedimen terdekomposisi melalui bantuan bakteri dengan cara abiotik yang membentuk senyawa fosfat terlarut dan mampu terdifusi kembali ke tengah perairan. sehingga
kandungan fosfat antara permukaan, tengah, dan dasar perairan tidak berbeda jauh.
Pola sebaran silikat tertinggi terdapat pada lapisan dasar perairan terendah terdapat pada lapisan permukaan perairan, sedangkan pada lapisan tengah perairan memiliki nilai berada di antara keduanya. Namun dari ketiga lapisan tersebut memiliki nilai yang tidak berbeda jauh. Menurut Simanjuntak (2013), kandungan perairan Gresik berkisar 1,94-15,12 mg/L. Adapun perairan Pantai Pandawa memiliki nilai yang lebih rendah dari perairan Gresik yaitu 0,23-0,41 mg/L. Tingginya kandungan silikat di perairan Gresik dipengaruhi oleh letak pengambilan sampel disamping muara sungai yang termasuk tempat penimbunan buangan limbah dari daratan. Hasil pengukuran silikat di perairan Pantai Pandawa juga masih sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan konsentrasi silikat di perairan Teluk Jakarta (0,21-0,98 mg/L) (Riksawati, 2008). Penelitian lain di perairan Bintan memiliki kandungan silikat yang berkisar 0,08-0,13 mg/L (Suherman & Prayitno, 2012). Sedangkan jika dibandingkan dengan dengan Konsentrasi Silikat di perairan Pesisir Sumatera Barat yang berkisar 0,03-0,06 mg/l konsentrasi silikat di Pantai Pandawa lebih besar. Hal ini menyatakan bahwa silikat dipengaruhi oleh adanya Diatom, musim dan kedalaman di perairan (Merina, 2016).
Diatom merupakan jenis fitoplankton yang memerlukan silikat, selain itu silikat juga dimanfaatkan oleh silicoflagelata, radiolaria, spesies choanoflagelata dan picocyanobacteria. Silikat merupakan bahan organik mikro yang memiliki sifat esensial dan dibutuhkan oleh diatom untuk pertumbuhan dan membentuk dinding sel (Umiatun et al., 2017). Menurut Lalli & Parsons (1997), fitoplankton mampu hidup dengan normal dengan kisaran silikat 0,01-0,14 mg/L. Sedangkan kandungan silikat perairan Pantai Pandawa lebih tinggi dari batas kisaran tersebut, Hal ini menunjukkan keberadaan diatom dengan jumlah sedikit yang menggunakan silikat. Selain itu, disebabkan oleh letak pengambilan sampel dekat dengan daratan membuat konsetrasi silikat lebih tinggi yang dipengaruhi oleh pelapukan batuan (Meirinawati, 2017)
-
3.2.2 Sebaran Nutrien secara Horisontal
Konsentrasi nitrat tertinggi terdapat pada stasiun 3. Tingginya konsentrasi nitrat disebabkan karena
letak pengambilan stasiun 3 pada daerah budidaya rumput laut, terumbu karang, lamun dan banyak terdapat biota laut seperti gastropoda, polichaeta, mollusca. Sedangkan stasiun 2 berada pada zona peralihan yang masih terdampak kondisi dari stasiun 3. Sehingga diduga bahan-bahan organik dari budidaya maupun keberadaan biota laut terakumulasi di stasiun 3. Hal ini selaras dengan pernyataan Mustofa (2015) bahwa ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan produktifitas dan kesuburan yang tinggi. Tingginya produktifitas dan kesuburan di areal ini terkait dengan adanya penguraian serasah dari tanaman mangrove yang jatuh ke bawah. Pada proses ini, berbagai jenis mikroorganisme seperti bakteri dan jamur memainkan peran penting dalam mengurai bahan organik ini.
Hasil analisa pengukuran nitrat juga menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan baku mutu air laut untuk biota laut, yang ditetapkan sebesar 0,008 mg/L. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan kadarnya melebihi ambang baku mutu sehingga terjadi pengkayaan nutrien. Sedangkan dalam penelitian lainnya disebutkan bahwa konsentrasi nitrat yang lebih dari 5 mg/L menunjukkan bahwa perarian tersebut tercemar oleh kegiatan antropogenik yang ada di sekitar daerah tersebut (Lestari, 2014).
Pola sebaran fosfat tertinggi terdapat pada stasiun 3. Tingginya kandungan fosfat pada stasiun 3 diduga karena terdapat ekosistem terumbu karang, makroalga, lamun dan makrozobenthos. Hal ini sesuai dengan pernyataan Patricia et al. (2018) bahwa fosfat diperlukan oleh Biota untuk melanjutkan kehidupannya, namun jika konsentrasi fosfat di lingkungan perairan tinggi akan menyebabkan pertumbuhan alga tidak terkontrol dan menghambat masuknya cahaya matahari ke dalam kolom air. Pada stasiun 1 dan stasiun 2 memiliki nilai yang lebih rendah daripada stasiun 3 akan tetapi perubahannya tidak berbeda jauh dari stasiun 3. Pada stasiun 1 merupakan daerah yang padat pariwisata dimana terdapat banyak limbah domestik pariwisata, sehingga kadar fosfat di stasiun 1 memiliki kandungan yang tinggi.
Peningkatan nilai fosfat diduga terjadi karena beberapa hal, diantaranya adalah peningkatan fosfat dari batuan secara alami serta peningkatan masukan bahan pencemar yang diterima oleh badan air. Selain itu, peningkatan populasi dan kegiatan manusia pada daerah pesisir pantai dapat
menyebabkan peningkatan pasokan fosfat (Ferreira et al., 2011). Peningkatan populasi dan kegiatan manusia pada daerah pesisir pantai akan mengakibatkan limbah domestik masuk ke perairan sehingga limbah tersebut diubah oleh bakteri pendegradasi dan membentuk senyawa nutrien yang salah satunya adalah fosfat, seperti yang dijelaskan di penelitian yang sudah dilakukan pada perairan pantai di Indonesia yaitu perairan Teluk Weda, Maluku Utara (Hamzah et al., 2015), perairan Teluk Ambon (Ikhsani et al., 2016), perairan Matasiri di Kalimatan Selatan (Risamasu et al., 2011), dan perairan Belitung Timur di Bangka Belitung (Simanjuntak, 2009). Dari ketiga stasiun yang ada di Pantai Pandawa memiliki nilai kandungan fosfat diatas ambang baku mutu yang telah ditentukan yaitu berdasarkan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH, 2004) tentang Baku Mutu Air Laut, nilai yang masih dapat ditoleransi kadar fosfat untuk biota laut adalah 0,015 mg/L.
Berdasarkan data penilaian kandungan silikat pada sampel air laut pada perairan Pantai Pandawa tertinggi terdapat pada stasiun 3 dan terendah terdapat pada stasiun 1, sedangkan pada stasiun 2 memiliki nilai 0,33 ± 0,01 hal ini disebabkan pada stasiun 3 banyak terdapat makroalgae dan invertebrata. Selain itu, disebabkan karena kandungan silikat terbentuk oleh adanya pelapukan batuan yang dekat dengan daratan. Hal ini sesuai menurut Bernard et al., (2010) bahwa sumber utama silikat berasal dari pelapukan batuan, sehingga perairan pesisir umumnya mendapatkan pasokan silikat melalui sungai yang membawa mineral silikat hasil pelapukan batuan.
Kondisi stasiun 1 dan 2 mempunyai nilai yang tidak jauh berbeda dengan stasiun 3. Hal ini terkait adanya hujan pada saat pengambilan sampel, pernyataan ini didukung oleh Kusumaningtyas et al. (2014) dan Pello et al. (2014) bahwa kandungan silikat di perairan pesisir akan meningkat pada saat musim hujan dan musim peralihan. Hal tersebut dikarenakan pasokan silikat dari daratan ke pesisir terjadi pada musim hujan dan musim peralihan. Oleh karea itu, pergantian iklim berpengaruh kuat terhadap keanekaragaman dari konsentrasi silikat diperairan pesisir.
5. Simpulan
Kadar nitrat, fosfat dan silikat di perairan Pantai Pandawa memiliki nilai di atas ambang baku mutu KEPMEN LH No. 51 Tahun 2004 sehingga mengindikasikan terjadinya pengkayaan nitrat, fosfat dan silikat yang dapat memacu pertumbuhan ekosistem biota laut yang ada di Pantai Pandawa.
Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada
pengelola Pantai Pandawa yang telah
mengizinkan untuk melakukan penelitian di perairan Pantai Pandawa, Badung, Bali. Kepada rekan-rekan yang membantu dalam pengambilan data. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Laboratorium Perikanan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana.
Daftar Pustaka
Alfionita, A. N. A., Patang, & Kaseng, E. S. (2019).
Pengaruh Eutrofikasi Terhadap Kualitas Air di Sungai Jeneberang. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, 5(1), 9–23.
Bagja, G. A. M., Anna, Z., & Kurniawati, N. (2016). Analisis Pendapatan Masyarakat Pesisir di Kawasan Wisata Bahari Pantai Pandawa Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung Provinsi Bali. Jurnal Perikanan Kelautan, 4(2), 91–96.
Bernard, G. & Buck, W. R. (2004). Systematic of the bryophyta (mosses): from molecules to a revised classification. In Goffinet, B., Hollo, W. V. & Magill, R. E. (eds.). Monographs in Systematic Botany. North
Carolina: Cambridge University Press, pp. 209–239.
Fehling, J., Davidson, K., Bolch, C. J. S., Brand, T. D., &
Narayanaswamy, B. (2012). The relationship between phytoplankton distribution and water column characteristics in North West European shelf sea waters. Plos One, 7(3), 34–98.
Hamuna, B., Tanjung, R. H. R., Suwito, Maury, H. K., & Alianto. (2018). Kajian Kualitas Air Laut dan Indeks Pencemaran Berdasarkan Parameter Fisika-Kimia di Perairan Distrik Depapre, Jayapura. Jurnal Ilmu Lingkungan, 16(1), 35–43.
Hamzah, F., Basir, A., & Triyulianti, I. (2015). Pola
Sebaran Vertikal Nutrien pada Musim Peralihan di Teluk Weda, Maluku Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 7(2), 415–431.
Ikhsani, I. Y., Abdul, M. S., & Lekalette, J. D. (2016). Distribusi Fosfat dan Nitrat di Teluk Ambon Bagian Dalam Pada Monsun Barat dan Timur. Widyariset, 2(2), 86–95.
KLH. (2004). Baku mutu air laut untuk biota laut.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut. Jakarta, Indonesia: Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
Kusumaningtyas, M. A. R., Bramawanto, A., Daulat, W.S., & Pranowo. (2014). Sebaran Kandungan CO2 Terlarut di Perairan Pesisir Selatan Kepulauan Natuna. Jurnal Depik, 3(2), 166–177.
Lalli, C. M., & Parsons, T. M. (1997). Biological
oceanography, an introduction. (2th ed.). Canada, USA: University of British Columbia.
Lestari, F. (2014). Sebaran Nitrogen Anorganik Terlarut di Perairan Pesisir Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Jurnal Dinamika Maritim, 4(2), 88–96.
Meirinawati, H., & Muchtar, M. (2017). Fluktuasi Nitrat, Fosfat dan Silikat di Perairan Pulau Bintan. Jurnal Segara, 13(3), 141–148.
Merina, G., Zakaria, I. J., & Chairul. (2016). Produktivitas Primer Fitoplankton dan Analisis Fisika Kimia di Perairan Laut Pesisir Barat Sumatera Barat. Jurnal Metamorfosa, 3(2), 112–119.
Mustofa, A. (2015). Kandungan Nitrat dan Pospat Sebagai Faktor Tingkat Kesuburan Perairan Pantai. Jurnal Disprotek, 6(1), 13–19.
Paiki, K., Kalor, J. D., Indrayani, E., & Dimara, L. (2018). Distribusi Kelimpahan dan Keanekaragaman Zooplankton di Perairan Pesisir Yapen Timur, Papua. Maspari Journal, 10(2), 199–205.
Patricia, C., Astono, W., & Hendrawan, D. I. (2018). Kandungan Nitrat dan Fosfat di Sungai Ciliwung. In Prosiding Seminar Nasional Cendikiawan Ke 4.
Jakarta, Indonesia, Oktober 2018 (pp. 179–185).
Patty, S. I., Abdul, M. S., & Arfah, H. (2015). Zat Hara (Fosfat, Nitrat), Oksigen Terlarut dan pH Kaitannya dengan Kesuburan di Perairan Jikumerasa, Pulau Buru. Jurnal pesisir dan laut tropis, 3(1), 43–50.
Patty, S. I., & Akbar, N. (2019). Sebaran Horizontal
Fosfat, Nitrat dan Oksigen Terlarut di Perairan Pantai
Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmu Kelautan Kepulauan, 2(1), 13–21.
Pello, F. S., Adiwilaga, E. M., Huliselan, N. V. & Damar, A. (2014). Pengaruh Musim terhadap Beban Masukkan Nutrien di Teluk Ambon Dalam. Jurnal Bumi Lestari, 14(1), 63–73.
Riksawati, A. (2008). Kandungan Nutrient dan Produktivitas Primer Perairan Muara Angke, Teluk Jakarta. Skripsi. Bogor, Indonesia: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institur Pertanian Bogor.
Risamasu, F. J. L., & Prayitno, H. B. (2011). Kajian Zat Hara Fosfat, Nitrit, Nitrat dan Silika di Perairan Kepulauan Matasiri, Kalimantan Selatan. ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences, 16(3), 135–142.
Rumanti, M., Rudiyanti, S., & Nitisupardjo, M. (2014). Hubungan antara Kandungan Nitrat dan Fosfat Dengan Kelimpahan Fitoplankton di Sungai Bremi Kabupaten Pekalongan. Management of Aquatic
Resources Journal, 3(1), 168–176.
Simanjuntak, M. (2009). Hubungan Faktor Lingkungan Kimia, Fisika Terhadap Distribusi Plankton di Perairan Belitung Timur, Bangka Belitung. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada, 11(1), 31–45.
Simanjuntak, M. (2012). Kualitas Air Laut Ditinjau dari Aspek Zat Hara, Oksigen Terlarut dan pH di Perairan Banggai, Sulawesi Tengah. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 4(2), 290–303.
Suherman, S., & Prayitno, H. B. (2012). Examination of the chemical properties of seawater of the Tambelan Islands. Indonesian Journal of Chemistry, 12(3), 235–241.
Umiatun, S., Carmudi, & Christiani. (2017). Hubungan antara Kandungan Silika dengan Kelimpahan Diatom Benthik di Sepanjang Sungai Pelus Kabupaten Banyumas. Scripta Biologica, 4(1), 61–67.
Zhang, J., Yu, Z. G., Raabe, T., Liu, S. M., Starke, A., Zou, L., Gao, H. W. & Brockmann, U. (2004). Dynamics of inorganic nutrient species in the Bohai seawaters. Journal of Marine Systems, 44(3–4), 189–212.
Curr.Trends Aq. Sci. IV(2): 193-198 (2021)
Discussion and feedback