Current Trends in Aquatic Science III(2), 76-83 (2020)

Analisis Kesesuaian Pengembangan Wisata Bahari Berkelanjutan Di Pantai Jemeluk, Amed, Karangasem, Bali

Juliyah Emka a*, I Wayan Restu a, Suprabadevi Ayumayasari Saraswati a

a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Badung, Bali-Indonesia

* Juliyah Emka. Tel.: +62-813-537-72979

Alamat e-mail: emkajulia@gmail.com

Diterima (received) 25 Juni 2020; disetujui (accepted) 18 Agustus 2020

Abstract

The diversity of biodiversity in Jemeluk Beach did not guarantee that all marine tourism activities on Jemeluk Beach was not have damage or negative impact on the environment. This research was conducted to determine how the suitability of marine tourism conditions (snorkeling, diving, and beach recreation) in an effort to preserve sustainable marine tourism. This research used the analysis of tourism suitability by comparing the characteristics and quality of land against land use requirements for certain tourism activities. The method of measuring coral cover used the LIT (Line Intercept Transect) method which is based on the form of coral growth. Measurement of the type and number of reef fishes was assessed using the UVC (Underwater Visual Cencus) method by taking data along 50 meters at the same depth as the coral cover data collection. The suitability condition of snorkeling tourism at points I and II was classified as quite appropriate with a value of 78% and 72.23%, while point III was classified as conditionally appropriate with a value of 46.3%. The suitability of diving tourism at points I and II were classified as conditional according to the values of 44.5% and 38.2%, while point III was classified as incompatible with the value of 33.34%. While the results of the calculation of the suitability of the beach tourism index showed a very suitable category with a value of 90% to be used as an object of marine tourism development.

Keywords: Marine Tourism; Suitability; Jemeluk Beach

Abstrak

Beragamnya keanekaragaman hayati yang terdapat di Pantai Jemeluk tidak menjamin bahwa segala aktivitas dan kegiatan wisata bahari di Pantai Jemeluk merupakan aktivitas yang tidak merusak atau tidak memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi kesesuaian wisata bahari (snorkeling, selam, dan rekreasi pantai) dalam upaya pelestarian wisata bahari berkelanjutan. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kesesuaian wisata, yaitu dengan membandingkan karakteristik dan kualitas lahan terhadap persyaratan penggunaan lahan untuk kegiatan wisata tertentu. Metode pengukuran tutupan terumbu karang menggunakan metode LIT (Line Intercept Transect) yang didasarkan pada bentuk pertumbuhan terumbu karang. Pengukuran jenis dan jumlah ikan karang dikaji menggunakan metode UVC (underwater visual census) dengan melakukan pengambilan data sepanjang 50 meter pada kedalaman yang sama dengan pengambilan data tutupan terumbu karang. Kondisi kesesuaian wisata snorkeling pada titik I dan II tergolong kategori cukup sesuai dengan nilai 78% dan 72.23%, sedangkan titik III tergolong kategori sesuai bersyarat dengan nilai 46.3%. Kondisi kesesuaian wisata selam pada titik I dan II tergolong dalam kategori sesuai bersyarat dengan nilai sebesar 44.5% dan 38.2%, sedangkan titik III tergolong kategori tidak sesuai dengan nilai 33.34%. Sedangkan hasil perhitungan indeks kesesuaian wisata pantai menunjukkan kategori sangat sesuai dengan nilai 90% untuk dijadikan sebagai obyek pengembangan wisata bahari.

Kata Kunci: Wisata Bahari; Kesesuaian; Pantai Jemeluk

Pendahuluan                Beragamnya keanekaragaman hayati yang

terdapat di Pantai Jemeluk tidak menjamin bahwa segala aktivitas dan kegiatan wisata bahari di

Pantai Jemeluk merupakan aktivitas yang tidak merusak atau tidak memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Salah satu ekosistem yang menjadi daya tarik wisatawan di Pantai Jemeluk adalah ekosistem terumbu karang. Terumbu karang sendiri merupakan salah satu spesies mahluk hidup yang sangat rentan dengan aktivitas manusia.

Berdasarkan keputusan Gubernur Bali tanggal 19 Januari 2017 Nomor 375/03-L/HK/2017 tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan di Kabupaten Karangasem Provinsi Bali dengan luas 5.856,31 ha yang meliputi wilayah Tulamben, Amed, Padang Bai, dan Candidasa. Pantai Jemeluk yang termasuk dalam wilayah Amed merupakan salah satu kawasan yang telah dijadikan sebagai wilayah konservasi. Hal tersebut membuat wisata bahari yang terdapat di Pantai Jemeluk harus memperhatikan mengenai keberlanjutan ekosistemnya yang memiliki keanekaragaman hayati (Mustika dkk, 2012).

Aktivitas manusia yang tidak bertanggungjawab dapat mengancam kelestarian hidup mahluk hidup laut dan lebih jauh lagi dapat merusak objek wisata itu sendiri. Untuk dapat mengoptimalkan potensi yang ada pada kawasan wisata Pantai Jemeluk, diperlukan analisis mengenai berbagai aktivitas wisata bahari yang ada dan kemungkinan dampak yang dapat ditimbulkan dari adanya aktivitas wisata bahari tersebut terhadap ekosistem sekitarnya. Penelitian ini akan difokuskan di kawasan Pantai Jemeluk, Amed, Kabupaten Karangasem, Bali.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pantai Jemeluk, Desa Purwakerti, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. Wilayah pengamatan dibagi menjadi 3 stasiun yaitu stasiun I (snorkeling), stasiun II (selam), dan stasiun III (rekreasi pantai). Stasiun I dengan kedalaman 3, 5, dan 7 m. Kemudian stasiun II dengan kedalaman 10 m, 15, dan 17 m. Panjang setiap titik pada pada stasiun pengamatan adalah 50 m. Pengumpulan data dilaksanakan mulai bulan Februari 2018 hingga November 2018. Analisis data dilaksanakan setelah pengambilan data selesai.

Gambar 1. Peta Penelitian

  • 2.2    Metode Penelitian

Metode pengukuran tutupan komunitas karang yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode LIT (Line Intercept Transect) mengikuti English et al. (1997). Jenis dan jumlah spesies ikan karang di stasiun I sebanyak 3 titik dan stasiun II sebanyak 3 titik dikaji menggunakan metode UVC (Underwater Visual Census). Nilai kecerahan dihitung dengan mempresentasekan panjang tali saat secchi disk. Kecepatan arus dapat diketahui dengan menggunakan current meter. Kedalaman perairan diukur menggunakan dive computer. Material dasar perairan atau substrat diketahui dengan cara pengamatan langsung pada lokasi penelitian. Tipe pantai dapat diketahui dengan melakukan pengamatan visual secara langsung pada lokasi penelitian.

  • 2.3    Analisis Data

Analisis kesesuaian wisata perairan dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kawasan bagi pengembangan wisata berdasarkan kriteria yang digunakan dalam kegiatan wisata snorkeling, selam, dan rekreasi pantai. Perhitungan indeks kesesuaian wisata berdasarkan Yulianda (2007). Rumus yang kesesuaian wisata adalah sebagai berikut:

IKW = Σ ( Ni / Nmaks) x 100 %                  (1)

dimana IKW adalah indeks kesesuaian wisata; Ni adalah nilai parameter ke-I (bobot x skor); dan Nmaks adalah nilai maksimum dari suatu wisata.

Nilai maksimum wisata snorkeling dan selam: 54 Nilai maksimum wisata rekreasi pantai: 120 Keterangan kategori kesesuaian:

S1 = Sangat sesuai (80- 100%)

S2 = Cukup sesuai (60 - < 80%)

S3 = Sesuai bersyarat (35 - <60%)

TS = Tidak sesuai (0 - <35%)

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Indeks Kesesuaian Wisata Bahari Kategori Snorkeling dan Selam

Hasil analisis kesesuaian wisata snorkeling pada titik I dan II di kawasan Pantai Jemeluk dengan mempertimbangkan semua parameter yang mempengaruhinya yaitu sebesar 78% dan 72.23% dimana persentase tersebut tergolong dalam kategori cukup sesuai untuk kawasan wisata snorkeling. Kategori S2 yang merupakan kategori cukup sesuai. Hal ini di sebabkan karena masih ada beberapa faktor parameter untuk kesesuaian wisata tersebut yang harus lebih diperhatikan dan menjadi faktor pembatas bagi kesesuaian kawasan untuk di jadikan kawasan wisata (Adi dkk., 2013). Sedangkan hasil analisis kesesuaian wisata snorkeling pada titik III menunjukkan nilai sebesar 46.3% yang tergolong dalam kategori sesuai bersyarat untuk dijadikan kawasan wisata snorkeling berkelanjutan. Nilai tersebut dipengaruhi oleh kondisi beberapa parameter penentu kesesuaian wisata bahari kategori snorkeling. Namun yang paling mempengaruhi nilai IKW adalah kecerahan perairan dan persentase tutupan komunitas karang karena merupakan parameter dengan bobot 5 dimana bobot tersebut merupakan nilai tertinggi diantara parameter lainnya.

Hasil analisis kesesuaian wisata selam di kawasan Pantai Jemeluk dengan mempertimbangkan semua parameter yang mempengaruhinya yaitu sebesar 44.5% pada titik I yang tergolong dalam kategori sesuai bersyarat, 38.2% pada titik II yang tergolong dalam kategori sesuai bersyarat, dan 33.34% pada titik III yang tergolong dalam kategori tidak sesuai untuk dijadikan obyek daya tarik wisata selam. Penyebab setiap titik pada stasiun II memiliki nilai IKW yang rendah yaitu karena nilai persentase tutupan komunitas karang dan jenis ikan terumbu karang yang juga sangat rendah, kedua parameter tersebut memiliki bobot yang besar yaitu sebesar 5 sehingga sangat berpengaruh pada nilai IKW stasiun II. Selain itu, jenis pertumbuhan hidup karang yang rendah akibat banyaknya ditemukan dead coral dan coral bleaching menjadi salah satu faktor rendahnya nilai IKW pada stasiun II. Sehingga kondisi stasiun II tergolong dalam kategori sesuai bersyarat untuk kategori wisata selam karena nilai IKW yang berkisar antara 35 sampai 60% (Yulianda, 2007).

Kecerahan perairan pada stasiun I menunjukkan hasil yang sangat baik. Hal tersebut dibuktikan dengan persentase kecerahan perairan di Pantai Jemeluk yang tinggi yaitu 100% pada setiap titik pengambilan data. Berdasarkan persentase tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kecerahan perairan pada lokasi penelitian tergolong kategori sangat sesuai. Sedangkan persentase kecerahan perairan pada stasiun II di Pantai Jemeluk yang cukup tinggi dan beragam yaitu pada titik I sebesar 89% , titik II sebesar 78%, dan titik III sebesar 64%. Berdasarkan persentase tersebut. Hal ini berarti cahaya dapat menembus kolom perairan dan menguntungkan wisatawan yang melakukan kegiatan wisata selam tanpa mengalami kendala dalam penglihatan dan pengamatan biota-biota yang ada disekitar perairan (Widhianingrum dkk., 2013). Nilai parameter kecerahan pada baku mutu kualitas air untuk wisata bahari sesuai Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 yaitu lebih dari 5 meter. Maka dari itu, nilai rata-rata kecerahan di Pantai Jemeluk sudah sesuai dengan baku mutu, sehingga Pantai Jemeluk tergolong dalam kategori sesuai untuk wisata bahari jika dilihat dari parameter kecerahan perairan. Ekowisata bahari merupakan bentuk pengelolaan sumber daya pesisir dan laut yang dikembangkan dengan pendekatan konservasi (Ketjulan, 2011).

Nilai tutupan komunitas karang stasiun I pada titik I menunjukkan hasil yang tertinggi yaitu sebesar 84.04%, pada titik II memilikki nilai sebesar 69.5%, dan nilai terkecil terdapat pada titik III yaitu sebesar 14.92%. Pantai dengan jenis substrat berbatu lebih dominan menyebabkan koloni terumbu karang dapat melekat lebih kokoh dan peluang berkembangnya terumbu karang baru akan lebih besar. Sedangkan nilai tutupan komunitas karang stasiun II pada titik I yaitu sebesar 8.30% tergolong dalam kategori tidak sesuai, pada titik 2 sebesar 3.60% tergolong dalam kategori tidak sesuai, dan pada titik 3 yaitu sebesar 7.8% tergolong dalam kategori tidak sesuai untuk wisata selam. Kerusakan yang terjadi pada umumnya disebabkan karena terumbu karang mengalami pemutihan (coral bleaching). Aktivitas wisata bahari yang berlebihan dapat mengakibatkan turunnya kualitas dan fungsi lingkungan perairan laut yang akan mengakibatkan rusaknya ekosistem terumbu karang. Patahan-patahan karang terutama terjadi pada karang dengan bentuk lifeform bercabang

(branching), digitate atau menjari dan foliose atau berbentuk lembaran daun (Muhidin dkk., 2017).

Terdapat 4 jenis lifeform karang pada stasiun I di titik I (coral massive, coral foliosis, acropora digitate, dan acropora submassive), pada titik II sebanyak 8 jenis (coral massive, coral foliosis, coral encrusting, coral submassive, coral mushroom, acropora submassive, acropora digitate, dan acropora tabulate) dan pada titik III terdapat 4 jenis (coral massive, coral foliosis, acropora digitate, dan coral mushroom). Hal ini menunjukkan bahwa pada titik I dan III tergolong kategori sesuai bersyarat yaitu jenis lifeform diantara 4 - 7, sedangkan pada titik II masuk ke dalam kategori cukup sesuai yaitu jenis lifeform kurang dari 7 – 12. Menurut Adnyana dkk. (2014) kondisi pertumbuhan karang yang baik berada sedikit jauh dari dermaga. Hal ini disebabkan karena banyak kapal boat dan jukung yang bersandar pada dermaga sehingga dapat mengganggu proses pertumbuhan karang.

Terdapat 6 jenis lifeform karang pada stasiun II titik I (coral massive, coral foliosis, coral encrusting, acropora digitate, coral mushroom, dan acropora tabulate), pada titik II sebanyak 5 jenis (coral mushroom, coral massive, coral foliosis, acropora tabulate, acropora digitate), dan pada titik III terdapat 6 jenis (coral massive, coral encrusting, acropora digitate, coral mushroom, coral foliosis, dan acropora tabulate). Hal ini menunjukkan bahwa pada ketiga titik tergolong ke dalam kategori sesuai bersyarat yaitu jenis lifeform diantara 4 - 7. Jika jenis lifeform karang tergolong rendah, maka hal tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap jumlah jenis ikan karang yang ada di stasiun tersebut.

Jumlah jenis ikan karang pada ketiga titik pengamatan pada stasiun I tergolong dalam kategori S3 (sesuai bersyarat) karena rendahnya jumlah jenis ikan karang yang ditemukan. Namun komposisi jenis ikan karang didominasi oleh ikan Chromis viridis dari famili Pomacentridae sejumlah 19 individu. Jenis ikan yang mendominasi pada stasiun II sama seperti stasiun I, yakni berasal dari family Pomacentridae. Jika dikategorikan berdasarkan peranannya famili Pomacentridae termasuk kategori ikan mayor, yaitu ikan yang umumnya ditemukan dalam jumlah banyak dan dapat dijadikan sebagai ikan hias air laut. Jumlah individu ikan mayor merupakan ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi. Ikan jenis Pomacentridae merupakan ikan penetap yang memiliki tingkah laku teritorial dan jarang berkeliaran jauh dari sumber makanan dan tempat

berlindungan. Ikan dari famili Pomancentridae merupakan ikan yang memiliki jumlah jenis terbanyak (Rondonuwu dan Rembet, 2013). Famili Pomancentridae merupakan ikan yang mudah dijumpai di daerah terumbu karang dalam jumlah yang cukup besar. Ikan dari famili ini kelompok ikan yang dominan dijumpai di perairan terumbu karang (Kurniawan et al. 2015).

Kecepatan arus yang didapat pada stasiun pengambilan data snorkeling yaitu berkisar antara 2-3 cm/det. Kecepatan arus perairan pada titik I yaitu sebesar 2 cm/det, titik II yaitu sebesar 2 cm/det, dan pada titik III yaitu sebesar 3 cm/det. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan arus pada titik I, II, dan III tergolong dalam kategori sangat sesuai. Sedangkan kecepatan arus yang terdapat pada stasiun II yaitu 4 cm/s pada titik I, 3 cm/s pada titik II, dan 6 cm/s pada titik III. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan arus pada titik I, II, dan III tergolong dalam kategori sangat sesuai. Arus perairan yang tidak terlalu kuat di Pantai Jemeluk juga disebabkan oleh peran ekologis terumbu karang dalam merambatkan dan melemahkan kekuatan arus yang mengalir ke wilayah itu (Muqsit dkk., 2016).

Kedalaman pada stasiun I dilakukan pada 3 titik kedalaman yaitu pada titik I sedalam 3 meter, titik II sedalam 5 meter, dan titik III sedalam 7 meter. Hal ini menunjukkan bahwa pada titik I tergolong dalam kategori sangat sesuai, titik II tergolong dalam kategori cukup sesuai, dan titik III tergolong dalam kategori sesuai bersyarat.

Kedalaman titik pengambilan data pada stasiun II yaitu pada titik I sedalam 10 m, titik II sedalam 15 m, dan titik III sedalam 17 m. Hal ini menunjukkan bahwa pada titik I dan titik II tergolong dalam kategori sangat sesuai, sedangkan titik III tergolong dalam kategori cukup sesuai. Keberadaan karang hidup, lifeform karang, dan jenis ikan lebih sedikit seiring semakin dalamnya perairan dan sangat membahayakan bagi penyelam pemula karena pola arus yang sewaktu waktu berubah serta tingkat kecerahan menurun atau gelap (Widhianingrum, 2013). Ekologi harus menjadi dasar pertimbangan dalam pengembangan wisata di pesisir (Muflih, 2015).

Distribusi nilai kesesuaian wisata snorkeling dan selam di Pantai Jemeluk dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4

IKW stasiun I titik I

Titik I

1*

2*

3*

4*

5*

6*

Total

Hasil

100

84.04

4

13

2

3

Skor

3

3

1

1

3

3

Bobot

5

5

3

3

1

1

Nilai

15

15

3

3

3

3

42

IKW

78%

Tabel 5

IKW stasiun I titik II

Titik

1*

2*

3*

4*

5*

6*

Total

I

Hasil

100

69.5

8

10

2

5

Skor

3

2

2

1

3

2

Bobot

5

5

3

3

1

1

Nilai

15

10

6

3

3

2

39

IKW

72.23%

Tabel 6

IKW stasiun I titik III

Titik

1*

2*

3*

4*

5*

6*

Total

I

Hasil

100

14.92

4

14

3

7

Skor

3

0

1

1

3

1

Bobot

5

5

3

3

1

1

Nilai

15

0

3

3

3

1

25

IKW 46.3%

Ket: *1) Kecerahan perairan (%), 2) Tutupan komunitas karang (%), 3) Jenis lifeform, 4) Jenis ikan terumbu karang, 5) Kecepatan arus (cm/det), 6) Kedalaman terumbu karang (m).

Berdasarkan hasil dari beberapa parameter penentu kesesuaian wisata selam, dapat diketahui bahwa setiap parameter memiliki tingkat kesesuaian yang bervariasi. Hal tersebut terlihat dari hasil yang beragam permasing-masing parameter dan kedalaman. Distribusi nilai kesesuaian wisata selam di Pantai Jemeluk dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 7

IKW stasiun II titik I

Titik I

1*

2*

3*

4*

5*

6*

Total

Hasil

89

8.30

6

19

4

10

Skor

3

0

1

0

3

3

Bobot

5

5

3

3

1

1

Nilai

15

0

3

0

3

3

24

IKW 44.45%

Tabel 8

IKW stasiun II titik II

Titik I

1*

2*

3*

4*

5*

6*

Total

Hasil

78

3.60

5

13

3

15

Skor

2

0

1

0

3

3

Bobot

5

5

3

3

1

1

Nilai

10

0

3

0

3

3

19

IKW

38.2%

Tabel 9

IKW stasiun II titik III

Titik I

1*

2*

3*

4*

5*

6*

Total

Hasil

64

7.80

6

12

6

17

Skor

2

0

1

0

3

2

Bobot

5

5

3

3

1

1

Nilai

10

0

3

0

3

2

18

IKW

33.34%

Ket: *1) Kecerahan perairan (%), 2) Tutupan komunitas karang (%), 3) Jenis lifeform, 4) Jenis ikan terumbu karang, 5) Kecepatan arus (cm/det), 6) Kedalaman terumbu karang (m)

  • 3.2    Indeks Kesesuaian Wisata Bahari

    Kategori Rekreasi Pantai

Pantai Jemeluk memiliki nilai IKW rekreasi pantai yang sangat tinggi yaitu 90% dan tergolong dalam kategori sangat sesuai untuk wisata rekreasi pantai. Sedangkan pada penelitian lain di kawasan wisata pantai di SAP Selat Pantar termasuk dalam kategori sangat sesuai dan sesuai dengan nilai IKW berkisar antara 75%-100% dan 50-<75% (Wabang, 2017). Karena teramati dari nilai indeks ekologis dan juga kualitas perairan, lokasi tersebut masih berada dalam ambang batas kesesuaian untuk dilakukan suatu kegiatan wisata rekreasi pantai. Hal tersebut berbanding lurus dengan keadaan pada obyek wisata Pantai Jemeluk yang menunjukkan hasil yang sama baiknya. Kelengkapan fasilitas penunjang kegiatan wisata yang sudah terpenuhi terutama ekosistem yang masih terjaga dengan baik membuat wisata ini masih layak untuk dikatakan sebagai obyek wisata yang memerhatikan keseimbangan lingkungan. Dalam aspek sosial budaya, teramati masyarakat masih menjaga keaslian budaya yang dimiliki, meskipun sudah banyak budaya asing dari luar yang masuk tetapi masyarakat tidak begitu terpengaruh sama halnya seperti penelitian Sayogi & Demartoto (2018) di Desa Watukarung Kabupaten Pacitan.

Kedalaman Pantai Jemeluk berdasarkan surut terendah berkisar antara 1 hingga 1.5 m. Kedalaman sangat penting karena untuk kenyamanan dan keamanan wisatawan yang melakukan aktivitas seperti renang di perairan

tersebut. Perairan yang dangkal merupakan salah satu syarat yang paling sesuai untuk rekreasi pantai, sehingga wisatawan dapat melakukan aktivitas wisata dengan aman (Aswita dkk., 2015).

Tipe pantai di Pantai Jemeluk adalah berbatu dan sedikit terjal. Menurut Noerma dkk. (2016), ukuran sedimen yang kasar dan sedang sangat baik untuk kegiatan ekowisata pantai dibandingkan ukuran butir sedimen yang sangat halus dan kasar. Namun komunitas biota di daerah berbatu jauh lebih kompleks dari daerah lain, karena bervariasinya relung ekologis yang disediakan oleh genangan air, celah-celah batu permukaan batu dan hubungan mereka yang bervariasi terhadap cahaya, gerakan air, perubahan suhu, dan faktor lainnya.

Lebar pantai merupakan salah satu parameter penting dalam melakukan aktivitas wisata pantai karena dengan kondisi lebar pantai yang lebar akan membuat pengunjung leluasa melakukan berbagai macam kegiatan wisata pantai (Febyanto dkk., 2014). Lebar pantai di Pantai Jemeluk adalah 20 m. Semakin lebar suatu pantai maka semakin baik untuk wisatawan dalam melakukan aktivitasnya. Material dasar perairan di Pantai Jemeluk merupakan bebatuan dan karang berpasir. Material dasar perairan atau substrat merupakan salah satu penentu kecerahan suatu perairan. Material dasar perairan pada lokasi penelitian wisata pantai menunjukkan kategori cukup sesuai.

Berdasarkan hasil pengukuran arus dapat diketahui bahwa kecepatan arus di Pantai Jemeluk yaitu sebesar 0.15 m/s. Kecepatan arus tersebut tergolong dalam kategori sangat sesuai untuk wisata rekreasi pantai. Arus yang lemah sangat baik untuk kegiatan renang dan aktivitas lainnya di pantai. Menurut Tambunan (2013) penggolongan arus terdiri atas 4 kategori yaitu kategori arus lambat dengan kecepatan pada kisaran antara 00.25 m/s, kategori arus sedang dengan jecepatan pada kisaran antara 0.25-0.50 m/s, kategori arus cepat dengan kecepatan pada kisaran antara 0.50-1 m/s, dan kategori arus sangat cepat dengan kecepatan di atas 1 m/s. Kecerahan perairan di Pantai Jemeluk menunjukkan nilai yang sangat baik yaitu menembus hingga ke dasar perairan.

Berdasarkan matriks kesesuaian lahan untuk wisata pantai kategori rekreasi pantai menurut Yulianda (2007) bahwa suatu parameter penutupan lahan pantai dapat dikatakan sangat sesuai jika memiliki penutupan lahan pantai berupa kelapa dan lahan terbuka. Sedangkan pada

lokasi penelitian data penutupan lahan pantai yang diperoleh yaitu terdapat banyak bangunan seperti rumah makan, dive center, warung, dan pelabuhan bagi kapal jukung nelayan. Maka dapat disimpulkan bahwa penutupan lahan pantai pada lokasi penelitian tergolong dalam kategori tidak sesuai untuk wisata rekreasi pantai. Biota berbahaya tidak ditemukan pada stasiun wisata rekreasi pantai. Karena hal tersebut, Pantai Jemeluk masih tergolong aman untuk pengunjung yang ingin melakukan kegiatan wisata pantai.

Pengunjung dapat berwisata tanpa harus khawatir dengan keberadaan biota-biota berbahaya seperti bulu babi, landak laut, hiu, ular laut, dll. Hal ini diduga karena tidak ditemukannya vegetasi lamun di Pantai Pasir Putih yang dimanfaatkan bulu babi (Diadema sp.) sebagai habitat dan sebagai makanan utamanya (Subandi, 2018). Jarak ketersediaan air tawar di Pantai Jemeluk sangat terjangkau yaitu 30 meter. Ketersediaan air bersih berupa air tawar sangat diperlukan untuk menunjang fasilitas pengelolaan maupun pelayanan wisata. Hal ini juga merupakan menjadi kriteria penilaian terhadap kelayakan prioritas pengembangan wisata pantai. Penyediaan dan pembangunan sarana dan prasarana yang lain sangat penting jika berkaitan dengan adanya wisata demi meningkatkan kenyamanan pengunjung (Chasanah dkk., 2017).

Pantai Jemeluk dapat dikatakan sangat sesuai untuk aktivitas berenang, jika dilihat dari parameter ketersediaan air tawarnya, karena memiliki ketersediaan air tawar <0.5 km. Suatu wisata pantai dapat dikatakan sangat sesuai jika memiliki jarak ketersediaan air tawar <0.5 km.

Berdasarkan hasil perhitungan dan pengamatan beberapa parameter penentu kesesuaian wisata rekreasi pantai, dapat diketahui bahwa setiap parameter kesesuaian memiliki tingkat kesesuaian yang bervariasi. Distribusi nilai kesesuaian wisata di Pantai Jemeluk dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10

IKW rekreasi pantai stasiun III

Stasiun III

Hasil

Skor

Bobot

Nilai

1*

1-.5

4

5

20

2*

Lumpur dan berbatu

1

5

5

3*

15

4

5

20

4*

Pasir

2

4

8

5*

Lumpur 0.15

4

4

16

6*

Hingga dasar

4

3

12

7*

Pemukiman dan

1

3

3

8*

pelabuhan -

4

3

12

9*

0.03

4

3

12

Total

108

IKW

90%

Ket: *1) Kedalaman Perairan (m), 2) Tipe Pantai, 3) Lebar Pantai (m), 4) Material Dasar, 5) Kecepatan Arus (m/s), 6) Kecerahan Perairan (m), 7) Penutupan Lahan Pantai, 8) Biota Berbahaya, 9) Ketersediaan Air Tawar (km).

  • 4.    Kesimpulan

Nilai indeks kesesuaian wisata snorkeling pada stasiun I titik I (kedalaman 3 m) dan II (kedalaman 5 m) termasuk dalam kategori S2 atau cukup sesuai. Sedangkan pada titik III (kedalaman 7 m) termasuk dalam kategori S3 atau sesuai bersyarat. Hal tersebut menandakan bahwa secara garis besar, lokasi stasiun I telah sesuai untuk dikembangkan sebagai obyek wisata snorkeling dengan tetap memerhatikan keberlanjutan ekosistemnya.

Nilai indeks kesesuaian selam pada stasiun II titik I (kedalaman 10 m) dan II (kedalaman 15 m) termasuk dalam kategori S3 atau sesuai bersyarat. Sedangkan pada titik III (kedalaman 17 m) termasuk dalam kategori TS atau tidak sesuai. Perairan Pantai Jemeluk belum sesuai untuk dijadikan obyek wisata selam. Sehingga diperlukan upaya-upaya pengelolaan lebih lanjut agar dapat mendukung pengembangan wisata selam di obyek wisata Pantai Jemeluk.

Nilai indeks kesesuaian rekreasi pantai pada stasiun III termasuk dalam kategori S1 atau sangat sesuai. Hal tersebut dapat diartikan bahwa kondisi Pantai Jemeluk telah sesuai untuk dikembangkan sebagai obyek wisata rekreasi pantai.

  • 5.    Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak pengurus Pantai Jemeluk yang telah membantu dalam proses survei dan pengambilan data penelitian, serta telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di Pantai Jemeluk, Amed, Karangasem, Bali.

Daftar Pustaka

Adi, A. B., Mustafa, A., & Ketjulan, R. (2013). Kajian Potensi Kawasan dan Kesesuaian Ekowisata Terumbu Karang Pulau Laras Untuk Pengembagan Ekowisata Bahari. Jurnal Mina Laut Indonesia, 1(1), 4960.

Adnyana, B. P., Yudasmara, A. G., & Budasi, G. (2014). Analisis Potensi Dan Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Pulau Menjangan Untuk Pengembangan Ekowisata Bahari Berbasis Pendidikan Terpadu. Jurnal Sains dan Teknologi. 3(2), 361-377.

Aswita, D., Sarong, M. A., & Sugianto. (2015). Evaluasi Kesesuaian Perairan Pantai Teupin Layeu Iboih Sebagai Ekowisata Bahari. Jurnal Penelitian Saintek, 20(1), 1-9.

English, S., Wilkinson, C., & Baker, V. (1997). Survey Manual for Tropical Marine  Resources.  (2nd ed.).

Townsville, Australia: Australian Institute of Marine Science.

Chasanah, I., Purnomo, P. W., & Haeruddin. (2017). Analisis Kesesuaian Wisata Pantai Jodo Desa Sidorejo Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 7(3), 235-243.

Febyanto, F., Praktikto, I., & Koesomadji. (2014). Analisis Kesesuaian Wisata Pantai Krakal Kabupaten Gunungkidul. Journal Of Marine Research, 3(4), 429438.

Kantona, I., Adi, W., & Kurniawan. (2016). Potensi

Kesesuaian Lokasi Wisata Selam Permukaan (Snorkeling) Sebagai Pengembangan Wisata Bahari Pantai Turun Aban Kabupaten Bangka. Jurnal Sumberdaya Perairan, 10(2), 30-38.

Ketjulan, R. (2011). Daya dukung Perairan Pulau Hari sebagai Obyek Ekowisata Bahari. Jurnal Aqua Hayati, 7(3), 183-188.

Muflih, A., Fahrudin, A., & Wardiatno, Y. (2015).

Kesesuaian dan Daya Dukung Wisata Pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), 20(2), 141-149.

Muhidin, Yulianda, F., & Zamani, N. P. (2017). Dampak Snorkeling dan Diving Terhadap Ekosistem Terumbu Karang. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 9(1): 315-326.

Mustika, P. L. K., Ratna, L. M., Jaya, Purwanto, & Saleh. (2012). Kajian Cepat Kondisi Kelautan (MRAP) Provinsi Bali. Denpasar: Marine Protected Areal Governancy (MPAG).

Muqsit, A., Yusfiandayani, R., & Baskoro, M. S. (2016). Analisis komposisi Lambung Madidihan (Thunnus albacares) Hasil Tangkapan Di Rumpon Perairan Kaur Menggunakan Indeks Prepoderans. Jurnal Teknologi Perikanan Dan Kelautan, 7(1), 57-68.

Noerma, Y. E., Johan, Y., & Hartono. (2016). Analisis Kesesuaian Dan Daya Dukung Ekowisata Pantai, Rekreasi Pantai Laguna Desa Marpas Kabupaten Kaur. Jurnal Enggano, 1(1), 97-111.

Rondonuwu, A. B, & Rembet, U. N. W. J. (2013). Ikan Karang Famili Chaetodontidae di Terumbu Karang Pulau Para Kecamatan Tatoareng Kabupaten Kepulauan Sangihe. Jurnal Ilmiah Platax, 1(4), 210-215.

Sayogi, K. W., & Demartoto, A. (2018). Studi Deskriptif Pada Pelaku Pengembangan Pariwisata Bahari Pantai Watukarung Desa Watukarung Kecamatan Pringkuku Kabupaten Pacitan. Jurnal of Development and Social Change, 1(1), 9-17.

Subandi, I. K., Dirgayusa, I. G. N. P., & As-syakur, A. R. (2018) Indeks Kesesuaian Wisata di Pantai Pasir Putih, Kabupaten Karangasem. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 4(1), 47-57.

MNLH. (2004). Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut. Jakarta-Indonesia: Menteri Lingkungan Hidup.

Wabang, I. L., Yulianda, F., & Adisusanto, H. (2017). Kajian Karakteristik Tipologi Pantai Untuk Pengembangan Wisata Rekreasi Pantai Di Suka Alam perairan Selat Pantar Kabupaten Alor. Jurnal Albacore, 1(2), 199-209.

Widhianingrum, I., Indarjo, A., & Pratikto, I. (2013). Studi Kesesuaian perairan Untuk Ekowisata Diving dan Snorkeling di Perairan Pulau Keramat, Kebupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat. Journal of Marine Research, 2(3), 181-189.

Yulianda, F. (2007). Ekowisata Bahari sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir     Berbasis

Konservasi. Makalah Seminar Sains 21. Bogor, Indonesia: Fakultas Perikanan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor