Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

HUBUNGAN DUKUNGAN SAUDARA KANDUNG DENGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA ANAK AUTIS DI PUSAT LAYANAN AUTIS KOTA DENPASAR

Ni Made Ayu Sukma Widyandari*1, Luh Mira Puspita1, Ida Arimurti Sanjiwani1 1Program Studi Sarjana Ilmu Keperawatan dan Profesi Ners, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana *korespondensi penulis, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Gangguan komunikasi interpersonal merupakan salah satu masalah yang dialami oleh anak autis. Hal ini disebabkan karena kurangnya perkembangan kemampuan berbahasa sehingga anak autis mengalami kesulitan menyampaikan dan menerima pesan dari orang lain. Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan komunikasi pada anak autis adalah dukungan dari saudara kandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan saudara kandung dengan komunikasi interpersonal pada anak autis di Pusat Layanan Autis Kota Denpasar. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel terdiri dari 38 anak yang dipilih dengan teknik total sampling berdasarkan kriteria populasi terjangkau. Pengumpulan data menggunakan kuesioner sibling support dan kuesioner Interpersonal Communication Inventory (ICI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata dukungan saudara pada anak autis adalah 22,76 dan rata-rata komunikasi interpersonal pada anak autis adalah 18,18. Data yang diuji dengan Spearman Rank (rho) diperoleh nilai signifikansi 0,00 (α = 0,05) dengan nilai korelasi 0,794 dan korelasi berarah positif. Hal ini menunjukkan korelasi yang kuat dengan arah positif yang artinya semakin baik dukungan saudara kandung maka semakin baik pula komunikasi interpersonal pada anak autis.

Kata kunci: autis, dukungan saudara kandung, komunikasi interpersonal

ABSTRACT

An interpersonal communication disorder is one of the problems experienced by children with autism. It causes due to the lack of development of language skills so children with autism have difficulty delivering and receiving messages from others. One of the factors that influence the development of communication in children with autism is sibling support. This study aims to determine the correlation of sibling support with interpersonal communication in children with autism at Pusat Layanan Autis Kota Denpasar. This research uses descriptive correlation design with the cross-sectional approach. The sample consisted of 38 children selected by total sampling technique based on the affordable population criteria. Data collection using sibling support questionnaires and Interpersonal Communication Inventory (ICI) questionnaires. The result showed that the mean of sibling support for autistic children was 22,76 and the mean of interpersonal communication in autistic children was 18,18. Data tested using Spearman Rank (rho) got a significant value of 0,00 (α = 0,05) with a correlation value of 0,794 and positive direction correlation. This shows a strong correlation with a positive direction which means the better support siblings the better interpersonal communication to the children with autism.

Keywords: autism, interpersonal communication, siblings support

PENDAHULUAN

Autisme merupakan gangguan tumbuh kembang berupa sekumpulan gejala akibat adanya kelainan saraf pada otak yang mempengaruhi tumbuh kembang, kemampuan komunikasi, dan kemampuan interaksi sosial (Sunu, 2012). Menurut American Psychiatric Association (2013), ASD didefinisikan sebagai defisit yang terjadi secara persisten dalam komunikasi sosial (misalnya, timbal balik, perilaku komunikatif nonverbal, mengembangkan hubungan) dan pola perilaku, minat, atau aktivitas yang terbatas atau berulang (misalnya, penekanan pada kesamaan, gerakan motorik stereotip). Prevalensi autis beberapa tahun terakhir ini mengalami kenaikan yang signifikan.

Berdasarkan data CDC (2020), melaporkan prevalensi anak yang mengalami autis pada tahun 2016 sebesar 18,5 per 1.000 anak berusia 8 tahun dari sebelumnya tahun 2010 sebanyak 14,7 per 1.000 anak. Menurut Badan Pusat Statistik jumlah anak autis di Indonesia usia 5-19 tahun pada tahun 2013-2014 ada sekitar 112.000 ribu jiwa. Studi pendahuluan di Pusat Layanan Autis (PLA) Kota Denpasar tahun 2013-2017, jumlah anak autis yang bersekolah mengalami peningkatan. Tahun 2013 PLA Kota Denpasar melayani 30 anak autis, tahun 2014 melayani 35 anak autis, sampai bulan September 2017 sudah melayani 80 anak autis.

Sebagian besar anak autis mengalami masalah dalam berkomunikasi, baik verbal maupun nonverbal. Penyebab dari hal tersebut, yaitu perkembangan kemampuan berbahasa anak autis sangat lambat atau tidak ada sama sekali. Anak autis kesulitan untuk bertukar pesan dengan orang lain, sehingga menyebabkan anak autis mengalami gangguan dalam berkomunikasi interpersonal (Soetjiningsih & Ranuh, 2013).

Komunikasi interpersonal merupakan kegiatan komunikasi secara langsung antara dua orang atau lebih yang memungkinkan adanya umpan balik secara langsung.

Menurut Bienvenu dalam Rochmah (2011), komunikasi interpersonal dikatakan baik karena adanya aspek-aspek yang mempengaruhi seperti konsep diri, yang meliputi kemampuan anak autis mengenal dirinya, kemampuan mendengarkan isi komunikasi, mengekspresikan pikiran, mengatasi emosi, serta keinginan untuk berkomunikasi dengan baik. Ferraioli et al (2012) menyatakan bahwa salah satu tantangan utama yang dihadapi banyak anak dengan gangguan spektrum autisme (ASD) adalah belajar bagaimana berinteraksi dan bermain dengan anak lain.

Ekawati dan Yustina (2012) menyatakan faktor yang mempengaruhi perkembangan komunikasi pada anak autis diantaranya faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor pendukung komunikasi anak autis adalah penerimaan orang tua terhadap keadaan anak autis, dukungan sosial, dan pengajaran pra-klasikal. Faktor penghambatnya adalah sikap protektif orang tua dan perspektif negatif dari lingkungan terhadap anak autis.

Menurut Rustiani dalam Juzri (2014), menyatakan dukungan pada anak autis apabila diperoleh dari orang-orang terpercaya dapat meningkatkan rasa dihargai dan dicintai pada anak autis. Dukungan yang diberikan dapat berupa dukungan informasional, emosional, penilaian, dan instrumental (Friedman, 2013). Anak autis mempercayai seluruh anggota keluarga. Selain orang tua, anak autis juga mempercayai saudara kandung. Penelitian Ferraioli et al (2012) menyatakan bahwa interaksi dengan saudara kandung di rumah pada anak autis memungkinkan terjadinya pengembangan keterampilan yang berpotensi dapat digeneralisasikan ke teman sebaya di sekolah dan di masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan saudara kandung dengan komunikasi interpersonal pada anak autis di Pusat Layanan Autis Kota Denpasar.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian berdesain deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan di Pusat Layanan Autis Kota Denpasar. Sampel dipilih berdasarkan populasi terjangkau dengan menggunakan teknik total sampling berjumlah 38 responden. Adapun kriteria inklusi adalah anak autis yang memiliki saudara kandung berumur ≥ 13 tahun, anak autis yang memiliki saudara kandung yang tidak mengalami gangguan jiwa atau mental dan tidak mengidap autis, bersedia menjadi responden, serta orang tua dan saudara sekandung anak autis yang bisa membaca dan menulis.

Kuesioner dukungan saudara kandung yang terdiri dari 26 item pernyataan (r=0,939) dan kuesioner Interpersonal Communication Inventory (ICI) yang terdiri dari 25 item pernyataan (r=0,943) untuk mengukur komunikasi interpersonal responden. Item pernyataan

disusun dalam bentuk pernyataan favorable dan unfavorable.

Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuesioner di ruang tunggu orang tua pada responden yang telah menandatangani surat persetujuan menjadi responden dengan estimasi waktu 15-20 menit. Karakteristik responden disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan uji korelasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Spearman Rank karena data tidak terdistribusi normal. Penelitian ini telah mendapatkan surat keterangan laik etik dari Komisi Etik Penelitian FK Unud / RSUP Sanglah Ethical Clearance No. 124/UN.14.2/KEP/2018.

HASIL PENELITIAN

Hasil analisa univariat dan bivariat variabel dukungan saudara kandung dengan komunikasi interpersonal pada anak autis didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Saudara Kandung Anak Autis (n = 38)

Variabel                   Kategori

n             %

Usia (tahun)             13

14

15

16

17

19

20

21

6                          15,8

6                          15,8

9                        23,7

7                          18,4

4                          10,5

2                          5,3

3                          7,9

1                            2,6

Jenis Kelamin           Laki-Laki

Perempuan

16                       42,1

22                      57,9

SMP

Tingkat Pendidikan     SMA

Sarjana

25                    65,8

8                      21,1

5                      13,2

Tabel 1 menunjukkan frekuensi responden terbanyak berada pada usia 15 tahun yaitu berjumlah sembilan orang (23,7%) dan jenis kelamin terbanyak yaitu

perempuan sebanyak 22 orang (57,9%) dengan tingkat pendidikan paling banyak adalah SMP yaitu sebanyak 25 orang (65,8%).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Anak Autis (n = 38)

Variabel                    Kategori

n            %

Usia (tahun)    5

6

7

8

9

10

11

12

13

3                        7,9

4                        10,5

4                        10,5

2                        5,3

9                      23,7

5                        13,2

4                        0,5

5                        13,2

2                        5,3

Jenis


Laki-Laki

Kelamin      Perempuan

30                     78,9

8                       21,1


Tabel 2 menunjukkan frekuensi responden terbanyak berada pada usia sembilan tahun yaitu berjumlah sembilan

orang (23,7%) dan jenis kelamin terbanyak yaitu laki-laki sebanyak 30 orang (78,9%).

Tabel 3. Dukungan Saudara Kandung dengan Komunikasi Interpersonal pada Anak Autis di Pusat Layanan Autis Kota Denpasar (n = 38)

Variabel

Sub Variabel

Mean

SD

Median

Dukungan Saudara

Dukungan Informasional

5,21

0,81

5

Kandung

Dukungan Penghargaan

6,24

1,05

7

Dukungan Instrumental

5,03

1,34

6

Dukungan Emosional

6,45

0,89

7

Komunikasi

Konsep Diri

3,11

0,56

3

Interpersonal

Kemampuan

3,05

0,98

3

Pengalaman Keterampilan

4,37

0,79

5

Emosi

3,82

0,56

4

Pengungkapan Diri

4,08

1,28

5

Nilai rata-rata sub variabel tertinggi pada variabel dukungan keluarga adalah dukungan emosional dengan nilai 6,45. Nilai rata-rata sub variabel tertinggi pada

variabel komunikasi interpersonal adalah pengalaman keterampilan dengan nilai 4,37.

Tabel 4. Hubungan Dukungan Saudara Kandung dengan Komunikasi Interpersonal pada Anak Autis di Pusat

Layanan Autis Kota Denpasar (n = 38)

Variabel

Mean

SD

Median

p-value

r

Dukungan

Saudara Kandung

22,76

3,05

24

0,000

0,794

Komunikasi Interpersonal

18, 18

3,27

20

Berdasarkan hasil uji Spearman Rank didapatkan adanya hubungan dukungan saudara kandung dengan komunikasi interpersonal pada anak autis di Pusat Layanan Autis Kota Denpasar. Hal ini menunjukkan semakin baik dukungan

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan dukungan saudara kandung dengan komunikasi interpersonal pada anak autis di Pusat Layanan Autis Kota Denpasar dengan nilai korelasi didapatkan 0,794 dengan arah korelasi positif. Hal ini menunjukkan adanya hubungan kuat dengan arah hubungan positif yang menunjukkan hubungan searah yang artinya semakin baik dukungan saudara kandung semakin baik pula komunikasi interpersonal pada responden.

Berdasarkan penelitian ini didapatkan hasil rata-rata dukungan saudara kandung pada anak autis adalah 22,76 dengan nilai

saudara kandung semakin baik pula komunikasi interpersonal pada responden. Hasil uji korelasi didapatkan pula nilai r = 0,794 yang berarti terdapat hubungan yang kuat antara dukungan saudara kandung dengan komunikasi interpersonal.

median 24. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan saudara kandung pada anak autis tinggi. Karakteristik pada saudara kandung mempengaruhi perilaku yang ditunjukkan oleh saudara sekandung terhadap anak autis. Karakteristik yang terbentuk pada saudara sekandung tergantung dari usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Berdasarkan karakteristik usia saudara kandung didapatkan responden terbanyak ada pada usia 15 tahun yaitu sebanyak sembilan responden (23,7%) dengan rentang usia responden yaitu 13 - 21 tahun. Sejalan dengan penelitian Fitriastarina (2014), sebagian besar usia saudara

kandung dari anak autis berada pada rentang usia 15-17 tahun, yaitu sebanyak 14 orang (46,7%). Bertambahnya usia saudara sekandung maka bertambah pula pemahaman mengenai kondisi saudara autisnya sehingga akan meningkatkan dukungan yang diberikan saudara sekandung kepada saudara autisnya (Zucker et al., 2022).

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin responden yang paling banyak berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 22 orang (57,9%), sedangkan laki-laki sebanyak 16 orang (42,1%). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriastarina (2014), karakteristik saudara kandung anak autis menurut jenis kelamin sebagian besar perempuan sebanyak 17 orang (56,7%) dan laki-laki sebanyak 13 orang (43,3%). Saudara perempuan akan lebih menunjukkan sikap melindungi, merawat, dan mengasuh. Anak laki-laki lebih tertutup dibanding anak perempuan (Zucker et al., 2022).

Berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan didapatkan responden terbanyak ada pada tingkat pendidikan SMP yaitu sebanyak 25 (65,8%) responden. Desmita (2016) mengatakan anak pada tingkat pendidikan SMP termasuk dalam tahap remaja. Remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi mengenai keadaan saudara yang mengalami autis dan akan mencari tahu mengenai perbedaan yang terjadi di antara keduanya serta adanya keinginan untuk meningkatkan kegiatan kontak langsung dengan anak autis. Kontak langsung yang terjalin secara berkelanjutan akan meningkatkan kepercayaan yang dimiliki anak autis kepada saudara sekandungnya.

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan nilai rata-rata komunikasi interpersonal pada anak autis sebesar 18,18 dengan nilai median 20. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal pada anak autis tinggi. Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan Arsami (2016) menunjukkan hasil dari 32 responden sebesar 63% dari anak autis memiliki komunikasi

interpersonal kurang baik. Hasil penelitian yang berbeda persentase ini dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik dari responden berupa usia dan jenis kelamin serta beberapa faktor penghambat yang mampu dihilangkan, diantaranya sikap protektif orang tua dan perspektif negatif dari lingkungan.

Berdasarkan karakteristik usia responden penelitian ini didapatkan responden terbanyak ada pada usia sembilan tahun yaitu berjumlah sembilan (23,7%) responden. Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah umur akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya (Notoatmodjo, 2011). Pada umumnya, anak autis lebih menutup diri dan susah berkomunikasi dengan orang lain, sehingga pada anak autis terjadi gangguan dalam komunikasi interpersonal.

Berdasarkan jenis kelamin, didapatkan responden sebanyak 30 (78,9%) responden berjenis kelamin laki - laki dan hanya delapan (21,1%) responden berjenis kelamin perempuan. Sebagian besar anak autis berjenis kelamin laki-laki disebabkan karena faktor kromosom. Namun hal ini berbanding terbalik dengan masalah komunikasi pada anak autis. Arresa dkk (2016) menyatakan pada anak normal bahwa laki-laki mempunyai kesanggupan untuk berbicara sekitar 12.500 kata dalam sehari, sedangkan wanita umumnya berbicara lebih dari 25.000 kata. Perbedaan hasil penelitian di atas dapat terjadi karena sampel pada penelitian ini tidak ditentukan berdasarkan tingkat kemampuan komunikasi yang sama sehingga saat penetapan sampel didapatkan lebih banyak responden laki-laki dengan komunikasi interpersonal yang baik.

Faktor penghambat yang dapat mempengaruhi kemampuan komunikasi anak autis diantaranya sikap protektif orang tua dan perspektif negatif dari lingkungan. Sikap overprotective yang ditunjukkan oleh orang tua pada anak dapat menghambat perkembangan anak autis. Hal ini dapat memicu perkembangan yang tidak optimal pada komunikasi anak. Berdasarkan kondisi

di tempat penelitian, kedua faktor tersebut dapat ditekan karena anak sudah berada pada lingkungan yang sama dengannya sehingga orang tua menjadi tidak khawatir akan kondisi anaknya. Orang tua membiarkan anaknya untuk melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal yang sudah diatur dan melakukan kontak langsung dengan orang lain. Kontak langsung dapat terjalin antara anak dengan teman, guru, ataupun para orang tua. Kontak langsung yang terjalin secara terus-menerus dapat meningkatkan kemampuan anak dalam berkomunikasi.

Menurut Rustiani dalam Juzri (2014), dukungan yang diberikan pada anak autis dapat dirasakan apabila diperoleh dari orang-orang yang dipercayai, dengan begitu anak autis akan merasa seseorang menghargai dan mencintai dirinya. Sejalan dengan studi kasus yang dilakukan oleh Zucker et al (2022), menyatakan peran saudara kandung sangat besar dalam terapi bagi anak autis. Tidak hanya pada saat pemberian terapi di rumah, namun berdampak lebih besar apabila dilakukan dalam kegiatan sehari-hari ketika saling berinteraksi, terutama akan mampu meningkatkan kemampuan komunikasi dari anak autis itu sendiri. Komunikasi yang terjadi secara berkelanjutan menyebabkan terjadinya peningkatan kepercayaan diri pada anak autis. Kepercayaan diri pada anak autis dapat menimbulkan semangat untuk menjalani aktivitas termasuk proses terapi sehari-hari.

Aspek dukungan emosional pada saudara kandung mampu mengembangkan kemampuan komunikasi pada anak autis. Fanada (2017) menyatakan adanya dukungan emosional yang diberikan dapat meningkatkan beberapa aspek komunikasi interpersonal pada anak autis diantaranya aspek kemampuan dan pengungkapan diri. Saat saudara kandung memulai komunikasi dengan menyapa dan memanggil nama anak autis, maka aspek kemampuan anak autis untuk mendengarkan orang lain akan terpenuhi, kemudian setelah muncul kepercayaan pada diri anak autis terhadap saudara sekandungnya maka aspek

pengungkapan diri juga terpenuhi dengan adanya keinginan anak autis untuk menjawab pertanyaan yang diajukan.

Aspek dukungan penghargaan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal dalam hal konsep diri dan emosi yang dimiliki anak autis. Menurut Wijaksono (2016), penghargaan positif pada setiap kegiatan mampu meningkatkan rasa berharga dan dibutuhkan pada anak autis. Perasaan dihargai akan membuat emosi anak autis menjadi lebih terkontrol. Adanya dukungan menyebabkan anak autis mengetahui seberapa besar kemampuan yang dimilikinya serta mampu meningkatkan rasa percaya diri yang dimiliki anak autis sehingga ada keinginan dari anak autis untuk mengembangkan kemampuan tersebut.

Aspek dukungan instrumental yang diberikan saudara kandung dapat mengembangkan aspek pengalaman keterampilan pada anak autis. Fitri dkk (2016) menyatakan saat kebutuhan anak autis terpenuhi maka akan muncul keinginan anak autis untuk mengeluarkan ide-ide lain yang ada pada dirinya. Adanya orang sekitar yang dipercaya, juga segala kebutuhan yang terpenuhi akan mengembangkan potensi anak autis secara optimal.

Aspek dukungan informasional pada saudara kandung dapat berupa informasi yang diketahui, dicari, dan didapatkan saudara kandung mengenai saudara yang autis. Hal ini dapat menambah wawasan saudara kandung mengenai anak autis sehingga saudara mampu membantu anak autis dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan dalam memberikan nasehat, usulan, ataupun petunjuk mengenai masalah yang dialami anak autis (Wijaksono, 2016). Dukungan informasional dari saudara kandung dapat meningkatkan aspek komunikasi yaitu konsep diri yang dimiliki anak autis. Berdasarkan nasehat, usulan, ataupun petunjuk yang diberikan saudara kandung kepada anak autis akan meningkatkan kemampuan anak autis untuk mengenal kemampuan yang dimiliki, anak juga akan berusaha memperbaiki cara

berkomunikasi jika tidak dimengerti orang lain.

Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu peneliti tidak menganalisis faktor pendukung lain yang mempengaruhi perkembangan komunikasi interpersonal pada anak autis diantaranya penerimaan orang tua, pengajaran pra-klasikal, sikap protektif orang tua, serta perspektif negatif dari lingkungan anak autis. Peneliti tidak melakukan kontrol pada tingkat     kemampuan     komunikasi

interpersonal anak autis sesuai kelasnya

SIMPULAN

Penelitian ini menunjukkan nilai rata-rata dukungan saudara kandung pada anak autis adalah 22,76. Nilai rata-rata komunikasi interpersonal pada anak autis sebesar 18,18. Berdasarkan uji Spearman

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. (2013).

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders: DSM-5 (Fifth Edition). American Psychiatric Association.

Arresa, V., Nirwana, H., & Bentri, A. (2016).

Komunikasi Interpersonal Anak dan Orangtua ditinjau dari Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan Orangtua, dan Daerah Tempat Tinggal serta Implikasinya pada Bimbingan dan Konseling. KONSELOR, 5(3).

Arsami, P. (2016). Gambaran Komunikasi Interpersonal Pada Anak Dengan Autis di SLB/A Negeri Denpasar Tahun 2016. Denpasar. Poltekkes Denpasar.

CDC. (2020). Morbidity and Mortality Weekly Report:  Prevalence of Autism Spectrum

Disorder Among Children Aged 8 Years — Autism and Developmental Disabilities Monitoring Network. In MMWR Surveill Summ CDC     (Vol.     69,     Issue     16).

https://doi.org/10.15585/mmwr.mm6916a4

Desmita. (2016). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Rosda.

Ekawati, Y.,  & Yustina, Y. W. (2012).

Perkembangan interaksi sosial anak autis di sekolah inklusi: ditinjau dari perspektif ibu. P Experientia: Jurnal Psikologi Indonesia, 1(1), 1–15.

Fanada, D. (2017). Menganali Cara Berinteraksi dengan Anak Berkebutuhan Khusus. In IDN Times.

Ferraioli, S. J., Hansford, A., & Harris, S. L. (2012). Benefits of Including Siblings in the Treatment of Autism Spectrum Disorders. Cognitive and Behavioral   Practice,   19(3),   413–422.

karena peneliti menetapkan responden anak autis berdasarkan kepemilikan saudara kandung sesuai dengan kriteria yang ditetapkan sehingga memungkinkan adanya hasil kemampuan komunikasi interpersonal tiap anak yang berbeda secara signifikan, serta peneliti tidak melakukan observasi secara langsung pada anak autis mengenai kemampuan komunikasi interpersonal. Peneliti hanya memberikan beberapa pertanyaan berupa kuesioner kepada orang tua.

Rank (rho) menunjukkan hasil terdapat hubungan positif dengan derajat kuat antara dukungan saudara kandung dengan komunikasi interpersonal pada anak autis di Pusat Layanan Autis Kota Denpasar.

https://doi.org/10.1016/j.cbpra.2010.05.005

Fitri, A., Saam, Z., & Hamidy, Y. (2016). Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Perilaku Anak Autis Di Kota Pekanbaru. Jurnal Ilmu Lingkungan, 10(1), 47–57.

Fitriastarina, S. I. (2014). Gambaran Stres Pada Saudara Kandung Anak Autisme Di Tanggerang Selatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Friedman, M. M. (2013). Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori dan Praktik. EGC.

Juzri, S. (2014). Gambaran Dukungan Keluarga yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Khusus Kota Tanggerang Selatan. UNI Syarif Hidyatullah Jakarta.

Notoatmodjo. (2011). Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. PT Rineka Cipta.

Rochmah. (2011). Gambaran Komunikasi Interpersonal Pada Anak Autis. UNI Syarif Hidyatullah Jakarta.

Soetjiningsih, & Ranuh, I. G. N. G. (2013). Tumbuh Kembang Anak. (Edisi 2). EGC.

Sunu, C. (2012). Panduan Memecahkan Masalah Autisme; Unlocking Autism. Lintang Terbit.

Wijaksono, R. (2016). Studi Kasus tentang Pengaruh Dukungan Sosial dalam Membangun Penerimaan Orangtua Terhadap Anaknya yang Autis. E-Journal Bimbingan Dan Konseling, 6.

Zucker, A., Chang, Y., Maharaj, R., Wang, W., Fiani, T., McHugh, S., Feinup, D. M., & Jones, E. A. (2022). Quality of the sibling relationship when one sibling has autism spectrum disorder: A randomized controlled trial of a sibling support group. Autism, 26(5), 1137–1152.

Volume 10, Nomor 6, Desember 2022

670