Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH PUASA DENGAN FATIGUE

PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2

I Wayan Edi Sanjana*1, Desak Made Widyanthari1, Kadek Cahya Utami1 1Program Studi Sarjana Ilmu Keperawatan dan Profesi Ners, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana *korespondensi penulis, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Fatigue adalah salah satu manifestasi klinis pasien diabetes mellitus (DM) tipe 2 dan paling sering dikeluhkan oleh pasien. Salah satu faktor yang mempengaruhi fatigue adalah kadar gula darah. Kadar Gula Darah Puasa (KGDP) merupakan alat ukur yang bagus untuk mengetahui kadar gula darah karena pasien harus berpuasa selama 8-10 jam sebelum diperiksa gula darahnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar gula darah puasa dengan fatigue pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Desain penelitian ini korelatif deskriptif dengan pendekatan cross sectional dengan teknik purposive sampling dan jumlah sampel 30 orang. Multidimensional Fatigue Inventory (MFI) dan glucometer digunakan untuk pengukuran fatigue dan KGDP. Hasil menunjukkan rata-rata usia responden 62,77 ± 9,5 tahun dengan mayoritas perempuan dan tingkat pendidikan SD. Rata-rata KGDP responden 146,53 ± 53,22 dan rata-rata nilai fatigue 48,03 ± 10,03 yang termasuk dalam kategori sedang. Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji Spearman Rank. Analisis bivariat menunjukkan nilai p = 0,186 yang memiliki makna tidak adanya hubungan secara statistik antara kadar gula darah puasa dengan fatigue pada pasien DM tipe 2. Hasil tersebut didapatkan karena dari responden ada yang memiliki skor fatigue tinggi, sedangkan nilai KGDPnya rendah dan sebaliknya. Responden pada lokasi penelitian masih dapat melakukan aktivitas keseharian dengan baik yang kemungkinan memberikan kontribusi pada skor MFI. Pemeriksaan HbA1c diperlukan untuk mengetahui kadar gula darah yang dimiliki pasien.

Kata kunci: DM tipe 2, fatigue, kadar gula darah puasa

ABSTRACT

Fatigue is one of the clinical manifestations of type 2 diabetes mellitus (DM) patients and is the most frequently complained by patients. One of the factors that affect fatigue is blood sugar levels. The fasting blood sugar level (KGDP) is a good measure of blood sugar levels because the patient must fast for 8-10 hours before having their blood sugar checked. This study aims to determine the relationship between fasting blood sugar levels and fatigue in patients with type 2 diabetes mellitus. The research design was correlative descriptive with a crosssectional approach with a purposive sampling technique and a sample size of 30 people. Multidimensional Fatigue Inventory (MFI) and a glucometer were used for fatigue and KGDP measurements. The results show that the average age of the respondents is 62,77 ± 9,5 years with the majority being women and elementary school education level. The average KGDP of respondents was 146,53 ± 53,22 and the average fatigue value was 48,03 ± 10,03 which is included in the moderate category. This study was analyzed using the Spearman Rank test. Bivariate analysis showed a value of p = 0,186 which means that there was no statistical relationship between fasting blood sugar levels and fatigue in type 2 DM patients. These results were obtained because some respondents had high fatigue scores while low KGDP values and vice versa. Respondents at the research location were still able to carry out their daily activities well which might have contributed to the MFI score. HbA1c examination is needed to determine the blood sugar level of the patient.

Keywords: fasting blood glucose, fatigue, type 2 diabetes mellitus

PENDAHULUAN

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu gangguan metabolisme dimana tingginya kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemi (Smeltzer & Bare, 2013). DM tipe 2 adalah gangguan metabolisme glukosa yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam darah yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin oleh sel beta pulau Langerhans pada pankreas dan atau gangguan fungsi insulin yang disebut juga dengan retensi insulin (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005). Terdapat beberapa manifestasi klinis dari DM tipe 2, yaitu polidipsi, polifagi, poliuri dan salah satu manifestasi klinis yang kronis adalah fatigue.

Fatigue merupakan suatu keadaan rasa lelah yang dirasakan oleh individu yang memiliki bermacam penyebab serta dapat didefinisikan sebagai sensasi multi dimensi yang meliputi fisiologi, psikologi, dan situasional (Singh et al., 2016a). Fatigue yang terjadi pada penderita diabetes akan cenderung menghambat kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Fatigue pada pasien dengan DM dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor fisiologis, psikologis, dan gaya hidup serta dapat disebabkan oleh fluktuasi kadar glukosa darah (Fritschi & Quinn, 2010).

Jain et al (2015) mendapatkan data dari 100 sampel, dimana 68% sampel mengalami fatigue. Rimbaut et al (2016) juga menuliskan terlepas dari perbedaan definisi dari sindrom fatigue kronis terdapat perbedaan yang besar dari prevalensi yang diperkirakan, berkisar dari prevalensi 0,2% di United Kingdom sampai 6,4% di Hongkong. Penelitian di Jepang juga menemukan prevalensi 1,5% (95% CI 0,21,0%). Penelitian yang pertama kali dilakukan di negara yang sedang berkembang (Nigeria) juga menemukan prevalensi dari sindrom fatigue kronis mencapai 0,68% dan di Amerika Serikat berkisar antara 0,2 sampai 2,5%. Drivsholm et al (2005) menuliskan dalam penelitian epidemiologi yang terdiri dari 1137 subyek

penelitian dengan DM tipe 2 melaporkan tingginya prevalensi fatigue sebanyak 61%. Nashekah (2016) melaporkan dari 40 responden yang menderita diabetes mellitus tipe 2, didapatkan sebanyak 62,5% responden mengalami tingkat fatigue yang tinggi. Fatigue juga merupakan gejala khas yang paling banyak diderita oleh pasien DM tipe 2 di Korea (Seo et al., 2015).

Faktor fisiologis yang menyebabkan fatigue karena adanya gangguan fungsi insulin atau retensi insulin. Insulin merupakan mediator yang memfasilitasi glukosa agar dapat masuk ke dalam sel sehingga dapat terjadi proses metabolisme untuk menghasilkan ATP / energi. Kadar insulin yang rendah (0,25 - 1,0 unit/jam) dapat ditemukan dalam kondisi basal atau dalam kondisi puasa (Ganong & J., 2010). Kadar insulin yang kecil akan mempengaruhi kecepatan difusi glukosa yang bermakna ke dalam sel (Guyton & Hall, 2007).

Glukosa adalah monosakarida dari pemecahan karbohidrat yang setelah dimetabolisme di dalam tubuh dapat menghasilkan energi untuk aktivitas sel. Glukosa darah merupakan konsentrasi glukosa yang terdapat dalam darah. Gula darah padat diukur melalui beberapa pengukuran dan salah satunya melalui puasa. Gula darah puasa merupakan hasil dari pemerikasaan gula darah yang dilakukan setelah pasien dipuasakan 8 sampai 10 jam tanpa mengkonsumsi nutrisi tambahan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005). Pengukuran glukosa darah pada saat puasa dapat menandakan kondisi basal pengaturan gula darah oleh insulin, sehingga pengukuran kadar glukosa saat puasa dapat dilakukan untuk mengetahui kondisi basal glukosa darah (Singh et al., 2016b).

Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis hubungan kadar gula darah puasa dengan fatigue pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas II Denpasar Barat.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini merupakan penelitian   kuantitatif dengan desain

korelatif deskriptif dan pendekatan cross sectional. Seluruh pasien DM yang tergabung dalam peguyuban DM Puskesmas II Denpasar Barat yang berjumlah 41 orang merupakan populasi penelitian. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel 30 orang. Teknik sampling ini dipilih karena peneliti ingin memilih sampel yang berfokus untuk menjawab tujuan penelitian, karena ada individu yang ikut dalam paguyuban, namun tidak memiliki diabetes mellitus. Kriteria inklusi dalam penelitian ini,    yaitu:    pasien yang bersedia

menandatangani informed consent; pasien yang mendapatkan perawatan standar dari paguyuban DM di Puskesmas II Denpasar Barat; usia pasien lebih dari 30 tahun. Sedangkan kriteria eksklusi penelitian ini diantaranya: pasien yang tidak kooperatif; pasien yang mengalami gangguan metabolik lain seperti hipotiroidisme, hipertiroidisme, gagal ginjal kronis dan stroke; ketidakmampuan dalam ambulasi; pasien dengan kuantitas tidur yang buruk (kurang dari 4 jam); pasien dengan aktivitas berat.

Fatigue pada pasien DM tipe 2 diukur menggunakan kuesioner Multidimensional Fatigue Inventory yang telah diuji validitas dan reliabilitas. Kadar gula darah puasa diukur menggunakan glucometer yang telah dikalibrasi. Data dikumpulkan peneliti setelah peneliti mengurus surat dan administrasi pengumpulan data. Peneliti menjelaskan mengenai inform consent dan penjelasan penelitian saat paguyuban berlangsung. Pengambilan data dilakukan

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian di bawah ini merujuk pada tujuan penelitian yang terdiri dari

peneliti di rumah paguyuban dan di rumah pasien. Peneliti mengumpulkan data pasien selama 1 bulan.

Pasien diukur Kadar Gula Darah Puasa (KGDP) terlebih dahulu sebelum dilakukan pengukuran mengenai fatigue. Fatigue diukur dengan menggunakan kuisioner Multidimensional Fatigue Inventory (MFI) yang didampingi oleh peneliti. Kuesioner tersebut terdiri dari 20 item pertanyaan yang diberi skor untuk tiap jawaban yang diberikan oleh pasien. Skor (1) tidak pernah, (2) kadang-kadang, (3) jarang, (4) sering, (5) selalu.

Uji validitas dan reliabilitas kuesioner MFI dilakukan di ruang hemodialisis RSUP Sanglah dengan jumlah sampel 25 responden dan didapatkan hasil semua item pertanyaan yang terdiri dari 20 pertanyaan dinyatakan valid dengan rentang nilai r hitung 0,441-0,772. Untuk nilai r tabel 0,392 jadi semua nilai r hitung lebih besar dari r tabel sehingga dapat disimpulkan semua item pertanyaan tersebut valid. Nilai alpha cronbach menunjukkan nilai 0,750 yang berarti lebih besar dari r tabel maka kuesioner MFI dinyatakan reliabel (Darmawan, 2016).

Uji univariat dilakukan untuk mengetahui karakteristik responden. Uji Spearman Rank digunakan untuk menganalisis hubungan kedua variabel karena setelah dilakukan uji normalitas dengan Shapiro Wilk (n<50) data tidak terdistribusi normal. Penelitian ini telah dinyatakan laik etik melalui surat keterangan dari Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar No. 2411/UN.14.2/KEP/2017.

karakteristik demografi responden, kadar gula darah puasa, dan fatigue.

Tabel 1. Karakteristik Responden

Variabel

Frekuensi (n)

Persentase

Umur

36-45 tahun

1

3,3%

46-59 tahun

6

20%

60-74 tahun

21

70%

75-90 tahun

2

6,7%

Total

30

100%

Jenis Kelamin

Laki-Laki

14

46,7%

Perempuan

16

53,3%

Total

30

100%

Tingkat Pendidikan

Tidak Sekolah

1

3,3%

SD

16

53,3%

SMP

5

16,7%

SMA

6

20,0%

Sarjana

2

6,7%

Total

30

100%

Dapat dilihat mayoritas responden berusia 60-74 tahun (70%), mayoritas berjenis kelamin perempuan (53,3%) dan

lebih banyak pasien memiliki tingkat pendidikan SD (53,3%).

Tabel 2. Rerata Variabel Penelitian

Usia

KGDP                  Fatigue

n                          30

30                          30

Mean                    62,77

146,53                        48,03

Median                    65

132,50                        48,50

Modus                   65

101

103                          50

207

SD                          9,5

53,22                         10,03

Min                      43

82                          30

Max                     75

292                        74

Tabel 2 menunjukan rata-rata usia responden 62,77 tahun dengan usia tertua 75 tahun dan termuda 43 tahun. Nilai rata-rata kadar gula darah puasa 146,53 dengan

tertinggi 292 dan terendah 82. Skor fatigue responden memiliki rata-rata 48,03 dengan nilai minimum 30 dan nilai maksimum 70.

Tabel 3. Hubungan Kadar Gula Darah Puasa (KGDP) dengan Fatigue

Variabel                 n

p value              Correlation Coeficient

Kadar Gula Darah Puasa Fatigue

0,186                       0,248

Berdasarkan analisis menggunakan uji statistik nonparametrik Spearman Rank diperoleh hasil p = 0,186 (p > 0,05). Hasil tersebut mempunyai makna H0 gagal

ditolak yang mempunyai arti tidak terdapat hubungan kadar gula darah puasa dengan fatigue pada pasien DM tipe 2.

PEMBAHASAN

Kelompok usia mayoritas pada usia 60-74 tahun yaitu sebanyak 21 orang (70%) yang dinyatakan oleh WHO tergolong dalam usia lanjut atau elderly. Faktor usia merupakan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Semakin tinggi usia proporsi penderita DM semakin meningkat (Kementrian Kesehatan RI, 2014). Vard et al (2015) memperoleh hasil secara statistik tidak didapatkan perbedaan yang signifikan antara perbedaan tingkat usia dengan fatigue pada pasien DM tipe 2. Responden dalam penelitian ini walaupun

tergolong usia lanjut, namun masih dapat beraktifitas dengan normal. Katagori usia tersebut diperoleh karena paguyuban DM di Puskesmas 2 Denpasar Barat dibangun sebagai wadah usia lansia di wilayahnya dalam menjaga atau merawat kesehatannya, sehingga usia tersebut paling banyak ditemukan sebagai responden.

Responden penelitian ini mayoritas (53,3%) berjenis kelamin perempuan. Lebih banyaknya responden perempuan dapat disebabkan karena jumlah penderita

DM tipe 2 lebih banyak berjenis kelamin perempuan daripada laki-laki. Kementrian Kesehatan RI (2014) menyatakan prevalensi jumalah penderita DM didapatkan lebih besar perempuan (7,70) daripada laki-laki (5,60). Tidak didapatkan perbedaan fatigue yang dialami oleh pasien DM perempuan dan laki-laki, yang dapat diakibatkan responden sama-sama dapat melakukan aktivitas seperti biasa dan jumlah sampel yang kurang untuk menggambarkan perbedaannya.

Responden lebih banyak memiliki tingkat pendidikan akhir SD 16 orang responden (53,3%). Senada dengan hasil peneliti, Paraidathathu et al (2013) memperoleh dari 557 sampel penelitian mayoritas memiliki tingkat pendidikan dasar sejumlah 48 (24,9%) orang. Kementrian Kesehatan RI (2014) menyatakan karakteristik penderita DM dilihat dari tingkat pendidikan tamat sekolah dasar mendapatkan posisi ketiga sebesar 7,5%. Tidak didapatkan perbedaan skor fatigue antara setiap tingkat pendidikan, dikarenakan responden tergabung dalam paguyuban DM memperoleh banyak intervensi dan penyuluhan terkait dengan DM, komplikasi dari DM, dan cara pengaturan gaya hidup untuk penderita DM.

Hasil penelitian ini menunjukkan nilai rata-rata kadar gula darah puasa responden 146,53 ± 53,22 dengan nilai minimum 82 dan nilai maksimum 292. Senada dengan Jain et al (2015) yang mengemukakan terdapat peningkatan kadar gula darah puasa dari sampel penelitiannya sebesar 64% dari 100 responden. Hasil penelitian peneliti masuk dalam kategori tinggi. PERKENI (2015) menyatakan untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun dengan komplikasi, sasaran kendali kadar glukosa darah dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125 mg/dL, dan sesudah makan 145-180 mg/dL). Hasil tersebut dapat disebabkan oleh ketidakefektifan responden dalam diet secara optimal. Astari (2016) menyatakan dalam penelitiannya mengenai diet pada pasien DM tipe 2 menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara kepatuhan terapi

diet dan kadar gula darah puasa pasien DM tipe 2. Penelitian Chen et al (2015) memperoleh hasil pengobatan menggunakan insulin lebih bagus dalam mengontrol kadar gula darah pasien DM tipe 2 dibandingkan dengan menggunakan obat anti hiperglikemi oral. Responden penelitian rata-rata masih menggunakan obat anti hiperglikemi oral dalam mengontrol gula darahnya. Kadar gula darah puasa yang dimiliki pasien melebihi kontrol gula yang seharusnya dimiliki oleh pasien, sehingga harus dikaji lebih lanjut mengenai pengobatan yang dilakukan pasien, diet yang dijalankan pasien, serta perlunya pengecekan nilai hemoglobin terglikosilasi (A1C) yang merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya.

Hasil penelitian menunjukkan dari 30 orang responden didapatkan rata-rata skor fatigue 48,03 (20-100) dengan nilai minimum skor fatigue 30 dan nilai maksimumnya 72. Hasil kuesioner MFI menunjukkan semakin tinggi skor, maka fatigue yang dialami pasien makin tinggi, jadi dapat disimpulkan sebanyak 25 (80%) responden mengalami tingkat fatigue dalam kategori sedang. Hasil ini sesuai dengan penelitian Vard et al (2015) sebanyak 31,3% responden mengalami fatigue dengan derajat sedang. Terdapat beberapa faktor seperti ansietas, depresi, gangguan tidur, gaya hidup tanpa stimulasi, hambatan lingkungan, kelesuan fisik, kelesuan fisiologis (NANDA, 2015). Fatigue dengan skala sedang dialami responden karena pasien dalam paguyuban tersebut masih dapat beraktifitas dengan biasa, pasien masih produktif bekerja, serta pasien memiliki motivasi yang tinggi untuk melakukan aktivitas kesehariannya. Hasil tersebut ditunjukkan dengan nilai rata-rata dimensi motivasi dalam kuesioner memiliki nilai yang paling rendah, yaitu 8,23 yang menandakan pasien masih memiliki motivasi untuk melakukan aktivitas dimana hasil tersebut juga berkontribusi dalam menentukan skor fatigue yang dimiliki pasien.

Nilai p = 0,186 (p>0,05) dalam penelitian ini menunjukkan H0 gagal

ditolak yang bermakna tidak adanya hubungan kadar gula darah puasa dengan fatigue pada pasien DM tipe 2. Hasil ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fritschi dan Quinn (2010) dimana kadar gula darah merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan fatigue pada pasien DM tipe 2. Penelitian yang dilakukan Park et al (2015) memperoleh hasil fatigue berhubungan dengan pengaturan glukosa darah, namun meraka menyatakan bahwa fatigue secara tidak langsung berhubungan dengan A1C dan hanya subjek yang memiliki pengaturan glukosa darah yang buruk.

Hasil penelitian lain juga menunjukkan hasil yang senada dengan peneliti, yaitu tidak didapatkannya hubungan antara fatigue dengan kadar gula darah. Singh et al (2016) memperoleh hasil tidak ditemukannya hubungan antara fatigue dan kontrol gula darah yang diukur dengan menggunakan HbA1c atau yang mengindikasikan tentang tingkat keparahan diabetes. Goedendorp et al (2014) memperoleh hasil tidak didapatkannya hubungan dari empat parameter glukosa darah yang secara signifikan berhubungan dengan fatigue akut. Hasil penelitian yang juga dilakukan oleh Fritschi dan Fink (2012) juga memperoleh hasil perubahan glukosa darah tidak berhubungan secara signifikan dengan fatigue. Peneliti-peneliti

SIMPULAN

Karakteristik pasien DM tipe 2 yang tergabung   dalam   paguyuban   DM

Puskesmas II Denpasar Barat mayoritas perempuan, dengan usia masuk dalam

kategori usia lanjut dan mayoritas tingkat

pendidikan terakhir SD. Rata-rata nilai

kadar gula darah pasien responden adalah 146,53 yang termasuk dalam kategori tinggi, yang mengindikasikan kurang efektifnya diet dan pengaturan gula darah

DAFTAR PUSTAKA

Astari, R. (2016). Hubungan antara Kepatuhan Terapi Diet dan Kadar Gula Darah Puasa pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Purnama Pontianak.    Universitas    Tanjungpura

Pontianak.

di atas menjelaskan tidak adanya hubungan antara kadar gula darah dengan fatigue karena terdapat beberapa faktor yang juga mempengaruhi fatigue seperti stres, depresi, aktivitas fisik, BMI, gangguan tidur, dan efikasi diri.

Responden dalam penelitian ini masih aktif melakukan kegiatan sehari-hari sehingga memiliki motivasi yang tinggi untuk beraktivitas dan terdapat responden yang baru saja kehilangan pasangan hidupnya yang diyakini peneliti turut berpengaruh sehingga dari hasil statistik tidak didapatkannya hubungan antara kadar gula darah puasa dengan fatigue pada pasien DM tipe 2. Terdapatnya beberapa responden dengan nilai fatigue yang tinggi sedangkan nilai kadar gula darah puasa yang normal dan sebaliknya juga dapat menyebabkan secara statistik tidak didapatkannya hubungan dalam penelitian ini. Pengaturan gula darah atau diet pasien yang buruk akan mengakibatkan tingginya kadar gula darah pasien DM yang tergabung dalam paguyuban tersebut. Kedua hal tersebut akan mengakibatkan ketidakselarasan yang terjadi antara kadar gula darah puasa dengan fatigue. Faktor-faktor di atas diyakini peneliti yang berkontribusi sehingga tidak didapatkannya hubungan antara kadar gula darah puasa dengan fatigue pada pasien DM tipe 2.

responden. Rata-rata responden mengalami fatigue dengan kategori sedang (83%) karena pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Tidak terdapatnya hubungan kadar gula darah puasa dengan fatigue pada pasien DM tipe 2. Terdapat pasien yang memiliki skor fatigue yang tinggi sedangkan kadar gula darahnya normal dan sebaliknya.

Chen, Y., Liu,  L.,  Gu,  L., Babineaux, S.,

Colclough, H.,  &  Curtis, B. (2015).

Glycemic Control in Chinese Patients with Type 2 Diabetes Mellitus Receiving Oral Antihyperglycemic Medication-Only or Insulin-Only Treatment: A Cross-Sectional

Survey. Diabetes Therapy, 6(2), 197–211.

https://doi.org/10.1007/s13300-015-0114-2

Darmawan, E.  (2016). Hubungan  Lamanya

Menjalani Hemodialisis dengan Fatigue pada Pasien Chronic Kidney Disease di Ruang Hemodialisis RSUP Sanglah Denpasar. Universitas Udayana.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Profil Kesehatan Indonesia 2003. Departemen Kesehatan RI.

Drivsholm, T., de Fine Olivarius, N., Nielsen, A. B. S., & Siersma, V. (2005). Symptoms, signs and complications in newly diagnosed type 2 diabetic patients, and their relationship to glycaemia, blood pressure and weight. Diabetologia,       48(2),       210–214.

https://doi.org/10.1007/s00125-004-1625-y

Fritschi, C., & Fink, A. M. (2012). Fatigue in Adults with Type 2 Diabetes—An Overview of Current Understanding and Management Approaches. US Endocrinology, 08(02), 84. https://doi.org/10.17925/USE.2012.08.02.84

Fritschi, C., & Quinn, L. (2010). Fatigue in patients with diabetes: A review. Journal of Psychosomatic Research,  69(1),  33–41.

https://doi.org/10.1016/j.jpsychores.2010.01. 021

Ganong, W. F., & J., M. S. (2010). Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju Kedokteran Klinis (Edisi 5). EGC.

Goedendorp, M. M., Tack, C. J., Steggink, E., Bloot, L., Bazelmans, E., & Knoop, H.

(2014). Chronic Fatigue in Type 1 Diabetes: Highly Prevalent but Not Explained by Hyperglycemia or Glucose Variability. Diabetes     Care,     37(1),     73–80.

https://doi.org/10.2337/dc13-0515

Guyton, & Hall. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Edisi 11). EGC.

Jain, A., Sharma, R., Choudhary, P., Yadav, N., Jain, G., & Maanju, M. (2015). Study of fatigue, depression, and associated factors in type 2 diabetes mellitus in industrial workers. Industrial Psychiatry Journal, 24(2),  179.  https://doi.org/10.4103/0972-

6748.181731

Kementrian Kesehatan RI. (2014). Profil Kesehatan Indonesia. Infodatin Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. EGC.

Nashekah, Di. A. (2016). Hubungan Kelelahan dengan Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Persadia Salatiga. Uniersitas Diponogoro.

Paraidathathu, T., Azuana, Islahudin, F., & Ahmad. (2013). Medication adherence in patients with type 2 diabetes mellitus treated at primary health clinics in Malaysia. Patient Preference    and Adherence,    525.

https://doi.org/10.2147/PPA.S44698

Park, H., Park, C., Quinn, L., & Fritschi, C. (2015). Glucose control and fatigue in type 2 diabetes: the mediating roles of diabetes symptoms and distress. Journal of Advanced Nursing,        71(7),        1650–1660.

https://doi.org/10.1111/jan.12632

PERKENI. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. PB PERKENI.

Rimbaut, S., Van Gutte, C., Van Brabander, L., & Vanden Bossche, L. (2016). Chronic fatigue syndrome – an update. Acta Clinica Belgica, 71(5),                             273–280.

https://doi.org/10.1080/17843286.2016.1196 862

Seo, Y.-M., Hahm, J.-R., Kim, T.-K., & Choi, W.-H. (2015). Factors Affecting Fatigue in Patients with Type II Diabetes Mellitus in Korea. Asian Nursing Research, 9(1), 60– 64. https://doi.org/10.1016/j.anr.2014.09.004

Singh, R., Teel, C., Sabus, C., McGinnis, P., & Kluding, P. (2016a). Fatigue in type 2 diabetes: Impact on quality of life and predictors. PLoS ONE,  11(11),  1–13.

https://doi.org/10.1371/journal.pone.016565 2

Singh, R., Teel, C., Sabus, C., McGinnis, P., & Kluding, P. (2016b). Fatigue in Type 2 Diabetes: Impact on Quality of Life and Predictors. PLOS ONE, 11(11), e0165652. https://doi.org/10.1371/journal.pone.016565 2

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth (8th ed.). EGC.

Vard, N., Abedi, H. A., & Amini, M. (2015). Effective Factors on Fatigue Rate in Type Two Diabetes Patients: An Investigation. Jundishapur Journal of Chronic Disease Care,                                    4(1).

https://doi.org/10.5812/jjcdc.26611

Volume 10, Nomor 6, Desember 2022

657