Current Trends in Aquatic Science III(2), 100-107 (2020)

Kuantitas dan Kualitas Larva Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Hasil Pemijahan Induk dengan Sex Ratio Berbeda

Ade Angelia Atmanegara Sinaga a*, Pande Gde Sasmita Julyantoro a, Ni Made Ernawatia

a Program Studi Manajamen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Badung, Bali-Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-822-7730-2144

Alamat e-mail: angeliasinaga66@gmail.com

Diterima (received) 24 Juli 2020; disetujui (accepted) 24 Agustus 2020

Abstract

The prospect of developing freshwater fish aquaculture in Indonesia is quite promising. One of the freshwater fish commodities that have higher selling prices and quite a lot of market demand in the country and exports is tilapia (Oreochromis niloticus). This research aimed to know the optimal sex ratio in mating of tilapia to produce the best quantity and quality of tilapia larvae. This research was conducted in December 2019 to February 2020 in the Technical Implementation Unit of the Fish Seed Market and Denpasar Fish Seed Hall. This research used the complete randomized design method with three treatments and three replications. The sex ratio of parents in this research was the ratio between parent males and females with ratio of 1:2, 1:3, and 1:4. The parameters observed were the quantity, the growth in length and absolute weight, survival rate, and water quality both from mating and rearing ponds. The results of this research indicated that the parent sex ratio at the time of spawning had a significant effect (P < 0,05) on the quantity tilapia larvae produced, with the highest number of treatments with a ratio of parent males and females 1:3 as many as 1305±393, but didn’t have a significant effect (P > 0,05) on the quality of larvae which included the growth in length, absolute weight, and survival rate. Water quality parameters included temperature, dissolved oxygen (DO), and potential of hydrogen (pH) during mating and larva rearing was still in the range that supports the life of tilapia.

Keywords: Larvae; Mating; Sex Ratio; Tilapia

Abstrak

Prospek pengembangan budidaya ikan air tawar di Indonesia cukup menjanjikan. Salah satu komoditas ikan air tawar yang memiliki harga jual tinggi dan permintaan pasar yang cukup banyak di dalam negeri maupun ekspor adalah ikan nila (Oreochromis niloticus). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sex ratio yang optimal pada pemijahan indukan ikan nila untuk menghasilkan kuantitas dan kualitas larva ikan nila yang terbaik. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2019 hingga Februari 2020 di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pasar Benih Ikan dan Balai Benih Ikan Denpasar dengan menggunakan metode racangan acak lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan tiga ulangan. Sex ratio indukan pada penelitian ini yaitu perbandingan antara indukan jantan dan betina dengan rasio 1:2, 1:3 dan 1:4. Parameter yang diamati adalah kuantitas, pertumbuhan panjang dan bobot mutlak, kelangsungan hidup dan kualitas air baik pemijahan induk maupun pemeliharaan larva ikan nila. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sex ratio induk pada saat pemijahan memiliki pengaruh yang signifikan (P < 0,05) terhadap kuantitas larva ikan nila yang dihasilkan, dengan jumlah tertinggi pada perlakuan dengan perbandingan indukan jantan dan betina 1:3 sebanyak 1305±393 ekor, namun tidak memiliki pengaruh signifikan (P > 0,05) pada kualitas larva yang meliputi pertumbuhan panjang dan bobot mutlak serta kelangsungan hidup. Parameter kualitas air yang meliputi suhu, oksigen terlarut (DO) dan derajat keasaman (pH) selama pemijahan induk dan pemeliharaan larva masih berada pada kisaran yang mendukung kehidupan ikan nila.

Kata Kunci: Ikan Nila; Larva; Pemijahan; Sex ratio

  • 1.    Pendahuluan

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu komoditas air tawar yang paling banyak diminati oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan protein harian (Mulyani et al., 2014). Prospek pengembangan budidaya ikan nila di Indonesia cukup cerah. Hal ini dapat dilihat dari tingginya minat masyarakat terhadap ikan nila. Menurut Murniyati et al. (2014), Produksi ikan nila pada tahun 2010 sampai 2013 mengalami peningkatan yang cukup tinggi dengan kenaikan 34,85%. Pada Produksi ikan nila pada tahun 2013 memiliki total sebesar sebesar 6,83% dari total produksi ikan budidaya. Ikan nila banyak diminati karena memiliki beberapa keunggulan seperti rasanya yang khas membuat ikan nila enak diolah dengan cara apapun, daging yang tebal sehingga berpotensi untuk dijadikan sebagai komoditi ekspor dalam bentuk fillet ikan serta harganya yang relatif murah. Keadaan iklim dan lahan perikanan air tawar yang luas merupakan faktor pendukung dalam pengembangan budidaya ikan nila di Indonesia (Putra et al., 2011).

Salah satu upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas dalam budidaya adalah kegiatan pemijahan ikan. Kegiatan pemijahan penting dilakukan untuk menghasilkan benih atau larva ikan (Yustysi et al., 2016). Informasi tentang proses pemijahan ikan perlu didapatkan untuk mengetahui kuantitas dan kualitas larva hasil pemijahan dengan sex ratio yang berbeda. Sex ratio merupakan angka perbandingan jumlah indukan jantan dan betina dalam suatu populasi (Novianto et al., 2010). Penelitian mengenai sex ratio yang berbeda dalam pemijahan ikan nila antara lain pada penelitian Kordi (2010) menyatakan bahwa pada saat memijah satu ekor ikan nila jantan mampu membuahi telur-telur yang dikeluarkan oleh lebih dari satu ekor ikan nila betina, sehingga untuk pemijahan di kolam jumlah induk betina hendaknya lebih banyak dari jumlah induk jantan. Dengan demikian penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui sex ratio indukan jantan dan betina yang optimal dalam kegiatan pemijahan ikan nila untuk mendapatkan kuantitas dan kualitas larva yang terbaik.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2019 – Februari 2020. Kegiatan penelitian dilakukan di Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Pasar Benih dan Balai Benih Ikan Kota Denpasar.

  • 2.2    Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu kolam pemijahan, aquarium, jaring hapa, saringan, ember, aerator, selang aerator dan batu aerasi, penggaris, timbangan digital, pH pen, termometer, DO meter. Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu ikan nila dan pakan ikan berupa tepung pellet.

  • 2.3    Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Metode ini menggunakan 3 perlakuan dan 3 kali pengulangan, yang masing-masing komposisi perlakuan sex ratio pada indukan jantan dan betina adalah 1:2; 1:3; dan 1:4.

  • 2.4    Prosedur Penelitian

    • 2.4.1    Persiapan Media

Persiapan media terdiri dari persiapan alat dan bahan yang digunakan pada saat penelitian, persiapan kolam pemijahan dan akuarium pemeliharaan larva. Disiapkan kolam pemijahan yang sudah dibersihkan dan di sekat menjadi tiga bagian dengan menggunakan jaring hapa. Kolam diisi air hingga ketinggian 80 cm. Persiapan akuarium sebagai tempat pemeliharaan larva yang memiliki ukuran 70×50 cm, terlebih dahulu dibersihkan lalu dilakukan pengisian air sebanyak 50 liter dan dilakukan pemasangan aerator sebagai penambah oksigen.

  • 2.4.2    Seleksi Induk

Ikan nila di seleksi yang sudah matang gonad dengan bobot yang relatif seragam, yaitu sekitar 600-700 gr/ekor untuk indukan jantan dan 500-600 gr/ekor untuk indukan betina.

  • 2.4.3    Pemijahan

Ikan nila betina yang sudah matang gonad dipindahkan terlebih dahulu kedalam kolam

pemijahan, kemudian pada hari ketiga ikan nila jantan dimasukkan ke dalam kolam pemijahan bersama ikan nila betina. Indukan ikan nila jantan dan betina dimasukan ke dalam kolam yang sesuai dengan perlakuan yang sudah diberikan. Masa produksi berlangsung selama 2-3 minggu.

  • 2.4.4    Pemeliharaan Larva

Pemeliharaan larva dilakukan pada wadah pemeliharaan berupa aquarium selama 30 hari. Pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari yaitu pada pagi, siang dan sore hari sebanyak 3% dari bobot tubuh larva dengan kadar protein 30%.

  • 2.4.5    Pengamatan     Pertumbuhan     dan

Kelangsungan Hidup Larva

Pengukuran kualitas larva yang meliputi panjang, bobot dan kelangsungan hidup dilakukan pada hari-1 dan hari-30 pemeliharaan larva ikan nila.

  • 2.5    Parameter Pengamatan

    • 2.5.1    Jumlah Larva

Metode perhitungan jumlah larva dilakukan secara manual yaitu dengan menghitung larva satu persatu.

  • 2.5.2    Pertumbuhan Mutlak

Pengukuran pertumbuhan mutlak meliputi pajang dan berat mutlak larva ikan nila dilakukan pada hari-1 dan hari-30 pemeliharaan larva. Pertumbuhan panjang mutlak dihitung dengan rumus:

L = Lt - Lo                                  (1)

Dimana L adalah pertumbuhan panjang mutlak (mm); L0 adalah panjang ikan pada awal pemeliharaan (mm); Lt adalah panjang larva pada akhir pemeliharaan (mm).

Pertumbuhan bobot mutlak dihitung dengan rumus:

Dimana W adalah Pertumbuhan bobot mutlak (mg); Wt adalah bobot total ikan uji pada akhir percobaan (mg); Wo = Bobot total ikan uji pada awal percobaan (mg).

  • 2.5.3    Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate)

Kelangsungan hidup adalah perbandingan jumlah ikan yang hidup selama kegiatan penelitian. Kelangsungan hidup larva ikan nila dihitung menggunakan rumus (Muchlisin et al., 2016)

Nt

SR (%) =---%100%

No

(3)


Dimana SR adalah tingkat kelangsungan hidup (%); Nt adalah jumlah ikan pada akhir penelitian (ekor); dan No Jumlah ikan pada awal penelitian (ekor)

  • 2.5.4    Kualitas Air

Pengkuran kualitas air dilakukan selama kegiatan penelitian yaitu kegiatan pemijahan dan pemeliharaan larva. Pengukuran kualitas air meliputi suhu, oksigen terlarut (DO) dan derajat keasaman (pH).

  • 2.6    Analisa Data

Data yang diperoleh yaitu jumlah larva ikan, panjang dan bobot mutlak serta kelangsungan hidup larva ikan yang dianalisis secara statistik menggunakan Analisis varians (Analysis of Variance, ANOVA) atau sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95%. Apabila data menunjukkan berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan Uji Duncan. Data kualitas air yang meliputi suhu, DO dan pH dianalisis secara deskriptif. Seluruh data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program SPSS software version 16.

W = Wt - Wo


(2)


  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Jumlah larva

Kuantitas atau jumlah larva ikan nila yang dihasilkan dari pemijahan semi alami dengan sex ratio berbeda memiliki hasil yang bervarisi. Jumlah larva tertinggi terdapat pada perlakuan B yaitu perlakuan sex ratio 1:3 dengan rata-rata sebesar 1305±393 ekor dan jumlah larva terendah terdapat pada perlakuan A yaitu perlakuan dengan sex ratio 1:2 dengan rata-rata sebesar 585±145 ekor. Perlakuan C dengan sex ratio 1:4 memiliki jumlah larva dengan rata-rata 1251±343.

1800 1600

J 1400

S 1200

E 1000 j 800 — 600

s 400 200 0


Sex Ratio

Gambar 2. Jumlah Larva Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dari Hasil Pemijahan Induk dengan Sex Ratio Berbeda. (Notasi statistik yang berbeda antar perlakuan menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata berdasarkan uji one way ANOVA (P < 0,05)).

Berdasarkan hasil uji statistik one way ANOVA bahwa setiap perlakuan menunjukan pengaruh yang berbeda nyata ( P < 0,05) pada jumlah larva ikan nila. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukan bahwa jumlah larva ikan nila pada perlakuan B tidak berbeda nyata dengan perlakuan C dan berbeda nyata pada perlakuan A. Hal ini diduga karena jumlah sel sperma satu indukan jantan cukup untuk membuahi telur yang dihasilkan tiga indukan betina dengan bobot tubuh yang seragam, sedangkan pada sex ratio 1:2, telur yang dihasilkan dua indukan betina terlalu sedikit untuk dapat dibuahi oleh sel sperma satu indukan jantan. Berbeda halnya dengan sex ratio 1:4, sel sperma satu indukan jantan tidak mampu membuahi seluruh telur yang dihasilkan oleh empat indukan betina ikan nila. Hal ini sesuai pernyataan Burmansyah et al. (2013) bahwa sex ratio yang tepat dapat membuat

proses fertilisasi terjadi secara optimal dikarenakan jumlah telur mampu terbuahi oleh sel sperma. Menurut Akar (2012), bahwa kualitas indukan betina yang lebih baik terdapat pada rasio jantan dan betina 1:3 dibandingkan dengan jumlah indukan betina yang mempunyai padat tebar yang lebih tinggi. Kurangnya produksi larva ikan nila pada perlakuan C dengan sex ratio indukan 1:4 akibat timbulnya stress pada indukan betina yang disebabkan oleh banyaknya jumlah indukan yang ditebar sehingga ruang gerak menjadi terbatas dan antar indukan ikan saling berkompetisi untuk mendapatkan pasangan dan oksigen. Hal ini didukung oleh pernyataan Kadarini et al. (2015) bahwa timbulnya respon stress pada ikan menyebabkan terganggunya respon normal yang akan mempengaruhi proses ovulasinya. Jumlah larva yang terendah terdapat pada perlakuan sex ratio indukan 1:2 diduga dipengaruhi oleh kondisi telur atau sperma yang kurang baik dan kondisi lingkungan yang tidak mendukung untuk keberlangsungan sel telur tersebut. Hal ini didukung oleh pernyataan Amalia (2016) bahwa indukan ikan yang mengalami kegagalan pada saat memijah dapat disebabkan oleh kegagalan ketika mencapai masa birahi yang diakibatkan ransangan yang kurang tepat dan indukan yang belum cukup matang gonad. Padat tebar indukan ikan nila yang akan dipijahkan juga memiliki pengaruh terhadap produksi larva ikan nila.

  • 3.2    Pertumbuhan Mutlak

Pertumbuhan mutlak merupakan pertambahan ukuran panjang dan berat suatu individu yang dapat dilihat dari satuan waktu tertentu. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas pakan, umur dan kualitas air (Mulqan et al., 2017).

Gambar 3. Pertumbuhan Berat Larva Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Selama 30 Hari dari Hasil Pemijahan Induk dengan Sex Ratio Berbeda (Notasi statistik yang berbeda antar perlakuan menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata berdasarkan uji one way ANOVA (P < 0,05))


Hasil pengamatan partumbuhan berat mutlak larva ikan nila Gambar 3 yang menunjukan bahwa pertumbuhan berat mutlak tertinggi terdapat pada perlakuan A yaitu perlakuan yang menggunakan sex ratio 1:2 dengan rata-rata sebesar 441±16 mg. Pertumbuhan berat larva ikan nila terendah terdapat pada perlakuan B yaitu perlakuan yang menggunakan sex ratio 1:3 dengan rata-rata sebesar 415±15 mg. Perlakuan C yaitu perlakuan yang menggunakan sex ratio 1:4 memiliki rata-rata pertumbuhan berat mutlak sebesar 429±41 mg.

40

'≡ s,

OX s «s "a’

a


a


a


30


20


10


0


S


ε


H H                        I Panjang Awal

aaaI Panjang Akhir

1:2 1:3 1:4 Sex Ratio

Gambar 4. Pertumbuhan Panjang Larva Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Selama 30 Hari dari Hasil Pemijahan Induk dengan Sex Ratio Berbeda (Notasi statistik yang berbeda antar perlakuan menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata berdasarkan uji one way ANOVA (P < 0,05))

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang mutlak larva ikan nila tertinggi terdapat pada perlakuan A dan C, yaitu perlakuan dengan menggunakan sex ratio 1:2 dan 1:4 dengan rata-rata sebesar 22,4±0,3 mm. Pertumbuhan mutlak terendah terdapat pada perlakuan B yaitu perlakuan yang menggunakan

sex ratio 1:3 dengan rata-rata sebesar 22±0,3 mm. Berdasarkan hasil uji statistik dengan one way ANOVA bahwa masing-masing perlakuan tidak menunjukan pengaruh yang berbeda nyata (P > 0,05) terhadap pertumbuhan panjang dan berat larva ikan nila. Hal ini diduga ketiga perlakuan tersebut mempunyai kemampuan yang sama dalam menghasilkan larva sehingga larva memiliki pertumbuhan panjang dan berat yang relatif sama. Hasil yang tidak berbeda nyata juga diduga karena pada kegiatan pemeliharaan, larva ikan nila diberikan perlakuan yang sama yaitu pemberian pakan sebanyak 3% dari bobot larva dengan ukuran pakan yang sesuai dengan bukaan mulut larva ikan, padat tebar larva serta aerasi dan kualitas air yang relatif sama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hidayat et al. (2013) bahwa pertumbuhan panjang dan berat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal yang meliputi sifat keturunan, ketahanan suatu individu terhadap penyakit dan kemampuan dalam memanfaatkan makanan serta faktor eksternal yang meliputi sifat fisika, kimia dan biologi perairan pemeliharaan ikan nila. Pertumbuhan larva ikan nila dipengaruhi juga oleh padat tebar pada wadah pemeliharaan larva ikan nila. Menurut pendapat Mollah et al. (2011), padat tebar yang tinggi akan menyebabkan sisa pakan dan feses ikan akan berlebihan serta berkurangnya oksigen sehingga pertumbuhan ikan menurun. Pada penelitian ini ketiga perlakuan diberikan padat tebar yang sama pada setiap wadah pemeliharaan yaitu 1 ekor/liter air. Hal ini didukung oleh penelitian Sibarani et al. (2015) bahwa pemeliharaan benih ikan nila dengan padat tebar 1 ekor/liter akan menghasilkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan nila yang terbaik.

  • 3.3    Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate)

Kelangsungan hidup (survival rate) merupakan presentase jumlah ikan yang hidup dari jumlah ikan selama masa pemeliharaan pada periode waktu tertentu. Hasil presentase tingkat kelangsungan hidup larva ikan pada Gambar 4. menunjukan bahwa presentase tingkat kelangsungan hidup tertinggi terdapat pada perlakuan C sebesar (98,6±2,3)%, perlakuan A (98,6±2,3)% dan terakhir perlakuan B sebesar (97,3±3)%.. Hasil uji statistik one way ANOVA) diketahui bahwa perlakuan yang diberikan tidak memiliki pengaruh yang nyata (P > 0,05) terhadap

tingkat kelangsungan hidup (survival rate) larva ikan nila.

Tinggi rendahnya presentase kelangsungan hidup

Gambar 5. Kelangsungan Hidup Larva Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Selama 30 Hari dari Hasil Pemijahan Induk dengan Sex Ratio Berbeda (Notasi statistik yang berbeda antar perlakuan menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata berdasarkan uji one way ANOVA (P < 0,05))

larva ikan nila dapat dipengaruhi oleh umur larva ikan nila, kualitas air, padat tebar, kemampuan ikan serta kondisi kesehatan ikan. Tingginya tingkat kelangsungan hidup larva ikan nila menunjukan bahwa kondisi lingkungan selama masa pemeliharaan dalam keadaan optimal untuk pemeliharaan larva ikan nila. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ronald et al. (2014) bahwa nilai kelangsungan hidup yang mendekati 100% berkaitan erat dengan lingkungan dan kualitas air yang baik serta biomassa dan padat tebar yang ideal. Tingkat kelangsungan hidup yang rendah diduga dapat dipengaruhi oleh adanya persaingan ikan dalam wadah pemeliharaan dan sisa pakan yang mengendap menjadi racun. Hal ini didukung oleh pendapat Purbomartono et al. (2009) bahwa pemberian pakan yang berlebihan akan mengendap didasar kolam sehingga menjadi racun bagi benih ikan dan mengakibatkan menurunnya tingkat kelangsungan hidup benih ikan. Racun tersebut berasal dari ammonia yang merupakan hasil akhir dari protein sisa pakan dan kotoran ikan (Arifin, 2016). Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup ikan

adalah kemampuan ikan. Kemampuan ikan untuk bertahan hidup dapat dipengaruhi oleh ukuran larva ikan nila. Ukuran larva ikan nila yang lebih besar cenderung memiliki kondisi tubuh yang lebih baik daripada larva ikan nila yang lebih kecil. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Robisalmi et al. (2017) bahwa benih ikan nila dengan berat yang lebih besar memiliki tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan berat yang lebih kecil. Menurut Dahril et al. (2017) menyatakan bahwa kondisi tubuh yang berbeda juga berpengaruh terhadapa tingkat kelangsungan hidup ikan.

  • 3.4    Kualitas Air

Parameter kualitas air pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh kualitas air terhadap pemeliharaan larva ikan nila. Parameter yang diamati meliputi suhu, pH (derajat keasaman), dan oksigen terlarut (DO). Hasil pengamatan kualitas air dapat dilihat pada Tabel 1. Suhu yang diperoleh selama kegiatan pemijahan berkisar 27,4 – 31,9 oC, masih berada dalam batas toleransi untuk pemijahan ikan nila. Menurut Ahmad dan Sri (2018) bahwa kisaran suhu yang ideal dalam kegiatan pemijahan ikan nila untuk menghasilkan telur dan larva yaitu 22 – 37 ºC. Kisaran suhu pemeliharaan ikan nila pada penelitian ini berkisar 26,1 – 28,4 ºC. Menurut Effendi et al. (2015) suhu optimum untuk pertumbuhan ikan nila adalah 25 – 32 ºC. Kandungan pH pada wadah pemijahan dan pemeliharaan berkisar 7,3 – 8,3 dan masih berada dalam kisaran pH yang dapat ditoleransi untuk pemijahan dan pemeliharaan larva ikan nila. Hal ini sesuai dengan pernyataan Salsabila dan Suprapto (2018) bahwa kegiatan pemijahan dan pemeliharaan ikan nila memiliki kisaran pH sebesar 6,5-8,6. Hasil pengukuran DO (Disolved Oxygen) pada wadah pemijahan dan pemeliharaan ikan berkisar 5,6-7,6 ppm. Menurut Pramleonita et al. (2018) bahwa kandungan oksigen terlarut dalam suatu media budidaya ikan nila minimal 4,0

Tabel 1

Pengamatan Kualitas Air

Parameter

Pemijahan                                     Pemeliharaan

Sex ratio 1:2       Sex ratio 1:3       Sex ratio 1:4       Sex ratio 1:2        Sex ratio 1:3         Sex ratio 1:4

Suhu (oC)

27,4-31,9         27,5-31,9         27,5-31,9         26,3-28,1          26,1-28,1           26,4-28,4

DO (ppm)

5,6-6,1             5,7-6,0             5,7-6,0             7,1-7,6               7-7,6                 7-7,6

pH

7,3-7,6             7,3-7,6             7,3-7,8             7,9-8,2              7,7-8,2               7,9-8,3


mg/liter, sehingga dapat dikatakan bahwa DO pada wadah penelitian ini tergolong optimal untuk ikan nila.

  • 4.    Simpulan

Penggunaan sex ratio berbeda pada pemijahan induk ikan nila berpengaruh nyata terhadap kuantitas larva ikan nila. Penggunaan sex ratio berbeda pada pemijahan induk ikan nila tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kualitas larva ikan nila. Sex ratio 1:3 merupakan sex ratio yang optimal dalam pemijahan ikan nila.

Ucapan terimakasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dirjen Belmawa Kemenristekdikti atas beasiswa PPA yang telah diberikan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pasar Benih Ikan dan Balai Benih Ikan Denpasar yang telah memberi kesempatan untuk melakukan kegiatan penelitian di tempat ini dan telah memberi arahan serta bimbingan selama melakukan kegiatan penelitian.

Daftar Pustaka

Ahmad, F. A. M., & Sri, R. (2018). Kajian teknis faktor abiotik pada embung bekas galian tanah liat pt. semen indonesia Tbk. untuk pemanfaatan budidaya ikan dengan teknologi KJA. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 10(2), 95-105.

Akar, A. M. (2012). Effect of sex ratio on reproductive performance of broodstock nile tilapia (Oreochromis niloticus) in suspended earthen pond hapas. Journal of the Arabian Aquaculture Society. 7(1), 19-27.

Amalia, F. I. (2016). Pemijahan ikan sumatra (Puntius tetrazona) dengan menggunakan sistem induksi. Skripsi. Bogor, Indonesia: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Arifin, M. Y. (2016). Pertumbuhan dan survival rate ikan nila (Oreochromis sp.) strain merah dan strain hitam yang dipelihara pada media bersalinitas. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi. 16(1), 159-166.

Burmansyah, Muslim., & Mirna, F. (2013). Pemijahan ikan betok (Anabas testudineus) semi alami dengan sex ratio berbeda. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 1(1), 23-33.

Dahril, I., Tang, U. M., & Putra, I. (2017). Pengaruh salinitas berbeda terhadap pertumbuhan dan kelulushidupan benih ikan nila merah (Oreochromis sp.). Jurnal Berkala Perikanan Terubuk. 45(3), 67-75.

Effendi, H., Utomo B. A., Darmawangsa, G. M., & Karo-karo, R. E. (2015). Fitoremediasi limbah budidaya ikan

lele (Clarias sp.) dengan kangkung (Ipomea aquatica) dan pakcoy (Brassica rapa chinensis) dalam sistem resirkulasi. Jurnal Ecolab. 9(2), 47–104.

Hidayat, D., Ade, D. S., & Yulisma. (2013). Kelangsungan hidup, pertumbuhan dan efesiensi pakan ikan gabus (Channa striata) yang diberi pakan berbahan baku tepung keong mas (Pomacea sp). Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 1(2), 161–172.

Kadarini, T., Subandiyah, S., & Zamroni, M. (2015).

Dukungan kelestarian keanekaragaman melalui produksi larva ikan rainbow kurumoi Melanotaenia parva pada ukuran induk berbeda. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia. 1(5): 12271232.

Kordi, K. M. G. H. (2010). Budidaya Ikan Nila Di Kolam Terpal. Yogyakarta, Indonesia: Lily Publisher. 112 hlm

Mollah, M. F. A., Moniruzzaman, M., & Rahman, M. M. (2011). Effects of stocking densities on growth and survival of Thai Sharpunti (Barbonymus gonionotus) in earthen ponds. Journal Bangladesh Agril. 9(2), 327–338.

Muchlisin, Z. A., Afrido, F., Murda, T., Fadli, N.,. Muhammadar, A. A., Jalil, Z., & Yulvizar, C. (2016). The effectiveness of experimental diet with varying levels of papain on the growth performance, survival rate and feed utilization of keureling fish (Tor tambra). Biosaintifika. 8(2), 172-177.

Mulyani, Y. S.,  Yulisman., &  Fitrani,  M. (2014).

Pertumbuhan  dan efesiensi pakan  ikan nila

(Oreochromis  niloticus) yang dipuasakan secara

periodik. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 2(1), 1-12.

Mulqan, M., Rahimi, S. A. E., & Dewiyanti, I. (2017). Pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan nila gesit  (Oreochromis  niloticus)  pada sistem

akuaponik dengan jenis tanaman yang berbeda. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah. 2(1), 183-193.

Murniyati., Dewi, F. R., & Peranginangin, R. (2014). Teknik Pengolahan Tepung Kalsium Dari Tulang Ikan Nila. Jakarta, Indonesia: Penebar Swadaya. 74 hlm.

Novianto, D., Nugraha, B., & Bahtiar, A. (2010).

Komposisi ukuran, perbandingan jenis kelamin, dan tingkat kematangan gonad ikan todak berparuh pendek (Tetrapturus angustirostris) di Samudera Hindia. Jurnal Bawal. 3(2), 123-128.

Pramleonita, M., Yuliani, N., Arizal, R., & Wardoyo, S. E. (2018). Parameter fisika dan kimia air kolam ikan nila hitam (Oreochromis niloticus). Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa. 8(l), 24-34.

Purbomartono, C., Hanoyo., & Kundawan, A. (2009). Pertumbuhan kompensasi pada ikan nila merah (Oreochromis  niloticus) dengan interval  waktu

pemuasaan yang berbeda. Journal of Fisheries Sciences. ll(l), 19-24.

Putra, I., Setiyanto D. D., & Wahyuningrum, D. (2011). Pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan nila

(Oreochromis niloticus) dalam sistem resirkulasi. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 16(1), 56-63.

Robisalmi, A., Setyawan, P., & Gunadi, B. (2017). Efek nisbah kelamin jantan dan betina yang berbeda terhadap kinerja pertumbuhan yuwana ikan nila biru, Oreochromis aureus (Steindachner 1864). Jurnal Iktiologi Indonesia. 17(1), 55-65.

Ronald, N., Gladys, B., & Gasper, E. (2014). The effects of stocking density on the growth and survival of nile tilapia (Oreochromis niloticus) fry at son fish Farm, uganda. Journal Aquatic Resources Development. 5(2), 17.

Salsabila, M., & Suprapto, H. (2018). Teknik pembesaran ikan nila (Oreochromis niloticus) di instalasi budidaya

air tawar pandaan, Jawa Timur. Journal of Aquaculture and Fish Health. 7(3), 118-123.

Sibarani, A., D., Susiolowati, T., & Yuniarti, T. (2015). Pengaruh kepadatan berbeda menggunakan rGH pada pakan terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan nila (Oreochromis niloticus). Journal of Aquaculture Management and Technology. 4(3), 84-90.

Yustysi, D. P., Basuki, F., Susilowati, T., & Yuniarti, T. (2016). Analisis karakter reproduksi dan performa benih hibrid ikan nila pandu f6 dengan ikan nila nilasa (Oreochromis niloticus). Journal of Fisheries Science and Technology. 12(1), 19-23.

Curr.Trends Aq. Sci. III(2): 100-107 (2020)