Current Trends in Aquatic Science III(2), 108-115 (2020)

Efektifitas Metode Penanaman Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Dengan Sistem Kantong Di Perairan Pantai Pandawa, Badung, Bali

Akbara*, Ni Luh Watiniasiha, Ayu Putu Wiweka Krisna Dewia

aProgram Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakults Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Badung, Bali-Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-831-2939-4799

Alamat e-mail: akbarntb0108@gmail.com

Diterima (received) 27 Juli 2020; disetujui (accepted) 25 Agustus 2020

Abstract

This study aimed to determine differences of seaweed growth that were grown in bags with different methods. This research was conducted at Pandawa Beach, Kutuh Village, South Kuta, Bali from Desember 2019 to January 2020. Data was collected once a week for 6 weeks. A Completely Randomized experimental design was used with 2 different treatments: treatment A where samples was placed freely in the bag and treatment B where samples were tighten in the bag. The results showed that the growth patterns of seaweed for the treatments A and B were relatively similar. The weight of seaweed of treatment A increased up to 638,44 gr after 6 weeks of treatments, while of treatment B was 637,33 gr. Spesific growth rate of treatment A and B was similar (4,41%). The interview result of the fishermen indicates that 83% of them are still willing to cultivate seaweed, but 17% was preferred to switch to tourism industry. They prefer to used the treatment A to cultivate the seaweed. The water temperature during the study ranged from 28,5 – 33,00C, the water depth ranged between 0,41 – 1,50m, the water pH was 7,0 – 7,7, the water salinity was 26,3 – 34,0 ppt, the water dissolved oxygen was 5,1 – 7,9 mg/l, the nitrat was 1,87 – 2,04 mg/l, the phosphate was 0,25 – 0,33 mg/l. The water quality measured was still within the range of optial seaweed growth.

Keywords: Pandawa Beach; Seaweed; Efektivation; Water Quality

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan rumput laut yang ditumbuhkan di dalam kantong dengan metode penanaman yang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kutuh tepatnya di perairan Pantai Pandawa pada bulan Desember 2019 sampai Januari 2020, dengan mengambil data setiap satu minggu sekali selama 6 minggu. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental mengunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari dua perlakuan yang berbeda yaitu A (Terlepas didalam kantong) dan B (Terikat dalam kantong). Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pola pertumbuhan rumput laut pada perlakuan A dan B hampir sama. Pertambahan bobot rumput laut pada perlakuan A saat minggu ke-6 mencapai sebesar 638,444 gram dan perlakuan B mencapai sebesar 637,333 gram. Pertumbuhan Spesifik (SGR) pada perlakuan A sebesar 4,409% sedangkan perlakuan B sebesar 4,413%. Hasil wawancara diketahui sebanyak 83% petani lebih memilih untuk tetap menjadi pembudidaya rumput laut dan 17% lainnya memilih beralih profesi sebagai penyedia jasa pariwisata. Diketahui bahwa pembudidaya lebih memilih Perlakuan A sebagai metode yang dapat terapkan. Pengukuran kualitas air selama penelitian yaitu suhu berkisar antara 28,5 – 33,00C, kedalaman berkisar antara 0,47 – 1,50 m, pH berkisar antara 7,0 – 7,7, salinitas berkisar antara 26,3 – 34,0 ppt, DO berkisar antara 5,1 – 7,9 mg/l, nitral berkisar antara 1,87 – 2,04 mg/l, fosfat berkisar antara 0,25 – 0,33 mg/l. Nilai kualitas air tersebut masih dalam kisaran optimal untuk pertumbuhan rumput laut.

Kata Kunci: Pantai Pandawa; Rumput Laut; Efektifitas; Kualitas Air

  • 1.    Pendahuluan

Rumput laut adalah salah satu kelompok tumbuhan laut yang tidak bisa dibedakan antara bagian akar, batang dan daun, sehingga keseluruhan bagian dari rumput laut disebut talus (Eti et al., 2014). Rumput laut yang dapat dibudidayakan salah satunya yaitu jenis rumput laut Eucheuma cottonii. Eucheuma cottonii merupakan jenis rumput laut yang paling sering dibudidaya dibandingkan jenis rumput laut lainnya karena mudahnya membudidayakan rumput laut jenis ini dan permintaan pasar yang sangat tinggi (Rismawati, 2012). Salah satu tempat yang telah melakukan budidaya berada di Desa Kutuh Kecematan Kuta Selatan Kabupaten Badung.

Pantai pandawa memiliki potensi yang dapat dijadikan sebagai budidaya rumput laut yang cukup menjanjikan bagi masyarakat Desa Kutuh. Semenjak masuknya pariwisata di tahun 2011, berbagai pengembangan dan kegiatan pariwisata terus dikembangkan sampai sekarang. Perkembangan pariwisata yang semakin meningkat dan cepat ternyata tidak hanya berdampak pada aspek perekomonian, tetapi juga berdampak terhadap pembudidaya rumput laut. Pergeseran dari lokasi budidaya rumput laut menjadi daerah pariwisata yang berkembang mengakibatkan kebanyakan pembudidaya rumput laut beralih profesi menjadi pekerja wisata bahari (Medinawati, 2017)

Permasalahan yang dihadapi pembudidaya rumput laut di Desa Kutuh yaitu rumput laut tidak bisa tumbuh dengan baik. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya predator yang memakan habis rumput laut (Dewi dan Ekawaty, 2019). Terhambatnya pertumbuhan rumput laut akibat dimakan predator menyebabkan produksi rumput laut menurun sehingga membuat pembudidaya rumput laut tidak mau lagi melanjutkan kegiatan budidaya rumput laut sebagai mata pencaharian. Alasan pertumbuhan rumput laut yang tidak baik ditambah dengan perkembangan Pantai Pandawa menjadi objek wisata membuat pembudidaya semakin kuat untuk beralih profesi sebagai penyedia jasa parawisata. Walaupun demikian, pembudidaya rumput laut masih memiliki keinginan untuk melanjutkan kegiatan budidaya rumput laut apabila rumput laut dapat tumbuh dengan baik. Menurut pembudidaya, kegiatan budidaya rumput laut merupakan pekerjaan utama yang sangat menjanjikan. Selain itu, mereka bisa

bekerja dengan profesi lain berbarengan dengan menjadi pembudidaya rumput laut (Dewi dan Suryaningtyas, 2018).

Pertumbuhan rumput laut agar meningkat diperlukan suatu metode yang dapat melindungi rumput laut dari ancaman predator sehingga pertumbuhan rumput laut menjadi baik. Salah satu metode yang sudah dikembangkan di perairan Pantai Pandawa untuk masalah tersebut adalah dengan penggunaan kantong pada kegiatan budidaya rumput laut (Dewi dan Suryaningtyas, 2018). Namun demikian, metode kantong rumput laut yang sudah dikembangkan diperairan Pantai Pandawa masih memiliki kekurangan yaitu minat pembudidaya masih rendah karena penggunaan kantong dipandang memerlukan waktu dan biaya lebih banyak. Penjajagan pendahuluan yang dilakukan kepada petani rumput laut mendapatkan bahwa petani rumput laut masih berminat untuk menanam rumput laut, jika ditemukan cara yang lebih memungkinkan untuk peningkatan hasil rumput laut. Oleh karena itu, perlu ditemukannya suatu metode penanaman rumput laut seperti yang diminati oleh petani untuk melakukan budidaya rumput laut. Salah satunya adalah dengan mengunakan metode penanaman berbeda yaitu diikat dalam kantong dan terlepas dalam kantong.

  • 2.    Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental. Metode ekperimental adalah prosedur penlitian yang dilakuan untuk menggungkap hubungan sebab akibat dua variabel atau lebih. Penelitian ini di desain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan metode penanaman yang berbeda yaitu terlepas di dalam kantong (A) dan diikat di dalam kantong (B). Metode wawancara dilakukan guna mengetahui pendapat para petani yang dulunya bekerja sebagai petani rumput laut, namun sekarang kebanyakan dari mereka beralih kerja sebagai pemandu pariwisatasebagai. penelitian ini juga menggunakan metode deskripsi kualitatif.

  • 2.1    Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Perairan Pantai Pandawa, Bali. Penelitian berlangsung selama 6 minggu mulai dari bulan Desember 2019 – Januari

2020. Lokasi Perairan Pantai Pandawa Bali dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Lokasi Penelitian

  • 2.2    Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu timbangan, tali ris, besi, jaring, kawat, plastik es, palu, gunting, senar, meteran, termometer digital, refraktometer, pH meter, botol UC, spektrofotomer. Sedangkan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Eucheuma cottonii.

  • 2.3    Prosedur Penelitian

    • 2.3.1    Prosedur penelitian pertumbuhan rumput laut

Disiapkan kantong rumput laut dengan bentuk menyerupai tabung, berukuran tinggi 40 cm, keliling 95 cm sebagai wadah pertumbuhan. Desain kantong (2). Ditanam terlebih dahulu besi sebagai patok yang ditancapkan ke dasar perairan (Metode lepas dasar). Bibit rumput laut diseleksi terlebih dahulu untuk mendapatkan bibit yang unggul (berwarna hijau, masih muda, tidak ada luka, tidak patah serta memiliki banyak cabang). Rumput laut ditimbang seberat 100 gram per kantong untuk menyeragamkan bobot awal rumput laut. Rumput laut diikat di tali ris dalam kantong mengunakan plastik es disetiap titik tali ris pada perlakuan (A1, A2, A3) dan tidak diikat di tali ris (diletakkan dalam kantong) disetiap titik tali ris pada perlakuan (B1, B2, B3). Rancangan percobaan (2). Kemudian

dipasang kantong rumput laut di 3 titik yang telah ditentukan sebanyak 24 buah kantong. Masing – masing titik membutuhkan 8 buah kantong, yang terdiri dari 4 kantong untuk perlakuan (A) dan 4 kantong untuk berlakuan (B). Rumput laut antar perlakuan (4). Rumput laut dipelihara selama 6

minggu dan dilakukan penimbangan setiap seminggu sekali.

Gambar 2. Rancangan Percobaan Rumput laut

Gambar 3. Desain Kantong

Gambar 4. Kantong Rumput Laut Pada Perlakuan (A) Terlepas dalam kantong (B) Terikat dalam kantong

  • 2.3.2    Prosedur Penentuan Responden

Pengambilan jumah sampel populasi dari responden yang ada menggunakan rumus Slovin. Berdasarkan perhitungan dari 32 jumlah sampel populasi didapatkan sampel sebanyak 24 responden.

Pengambilan jumlah sampel dari populasi yang ada mempergunakan rumus Slovin dalam Riduwan (2005):

n=N/(1+Ne^2 ) (1)

Dimana n adalah Ukuran sampel atau jumlah responden minimal; N Ukuran populasi atau jumlah nelayan keseluruhan; e adalah Nilai kritis/batas ketelitian (nilai kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,1)

  • 2.4    Analisis Data

Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan maka data yang dapat diuji dengan T test dengan program SPSS PC 23.0. dengan nilai perbedaan (significancy) 0,05. Jika nilai perbedaan antar perlakuan lebih kecil dari 0,05 maka hipotesis 0 atau H0 ditolak dan H1 diterima.

  • 2.4.1    SGR (Spesific Growth Rate)

Pengukuran pertambahan bobot dilakukan dengan cara menimbang bobot basah rumput laut setiap minggu yang dilakukan selama enam (6) minggu. Dari data pertambahan bobot yang ada kemudian dihitung laju pertumbuhan harian dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

SGR=


LnWt-LnWo t


× 100%


(2)


dimana SGR adalah Laju pertumbuhan bobot perhari (%); Wt adalah Bobot rata-rata rumput laut pada akhir penelitian (gram); Wo adalah Bobot rata-rata rumput laut awal penelitian (gram); t adalah Lama pemeliharaan (hari) (Anggadireja et al., 2008).

  • 3.    Hasil

    • 3.1    Pertumbuhan Rumput Laut

Pertumbuhan rumput laut dilihat dari pertambahan bobot selama masa pemeliharaan. Pertambahan bobot rata-rata rumput laut Eucheuma cottoni dengan bobot awal 100 gram yang dilakukan selama 6 minggu menunjukkan peningkatan dari minggu ke-1 sampai minggu ke-6. Bobot rumput laut pada perlakuan (A) dan (B) sama-sama mengalami peningkatan tertinggi pada minggu ke-6 yaitu pada perlakuan (A) dengan bobot awal 100 gram mengalami peningkatan tertinggi sebesar 638,444 gram dan pada perlakuan (B) sebasar 637,333 gram. Pola pertumbuhan rumput laut per minggu dapat dilihat pada Gambar 5.


Gambar 5. Pola Pertumbuhan Rumput Laut (A) Terlepas dalam kantong (B) Terikat dalam kantong

  • 3.2    Pertumbuhan spesifik (SGR)

Pemeliharaan rumput laut (Eucheuma cottonii) yang dilakukan selama 6 minggu menunjukan bahwa nilai SGR pada perlakuan A (terlepas dalam kantong) dan Perlakuan B (terikat dalam kantong) tidak mengalami perbedaan yang signifikan. Hasil perhitungan SGR rumput laut mengunakan KRL (Kantong Rumput Laut) perlakuan A sebesar 4,409% sedangkan perlakuan B sebesar 4,413%. Pertumbuhan spesifik (SGR) dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Pertumbuhan Spesifik pada Perlakuan(A) Terlepas dalam kantong (B) Terikat dalam kantong

Pertumbuhan rumput laut antar perlakuan kemudian dilakukan Independent sample T-test untuk mengetahui perbedaan bobot rumput laut pada perlakuan A (terlepas dalam kantong) dan B (terikat dalam kanton). Hasil independent sample T-test sebesar 0,992. Sig. (2-tailed) ≥ 0.05, artinya


tidak terdapat yang signifikan antara bobot pertumbuhan rumput laut pada perlakuan A (terlepas dalam kantong) dan B (terikat dalam kantong) pada tingkat kepercayaan 95%.

  • 3.3    Parameter Kualitas Air

Hasil Pengukuran suhu di Perairan Pantai Pandawa berkisar antara 28,5 – 33,0oC. Suhu terendah terjadi pada minggu ke-3 dengan nilai sebesar 28,5oC sedangkan suhu tertinggi terjadi pada minggu ke-2 dengan nilai sebesar 33,0oC. Hasil pengukuran kedalaman di perairan Pantai Pandawa berkisar antara 0,47 – 1,50 m. Hasil pengukuran pada minggu ke-6 surut terendah mencapai 1,50 m. Tabel kualitas air dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1

Hasil Pengukuran Kualitas Air

2

5

CfP

S

?

Parameter

s

CD Q-pι

3 S 1

S

CH

3

U O

B

¾

Z

0

30,5

0,60

7,2

32,3

6,9

-

-

1

29,5

0,50

7,2

30,7

5,1

1,96

0,33

2

33,0

0,91

7,5

32,7

7,5

-

-

3

28,5

0,50

7,6

34,0

5,3

2,04

0,25

4

32,2

0,96

7,7

31,3

7,0

-

-

5

29,7

0,47

7,2

26,3

5,6

-

-

6

30,2

1,50

7,0

31,0

7,9

1,87

0,25

Hasil Pengukuran derajat keasaman/pH di Perairan Pantai Pandawa berkisar antara 7,0 – 7,7. pH terendah terjadi pada minggu ke-6 dengan nilai sebesar 7,0 sedangkan pH tertinggi terjadi pada minggu ke-4 dengan nilai sebesar 7,7. Hasil Pengukuran salinitas di perairan Pantai Pandawa berkisar antara 26,3 – 34,0 ppt. Salinitas terendah terjadi pada minggu ke-5 dengan nilai sebesar 26,3

ppt sedangkan salinitas tertinggi terjadi pada minggu ke-3 dengan nilai sebesar 34,0 ppt. Hasil Pengukuran Dissolved Oxygen (DO) di Perairan Pantai Pandawa berkisar antara 5,1 – 7,9 mg/l. DO terendah terjadi pada minggu ke-1 dengan nilai sebesar 5,1 mg/l. Sedangkan DO tertinggi terjadi pada minggu ke-6 dengan nilai sebesar 7,9 mg/l.

Hasil Pengukuran nitrat di Perairan Pantai Pandawa berkisar antara 1,42 – 1,60 mg/l. nitrat terendah terjadi pada minggu ke-6 dengan nilai sebesar 1,42 mg/l. Sedangkan nitrat tertinggi terjadi pada minggu ke-3 dengan nilai sebesar 1,60 mg/l. Hasil Pengukuran Fosfat di Perairan Pantai Pandawa berkisar antara 0,25 – 0,33 mg/l. Fosfat terendah terjadi pada minggu ke-3 dan minggu ke-6 dengan nilai sebesar 0,25 mg/l. Sedangkan fosfat tertinggi terjadi pada minggu ke-1 dengan nilai sebesar 0,33 mg/l.

  • 4.    Pembahasan

    • 4.1    Pertumbuhan Rumput Laut

Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa pola pertumbuhan rumput laut yang ditunjukan pada perlakuan A dan B hampir sama dimana pertumbuhan rumput laut pada perlakuan A dan B di minggu ke-1 mengalami pertambahan berat yang tidak terlalu besar dibandingkan pada minggu ke-2 sampai minggu ke-6. Hal ini disebabkan karena pada minggu ke-1 rumput laut masih mengalami fase lag atau adaptasi. Pada minggu ke-1, rumput laut mulai menyesuaikan dengan keadaan lingkungan dan kemudian mulai tumbuh dan berkembang (fase adaptasi), minggu ke-2 sampai ke-4 pertumbuhan rumput laut mulai meningkat. Hal ini sesuai dengan Aldoni (2011) yang menyatakan bahwa peningkatan pertumbuhan rumput laut disebabkan karena proses pertumbuhan rumput laut telah melewati fase adaptasi terhadap lingkungannya sehingga proses pertumbuhan berlangsung dengan baik.

Peningkatan pertumbuhan rumput laut pada minggu ke-2 sampai ke-4 diduga dikarenakan fase adaptasi rumput laut terhadap lingkungannya telah berlangsung dengan baik, sehingga mempengaruhi laju pertumbuhan rumput laut. Pada minggu ke-5 dan ke-6 , laju pertumbuhan rumput laut semakin cepat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yusnaini et al. (2000) bahwa rumput laut yang telah mengalami proses adaptasi kemudian mengalami fase pertumbuhan yang

cepat. Sedangkan Anton (2017) menyatakan bahwa, Kenaikan laju pertumbuhan rumput laut didapatkan pada minggu ke-1 hingga minggu ke-5 dan ke-6, karena pada minggu tersebut rumput laut masih terbilang muda sehingga pertumbuhan vegetatif (pembelahan dan perpanjangan sel) masih aktif   sehingga dapat mempercepat laju

pertumbuhan harian. Bobot rumput laut pada penelitian ini masih mengalami peningkatan sampai minggu ke-6 dapat diduga bahwa rumput laut masih mengalami pertumbuhan cepat dan belum mencapai fase stasioner. Namun demikian, selain bobot dalam budidaya rumput laut juga diperhatikan tentang kualitas karaginan Eucheuma cottonii sehingga dimana kualitas karaginan terbaik berada pada masa pemeliharaan 45 hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widyastuti (2010) bahwa rumput laut yang dipanen antara umur 15 – 45 hari memiliki kualiatas karaginan yang baik. Pertumbuhan rumput laut tidak terlepas dengan lama pemeliharaan dalam budidaya rumput laut. Lama pemeliharaan yang optimal dapat meningkatkan pertumbuhan rumput laut. Menurut Sudiharjo (2001), tingkat pertumbuhan yang optimum dapat terjadi pada umur 25 - 35 hari. Sedangkan munurut Widowati et al. (2015), rumput laut mempunyai rentang waktu untuk mencapai pertumbuhan optimal yaitu 45 hari. Oleh karena itu lama pemeliharaan dapat mempengaruhi kualitas karaginan.

  • 4.2    Pertumbuhan Spesifik

Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa nilai SGR pada perlakuan A (Terlepas dalam kantong) dan B (Terikat dalam kantong) tidak berbeda secara signifikan dengan rata-rata SGR pada perlakuan A sebesar 4,409% sedangkan pada perlakuan B sebesar 4,413%. SGR tersebut menunjukan bahwa pertumbuhan rumput laut baik untuk pembudidaya rumput laut. Hasil SGR ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Ariyati et al. (2016) yang menyatakan pertumbuhan harian yang cukup baik untuk rumput laut adalah 2,03% - 2,36%. Hal ini sesuai dengan peryataan Hernanto et al. (2015) bahwa dalam usaha budidaya rumput laut laju pertumbuhan harian yang dikatakan baik dan menguntungkan yakni 2,36%. Anggadiredja (2006), menambahkan bahwa laju pertumbuhan harian yang baik bagi Eucheuma sp. tidak kurang dari 3%. Hal ini dimungkinkan karena kandungan nutrien yang ada di perairan tersebut memenuhi suplai

untuk pertumbuhan rumput laut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syahlun et al.  (2013)

menyatakan bahwa laju pertumbuhan pada rumput laut Eucheuma cottonii yang dibudidayakan dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien yang ada disekitar lokasi penanaman. Berdasarkan Uji T-test menunjukkan bahwa nilai signifikasinnya sebesar 0,992. Hasil Uji Independest sample T-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap pertumbuhan rumput laut pada perlakuan A dan B (2-tailed) > 0,05. Hal ini diduga karena penyerapan nutrien Eucheuma cottonii untuk pertumbuhan rumput laut antar perlakuan hampir sama serta proses fotosintesis berlangsung dengan baik.

Rumput laut hidup tersebar luas di alam, namun untuk mempermudah pembudidaya dalam melakukan budidaya rumput laut yaitu dengan melakukan pengikatan rumput laut. Berdasarkan perlakuan yang telah diterapkan pertumbuhan spesifik pada perlakuan A dan B tidak berbeda secara signifikan. Hal ini menandakan bahwa pengikatan rumput laut tidak memberikan efek yang besar terhadap pertumbuhan. Selain itu perlakuan yang diterapkan memberikan dampak positif terhadap lingkungan sehingga kualitas air tidak mengalami perbedaan antar habitat rumput laut di alam dengan budidaya yang telah diterapkan. Dengan kata lain kualitas air tersebut masih baik untuk pertumbuhan rumput laut. Adanya hasil yang tidak berbeda ini memberikan keuntungan bagi petani rumput laut sehingga petani dapat memilih metode yg lebih praktis di antara perlakuan.

Berdasarkan hasil wawancara dari 24 responden, diketahui bahwa 20 responden petani lebih

memilih untuk tetap menjadi  pembudidaya

rumput laut dan 4 responden lainnya memilih beralih profesi sebagai penyedia jasa pariwisata. Dari 20 responden tersebut sebanyak 83% petani lebih memilih Perlakuan A sebagai metode yang dapat terapkan dan 17% lainnya lebih memilih tetap menjadi penyedia jawa pariwisata. Diketahui bahwa petani lebih memilih perlakuan A sebagai metode yang lebih praktis daripada perlakuan B. Alasan petani memilih perlakuan A adalah karena perlakuan A lebih mudah dan praktis tanpa melakukan pegikatan terlebih dahulu. Petani rumput laut lebih memilih perlakuan A disebabkan karena rumput laut merupakan salah satu matapencaharian yang cukup menjanjikan bagi petani rumput laut. Namun, masalah yang

dihadapi petani rumput laut yaitu pertumbuhan rumput laut yang semakin hari semakin menurun sehingga adanya metode kantong dengan perlakuan A (terlepas dalam kantong) dapat mempermudah petani rumput laut dalam melakukan budidaya serta dapat meningkatkan pertumbuhan rumput laut. Namun demikian dari 17% lainnya memilih beralih profesi sebagai penyadia jasa pariwisata disebabkan karena menjadi penyedia jasa pariwisata lebih menguntungkan daripada budidaya rumput laut.

  • 4.2    Parameter Kualitas Air

Hasil pengukuran suhu diperairan pantai pandawa berkisar antara 28,5 – 33,00C. Suhu air yang optimal untuk pertumbuhan rumput laut (Eucheuma cottonii) berkisar antara 26 - 300C (Anggadiredja et al., 2008). Berdasarkan hasil pengukuran suhu yang diperoleh menunjukan bahwa perairan Pantai Pandawa masih baik untuk pertumbuhan rumput laut. Hasil pengukuran kedalaman diperairan Pantai Pandawa berkisar antara 0,47 – 1,50 m pada waktu surut terendah. Kisaran tersebut masih dikatakan baik untuk pertumbuhan rumput laut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ditjenkanbud (2008) yang menyatakan bahwa kedalaman yang baik untuk pertumbuhan rumput laut adalah 0,3 -0,6 m. Kedalaman tertinggi terjadi pada minggu ke-6 berkisar antara 1,50 m, akan tetapi kisaran tersebut masih baik untuk pertumbuhan rumput laut. Aryati et al. (2007) menegaskan kedalaman yang tepat bagi pertumbuhan rumput laut sebesar < 3-5 m.

Hasil pengukuran pH diperairan Pantai Pandawa berkisar antara 7,0 – 7,7. kisaran nilai pH yang didapatkan tersebut menunjukkan kondisi yang masih relatif stabil dan mendukung pertumbuhan rumput laut. Hal ini diperkuat oleh Mudeng et al. (2015) menyatakan bahwa pH yang diinginkan untuk budidaya rumput laut sebesar 6,5 - 8,5. Hasil pengukuran salinitas diperairan Pantai Pandawa didapatkan salinitas sebesar 26,3 – 34,0 ppt. Kisaran tersebut masih optimal untuk pertumbuhan rumput laut. Hal ini sesuai dengan penyataan Guo (2014) yang menyatakan bahwa kisaran salinitas yang optimal untuk pertumbuhan rumput laut yaitu sebesar 25 - 33 ppt. Hasil pengukuran DO diperairan Pantai Pandawa berkisar antara 5,1 – 7,9 mg/l.

Kisaran DO yang didapat tersebut menunjukkan kondisi yang relatif stabil dan masih

mendukung untuk budidaya rumput laut. Hal ini sejalan dengan pernyataan (Ditjenkanbud, 2008) yang menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut untuk menunjang usaha budidaya rumput laut adalah 3 - 8 mg/l. Hasil pegukuran nitrat diperairan Pantai Pandawa berkisar antara 1,87 – 2,04 mg/l. Kisaran nitrat yang diperoleh masuk dalam kategori optimum untuk pertumbuhan rumput laut. Hal ini sejalan dengan pernyataan Pong Masak dan Simatupang (2017) yang menyatakan bahwa kisaran umum nitrat terendah untuk pertumbuhan rumput laut yaitu 0,3 – 0,9 mg/l dan untuk pertumbuhan optimum pada kisaran 0,91 – 3,50 mg/l. Hasil pengukuran fosfat diperairan Pantai Pandawa berkisar antara 0,25 -0,33 mg/l. Effendi (2003) yang mengungkapkan bahwa perairan dengan tingkat kesuburan rendah memiliki kadar posfat total 0 - 0,02 mg/l, kesuburan sedang 0,021 - 0,050 mg/l, perairan subur yaitu 0,051 - 0,100 mg/l dan kesuburan tingkat tinggi > 0,200 mg/l. Hasil pengukuran dapat dikatakan baik untuk pertumbuhan rumput laut dan masuk dalam kategori kesuburan tingkat tinggi.

  • 5.    Simpulan

Pertumbuhan rumput laut yang ditumbuhan di dalam kantong dengan metode berbeda tidak berbeda secara signifikan pada perlakuan A dan B dan metode penanaman berbeda tersebut dapat diterapkan untuk pembudidaya rumput laut.

Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kemendikbud yang telah memberikan bantuan dana beasiswa Bidikmisi sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Ucapan terimakasih juga kepada kelompok petani yang telah membantu.

Daftar Pustaka

Aldoni M. (2011). Laju Pertumbuhan Rumput Laut Eucheuma cottonii dengan Metode Rak Bertingkat di Perairan Kalianda.  Kabupaten Lampung Selatan.

Skripsi. Indralaya, Indonesia : Universitas Sriwijaya.

Anggadiredja, J.T. (2006). Rumput Laut.  Jakarta,

Indonesia: Penebar Swadaya.

Anggadiredja, J.T., Zatnika, A., Purwato, H., dan Istini, S. (2008). Rumput laut, pembudidayaan, pengolahan dan pemasaran komoditas perikanan potensial.  Jakarta,

Indonesia: Penebar Swadaya.

Anton. (2017). Pertumbuhan Dan Kandungan Karaginan Rumput Laut (Eucheuma sp.) Pada Spesies Yang Berbeda. Jurnal Airaha, 5(2), 102 – 109.

Ariyati R.W, Widowati L.L, Rejeki. (2016). Performa Produksi Rumput Laut Euchema cottonii yang di Budidayakan Menggunakan Metode Long-line Vertikal dan Horisontal. Dalam Prosiding Seminar Nasional Tahunan Ke-V Hasil-Hasil Penelitian perikanan dan kelautan, 2016. Semarang, Indonesia, Juni 2016 (pp.332-346)

Aryati RW, Sya’rani L, Arini E. (2007). Analisis Kesesuaian Perairan Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan sebagai Lahan Budidaya Rumput Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Jurnal Pasir Laut, 3(1), 27 – 45.

Dewi, A. P. W. K dan E. W. Suryaningtyas. (2018). Kajian Penggunaan Kantong Pada Budidaya Rumput Laut Sebagai Revitalisasi Budidaya Rumput Laut Di Perairan Pantai Kutuh, Badung, Bali. Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana. Laporan Kegiatan Penelitian Dosen Muda. Tidak Dipublikasikan.

Dewi, A. P. W. K dan R. Ekawaty. (2019). Potensi Budidaya Rumput Laut dalam Kaitannya dengan Dampak Perkembangan Pariwisata di Perairan Pantai Kutuh, Badung, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 5(1), 94-99.

DJPB.  (2005). Profil Rumput Laut Indonesia. Jakarta,

Indonesia : Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

DJPB. (2008). Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut

Euchema spp. Jakarta, Indonesia : Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air. Yogyakarta, Indonesia: Kanisisus

Eti F, S.W., Dwi, I. Ilalqisny . (2014). Studi Komunitas Rumput Laut Pada Berbagai Substrat di Perairan Pantai Permisian Kabupaten Cilacap. Jurnal Scripta Biologica, 1 (1) , 55-60.

Guo H, Yao J, Sun Z and Duan D. (2014). Effect of Temperature, Irradiance on the Growth of the Green Alga Caulerpa lentillifera (Bryopsidophyceae, Chlorophyta). Journal of Applied Phycology, 27(2), 879885.

Hernanto AD, Rejeki S dan Ariyati RW. (2015). Pertumbuhan Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottoni dan Gracilaria sp. dengan Metode Long-line di Perairan Pantai Bulu Jepara. Jurnal Pengelolaan dan Teknologi Akuakultur, 4(2), 60-66.

Medinawati, K.D. (2017). Perbandingan Perkembangan Pengelolaan Pantai Pandawa Sebagai Daya Tarik Wisata Di Desa Kutuh, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Jurnal Destinasi Pariwisata, 5(1), 12-16.

Mudeng J.D, M.E.F. Kolopita, dan A. Rahman. (2015). Kondisi Lingkungan Perairan Pada Lahan Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii di Desa Jayakarsa Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Budidaya Perairan, 3(1), 172-186.

Musa N, dan Wei LS. (2008). Bacteria Attached on Cultured Seaweed Gracilaria changii at Mangabang Telipot, Terengganu. Academic Journal of Plant Sciences, 1(1), 01-04.

Poncomulyo, T. (2006). Budi Daya dan Pengolahan Rumput Laut. Jakarta Selatan, Indonesia: PT Agro Media Pustaka.

Pong-Masak, P.R. & N.F. Simatupang. (2017). Penerapan seleksi varietas untuk produksi bibit unggul rumput laut Eucheuma denticulatum di Perairan Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dalam Prosiding Seminar Nasional Tahunan XIV Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 2017. Yogyakarta, Indonesia, 1 November 2019 (pp.141-149).

Rismawati. (2012). Studi Laju Pengeringan Semi-Refined Carrageenan (src) yang Diproduksi Dari Rumput Laut Eucheuma cottonii Dengan Metode Pemanasan Konvensional dan Pemanasan  OHMIC.  Skripsi.

Makassar, Indonesia : Universitas Hasanuddin.

Syahlun, Rahman, A., Ruslaini, (2013). Pertumbuhan Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Strain Coklat dengan Metode Vertikultur. Jurnal Mina Laut Indonesia, 1(1), 122-132..

Widowati, L.L, S. Rejeki, T. Yuniarti, R.W. Ariyati. (2015). Efisiensi Produksi Rumput Laut E. Cottoni Dengan Metode Budidaya Long Line Vertikal Sebagai Alternatif Pemanfaatan Kolom Air. Jurnal Saintek Perikanan, 11(1), 47-56.

Widyastuti, S. (2010). Sifat Fisik dan Kimia Karaginan Yang Diekstraksi Dari Rumput Laut Eucheuma cottoni dan Eucheuma spinosum Pada Umur Panen Yang Berbeda. Jurnal Agrosos, 20(1), 44 - 48

Yusnaini, Ramli, Pangerang, U.K. (2000). Budidaya intensif teripang pasir Holothuria scabra dengan menggunakan alga Eucheuma cottoni sebagai shelter. Laporan hasil penelitian lembaga penelitian. Sulawesi Tenggara, Indonesia:  Fakultas Perikanan dan Kelautan,

Universitas Haluoleo.

Curr.Trends Aq. Sci. III(2): 108-115 (2020)