Biomassa dan Kandungan Nutrisi Artemia sp. yang Diberi Papakan Alami Thalassiosira sp. dan Chlorella sp.
on
Current Trends in Aquatic Science IV(1), 57-62 (2021)
BIOMASSA DAN KANDUNGAN NUTRISI Artemia sp. YANG DIBERI PAKAN ALAMI Thalassiosira sp. DAN Chlorella sp.
Galang Alamin Trisnabatin a, Pande Gde Sasmita Julyantoro a ,Ni Putu Putri Wijayanti a a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali-Indonesia * * b Penulis koresponden. Tel.: +62-823-3560-9070 Alamat e-mail: galangtrisnabatin@gmail.com
Diterima (received) 26 Mei 2020; disetujui (accepted) 15 November 2020; tersedia secara online (available online) 15 Februari 2021
Abstract
This study aims to determine the effect of giving Thalassiosira sp. and Chlorella sp. on the biomass and nutritional content of Artemia sp. This research was conducted at the Microalga Laboratory, Living Feed Unit of the Situbondo Aquaculture Aquaculture Fisheries Unit from June to August 2019. This research was experimental using a Completely Randomized Design (CRD) with three treatments and three repetitions. Provision of natural food against Artemia sp. carried out with 3 treatments namely Treatment (a) feeding Chlorella sp., (b) feeding with Thallassiosira sp., (c) feeding combination Thallassiosira sp. and Chlorella sp. combination feeding has a high nutrient content compared to treatments (a) and (b). The protein content in treatment (c) was 58.64% compared to treatment (a) amounted to 49.79% and treatment (b) 53.60%. Water quality measured during the study were temperatures ranging from 25.9-27 ° C, salinity values ranged from 34 to 38 ppt, pH values ranged from 8.04 to 8.45, and DO values ranged from 7.8 to 12.8 ppm. The value of water quality is still in the optimal range for the growth of Artemia sp.
Keywords: Artemia sp; Chlorella sp; Thallassiosira sp; Biomass; Nutrition Content
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian Thalassiosira sp. dan Chlorella sp. terhadap biomassa dan kandungan nutrisi Artemia sp. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikroalga, Unit Pakan Hidup Balai Perikanan Budidaya Air Payau Situbondo dari bulan Juni hingga Agustus 2019. Penelitian ini bersifat eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan tiga kali pengulangan. Pemberian pakan alami terhadap Artemia sp. dilakukan dengan 3 perlakuan yaitu Perlakuan (a) pemberian pakan Chlorella sp., (b) pemberian dengan pakan Thallassiosira sp., (c) pemberian pakan kombinasi Thallassiosira sp. dan Chlorella sp. pemberian pakan kombinasi memiliki kadungan nutrisi yang tinggi dibandingkan perlakuan (a) dan (b). Kandungan protein pada perlakuan (c) sebesar 58,64% dibandingkan dengan perlakuan (a) sebesar 49,79% dan perlakuan (b) 53,60%. Kualitas air yang diukur selama penelitian yaitu suhu yang berkisar 25,9 - 27˚C, nilai salinitas berkisar 34 – 38 ppt, nilai pH berkisar 8,04 - 8,45, dan nilai DO berkisar 7,8-12,8 ppm. Nilai kualitas air tersebut masih dalam kisaran optimal untuk pertumbuhan Artemia sp.
Kata Kunci: Artemia sp.; Chlorella sp.; Thallassiosira sp.; Biomassa; Kandungan Nutrisi
Di Indonesia masih banyak menggunakan Artemia sp. impor, padahal kebutuhan Artemia sp. tersebut diharapkan dapat diproduksi sendiri di lahan tambak garam dengan beberapa alasan antara lain yaitu kualitas kista yang dihasilkan lebih baik
karena kondisinya masih relatif segar atau baru dan dapat meningkatkan pendanaan petani tambak garam serta Indonesia memiliki lahan tambak garam yang cukup luas. Kurangnya perhatian dalam budidaya Artemia sp. di tambak garam yang sampai saat ini merupakan salah satu faktor yang menjadi kendala dalam budidaya (Widiastuti, et al.,
2012). Kandungan nutrisi Artemia sp. cukup tinggi, proteinnya mencapai 60%, karbohidrat 20%, lemak 20%, abu 4% dan air 10% (Wibowo et al., 2013). Secara komersial Artemia sp. biasa disimpan dalam bentuk kering yang disebut kista. Produksi kista dapat terjadi pada salinitas tinggi antara 80-140 ppt. Kista merupakan embrio Artemia sp. yang dilindungi oleh cangkang atau korion karena induk hidup di lingkungan ekstrim, seperti perairan yang bersalinitas tinggi dan kadar oksigen rendah (Soni, 2003).
Junda, et al. (2015) menyatakan bahwa Artemia sp. merupakan zooplankton yang cara makannya adalah menyaring (filter feeder) non selektif, oleh sebab itu faktor terpenting yang harus diperhatikan dalam memilih pakan Artemia sp. adalah ukuran partikel. Partikel makanan dengan ukuran < 60 µm cocok untuk Artemia sp. karena dapat mudah dicerna. Artemia sp. mulai makan pada instar ketiga, yaitu setelah saluran pencernaan terbentuk. Ukuran partikel pakan untuk larva Artemia sp. adalah 20-30 µm dan untuk Artemia sp. dewasa antara 40-50 µm.
Thalassiosira sp. merupakan jenis diatom laut yang paling umum digunakan sebagai sumber pakan alami pada tahap kultur larva udang putih, karena kandungan proteinnya yang tinggi sekitar 30-60%. Thalasiossira sp. dapat menghasilkan jumlah sel yang lebih banyak dibandingkan dengan Chaetoceros sp. dan jumlah sel dari Thalasiossira sp. mengalami peningkatan dari fase eksponensial sampai fase stasioner. Proses pertumbuhan yang cepat dari Thalasiossira sp. merupakan salah satu alasan digunakannya mikroalga ini sebagai pakan alami pada bidang budidaya (Costard et al., 2012).
Chlorella vulgaris merupakan alga hijau bersel tunggal (uniceluler), bentuk sel bulat seperti telur dengan diameter selnya berukuran antara 2-8 mikron, berwarna hijau karena memiliki pigmen klorofil yang dominan dibandingkan dengan pigmen yang lain. Chlorella vulgaris dapat bergerak namun sangat lambat sehingga pada pengamatan seakan-akan tidak bergerak (Aprilliyanti, et al., 2016). Sel Chlorella sp. mengandung 50% protein, lemak serta vitamin A, B, D, E dan K, disamping banyak terdapat pigmen hijau (klorofil) yang berfungsi sebagai katalisator dalam proses fotosintesis (Lutfi, 2012).
Pentingnya kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan Artemia sp. berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan ketersediaan
diatom dan alga hijau sebagai pakannya. Penelitian tentang pemberian beberapa jenis diatom dan alga sebagai pakan alami Artemia sp. telah banyak dilakukan namun pengkajian tentang pengaruh pemberikan pakan alami tersebut terhadap biomassa dan kandungan nutrisi Artemia sp. masih terbatas jumlahnya. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan alami Thalassiosira sp. dan Chlorella sp. terhadap biomassa dan kandungan nutrisi Artemia sp.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 pengulangan. Penelitian ini terdiri dari tiga perlakuan yaitu menggunakan Chlorella sp., Thalassiosira sp., dan kombinasi. Kepadatan awal (15 ind/ml) dalam media 10L. Kepadatan Chlorella sp. 170.000 sel/ind/ml, Thalassiosira sp. 170.000 sel/ind/ml, dan kombinasi (50:50) 170.000 sel/ind/ml dosis ini merupakan dosis yang tepat menurut pendapat Widiastuti, et. al. (2012).
-
2.1 Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2019. Sampel Artemia sp. diteliti di Laboratorium Mikroalga dan Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ikan, Unit Pakan Hidup Balai Perikanan Budidaya Air Payau Situbondo (BPBAP Situbondo).
-
2.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah carboy, gelas ukur, thermometer, timbangan analitik, pipet tetes, aerator, sedgewickrafter, hand counter, loop, pH pen, refraktometer, DO meter, hemochetometer, filter bag, mikroskop. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kista Artemia sp., air laut, Chlorella sp., Thallassiosira sp., pupuk walne, vitamin B12, silikat, chlorine, natrium thiosulfate, pupuk diatom.
-
2.3 Sterilisasi Alat dan Media Kultur
Sterilisasi alat dengan cara membersihkan media kultur menggunakan sabun dan sikat, media yang telah bersih kemudian dikeringkan. Lalu menambahkan air laut menggunakan filter bag ke dalam bak kultur dan diberikan aerasi. Kemudian
air yang telah tersaring kemudian diberikan chlorine dengan dosis 20 ppm dan di aerasi selama satu hari. Setelah itu ditambahkan natrium thiosulfate sebanyak 10 ppm ke dalam air. Setelah beberapa menit diberi chlorine untuk menetralkan.
-
2.4 Persiapan Kultur Artemia sp. dan Pakan Mikroalga
Kista Artemia sp. diambil 100 g dan dimasukkan kedalam air laut bervolume 10L, lalu dilakukan penetasan dengan cara dekapsulasi selama 24 jam. Menurut Pramudjo dan Sofiati, (2004) kista hasil dekapsulasi dapat segera digunakan (ditetaskan) atau disimpan dalam suhu 0-4°C dan digunakan sesuai kebutuhan. Setelah menetas, kemudian dihitung kepadatan Artemia sp. lalu diambil dengan kepadatan 15 ind/ml dan dimasukkan kedalam carboy sebanyak 10L. Kepadatan awal Artemia sp. yang akan digunakan dihitung menurut Erniati, et. al. (2012) menggunakan rumus:
Nl x V1 = N2 x V2 (1)
dimana N1: kepadatan individu yang dketahui, V1: volume air yang diketahui, N2: kepadatan individu yang diinginkan, dan V2: volume air yang diinginkan.
Pembuatan pakan mikroalga dengan cara inokulan di kultur menggunakan carboy volume 5L yang telah berisi media kultur steril dan di pupuk menggunakan pupuk walne, pupuk diatom, vitamin dan silikat.
-
2.5 Perhitungan Biomassa dan Kelulushidupan Artemia sp.
Biomassa. dihitung dengan cara memanen Artemia sp. pada masa akhir kultur yaitu hari ketujuh. Artemia sp. dipanen dengan cara disaring dapat di peroleh dengan ditimbang berat basah setelah 7 hari dan kelangsunghidupan menghitung kepadatan selama pemeliharan. Rumus kelulushidupan Artemia sp. menurut Ratri, et. al. (2020) yaitu:
SR = — x 100 %
NO (2)
dimana SR adalah Kelulushidupan (%); Nt adalah Kepadatan Artemia sp. pada waktu Akhir (ind/ml); dan N0 adalah Kepadatan Artemia sp. pada waktu Awal (ind/ml).
-
2.6 Perhitungan Kepadatan Mikroalga dan Konsumsi Pakan
Kepadatan Mikroalga dihitung dengan rumus berikut (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995):
1 Acg 1000ml
Vcg Aa Vc
dimana N adalah kepadatan mikroalga (ind/ml); n adalah jumlah mikroalga yang teramati; Vcg adalah volume cover glass (ml); Acg adalah luas cover glass (mm2); Aa adalah luas lapang pandang (mm2); Vc adalah volume kultur (l).
Menurut Widiastuti, et al., (2012) Perhitungan konsumsi pakan adalah jumlah pemberian awal pakan dikurangi dengan jumlah akhir pakan yang ada dalam media.
-
2.7 Kandungan Nutrisi dan Kualitas Air.
Artemia sp. yang telah disaring dan ditimbang berat basah dimasukkan kedalam wadah kemudian akan dilakukan analisis kandungan nutrisi dengan uji proksimat. Uji proksimat dianalisis di Laboratorium BPBAP Situbondo untuk mengetahui kadar protein, lemak, dan serat kasar. Sedangkan pengukuran kualitas air selama peneltian meliputi pH, DO, suhu dan salinitas yang diukur satu kali sehari selama masa kultur.
-
2.7 Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah secara deskriptif yaitu berupa tabel dan grafik data yang diperoleh berupa tabel biomassa setiap perlakuan Artemia sp. Selanjutnya data diolah secara statistic dengan One Way Analisis of Varians (ANOVA) dengan taraf signifikan 5% dimana hasil dari analisisnya diyakini kebenarannya sebesar 95%. Pengujian tersebut menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions) 16 for windows.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil rata-rata data biomassa Artemia sp. tertinggi adalah pada perlakuan B sebesar 18,9±2,6 g diikuti dengan perlakuan C 17,8±2,9 g dan perlakuan A 12,9±1,9 g.
Biomassa Artemia sp. dengan perlakuan C tidak berbeda signifikan dengan perlakuan A dan perlakuan B. Biomassa Artemia sp. perlakuan A berbeda signifikan dengan perlakuan B (Gambar 1). Kelulushidupan Artemia sp. tertinggi pada perlakuan B dengan nilai 90,37%, perlakuan C nilai 85,67% dan nilai terendah pada perlakuan A dengan nilai 52,66%. (Gambar 2).
Gambar 1. Biomassa Artemia sp.
Gambar 2. Kelulushidupan
-
3.2 Hasil Kandungan Nutrisi dan Kualitas Air
Hasil analisa proksimat kandungan nutrisi protein Artemia sp. tertinggi pada perlakuan C dengan nilai 58,64% diikuti dengan perlakuan B dengan nilai 53,60% dan terrendah dengan perlakuan A dengan nilai 49,79%. Kandungan lemak tertinggi ada perlakuan B dengan nilai 5,36%, perlakuan C dengan nilai 3,46% dan terendah perlakuan A dengan nilai 2,03%. Hasil serat kasar tertinggi perlakuan C dengan nilai 11,31% diikuti dengan perlakuan B dengan nilai 7,35% dan terakhir perlakuan A dengan nilai 3,22%. (Tabel 1).
Tabel 1
Kandungan Nutrisi
Kandungan Nutrisi |
Perlakuan % | ||
A |
B |
C | |
Protein |
49,79 |
53,60 |
58,64 |
Lemak |
2,03 |
5,36 |
3,46 |
Serat Kasar |
3,22 |
7,35 |
11,31 |
Pengukuran kualitas air media Artemia sp. dalam kondisi terkontrol pada ruangan tertutup. Parameter suhu, salinitas dan pH dalam kondisi nilai optimum dengan pustaka dan hasil pengukuran DO pada media Artemia sp. tertinggi dengan nilai 9,08-10,63 pada pagi hari dan 8,379,24 pada sore hari (Tabel 2).
Tabel 2.
Nilai Parameter Kualitas Air
Parameter |
Waktu |
Perlakuan | ||
A |
B |
C | ||
Suhu |
Pagi |
25,2-26,41 |
25-25,53 |
25,3-26,13 |
(0C) |
Sore |
26-27 |
26,23 26,61 |
25,9-26,41 |
Salinitas |
Pagi |
34-35,52 |
34-35 |
34-35 |
(ppt) |
Sore |
34-36 |
34-35,52 |
34-35,52 |
pH |
Pagi |
8,07-8,17 |
8,01-8,14 |
8,04-8,24 |
Sore |
8,14-8,19 |
8,05-8,19 |
8,08-8,19 | |
DO |
Pagi |
9,12-10,63 |
8,24-9,76 |
9,08-10,58 |
(ppm) |
Sore |
8,22-9,24 |
7,08-8,57 |
8,37-9,23 |
Hasil biomassa tertinggi setelah panen adalah perlakuan B , hal ini dapat dilihat pada saat pemanenan Artemia sp. yang terlihat dari ciri-ciri ukuran tubuh Artemia sp. yang lebih besar pada saat pemanenan daripada kedua perlakuan lainnya. Sedangkan biomassa C tidak berbeda nyata dengan perlakuan A dan perlakuan B. Pada biomassa Artemia sp. perlakuan A berbeda sangat nyata (P > 0,05) dengan perlakuan B. Perlakuan A memiliki nilai terendah. Hal tersebut karena pada saat pemanenan Artemia sp. ukuran tubuh terlihat lebih kecil dimana hal itu menunjukan pertumbuhannya yang lambat. Kelangsungan hidup akan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan secara alamiah, setiap organisme memiliki kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya dengan batasan tertentu yang disebut nilai toleransi suatu hewan (Erfanto, 2013). Hasil penelitian kelulushidupan Artemia sp. pada perlakuan A memiliki nilai rata-rata terendah dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan B, hal ini dapat dilihat dari pengamatan selama penelitian yang menunjukan penurunan individu Artemia sp. Pada perlakuan B nilai rata-rata kelulushidupan tertinggi dibandingkan perlakuan A dan perlakuan C, sesuai dengan pernyataan Rudiyanti (2011),
yaitu tingkat kelulushidupan yang tinggi menunjukkan kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan cukup baik, sehingga dapat berpengaruh positif pada kelulushidupan. Pendapat ini juga didukung oleh Yustianti, et. al. (2013) yang menyatakan bahwa, tingginya tingkat kelangsungan hidup diduga karena pakan yang diberikan memiliki protein yang tinggi serta dapat dimanfaatkan dengan baik, sehingga terjaganya faktor lingkungan dalam media pemeliharaan yang dapat menunjang kelangsungan hidup udang. Hasil nilai rata-rata pada perlakuan C terlihat tidak jauh berbeda dengan perlakuan B hal ini diduga pakan kombinasi di makan namun tidak keseluruhannya. Hasil penelitian kelulushidupan Artemia sp. pada perlakuan A memiliki nilai rata-rata terendah dan berbeda sangat nyata (p > 0,01) dengan perlakuan B, hal ini dapat dilihat dari pengamatan selama penelitian yang menunjukan penurunan individu Artemia sp. Pada perlakuan B nilai rata-rata kelulushidupan tertinggi dibandingkan perlakuan A dan perlakuan C. Nilai rata-rata pada perlakuan C berbeda tipis dengan perlakuan B hal ini diduga pakan kombinasi di makan namun tidak keseluruhannya.
-
4.2 Kandungan Nutrisi dan Kualitas Air
Protein salah satu faktor yang sangat penting untuk pertumbuhan, begitu pula dengan lemak. Hasil kandungan nutrisi pada protein tertinggi diperoleh dari perlakuan C, hal ini diduga karena kandungan protein dari masing-masing pakan alami yang dimakan oleh Artemia sp. dalam media. Shantanam et al., (2012), menyatakan bahwa protein merupakan fraksi utama dibandingkan lipid dan karbohidrat, yang menunjukkan kegunaan sebagai cadangan energi dan substrat metabolis Pada perlakuan A kandungan protein menunjukan nilai terendah, hal ini dilihat dari konsumsi pakan Artemia sp. yang juga memiliki nilai terendah. Sedangkan perlakuan B memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dari perlakuan A. Dilihat dari lemak pada perlakuan B memiliki nilai tertinggi, hal ini sesuai dengan penyataan Vicky ,(2012) bahwa kadar lemak dari spesies Thalassiosira sp. adalah 7,80% selain itu juga dapat dilihat dari hasil kelulushidupan, kepadatan, dan biomassanya. Hasil pengukuran kualitas air suhu selama pemeliharaan dengan nilai 25-27°C. Widiastuti, et. al. (2012) yang menyatakan bahwa, suhu air sangat berpengaruh terhadap jumlah
makanan yang dikonsumsi Artemia sp. serta metabolismenya. Suhu stabil dikarenakan
pemeliharaan Artemia sp. berada pada ruangan terkontrol dan suhu optimal bagi pertumbuhan Artemia sp. berkisar antara 25-30ºC. Salinitas selama pemeliharaan 34-38 ppt dimana nilai tersebut kisaran yang optimum bagi pemeliharaan Artemia sp. kisaran yang optimum bagi pemeliharaan Artemia sp. Kultur biomassa Artemia sp. yang baik pada kadar garam 30-50 ppt. Untuk Artemia sp. yang mampu menghasilkan kista membutuhkan kadar garam di atas 100 ppt (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Hasil pengukuran pH air di media pemeliharaan selama percobaan
menunjukan bahwa semuanya bersifat alkalis, dengan nilai > 8,1. Menurut Sorgeloos (1980), pH media pemeliharaan yang baik bagi pertumbuhan Artemia sp. berkisar antara 7-8,5. Pada kandungan oksigen terlarut di seluruh media perlakuan berada pada kondisi DO yang tinggi yaitu > 7 mg/l.
Konsentrasi oksigen terlarut yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan Artemia sp. adalah lebih dari 5 ppm (Hoa, et. al., 2011).
Hasil biomassa tertinggi diperoleh pada perlakuan B dengan nilai sebesar 18,9±2,6 g diikuti perlakuan C yaitu 17,8±2,9 g dan perlakuan A sebesar 12,9±1,9 g. Kelulushidupan tertinggi pada perlakuan B sebesar 90,4±2,5%, kemudian perlakuan C sebesar 85,6±2,3%, dan perlakuan A sebesar 52,6±6,3%. Pada konsumsi pakan hasil tertinggi pada perlakuan B sebesar 114000 sel/ind selanjutnya perlakuan C sebesar 78000 sel/ind dan terakhir perlakuan A sebesar 47500 sel/ind. Hasil rata-rata kandungan nutrisi tertinggi adalah perlakuan C diikuti perlakuan B dan terakhir perlakuan A.
Ucapan Terimakasih
Terima kasih saya ucapkan kepada Balai Perikanan Budidaya Air Payau Situbondo sebagai tempat melangsungkan penelitian. Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana Serta semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini.
Daftar Pustaka
Aprilliyanti, S., Soeprobowati, T. R. & Yulianto, B. (2016). Hubungan Kemelimpahan Chlorella sp. dengan Kualitas Lingkungan Perairan pada Skala Semi Masal di BBBPBAP Jepara. Jurnal Ilmu Lingkungan, 14(2), 7781.
Costard, G. S., Machado R. R., Barbarino E., Martino R. C., & Lourenço S. O. (2012). Chemical composition of five marine microalgae that occur on the Brazilian Coast. International Journal of Fisheries and Aquaculture, 4(9), 191-201.
Erfanto F. (2013). Pengaruh Substitusi Silase Ikan Rucah dengan Persentase yang Berbeda pada Pakan Buatan terhadap Efisiensi Pakan, Pertumbuhan dan Kelulushidupan Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio ). Journal of Aquaculture Management and Technology, 2(2), 26-36.
Erniati., Erlangga., & Hairina. (2012). Pemberian
Mikroalga yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Artemia salina. Berkala Perikanan Terubuk, 40(2), 13-19.
Hoa, N. V., Thu, T. A., Anh, N. T. N., & Toi, H. T. (2011). Artemia franciscana Kellogg, 1906 (Crustacea: Anostraca) production in earthen pond: Improved culture techniques. International Journal of Artemia Biology, 24(1),13-28.
Isnansetyo, A., & Kurniastuty. (1995). Teknik Kultur Phytoplankton Zooplankton: Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Yogyakarta, Indonesia: Kanisius.
Junda, M., Kurnia, N., & Mis’am, Y. (2015). Pengaruh Pemberian Skeletonema costatum dengan Kepadatan Berbeda terhadap Sintasan Artemia salina. Jurnal Bionature, 16(1), 21-27.
Lutfi, M. (2012). Potensi Mikroalga dari Tambak Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Sistem Greenwater sebagai Biokontrol Vibriosis secara In-Vitro. Skripsi. Malang, Indonesia: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya.
Pramudjo., & Sofiati. (2004). Prospek Teknik Produksi Cyste Brine Shrimp (Artemia salina LEACH) di
Indonesia. Skripsi. Manado, Indonesia: Fakultas Perikanan, Universitas Sam Ratulangi.
Ratri, K. R., Hutabarat, J., & Herawati, V.E. (2020).
Pengaruh Pemberian Pakan Phromina sp. Subtitusi
Artemia sp. terhadap Pertumbuhan dan Kelulushidupan Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei). Jurnal Sains Akuakultur, 3(2), 66-75.
Rudiyanti, S. (2011). Pertumbuhan Skeletonema costatum pada Berbagai Tingkat Salinitas Media. Jurnal Saintek Perikanan, 6(2), 69 -76
Shantanam, P., & Perumal, P. (2012). Evaluation of the Marine Copepod Oithona rigida Giesbrecht as live feed for larviculture of Asian Seabass Lates calcarifer Bloch with special reference to nutritional value. Indian J. Fish, 59(2), 127-134.
Soni, A. F. M. (2003). Petunjuk Teknis: Standard Operation Procedure Produksi Kista Artemia di Tambak Garam. Jepara, Indonesia: Balai Besar Pengembangan
Budidaya Air Payau.
Sorgeloos, P. (1980). Improvement in avaibility and use of Artemia as food source for Macrobrachium. Dalam Prosiding International Conference “Giant Prawn”. Bangkok, Thailand, 15-21 June 1980.
Vicky A. (2012). Komposisi Asam Lemak Mikroalga Jenis Skeletonema costatum, Thalassiosira sp., dan Chaetoceros gracilis. Aquatic Product Technology, 20 (2), 117-119.
Wibowo, S., Utomo B. S. B., Suryaningrum, D., &
Syamdidi. (2013). Artemia untuk Pakan Ikan dan Udang. Jakarta, Indonesia: Penebar Swadaya.
Widiastuti, R., Hutabarat, J., & Herawati, V.E. (2012). Pengaruh Pemberian Pakan Alami Berbeda (Skeletonema costatum dan Chaetoceros gracilis) terhadap Pertumbuhan Biomass Mutlak dan Kandungan Nutrisi Artemia sp. Lokal. Journal of Aquaculture Management and Technology, 1(1), 236-248.
Yustianti, M., Ibrahim, N., & Ruslaini. (2013).
Pertumbuhan dan Sintasan Larva Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Melalui Substitusi Tepung Ikan dengan Tepung Usus Ayam, Jurnal Mina Laut Indonesia, 1(1), 93-103.
Curr.Trends Aq. Sci. IV(1): 57-62 (2021)
Discussion and feedback