Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

PENGARUH TERAPI MUSIK PANTING TERHADAP KECEMASAN PASIEN DI RUANG ICCU RSUD ULIN BANJARMASIN

Imam Setyawan1, Tina Handayani Nasution*1, Endang Pertiwiwati1, Ifa Hafifah1 1Program Studi Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat *korespondensi penulis, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pasien ICCU sering mengalami masalah kejiwaan, salah satunya adalah kecemasan. Kecemasan pada pasien ICCU mengakibatkan perubahan pola koping terhadap penyakit jantung yang dideritanya. Salah satu upaya untuk mengurangi kecemasan adalah terapi musik panting yang dapat memberikan efek relaksasi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh terapi musik panting terhadap kecemasan pasien di ruang ICCU RSUD Ulin Banjarmasin. Penelitian ini merupakan jenis kuantitatif dengan metode quasi eksperiment dengan design one-group pre-posttest. Sampel penelitian adalah 30 pasien ICCU yang dipilih dengan teknik non-probability yaitu consecutive sampling. Pengaruh terapi musik panting dengan kecemasan pasien dianalisis menggunakan Wilcoxon test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pre-test responden mayoritas mengalami kecemasan ringan 18 (60%) orang dan hasil post-test responden mayoritas tidak mengalami kecemasan 15 (50%) orang. Uji Wilcoxon menunjukkan hasil p-value yaitu 0,000 dengan tingkat kesalahan 5%. Kesimpulan pada penelitian ini terdapat pengaruh terapi musik panting terhadap kecemasan pasien pada ruang ICCU RSUD Ulin Banjarmasin. Musik panting memiliki irama yang slow sehingga memberikan rasa rileks dan membuat gejala kecemasan pada pasien menjadi berkurang.

Kata kunci: ICCU, kecemasan, terapi musik panting

ABSTRACT

ICCU patients often experience psychiatric problems, one of which is anxiety. Anxiety in ICCU patients results in changes in coping patterns for their heart disease. One effort to reduce anxiety is important music therapy which can provide a relaxing effect. The research objective was to determine the effect of panting music therapy on patient anxiety in the ICCU room at Ulin Hospital, Banjarmasin. This research is a quantitative type of quasiexperimental method with a one-group pre-posttest design. The research sample was 30 ICCU patients who were selected using a non-probability technique, namely consecutive sampling. The effect of panting music therapy on patient anxiety was analyzed using the Wilcoxon test. The results showed that in the pre-test the majority of respondents experienced mild anxiety, 18 (60%) people and the results of the post-test, the majority of respondents did not experience anxiety, 15 (50%) people. The Wilcoxon test showed p-value of 0,000 with an error rate of 5%. The conclusion in this study is that there is an effect of panting music therapy on patient anxiety in the ICCU room at Ulin Hospital, Banjarmasin. Panting music therapy has a slow rhythm that produces a feeling of relaxation and reduces symptoms in patients experiencing anxiety.

Keywords: anxiety, ICCU, panting music therapy

PENDAHULUAN

Intensive Cardiovascular Care Unit (ICCU) adalah unit mandiri di rumah sakit secara khusus memberikan pelayanan intensif kepada pasien dengan kondisi kardiovaskular akut dan kritis (Irman, Nelista dan Keytimu, 2020). Kondisi pasien yang umumnya dirawat di ICCU adalah nyeri dada, sindrom koroner akut, infark miokard akut, gagal jantung, hipertensi pulmonal, aritmia, dan syok kardiogenik. Kondisi lain yang memerlukan perawatan di ICCU adalah penyakit jantung bawaan dewasa, penyakit katup jantung, penyakit aorta, hipertensi darurat, tamponade jantung, dan emboli paru (Monicka, 2019).

Pada pasien ICCU, tidak hanya bermasalah pada fisiologisnya namun juga memiliki masalah psikologis seperti kecemasan yang dapat berdampak signifikan pada kondisi mental pasien dengan penyakit jantung dan dengan demikian mengubah pola koping mereka saat mereka menghadapi penyakit mereka (Ismoyowati dkk, 2020). Penilaian dan pengobatan kecemasan penting bagi penderita penyakit jantung karena kecemasan dapat menyebabkan gejala pada pasien, salah satunya nyeri (Hastuti and Mulyani, 2019).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jeenger, Wadhwa, dan Mathur (2014) menyatakan bahwa kecemasan pasien Myocardial Infarction (MI) berjumlah 35% pasien menderita gangguan kecemasan umum, 6,6% pasien mengalami kecemasan berat, 11,6% mengalami kecemasan sedang, dan 16,6% mengalami kecemasan ringan. Penelitian yang dilakukan oleh Dian Lestari (2015) menyatakan tingkat kecemasan pasien dengan penyakit jantung koroner di ICCU adalah 12 pasien (75%) memiliki tingkat kecemasan sedang dan 4 pasien (25%) memiliki tingkat kecemasan berat. Penelitian yang dilakukan oleh Suarningsih, Kongsuwan, dan Kritpracha (2017) menyatakan tingkat kecemasan pasien MI di ICCU, yaitu di tingkat kecemasan sedang (48,3%) dan kecemasan tinggi (35%).

Masalah kesehatan mental dapat memperburuk perkembangan komplikasi. Secara fisiologis, masalah kesehatan mental merangsang sistem saraf pusat dan menyebabkan peningkatan kadar katekolamin yang mempengaruhi fungsi kardiovaskular, mengakibatkan peningkatan detak jantung melebihi normotensi dan hipertensi. Kedua kondisi ini menyebabkan peningkatan kebutuhan jantung akan oksigen, namun kekurangan suplai oksigen diperparah oleh masalah psikologis. Sistem saraf simpatis dapat mengubah respon kardiovaskular, meningkatkan agregasi trombosit, dan membuat aritmia lebih sulit disembuhkan. Kondisi ini dapat menyebabkan komplikasi (Ismoyowati dkk, 2020).

Hasil studi pendahuluan di RSUD Ulin Banjarmasin pada bulan November tahun 2021 didapatkan total pasien dalam periode per bulan kurang lebih 30 pasien. Pengkajian kecemasan yang dilakukan pada 7 pasien didapatkan 2 diantaranya mengalami tingkat kecemasan sedang dan 1 pasien mengalami kecemasan berat yang menunjukkan beberapa gejala yang dirasakan pasien seperti mengalami cemas, merasa tegang, ketakutan, gangguan tidur, merasa gelisah, 4 pasien merasa tidak cemas karena pelayanan dari tenaga kesehatan sudah baik, sering mengunjungi pasien sehingga pasien tidak merasa sendiri.

Kecemasan dapat diatasi dengan pemberian obat penenang, namun tindakan ini tidak menyelesaikan masalah secara tuntas, oleh karena itu diperlukan terapi tambahan non-farmakologis seperti terapi musik. Penggunaan terapi musik dipilih karena tidak menimbulkan efek samping, non-invasif, murah, dan mudah dilaksanakan (Irman, Nelista, dan Keytimu, 2020). Terapi musik menjadi tindakan dalam mengatasi rasa cemas dikarenakan simpel dilakukan, bisa dilakukan dengan jenis klasik, dan mempunyai banyak keuntungan misalnya menimbulkan rasa relaksasi yang dapat mengurangi gejala, menciptakan daya ingat yang positif, dan

efektif dalam mengurangi gejala kecemasan secara sementara pada berbagai macam masalah pasien (Novianti dan Yudiarso, 2021). Manfaat kesehatan dari terapi musik adalah musik yang stabil dan berirama dapat menurunkan tekanan darah, memberikan ritme yang teratur pada sistem jantung manusia, merangsang kerja otak, serta menyeimbangkan detak jantung dan denyut nadi (Muzaki dan Hudiyawati, 2020). Musik tradisional adalah musik rakyat dari setiap daerah atau bahkan suku apapun. Musik ini memiliki ritme tertentu dan dapat menciptakan keadaan relaksasi dan istirahat yang optimal (Drajat, Wardhana, dan Rochmah, 2017). Pilihan musik merupakan hal yang penting karena

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian jenis kuantitatif metode quasi eksperiment dengan desain one-group pre-posttest yang dilakukan di Intensive Cardiovascular Care Unit (ICCU) RSUD Ulin Banjarmasin. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh pasien yang mengalami kecemasan di ruang ICCU dalam periode perbulan tahun 2022. Sampel penelitian ini adalah 30 orang dengan teknik pengambilan consecutive sampling yang memiliki kriteria inklusi bersedia menjadi responden, pasien mengalami kecemasan, keadaan sadar, dan kooperatif dan kriteria eksklusinya adalah pasien yang mengalami gangguan pendengaran dan pasien dengan penurunan hemodinamik.

Kuesioner Hamilton Anxiety Rating Scale (HAR-S) digunakan untuk variabel kecemasan dengan 14 domain. Instrumen ini adalah instrumen baku yang sudah valid dan reliabel. Reliabilitas Alpha Cronbach

itu disesuaikan dengan budaya korban, diantara musik tradisional yang berefek pada relaksasi yaitu musik panting karena kearifan lokal dan mempunyai alunan menenangkan, merdu, dan irama yang pelan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suarningsih, Kongsuwan, dan Kritpracha, (2017) menyatakan bahwa terjadi penurunan kecemasan pada proporsi awal 15,97 menjadi 8,07 dengan intervensi musik tradisional.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh terapi musik panting dalam menurunkan kecemasan pasien di ICCU RSUD Ulin Banjarmasin.

diperoleh sebesar 0,756 dan validitas berkisar antara 0,529 hingga 0,727. Kategori skor kecemasan 1 yang berarti tidak ada kecemasan (skor kurang dari 14), 2 berarti cemas ringan (skor 14-20), 3 berarti cemas sedang (skor 21-27), 4 berarti kecemasan berat (skor 28-41), 5 berarti kecemasan sangat berat atau panik (skor 42-56). Intervensi yang diberikan untuk mengatasi kecemasan adalah terapi musik panting yang diberikan 1 kali setelah pre-test. Analisis data menggunakan uji analisis bivariat Wilcoxon.

Penelitian ini telah memiliki SK laik etik dengan nomor surat no. 403/KEPK-FK ULM/EC/X/2022 yang dikeluarkan oleh Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat. Penelitian ini juga telah dinyatakan layak etik di tempat penelitian yaitu RSUD Ulin Banjarmasin dengan nomor surat 215/X-Reg Riset/RSUDU/22.

HASIL PENELITIAN


Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Variabel

Mean

Median

SD

Min-Max

Usia

53,03

54,50

11,415

25-70


Tabel 1 menunjukkan karakteristik      adalah 25 tahun dan usia paling tua 70

responden penelitian yaitu rata-rata berusia       tahun.

53,03 tahun dengan usia paling muda


Tabel 2. Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin, Agama, Suku, Pendidikan, Kecemasan

(n=30)

Sebelum dan Sesudah Terapi Musik

Variabel

Kategori

Frekuensi (f)

Persentase (%)

Jenis

Laki-laki

25

83,3

Kelamin

Perempuan

5

16,7

Agama

Islam

28

93,3

Kristen

2

6,7

Banjar

18

60

China Banjar

1

3,3

Suku

Dayak

4

13,3

Jawa

4

13,3

Kalimantan

2

6,7

Sumatra

1

3,3

SD

7

23,3

SMP

4

13,3

SMA

1

3,3

Pendidikan

STM

6

20

D2 Guru

1

3,3

Sarjana

11

36,7

Tidak ada

0

0

Ringan

18

60

Kecemasan Pre-test

Sedang

8

23,7

Berat

4

13,3

Sangat berat atau panik

0

0

Tidak ada

15

50

Ringan

12

40

Kecemasan Post-test

Sedang

3

10

Berat

0

0

Sangat berat atau panik

0

0


Tabel 2 menunjukkan sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 25 orang (83,3%), pemeluk agama Islam sebanyak 28 orang (93,3%), responden mayoritas bersuku Banjar 18 orang (60%). Responden mayoritas berpendidikan sarjana sebanyak 11 orang (36,7%). Hasil kecemasan sebelum

intervensi didapatkan responden didominasi mengalami kecemasan ringan yaitu berjumlah 18 orang (60%). Sementara responden setelah diintervensi terapi musik panting didominasi tidak ada merasakan kecemasan yaitu berjumlah 15 orang (50%).

Tabel 3. Hasil Analisis Wilcoxon

Variabel                                          p-value

Kecemasan pasien di ruang ICCU sebelum mendengarkan terapi musik panting

0,000

Kecemasan pasien di ruang ICCU sesudah mendengarkan terapi musik panting

Tabel 3 menunjukkan nilai signifikan terapi musik panting dengan kecemasan pasien di ICCU sebesar 0,000. Berdasarkan

PEMBAHASAN

Pengukuran tingkat kecemasan pada pasien di ruang ICCU sebelum dilakukan intervensi mayoritas berada pada kategori kecemasan ringan yaitu sebanyak 18 orang (60%), kecemasan sedang berjumlah 8 orang (26,7%), dan kecemasan berat

hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa terapi musik panting dapat menurunkan kecemasan pada pasien di ICCU.

sebanyak 4 orang (13,3%). Saat ditemui hampir semua dengan jumlah 20 responden mengalami indikasi kecemasan yang jelas seperti merasa cemas, susah tidur malam dan siang, kaki dan tangan merasa gemetar, terbangun pada malam hari, tiba-tiba

merasa sedih, merasa berdebar-debar, area mulut kering, susah untuk beristirahat dengan tenang, sering menunjukkan kesulitan bernafas. Menurut Nevid, Rathus, dan Greene (2018) menyebutkan bahwa penderita kecemasan mempunyai ciri tanda fisik meliputi jantung yang berdetak kencang, banyak berkeringat, sulit bernafas, dan bernafas pendek. Peneliti mengasumsikan kecemasan yang dirasakan pasien ICCU disebabkan oleh ancaman terhadap penyakit yang diderita, lingkungan perawatan, dan sumber dukungan yang kurang.

Kecemasan adalah rasa khawatir yang samar-samar dan rasa takut. Kecemasan merupakan perasaan takut yang timbul dari pencetusnya, baik dari dalam diri maupun luar diri sehingga menimbulkan gejala emosional, fisik, kognitif, dan perilaku (Videbeck, 2013). Pasien jantung yang mengalami kecemasan dapat memperburuk dispneanya, dan berakibat pada peningkatan keperluan oksigen dalam tubuh oleh jantung. Selain itu, kecemasan dapat mengaktifkan saraf simpatis dan berakibat pada peningkatan pembentukan norepinephrine sehingga meningkatkan tahanan perifer dan tekanan darah serta perubahan hemodinamik pada sistem kardiovaskular (Rusminingsih, 2016). Adapun proses yang menjadi penyebab kecemasan menaikkan resiko penyakit jantung termasuk hiperventilasi atau nafas berlebihan dan cepat terjadi sepanjang durasi gejala akut sehingga menyebabkan spasme koroner dan gagal jantung ventrikel yang berakibat pada aritmia (Lestari, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat penurunan kecemasan sebelum dan setelah responden didengarkan musik panting. Dari hasil tersebut menunjukkan responden didominasi tidak merasakan kecemasan sebanyak 15 orang (50%) setengah dari total sampel penelitian.

Kecemasan dapat diatasi dengan pengobatan dan non-farmakologi. Farmakoterapi termasuk obat-obatan seperti anestesi dan analgesik. Selain itu, dalam menurunkan kecemasan ada

beberapa teknik non-farmakologi yang bisa dilakukan, salah satunya dengan terapi musik. Terapi musik adalah penggunaan musik oleh terapis dalam setting klinis, menggunakan semua elemen musik untuk tujuan terapeutik sebagai proses untuk menjaga kesehatan mental, fisik, dan kognitif responden (Pangestika dan Endiyono, 2020).

Penggunaan terapi musik dipilih karena tidak menimbulkan efek samping, non-invasif, murah, dan mudah dilaksanakan (Irman, Nelista, dan Keytimu, 2020). Terapi musik yang dapat menghasilkan relaksasi yaitu musik tradisional. Musik tradisional sendiri merupakan musik yang dihasilkan oleh suatu daerah maupun suku yang memiliki keteraturan irama yang dapat menciptakan efek relaks dan perasaan tenang untuk istirahat secara optimal (Drajat, Wardhana, dan Rochmah, 2017). Musik adalah kumpulan suara merdu dan berirama yang memberikan rangsangan kepada otak untuk memproduksi hormon endorfin dan serotonin. Hormon tersebut khususnya serotonin merupakan hormon yang mengirimkan rangsangan saraf ke semua bagian setiap sel saraf yang memiliki sifat anti-ansietas (Ellys, Widani, dan Susilo, 2021). Salah satu musik tradisional Banjar yang berpengaruh dalam relaksasi yaitu musik panting Banjar karena memiliki irama yang slow (Suryana, 2015).

Terapi musik panting juga memiliki fungsi yang sama seperti fungsi terapi musik yaitu untuk membantu mengekspresikan perasaan, berdampak baik pada perasaan hati dan emosional, serta dapat mengurangi stres dan kecemasan yang dirasakan pasien (Marsono dan Ismerini, 2022). Proses musik dalam tubuh manusia yaitu musik menghasilkan rangsangan yang disalurkan melalui tulang pendengaran pada posisi tengah mendengarkan, melalui cairan koklea, ke saraf pendengaran, dan ke area sistem saraf otonom. Frekuensi ditransmisikan dari saraf pendengaran awal ke korteks pendengaran di lobus temporal. Endorfin diproduksi ketika musik dirangsang. Hormon endorfin

memiliki fungsi memberikan istirahat dan relaksasi pada tubuh manusia. Musik kemungkinan berpengaruh dan rangsangan simpatik tampaknya menghasilkan respon dalam bentuk relaksasi. Respon yang ditimbulkan oleh relaksasi mengurangi kekakuan otot dan meningkatkan kesadaran. Selain itu, tekanan darah, detak jantung, dan pernapasan dapat menurun sebagai ukuran respon relaksasi terhadap

SIMPULAN

Sebelum intervensi diberikan, responden    didominasi    mengalami

kecemasan kategori ringan sebanyak 60%, kecemasan sedang 23,7% dan kecemasan berat 13,3%, sedangkan setelah diberikan intervensi terjadi peningkatan jumlah

DAFTAR PUSTAKA

Drajat, R. S., Wardhana, E. S. and Rochmah, Y. S.

(2017). ‘Perbedaan Pengaruh Musik Instrumental Kitaro Dan Musik Tradisional Langgam Jawa Terhadap Tingkat Kecemasan Anak – Anak Sebelum Tindakan Perawatan Gigi’, ODONTO: Dental Journal, 4(1), pp. 21–26. doi: 10.30659/odj.4.1.21-26.

Ellys, Widani, N. L. and Susilo, W. H. (2021). ‘Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat  Kecemasan dan Hemodinamik

Pasien   Coronary   Angiography dan

Percutaneous Coronary Intervention di RS Jantung Diagram Cinere’, Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia (MPPKI), 4(1),        pp.        50–55.        doi:

10.56338/mppki.v4i1.1390.

Hastuti, Y. D. and Mulyani, E. D. (2019). ‘Kecemasan Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner Paska Percutaneous Coronary Intervention’, Jurnal Perawat Indonesia, 3(3),       pp.        167–174.       doi:

10.32584/jpi.v3i3.427.

Irman, O., Nelista, Y. and Keytimu, Y. M. H. (2020). ‘The Influence of Gong Waning Music Therapy toward Anxiety in Patients with Acute Coronary Syndrome’, Jurnal Keperawatan Padjadjaran, 8(1), pp. 31–41. doi: 10.24198/jkp.v8i1.1273.

Ismoyowati, T. W.  dkk.  (2020). ‘Intervensi

Keperawatan untuk Menurunkan Kecemasan Pasien Dengan Acute Myocardial Infarction’, Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, 11(2), pp. 389–393.

Jeenger, J., Wadhwa, S. and Mathur, D. M. (2014). ‘Prevalence Of Depression And Anxiety Symptoms In First Attack Myocardial Infarction Patients Of Mewar Region: A Cross Sectional Study’, International

musik (Nashruddin dan Amir, 2021). Dalam penelitian ini, musik panting dalam menurunkan kecemasan dilakukan sebanyak satu kali dalam sehari selama 15 menit. Penderita mendengarkan musik panting menggunakan earphone untuk memaksimalkan suara musik panting terdengar dengan volume frekuensi 202000 Hz dan intensitas suara hingga 80 dB.

responden dengan tidak ada kecemasan sebesar 50%, kecemasan ringan 40%, dan kecemasan sedang 10%. Terapi musik panting memberikan pengaruh positif terhadap penurunan angka kecemasan pada pasien di ruang ICCU.

Journal of Current Research and Review, 6(7), pp. 79–85.

Lestari, D. (2015). Pengaruh Terapi Murotal Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Dengan Penyakit Jantung Koroner di Ruang ICCU RSUD Dr. Soedarso Pontianak. Universitas Tanjungpura.

Marsono and Ismerini, H. (2022). ‘Pengaruh Pemberian Terapi Musik Untuk Mengurangi Kecemasan Pada Pasien Di Ruang ICU: Case Report’, in Seminar Nasional Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta:   Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Monicka, K. (2019). ‘Comparison Of Cognitive Dysfunction Between Patients Admitted In Intensive Cardiac Care Unit And General Medical Ward In A Tertiary Care Centre’, Telangana Journal of Psychiatry, 5(1), pp. 56–63. doi: 10.18231/j.tjp.2019.011.

Muzaki, A. I. and Hudiyawati, D. (2020). ‘Penerapan Terapi Musik Pada Pasien Di Ruang Intensive Care Unit: A Literature Review’, in Seminar Nasional Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta:   Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Nashruddin and Amir, M. (2021). ‘Pengaruh Pemberian Terapi Musik Tradisional terhadap Status Hemodinamik Pasien Anak yang Terpasang Ventilasi Mekanik di Ruang PICU RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda’, Borneo Student Research, 2(3).

Nevid, J. S., Rathus, S. A. and Greene, B. (2018).

Psikologi Abnormal.  9th Jilid. Jakarta:

Erlangga.

Novianti, A. C. and Yudiarso, A. (2021). ‘Terapi Musik Sangat Efektif Untuk Menurunkan

Perilaku Atau Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder): Studi Meta Analisis’, Jurnal Psikologi Udayana, 8(1), pp. 58–66. doi: 10.24843/jpu.2021.v08.i01.p06.

Pangestika, D. D. and Endiyono. (2020). ‘Pengaruh Terapi Musik Alfa Terhadap Intensitas Nyeri Pasien Dengan Ventilator Di Intensive Care Unit (ICU)’, Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan, 11(1), pp. 134–139.

Rusminingsih, E. (2016). ‘Pengaruh Kombinasi Terapi: Guided Imagery Dan Terapi Musik Terhadap Status Hemodinamik Pasien Dengan Penyakit Kardiovaskuler Di ICU Rumah Sakit Islam Surakarta’, Jurnal

Kesehatan Kusuma Husada, pp. 87–93.

Suarningsih, N. K. A., Kongsuwan, W. and Kritpracha, C. (2017). ‘Anxiety and Physiological Responses in Patients with First Myocardial Infarction’, GSTF Journal of Nursing and Health Care (JNHC), 4(2), pp. 62–66. doi: 10.5176/2345-718X.

Suryana, R. (2015). ‘Nilai – Nilai Sosial Dalam Penyajian Musik Panting Di Banjarmasin’, Jurnal Socius,  4(2), pp. 170–180. doi:

10.20527/jurnalsocius.v4i2.3320.

Videbeck, S. L. (2013). Psyciatric-Mental Health Nursing. New York: Wolters Kluwer Health.

Volume 11, Nomor 2, April 2023

76