Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

PENGARUH PIJAT OKETANI TERHADAP PEMBENGKAKAN PAYUDARA (BREAST ENGORGEMENT)

Azizati Salmas Marsiami

Program Studi DIII Kebidanan, Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu korespondensi penulis, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pembengkakan payudara merupakan masalah yang sering didapatkan pada ibu menyusui. Dampak lebih lanjut dari pembengkakan payudara yang dialami ibu, yaitu nyeri payudara hebat sehingga ibu menyerah menyusui dan beralih dengan susu formula. Pijat Oketani merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah laktasi seperti pembengkakan payudara, mastitis, serta tidak cukupnya ASI atau nyeri puting. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pijat Oketani terhadap pembengkakan payudara (breast engorgement) pada ibu menyusui di wilayah kerja Puskesmas Trimulyo. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain Randomized Controlled Trial (RCT) post test only control group design. Subjek penelitian ini adalah ibu menyusui hari 1-14 postpartum di Trimulyo yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok 30 kelompok kontrol dan 30 kelompok perlakuan. Kelompok kontrol adalah 30 orang yang diberikan KIE perawatan payudara, sedangkan kelompok perlakuan adalah ibu menyusui hari 1-14 postpartum yang diberikan pijat Oketani. Pengumpulan data menggunakan Visual Analog Scale. Hasil analisis menggunakan T-Test diperoleh p-value 0,000 (≤ 0,05) yang artinya ada pengaruh pemberian pijat Oketani terhadap penurunan pembengkakan payudara pada ibu menyusui di Puskesmas Trimulyo. Selain itu hasil analisis menggunakan Chi-square test didapatkan nilai p = 0,000, dengan RR 10,3 IK 95%. Artinya kelompok yang tidak diberikan pijat Oketani berisiko 10,3 kali mengalami pembengkakan payudara dibandingkan kelompok perlakuan. Pijat Oketani efektif untuk mengurangi pembengkakan payudara pada ibu menyusui.

Kata kunci: ASI, pijat oketani, pembengkakan payudara

ABSTRACT

Breast engorgement is a problem that is often found in breastfeeding mothers. A further impact breast engorgement of experienced by mothers is severe breast pain so that mothers give up breastfeeding and switch to formula milk. Oketani massage is an alternative to overcome lactation problems such as breast swelling, mastitis, and not enough milk or sore nipples. The purpose of this study was to analyze the effect of Oketani massage on breast engorgement in breastfeeding mothers in Trimulyo Health Center. This study used a quantitative method with a randomized controlled trial (RCT) post test only control group design. The subjects of this study were breastfeeding mothers on days 1-14 postpartum in Trimulyo who met the inclusion criteria and did not meet the exclusion criteria. Subjects were divided into 2 groups: 30 control groups and 30 treatment groups. The control group consisted of 30 people who were given KIE breast care, while the treatment group was breastfeeding mothers 1-14 days postpartum who were given Oketani massage. Data were collected using the Visual Analog Scale. The results of the analysis using the T-Test obtained p-value of 0,000 (≤ 0,05), which means that there was an effect of giving Oketani massage on reducing breast engorgement in breastfeeding mothers at the Trimulyo Health Center. In addition, the results of the analysis used the Chi-square test with a value of p = 0,000 with an RR of 10,3 (95% CI). This means that the group that was not given Oketani massage had a risk of 10,3 times breast engorgement compared to the treatment group. Oketani massage is effective for reducing breast engorgement in breastfeeding mothers.

Keywords: breast engorgement, breast milk, oketani massage

PENDAHULUAN

Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan merupakan hal yang penting karena dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas masa anak-anak, nilai sekolah yang buruk, produktivitas berkurang, dan gangguan perkembangan intelektual (Tasnim et al., 2019). Studi di Amerika Serikat menyebutkan bahwa, sebanyak 900 nyawa bayi per tahun dapat diselamatkan berarti menyelamatkan 13% kematian masa kanak-kanak di dunia; jika 90% ibu memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan. Sebanyak 90% kematian anak di dunia, rata-rata berasal dari negara berkembang. ASI eksklusif dapat menurunkan kejadian pneumonia 4 kali dibandingkan bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif. Selain itu, manfaat ASI eksklusif adalah menurunkan 74% virus bronkiolitis, mengurangi 50%, kejadian otitis media (OM), pilek serius, menurunkan 63% infeksi saluran pencernaan (Eidelman & Schanler, 2012).

Manfaat menyusui pada ibu diantaranya menurunkan kejadian perdarahan post partum, involusi rahim lebih cepat, sebagai kontrasepsi alami (amenore laktasi) sehingga meningkatkan jarak anak dan mengurangi risiko kelahiran bayi prematur (Yilak et al., 2020). Manfaat lainnya seperti mengurangi depresi postpartum, pengabaian ibu terhadap anak serta dapat menjadi diet alami bagi ibu (Anandhi, 2017).

Sebagian besar ibu primipara dan ibu dengan payudara tidak elastis mengalami komplikasi payudara (To, 2014). Faktor-faktor seperti pembesaran vena berlebihan dan pembesaran limfatik pada payudara yang mendahului proses laktasi sehingga mencegah keluarnya susu dari sistem lakteal menyebabkan pembengkakan payudara. Insiden pembengkakan payudara sekitar 20% sampai 70% pada hari pertama sampai keempat belas setelah persalinan (Saputri dkk, 2020). Secara umum pembengkakan payudara dialami 65-75% ibu menyusui (D, 2019).

Pada satu minggu awal menyusui masalah yang paling sering ditemui ibu

adalah pembengkakan payudara, masalah kedua adalah puting yang sakit, dan yang ketiga tidak cukupnya produksi ASI (Chiu et al., 2010). Hal ini mengakibatkan rasa sakit payudara hingga puting, duktus tersumbat, mastitis, serta produksi ASI yang tidak mencukupi (To, 2014). Nyeri payudara yang dirasakan ibu postpartum karena pembengkakan payudara atau puting pecah-pecah. Menurut penelitian yang dilakukan Jin Yu (2010), gangguan laktasi seperti puting tenggelam atau datar, celah pada puting susu, nyeri payudara pada fase awal menyusui menimbulkan kelelahan fisik, kurangnya ASI, dan kesulitan menyusui bayi (Chiu et al., 2010).

Pembengkakan payudara adalah penyumbatan payudara yang menyakitkan karena air susu sehingga membuat bayi sulit menyusu pada payudara ibu dengan benar (El-Saidy & Aboushady, 2016). Pembengkakan payudara juga mengakibatkan rasa nyeri ini mempengaruhi inisiasi dan durasi menyusui (Tasnim et al., 2019). Berbagai penelitian menyebutkan jika bayi mengalami kesulitan untuk menyusu yang serius berakibat bayi akan menolak payudara. Dampak lebih lanjut dari pembengkakan payudara yang dialami ibu yaitu nyeri payudara hebat sehingga ibu menyerah menyusui dan beralih dengan susu formula dari botol (Vladimir, 2015). Hal ini didukung penelitian Anderson yang menyebutkan bahwa masalah menyusui seperti sumbatan saluran ASI, pembengkakan payudara, dan mastitis merupakan faktor utama yang mempengaruhi ibu membuat keputusan untuk berhenti menyusui bayinya (Anderson et al., 2019).

Pembengkakan payudara ini, jika tidak segera diatasi akan berakibat komplikasi seperti puting pecah-pecah 17,8%, retraksi puting susu 10%, puting pecah-pecah dan nyeri 8,33%, puting pecah-pecah 7,5%, gagal laktasi 7,5%, mastitis 56%, dan abses payudara 3,33% (To, 2014). Selain itu, perawatan yang

tidak tepat waktu pada kasus pembengkakan payudara menyebabkan kejadian abses payudara yang dapat menyebabkan penghentian menyusui dan penggunaan terapi antibiotik (Dehghani et al., 2018). Berbagai tindakan untuk mengobati pembengkakan payudara seperti gelombang ultrasonik, kompres hangat, kompres herbal, perawatan payudara dan daun kubis, tetapi belum banyak bukti ilmiah yang cukup bahwa mengurangi pembengkakan, tetapi hanya mengurangi nyeri payudara (Contreras & Rodríguez, 2011). Salah satu alternatif untuk mengurangi pembengkakan payudara pada titik masalahnya adalah pijat Oketani. Pijat Oketani ini merupakan pijat jaringan ikat tanpa rasa sakit dan memisahkan ruang retromammary, yang merupakan jaringan ikat antara payudara dan otot dada yang lebih besar sehingga mengendurkan jaringan dan menstimulasi sekresi ASI, dan bayi dapat menyusu dengan mudah. Pijat Oketani dapat memperlancar sekresi susu, mengurangi puting tenggelam atau datar, dan untuk meredakan penyumbatan darah

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah Randomized Controlled Trial (RCT) post test only control group design. Dalam rancangan ini subjek dibagi menjadi dua kelompok, diobservasi kedua kelompok sebelum perlakuan diberikan. Setelah itu pada kelompok pertama diberikan perlakuan dengan memberikan pijat Oketani dan pada kelompok kedua diberikan konseling teknik menyusui yang benar dan kompres hangat. Setelah 30 menit dilakukan observasi pembengkakan payudara dan diukur derajat nyeri payudara pada kedua kelompok, perbedaan hasil kedua kelompok menunjukkan efek perlakuannya.

Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh ibu menyusui 1-14 hari post partum di Jadimulyo. Teknik pengambilan sampel adalah dengan purposive sampling. Kriteria inklusi yaitu: a) Ibu postpartum hari 1-14, b) Ibu yang mengalami pembengkakan payudara disertai nyeri, c)

di payudara serta nyeri payudara (Dehghani et al., 2017).

Pijat Oketani juga merupakan solusi untuk meredakan ketidaknyamanan karena pembengkakan payudara, gangguan laktasi yang berhubungan keadaan emosi dan kelelahan. Pijat Oketani merangsang perkembangan fisik dan mental bayi memperbaiki suasana hati dan pola tidur, meningkatkan kualitas ASI (Tasnim et al., 2019). Ada 8 teknik berbeda di manual pijatan payudara yang diberi nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan 8. Pijat 1 sampai 7 disebut satu set atau pengobatan dan itu berbeda di kedua payudara. Satu set pijat dan ekspresi adalah selesai dalam satu menit dan ini diulangi selama 15-20 menit (Tasnim et al., 2019). Frekuensi maksimal pijat Oketani 2-3 kali pijatan tunggal sudah cukup untuk memberikan hasil dalam beberapa kasus (Dehghani et al., 2017; Kabir & Tasnim, 2010). Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui pengaruh pijat Oketani terhadap pembengkakan payudara (breast engorgement) di Puskesmas Trimulyo Lampung Timur.

Tidak memberikan susu formula, d) Berat badan bayi 2500 - 3500 gram, e) Reflek menghisap bayi baik, f) Usia ibu 20-35 tahun, g) Tidak adanya celah langit-langit dan bibir sumbing pada bayi, h) Bersedia mengikuti prosedur penelitian yang dinyatakan dengan inform consent.

Penelitian ini menggunakan kuesioner. Pengujian uji validitas dengan product moment dan reliabilitas Alpha Cronbach telah dilakukan sebelumnya. Analisis univariat untuk melihat distribusi karakteristik responden dengan uji ChiSquare dan Mann Whitney. Sedangkan bivariat mengunakan uji Wilcoxon untuk melihat perbedaan pre dan post test baik pada kelompok perlakuan dan kontrol serta uji beda Mann Whitney dan Independent T-Test. Selain itu, analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square untuk melihat seberapa berisiko kelompok kontrol (yang tidak diberikan pijat Oketani).

Pengumpulan data dilakukan dengan alat ukur yaitu lembar ceklis dan kuesioner, Six Point Breast Engorgement Assessment Scale, serta Visual Analog

Scale. Penelitian ini telah mendapatkan surat keterangan laik etik dari Komisi Etik Penelitian Universitas Muhammadiyah Pringsewu nomor: 012/KEPK/FKes/2022.

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian

Kelompok

Karakteristik

Perlakuan                     Kontrol

(n = 30)                         (n = 30)

Umur

Mean (SD)

Median

Rentang

26,1 (6,5)                           26,8 (6,5)

26                            28

16-42                              16-42

Paritas

Primipara

Multipara Mean (SD) Median

Rentang

11 (34,4%)                       11 (34,4%)

18 (56,3%)                      18 (56,3%)

1,62 (0,49)                             1,62

2                                2

1-2                                  1-2

Berdasarkan Tabel 1 didapatkan bahwa responden pada kelompok pijat Oketani memiliki umur yang hampir sama, yaitu rata-rata 26 tahun. Sedangkan untuk

paritas juga memiliki responden yang homogen yaitu untuk primipara 11 responden (34,4%) dan multipara 18 responden (56,3%).

Tabel 2. Perbedaan Pembengkakan Payudara Pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol

Variabel

Kelompok                              p-value

Perlakuan

Kontrol

Volume ASI         Pretest

Posttest

Pretest        Posttest

Mean (SD)        4,87 ± 0,973

1,43 ± 0,277      4,98 ± 0,984    3,92 ± 1,97          0,000

p-value                       p = 0,000

Penurunan (%)                  21,3

p = 0,461 0,4

Hasil penelitian berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan terdapat perbedaan yang bermakna nilai sebelum dan sesudah diberi pijat Oketani yaitu p = 0,000 (p<0,05). Sedangkan pada kelompok kontrol, tidak

terdapat perbedaan pembengkakan payudara dengan nilai p = 0,461. Adapun penurunan pembengkakan sebesar 21,3% terjadi pada kelompok perlakuan. Sedangkan pada kelompok kontrol, penurunan pembengkakan sebesar 0,4%.

Tabel 3. Pengaruh Pemberian Pijat Oketani terhadap Pembengkakan Payudara pada Ibu Nifas

Variabel

N

Mean         p-value      RR (IK 95%)

Produksi sebelum diberikan Pijat Oketani

Produksi sesudah    diberikan

Pijat Oketani

30

30

4,87 ± 0,973

0,000        10,3 (4,01-26,2)

1,43 ± 0,277

Tabel 3 menunjukkan adanya pengaruh pijat Oketani terhadap pembengkakan payudara (breast engorgement) di Puskesmas Trimulyo Lampung Timur Tahun 2022. Berdasarkan uji statistik pengaruh produksi ASI sebelum diberikan pijat Oketani adalah 4,87 dan nilai rata-rata setelah diberikan pijat Oketani menjadi

1,43. Hasil analisis menggunakan T-Test diperoleh p = 0,000 (p<0,05). Hasil uji Chi-square didapatkan nilai p = 0,000 dengan RR 10,3 (IK 95%). Artinya kelompok yang tidak diberikan pijat Oketani berisiko 10,3 kali mengalami pembengkakan payudara dibandingkan kelompok perlakuan.


PEMBAHASAN

Usia merupakan salah satu faktor yang bisa mempengaruhi produksi ASI. Bagi ibu yang sedang hamil lebih muda akan menghasilkan ASI lebih banyak dibandingkan dengan ibu yang lebih tua. Seorang ibu usia 20-29 tahun sudah bisa menghasilkan ASI yang cukup dibandingkan dengan yang berusia tiga puluhan (Parwati, 2017). Berdasarkan tabel 1, didapatkan bahwa responden pada kelompok pijat Oketani memiliki umur yang hampir sama, yaitu rata-rata 26 tahun. Pada penelitian ini, peneliti mengambil responden yang memiliki usia yang reproduktif, sehingga sampel yang didapatkan homogen. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hartono (2013), bahwa usia reproduksi yang sehat adalah pada usia 20-35 tahun dimana usia tersebut merupakan periode yang paling baik untuk hamil, melahirkan, dan menyusui. Dalam kurun waktu reproduksi sehat, produksi ASI akan cukup karena fungsi alat reproduksi masih dapat bekerja secara optimal. Ibu yang berusia 35 tahun dianggap berisiko karena baik alat reproduksinya maupun organ tubuh lainnya sudah mengalami penurunan sehingga resiko terjadinya komplikasi, baik dalam kehamilan, persalinan, dan menyusui sangat tinggi (Pranajaya & Rudiyanti, 2013).

Selain usia, faktor lain yang berpengaruh terhadap produksi ASI dan pembengkakan payudara adalah paritas. Hal ini karena ibu yang melahirkan lebih dari satu kali mampu memproduksi ASI lebih banyak dibandingkan yang melahirkan pertama kali. Seorang yang baru melahirkan pertama kali biasanya mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang kurang dalam hal menyusui, sedangkan ibu yang telah melahirkan lebih dari sekali tentu sudah mempunyai pengalaman dalam hal menyusui sehingga manajemen laktasi akan dijalankan dengan baik. Selain itu kesiapan psikologis antara primipara dan multipara sangat berbeda. Seorang primipara lebih mudah merasa cemas dan labil kondisi psikologisnya. Hal

ini akan mempengaruhi pengeluaran hormon yang berperan dalam produksi ASI. Selain faktor hormonal, pengetahuan tentang manajemen perawatan payudara juga berpengaruh terhadap kontur payudara (Pranajaya & Rudiyanti, 2013). Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa kedua kelompok respondennya adalah ibu multipara yaitu 18 responden (56,3%) dan primipara 11 responden (34,4%). Hal ini didukung berbagai penelitian bahwa paritas bukan satu-satunya faktor yang berhubungan dengan produksi ASI, ibu yang primipara lebih banyak mengalami kecemasan sehingga mempengaruhi hormon yang membantu produksi ASI, sedangkan ibu yang multipara dipengaruhi oleh jarangnya melakukan perawatan payudara, frekuensi menyusui, juga umur kehamilan sehingga dapat mengalami pembengkakan payudara.

Pembengkakan payudara didefinisikan sebagai pembengkakan dan distensi payudara, biasanya pada hari-hari awal dimulainya laktasi, karena vaskular dilatasi serta dihasilkannya susu. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai susu dan kebutuhan bayi. Penuhnya payudara secara dini terjadi saat suplai ASI berkembang dan sementara bayi baru lahir memiliki rutinitas menyusui yang tidak teratur. Rasa kenyang yang normal disebabkan oleh ASI dan ekstrablood serta cairan di payudara karena tubuh menggunakan cairan ekstra untuk membuatnya. Ketika ASI diproduksi terus-menerus, tetapi bayi tidak disusui selama beberapa hari, maka akan timbul pembengkakan (Paes et al., 2011).

Peningkatan prolaktin yang bersirkulasi bekerja pada alveoli payudara dan merangsang produksi ASI selama 3-4 hari pertama masa nifas sehingga payudara menjadi berat dan besar. Payudara terasa keras, nyeri, dan terkadang memerah. Areola biasanya akan terasa keras, dengan kulit kencang yang mungkin tampak berkilau. Puting dapat bertambah diameternya, menjadi datar, dan kencang (Bolman et al., 2013).

Pembengkakan payudara terjadi pada 72% hingga 82% wanita menyusui. Pembengkakan paling sering terjadi selama minggu pertama menyusui dan terjadi sebagai akibat dari penundaan, jarang menyusui, atau penghentian pengeluaran ASI dari payudara. Faktor-faktor yang berisiko pada ibu untuk pembengkakan yang lebih tinggi, kegagalan untuk mencegah atau mengatasi stasis ASI akibat drainase yang jarang atau tidak adekuat dari payudara. Saat produksi susu meningkat pesat, volume susu di payudara bisa melebihi kapasitas alveoli untuk menyimpannya. Jika susu tidak dikeluarkan, alveoli yang terlalu distensi dapat menyebabkan sel-sel yang mengeluarkan susu menjadi rata dan ditarik keluar, bahkan pecah. Akumulasi susu dan penyebab pembengkakan yang diakibatkannya kematian sel terprogram, sehingga mengakibatkan involusi kelenjar susu, reabsorbsi susu, rupturnya struktur alveolar, dan penghentian produksi susu. Seorang ibu, yang sedang mengalami payudara penuh secara normal, harus didorong untuk sering menyusui, pada setidaknya delapan hingga dua belas kali dalam 24 jam, membangunkan bayi jika perlu. Penyebab paling umum dari puting susu yang sakit pada beberapa hari pertama menyusui adalah posisi bayi yang salah di payudara yang berarti bayi mengisap hanya di "puting" (Vladimir, 2015).

Manajemen pembengkakan yang memadai penting untuk keberhasilan jangka panjang laktasi. Salah satu cara untuk menurunkan tingkat pembengkakan dan nyeri payudara adalah dengan melakukan pijat Oketani. Oketani menyatakan bahwa teknik ini dapat digunakan untuk meningkatkan sekresi ASI, untuk mengatasi puting kendur, datar, dan pecah-pecah serta untuk mengurangi sumbatan aliran darah pada payudara yang dapat menyebabkan nyeri, meningkatkan pH ASI, meningkatkan rasa manis pada ASI, dan menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan bayi (Kabir & Tasnim, 2010). Pijat Oketani dapat menstimulus kekuatan otot pectoralis untuk

meningkatkan produksi ASI dan membuat payudara menjadi lebih lembut dan elastis sehingga memudahkan bayi untuk mengisap ASI (Dehghani et al., 2018).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan terdapat perbedaan yang bermakna nilai sebelum dan sesudah diberi pijat Oketani yaitu p = 0,000 (p<0,05). Sedangkan pada kelompok kontrol, tidak terdapat perbedaan pembengkakan payudara dengan nilai p = 0,461. Adapun penurunan pembengkakan sebesar 21,3% pada kelompok perlakuan. Sedangkan pada kelompok kontrol, penurunan pembengkakan sebesar 0,4%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Dehghani et al (2018) bahwa pijat Oketani dapat mengurangi pembengkakan payudara dikarenakan pemisahan secara manual perlekatan antara dasar payudara dan fasia pektoralis mayor untuk membantu mengembalikan fungsi normal payudara. Efek yang didapatkan payudara akan terasa elastis dan lembut sehingga bayi mudah menghisap ASI. Teknik pijat Oketani melepaskan ruang antara jaringan ikat payudara dan jaringan otot pektoralis mayor yang dapat meningkatkan kedalaman payudara dan meningkatkan peregangan yang mendasar. Teknik ini menyebabkan kelembutan dan elastisitas payudara dan puting yang membaik, sehingga meningkatkan laktasi. Selanjutnya dilakukan tekanan pada areola yang dapat mengurangi tahanannya, yang meningkat selama penyumbatan, dan juga melunakkannya dengan mengurangi cairan antar jaringan. Ini meningkatkan penempatan puting ibu di mulut neonatal, yang dapat menyebabkan respon mengisap secara memuaskan oleh neonatus (Dehghani et al., 2018).

Payudara terdiri dari kelenjar-kelenjar mammae yang ditutupi oleh kulit, jaringan penghubung, dan jaringan adiposa. Di bagian posterior, kelenjar-kelenjar mammae terhubung dengan fascia bagian dalam dari pektoralis mayor. Payudara bergerak berlawanan dengan otot pektoralis mayor dan thoraks. Lokasi payudara terfiksasi oleh jaringan

penghubung kulit dan pektoralis mayor. Jaringan penghubung ini bersifat elastis dan secara spontan akan mengembang dan berkontraksi untuk mengakomodasi fungsi fisiologis payudara. Fasia bagian dalam bekerja sebagai dasar dari payudara. Jika dasar ini kehilangan elastisitasnya karena berbagai penyebab, maka akan menyebabkan payudara melekat pada fasia pektoralis mayor. Jika ASI tidak dikeluarkan dalam keadaan tekanan payudara meningkat, sirkulasi darah pada vena akan menurun, dan vena-vena payudara menjadi tersumbat. Pada saat yang sama, areola dan puting menjadi mengeras (Dehghani et al., 2018). Pijat Oketani juga dipercaya memperlancar pengeluaran ASI, mengembalikan bentuk puting sehingga mudah dihisap bayi, serta mengurangi bendungan ASI yang menyebabkan pembengkakan payudara (Ahn et al., 2012).

Pembengkakan payudara adalah pembengkakan pada payudara yang mengakibatkan nyeri tekan dan nyeri pada payudara. Hal tersebut disebabkan oleh peningkatan aliran darah dan suplai susu di payudara dan terjadi pada hari-hari pertama setelah melahirkan (Karatay & Gurarslan Baş, 2018). Pembengkakan payudara biasanya terjadi pada hari ke 3-5 setelah melahirkan. Pembengkakan pascapartum pada wanita multipara sangat menarik, karena proses pembengkakan pada wanita multipara lebih sedikit menyakitkan dibandingkan pada wanita primipara. Sebuah survei menyampaikan bahwa derajat pembengkakan payudara wanita multipara setelah persalinan pertama dan juga derajat pembengkakan sebelumnya kehamilan pertama pada fase luteal akhir dari siklus menstruasi mirip dengan bendungan ASI pada kelahiran kedua (D, 2019; Karatay & Gurarslan Baş, 2018).

Pembengkakan payudara adalah masalah utama pada ibu menyusui dan menyebabkan banyak masalah seperti saluran susu yang tersumbat, infeksi, radang payudara dan perih / pecah-pecah pada puting susu, kesulitan makan, depresi

refleks pengeluaran susu. Pembuluh darah di permukaan payudara bisa menjadi lebih banyak terlihat atau bahkan menonjol. Pembengkakan payudara terjadi pada kelenjar susu karena ekspansi dan tekanan yang diberikan oleh payudara sintesis dan penyimpanan ASI. Ini juga merupakan faktor utama dalam mengubah kemampuan bayi untuk menyusu. Pembengkakan mengubah bentuk dan kelengkungan daerah puting dengan membuat payudara tidak lentur, rata, keras, dan bengkak. Puting aktif payudara yang membesar rata atau terbalik (Sabry et al., 2022).

Selain itu pembengkakan payudara muncul sebagai akibat akumulasi di payudara, memperoleh keterampilan menyusui yang benar selama minggu pertama setelah persalinan, sangat penting untuk adaptasi ibu dan kesuksesan dalam menyusui. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa menyusui dini akan membantu mencegah pembengkakan payudara. Pembengkakan payudara biasanya dimulai saat kolostrum diubah menjadi susu matang (Anandhi, 2017).

Penelitian dilakukan pada ibu nifas hari 1-7 post partum, sehingga sangat terlihat ketika terjadi perubahan ASI kolostrum ke ASI matur. Jika manajemen laktasi tidak dilakukan dengan baik, maka dapat terjadi pembengkakan payudara dan mengakibatkan nyeri. Pembengkakan payudara pada 1-2 minggu pasca melahirkan adalah hal yang normal, tetapi harus diredakan agar tidak mengganggu proses laktasi. Ada berbagai metode untuk mengobati pembengkakan pada ibu menyusui seperti terapi hangat dan dingin, pijat payudara, memerah ASI, dan obat pereda nyeri (Parwati dkk, 2017).

Pijat Oketani membantu mengendalikan sirkulasi dan cairan jaringan dan merupakan metode termudah dan termurah. Jadi penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efek pijat Oketani pada pengurangan pembengkakan payudara ibu postpartum. Terapi ini dapat mengatasi masalah ini dengan pemisahan secara manual perlekatan antara dasar payudara dan fasia pektoralis mayor untuk

membantu mengembalikan fungsi normal payudara. Hal tersebut juga membuat payudara menjadi lebih elastis dan lembut. Mekanisme dasarnya adalah push up dan pull ups. Idenya adalah untuk memobilisasi payudara dari dasarnya ke meningkatkan vaskularisasi dan dengan demikian meningkatkan aliran ASI (Dehghani et al., 2018).

Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh pijat Oketani terhadap pembengkakan payudara di Puskesmas Trimulyo Lampung Timur tahun 2022. Berdasarkan uji statistik pengaruh produksi ASI sebelum diberikan pijat Oketani adalah 4,87 dan nilai rata-rata setelah diberikan pijat Oketani menjadi 1,43. Hasil

SIMPULAN

Pijat Oketani berpengaruh terhadapat penurunan pembengkakan payudara (breast engorgement) sebesar 21,6%

DAFTAR PUSTAKA

Ahn, J., Ahn, H. Y., Lee, S., Hur, M. S., & Haeng, M. (2012). Effects of Oketani Breast Massage on Breast Pain, the Breast Milk pH of Mothers, and the Sucking Speed of Neonates. 18(2), 149–158.

Anandhi, R. (2017). International Journal of Current Medical and Pharmaceutical Effect Of Lukewarm Water Compress On Prevention Of Nipple Pain And Breast Engorgement Among Postnatal Mothers Whose Babies Admitted In Nursery At Wch, Jipmer Anandhi R, Vahitha S and Sasirekha.

Anderson, L., Kynoch, K., & Kildea, S. (2016). Effectiveness of breast massage in the treatment of women with breastfeeding problems: a systematic review protocol. JBI Database of Systematic Reviews and Implementation Reports,   14(8),   19–25.

https://doi.org/10.11124/JBISRIR-2016-003058

Anderson, L., Kynoch, K., Kildea, S., & Lee, N. (2019). women with breastfeeding problems: a             systematic             review.

https://doi.org/10.11124/JBISRIR-2017-003932

Bolman, M., Saju, L., Oganesyan, K., Kondrashova, T., & Witt, A. M. (2013).

Recapturing the art of therapeutic breast massage during breastfeeding. Journal of Human    Lactation,    29(3),    328–331.

https://doi.org/10.1177/0890334413475527

Chiu, J., Gau, M., Kuo, S., & Chang, Y. (2010).

analisis menggunakan T-Test diperoleh p-value 0,000 (≤0,05). Hasil uji Chi-square didapatkan nilai p = 0,000 dengan RR 10,3. Hal ini berarti kelompok yang tidak diberikan pijat Oketani berisiko 10,3 kali mengalami pembengkakan payudara dibandingkan kelompok perlakuan. Hasil ini juga mendukung studi sebelumnya yang menyatakan bahwa pijat payudara Oketani adalah pijat payudara tanpa rasa sakit (Oksitosin, 2008). Teknik pijat Oketani dapat melembutkan payudara sehingga tidak ada gumpalan ASI atau sumbatan di duktus laktiferus yang menjadi penyebab utama pembengkakan payudara (Maher, 2018).

dibandingkan yang tidak diberikan pijat Oketani.

Effects of Gua-Sha Therapy on Breast Engorgement: A Randomized Controlled

Trial. 18(1), 1–10.

Contreras, G. A., & Rodríguez, J. M. (2011).

Mastitis:    Comparative etiology and

epidemiology. Journal of Mammary Gland Biology and Neoplasia,  16(4),  339–356.

https://doi.org/10.1007/s10911-011-9234-0

D, I. (2019). A Study to Find the Prevalence of Breast Engorgement among Lactating Mothers. Reproductive Medicine, Gynecology &        Obstetrics,        4(2),        1–5.

https://doi.org/10.24966/rmgo-2574/100023

Dehghani, M., Babazadeh, R., Khadivzadeh, T., Pourhoseini, S. A., & Esmaeili, H. (2018). Effect of breast Oketani-massage on neonatal weight gain: A randomized controlled clinical trial. Evidence Based Care Journal, 8(3), 57– 63.

https://doi.org/10.22038/ebcj.2018.32347.181 7

Dehghani, M., Babazadeh, R., Khadivzadeh, T., Pourhosseini, S. A., & Esmaeili, H. (2017). Effect of Breast Oketani-Massage on the Severity of Breast engorgement. Iranian Journal of Obstetrics, Gynecology and Infertility,            20(5),            30–38.

https://doi.org/10.22038/ijogi.2017.9078

Eidelman, A. I.,  & Schanler, R. J. (2012).

Breastfeeding and the use of human milk. Pediatrics,                             129(3).

https://doi.org/10.1542/peds.2011-3552

El-Saidy, T. M. K., & Aboushady, R. M.-N. (2016). Effect of two different nursing care approaches on reduction of breast engorgement among postnatal women. Journal of Nursing Education and Practice, 6(9). https://doi.org/10.5430/jnep.v6n9p18

Kabir, N., & Tasnim, S. (2010). Oketani Lactation Management: A New Method to Augment Breast Milk. Journal of Bangladesh College of Physicians and Surgeons, 27(3), 155–159. https://doi.org/10.3329/jbcps.v27i3.4293

Karatay, G.,  & Gurarslan Baş, N. (2018).

Traditional Practices of Turkish Mothers at Breast Engorgment during Postpartum Period. International Journal of Caring Sciences,         11(3),         1954–1961.

www.internationaljournalofcaringsciences.or g

Maher Ahmed Abdallah, N., Ali Nour Eldin, S., & Hamed Gad, A. (2018). Breast and Nipple Problems Encountered among Puerperal Primipara Women in Zagazig. Journal of Pharmaceutical Research & Allied Sciences, 7(1), 183–195. www.ijpras.com

Oksitosin, D. A. N. (2008). Produksi asi ibu.

Paes, B. A., Li, A., Lanctot, K. L., & Mitchell, I. (2011). PIH3 Respiratory Syncytial Virus Hospitalizations in the Canadian Registry for Synagis (CARESS). Value in Health, 14(7), A398.

https://doi.org/10.1016/j.jval.2011.08.908

Parwati, D. M. (2017). The Effect of Breast Acupressure and Oxylosins Massage to Improve the Breast Milk Production in Postpartum Mother. Journal of Medical Science and Clinical Research, 5(10), 28756– 28760.

https://doi.org/10.18535/jmscr/v5i10.47

Pranajaya, R., & Rudiyanti, N. (2013). Determinan produksi asi pada ibu menyusui. IX(2), 227– 237.

Quigley, M. A., Hockley, C., Carson, C., Kelly, Y., Renfrew, M. J.,  & Sacker, A. (2012).

Breastfeeding is associated with improved child cognitive development: A populationbased cohort study. Journal of Pediatrics, 160(1),                               25–32.

https://doi.org/10.1016/j.jpeds.2011.06.035

Sabry, R., Mohamed, F., Shelil, M. E. I., & Abdallah, I. M. (2022). Effect of Breast Massage on Reduction of Breast Engorgement among Postpartum Women. 9(2), 132–139.

Saputri, I. F., Hadisaputro, S., & Fatmasari, D. (2020). Comparison of the Herbal Care Package and Breast Care Method on Volume of Breast Milk Among Postpartum Mothers with Breast Engorgement. 9(2), 813–819.

https://doi.org/10.30994/sjik.v9i2.387

Science, M. O. F.,  &  Nursing, G. (n.d.).

Effectiveness Of Cold Cabbage Leaves Vs Hot Application on Breast Engorgement Among Postnatal Mothers In A Selected Dissertation submitted to in Under the guidance of Mrs. R. NALINI Department of Obstetrics and Gynaecological Nursing Sahyadri College.

Shahri, M. M., Nourian, M., Varzeshnejad, M., & Nasiri, M. (n.d.). The effect of Oketani breast massage on successful breastfeeding, mothers breastfeeding    support    need,     and

breastfeeding self-efficacy: A clinical trial study Despite global efforts to promote natural childbirth, the rate of non-emergency cesarean.

Smith, V. (2014). Treatments for breast engorgement during lactation. Practising Midwife,           17(9),           42–44.

https://doi.org/10.1002/14651858.cd006946.p ub2

Tasnim, S., Roy, S. K., Jahan, K., Nazmeen, S., Debnath, S. C., & Islam, A. B. M. M. (2019). Difficulties in breastfeeding: Easy solution by oketani breast massage. Bangladesh Medical Research Council Bulletin, 45(3), 149–154. https://doi.org/10.3329/BMRCB.V45I3.4464 4

To, D. S. (2014). Effectiveness of Breast Massage on Reduction of Breast Engorgement Among Mothers Undergone Caesarean Section Admitted in Selected Hospital At Effectiveness of Breast Massage on Reduction of Breast Engorgement Among Mothers Undergone Caesarean Section Admi. April.

Vladimir, I. I. (2015). Pathological Postpartum Breast Engorgement:   10(4),  203–208.

https://doi.org/10.1089/bfm.2014.0047

Yilak, G., Gebretsadik, W., Tadesse, H., Debalkie, M., & Bante, A. (2020). Prevalence of

ineffective breastfeeding technique and associated factors among lactating mothers attending public health facilities of South Ari district, Southern Ethiopia. PLoS ONE, 15(2), 1–15.

https://doi.org/10.1371/journal.pone.0228863

Volume 11, Nomor 2, April 2023

24