Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. A DAN NY. SJ DENGAN PENERAPAN TERAPI RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

Alfiatun Wahidah*1, Siska Mayang Sari1 1Program Studi Profesi Ners Universitas Hang Tuah Pekanbaru *korespondensi penulis, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Lanjut usia merupakan seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas yang diidentikkan dengan masa ketidakberdayaan dan penurunan. Hipertensi merupakan penyakit yang paling banyak diderita masyarakat, khususnya pada lanjut usia karena penyakit ini tidak dapat disembuhkan maka diperlukan penanganan yang serius. Selain terapi farmakologis juga perlu dilakukan terapi nonfarmakologis dalam hal ini memodifikasi gaya hidup, mengurangi asupan natrium, menurunkan stres, dan menghindari rokok. Terapi nonfarmakologis juga terdiri dari terapi komplementer seperti akupunktur, teknik relaksasi (latihan nafas dalam). Metode dalam karya ilmiah ini yakni analisis asuhan keperawatan di PSTW Khusnul Khotimah. Subjek terdiri dari 2 partisipan dengan masalah hipertensi dan intervensi yang diberikan yakni terapi relaksasi nafas dalam. Hasil implementasi terapi relaksasi nafas dalam yang dilakukan satu kali sehari selama 3 hari terbukti bahwa terjadi penurunan tekanan darah, dengan nilai rata-rata penurunan tekanan darah pada Nenek A usia 67 tahun yaitu tekanan darah sistol 8 mmHg dan diastol 8 mmHg, dan pada Nenek SJ usia 80 tahun yaitu tekanan darah sistol 8 mmHg dan diastol 5 mmHg. Penulis merekomendasikan perawat sebagai penanggung jawab wisma meneruskan implementasi terapi relaksasi nafas dalam satu kali dalam sehari dengan durasi 15 menit.

Kata kunci: hipertensi, lansia, relaksasi nafas dalam

ABSTRACT

Elderly is someone who has reached the age of 60 years and over which is identified with a period of helplessness and decline. Hypertension is the most common disease suffered by the community, especially in the elderly, because this disease cannot be cured, serious treatment is needed. In addition to pharmacological therapy, non-pharmacological therapy also needs to be carried out in this case modifying lifestyle, reducing sodium intake, reducing stress and avoiding smoking. Non-pharmacological therapy also consists of complementary therapies such as acupuncture, relaxation techniques (deep breathing exercises). The method in scientific work is the analysis of nursing care at PSTW Khusnul Khotimah. Subjects consisted of 2 participants with hypertension problems and the intervention given was deep breathing relaxation therapy. The results of the implementation of deep breathing relaxation therapy which was done once a day for 3 days proved that there was a decrease in blood pressure, with an average decrease in blood pressure in Grandma A aged 67 years, namely systolic blood pressure of 8 mmHg and 8 mmHg diastolic, and in Grandma SJ is 80 years old, systolic blood pressure is 8 mmHg and diastolic is 5 mmHg. The author recommends the nurse as the person in charge of the homestead to continue the implementation of deep breath relaxation therapy once a day with a duration of 15 minutes.

Keywords: deep breath relaxation, elderly, hypertension

PENDAHULUAN

Lansia merupakan proses perkembangan yang terjadi secara bertahap, tidak langsung membuat tua, namun bertumbuh mulai dari bayi, anak-anak, dewasa, hingga tua. Lansia ditandai dengan terjadinya kemunduran fungsi fisik, intelektual, dan kognitif (Nurwela, Mahajudin, Adiningsih, 2015). Terdapat 500 juta jiwa jumlah lansia di seluruh dunia saat ini dengan rerata berusia 60 tahun. Jumlah lansia di seluruh dunia diprediksi WHO pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 miliar jiwa yang terus bertambah sampai 2 miliar jiwa. Jumlah lansia terbanyak di Benua Asia sebesar 508 juta, Benua Eropa dengan jumlah penduduk lansia sebanyak 176 juta, dan jumlah penduduk lansia di Benua Amerika berada pada peringkat ketiga sebanyak 74 juta jiwa (WHO, 2018). Di Indonesia jumlah penduduk lansia pada tahun 2020 terdapat 26,82 juta (9,92%) yang berdasarkan jenis kelamin, laki-laki 47,71 dan perempuan 52,29 jiwa. Berdasarkan kelompok umur lansia terdiri dari tiga tingkatan, yaitu lansia muda (6069 tahun) terdapat 64,29 juta, lansia menengah (70-79 tahun) sampai 27,23 juta dan lansia tua (80 tahun ke atas) sebesar 8,49 juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2021).

Jumlah penduduk lansia di Provinsi Riau pada tahun 2020 terdapat 402.731 juta (5,77%). Riau saat ini menempati peringkat ke-31 di Indonesia. Berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur dengan usia 60-64 tahun sebesar 91.565 (laki-laki) dan 82.902 jiwa (perempuan), usia 65-69 tahun sebanyak (laki-laki 55.927 dan perempuan 51.424 jiwa), usia 70-74 tahun sebanyak (laki-laki 30.414 dan perempuan 31.531 jiwa), dan pada usia 75 tahun ke atas mencapai (laki-laki 26.648 dan perempuan 32.320 juta jiwa) (Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, 2020).

Proses penuaan ialah bentuk perjalanan alamiah dalam aktivitas yang diketahui dari terjadinya penurunan fungsi fisik, dan semakin rentan tubuhnya terjangkit penyakit sehingga dapat mengakibatkan kematian seperti sistem kardiovaskuler, pembuluh darah,

pencernaan, pernapasan, serta endokrin. Penuaan adalah proses menurunnya kemampuan pada tubuh dalam memperbaiki diri secara bertahap. Individu yang sudah tua akan mengalami kemunduran secara bertahap baik penurunan fungsi organ tubuh, sosial, maupun kognitif (Kusmawardani & Andanawarih, 2018).

Hipertensi adalah tekanan darah pada arteri yang meningkat, yang dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi, yakni serangan jantung, kerusakan ginjal, stroke, glaukoma, dementia dan alzheimer. Faktor risiko yang menyebabkan hipertensi yaitu obesitas, minum alkohol, merokok, dan riwayat keluarga. Usia, genetik, dan lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya hipertensi (Dinas Kesehatan Provinsi Riau, 2019). Hipertensi merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan darah pada arteri. Tekanan darah tinggi yaitu ditandai dengan meningkatnya tekanan darah sistol > 140 mmHg dan tekanan darah diastol > 90 mmHg (Ratnawati, 2017).

Penatalaksanaan tekanan darah tinggi bisa dilaksanakan dengan dua cara, yaitu terapi dengan obat-obatan dan terapi tanpa obat. Terapi memakai obat bermanfaat menurunkan tekanan darah seperti golongan diuretik tiazid, diuretik hemat kalium, diuretik loop, ACE inhibitor, dan vasodilator langsung seperti minoxidil dan hydralazine (JNC, 2014). Penyakit tekanan darah tinggi juga perlu diberikan terapi tanpa obat-obatan seperti perubahan gaya hidup, mengurangi asupan garam, kurangi minum alkohol, menurunkan emosional, dan menjauhi rokok. Terapi alternatif misalnya akupunktur, teknik relaksasi misalnya relaksasi nafas dalam, relaksasi otot progresif, imajinasi terbimbing, dan tai chi adalah terapi nonfarmakologi (Wijaya & Putri, 2013).

Berdasarkan data lansia yang didapatkan dari UPT PSTW Khusnul Khotimah pada tanggal 11 Juni 2022 berjumlah 66 orang, dengan lansia laki-laki 35 orang dan lansia perempuan berjumlah 31 orang, dari 66 lansia tersebut memiliki diagnosa penyakit. Diagnosa penyakit

tersebut, yaitu hipertensi, myalgia, asma, gout arthritis, dermatitis, gastritis, CHF, diabetes mellitus, katarak, vertigo, insomnia, schizofrenia, malaise. Diagnosa hipertensi pada lansia berjumlah 36 orang. Berdasarkan hasil survei awal oleh peneliti yang didapatkan dari perawat PSTW Khusnul Khotimah Pekanbaru yaitu mengatakan bahwa terapi yang diberikan kepada lansia penderita hipertensi berupa pemberian antihipertensi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Irfan & Nekada (2018), dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi nafas dalam terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Unit Abiyoso. Penurunan tekanan darah sistol dan diastol dipengaruhi oleh terapi nafas dalam karena adanya penyebab yang sama pada lansia dari aspek umur, keadaan tempat tinggal, dan memperoleh pelayanan kesehatan yang sama. Terapi relaksasi nafas dalam dapat

METODE PENELITIAN

Metode penerapan menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan dan menjelaskan tindakan asuhan keperawatan yang diberikan pada lansia hipertensi dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Subjek penerapan terdiri dari 2 partisipan

HASIL PENELITIAN

Hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 24 Juni 2022 didapatkan hasil pengkajian Nenek A berusia 67 tahun, beragama Islam dan status perkawinan cerai meninggal, pendidikan terakhir nenek A tidak sekolah. Sebelumnya nenek A tinggal di Pasir Pengaraian Rohul. Alasan dirawat karena keinginan sendiri dan tidak ingin merepotkan keluarga. Nenek A mengeluhkan jari-jari tangan terasa kebas dan nyeri. Nyeri dirasakan saat beraktivitas, nyeri seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 5, nyeri hilang timbul. Nenek A juga mengeluhkan kepala pusing dan terasa berat. Masalah kesehatan yang pernah dialami : nenek A mengatakan sebelumnya ia mengalami hipertensi dan gout arthritis.

meningkatkan oksigen yang masuk dalam tubuh sampai terjadi peregangan kardiopulmonal. Dorongan kardiopulmonal akan dilanjutkan ke otak oleh saraf kranial yang membuat peningkatan sinyal pusat otak ke jantung. Impuls aferen dari pusat otak akan meningkatkan kerja saraf parasimpatis dan menghambat saraf simpatis, akibatnya dapat menyebabkan pelebaran pembuluh darah sistemik, penurunan denyut jantung, dan daya kontraksi jantung (Irfan & Nekada, 2018). Oleh karena adanya manfaat terapi relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi, maka penulis melakukan analisis lebih lanjut mengenai asuhan keperawatan dengan penerapan relaksasi nafas dalam berhubungan dengan menurunnya tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di Pelayanan Sosial Tresna Werdha Khusnul Khotimah Pekanbaru.

dengan masalah hipertensi. Instrumen yang digunakan dalam studi kasus ini adalah lembar observasi yang diisi berdasarkan tanda gejala sebelum dan sesudah penerapan. Waktu pemberian terapi relaksasi nafas dalam dilakukan selama 15 menit, dilaksanakan selama tiga hari.

Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital tanggal 24 Juni 2022 : TD: 160/95 mmHg, RR: 20 kali/menit, N: 88 kali/menit, T: 36,70C. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital tanggal 30 Juni 2022: TD: 150/90 mmHg, RR: 20 kali/menit, N: 82 kali/menit, T: 360C. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital tanggal 1 Juli 2022: Tanda Vital : TD: 155/90 mmHg, RR: 20 kali/menit, N: 85 kali/menit, T: 36,40C. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital tanggal 2 Juli 2022: TD: 140/90 mmHg, RR: 20 kali/menit, N: 82 kali/menit, T: 36,60C.

Hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 25 Juni 2022 didapatkan hasil pengkajian Nenek SJ berusia 80 tahun, beragama Islam dan status perkawinan cerai meninggal, pendidikan terakhir Nenek SJ

tidak sekolah. Sebelumnya Nenek SJ tinggal di Pandau Pekanbaru bersama cucunya. Alasan dirawat karena keinginan sendiri dan tidak ada yang menjaga. Nenek SJ mengeluhkan kepala pusing, gampang lelah, pandangan mata kabur. Masalah kesehatan yang pernah dialami: nenek SJ mengatakan ia mengalami hipertensi dan gout arthritis. Hasil pemeriksaan fisik: TD: 150/90 mmHg, RR: 20 kali/menit, N: 82 kali/menit, T: 36,70C. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital tanggal 30 Juni 2022: TD: 140/80 mmHg, RR: 20 kali/menit, N: 85 kali/menit, T: 36,50C. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital tanggal 1 Juli 2022: TD: 148/80 mmHg, RR: 22 kali/menit, N: 80 kali/menit, T: 360C. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital tanggal 2 Juli 2022: TD: 146/90 mmHg, RR: 20 kali/menit, N: 82 kali/menit, T: 36,40C.

Urutan prioritas diagnosa keperawatan yang diangkat berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan pada Nenek A yakni risiko penurunan curah jantung dan nyeri akut. Diagnosa keperawatan pertama yang diangkat penulis yakni risiko penurunan curah jantung. Data subjektif yang mendukung yakni keluhan Nenek A berupa kepala pusing dan terasa berat, sedangkan data objektif yang mendukung yakni TD: 160/95 mmHg dan frekuensi denyut nadi: 88 kali/menit.

Diagnosa keperawatan yang diangkat berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan pada Nenek SJ yakni risiko penurunan curah jantung dan risiko jatuh. Diagnosa keperawatan pertama yang diangkat penulis yakni risiko penurunan curah jantung. Data subjektif yang mendukung yakni keluhan Nenek SJ berupa kepala pusing dan merasa lelah, sedangkan data objektif yang mendukung yakni TD: 150/90 mmHg dan frekuensi denyut nadi: 82 kali/menit.

Rencana keperawatan terhadap Nenek A difokuskan sesuai urutan prioritas masalah keperawatan yaitu risiko penurunan curah jantung dengan tujuan yakni setelah dilaksanakan asuhan keperawatan dalam waktu tiga hari masalah risiko penurunan curah jantung bisa

teratasi. Adapun kriteria yang ingin dicapai dari tujuan tersebut adalah tekanan darah membaik, kekuatan nadi perifer meningkat. Beberapa rencana intervensi disusun peneliti untuk menyelesaikan masalah risiko penurunan curah jantung tersebut. Rencana intervensi pertama yakni perawatan jantung seperti memantau tekanan darah, mengkaji adanya keluhan nyeri dada, posisikan pasien semi fowler / fowler, berikan terapi relaksasi nafas dalam.

Rencana keperawatan terhadap Nenek SJ difokuskan sesuai urutan prioritas, yaitu risiko penurunan curah jantung dengan tujuan yakni setelah dilaksanakan asuhan keperawatan dalam waktu tiga hari masalah risiko penurunan curah jantung dapat teratasi. Adapun kriteria yang akan dicapai dari tujuan tersebut meliputi tekanan darah membaik, kekuatan nadi perifer meningkat, kelelahan menurun. Beberapa rencana intervensi untuk menyelesaikan masalah risiko penurunan curah jantung tersebut, yakni perawatan jantung seperti monitor tekanan darah, memantau tekanan darah, mengkaji adanya keluhan nyeri dada, posisikan pasien semi fowler / fowler, memberikan terapi relaksasi nafas dalam.

Tindakan perawatan hipertensi terhadap Nenek A dilaksanakan berdasarkan rencana keperawatan yang sudah dirancang sebelumnya. Tindakan ini dilakukan selama 3 hari, setiap melaksanakan tindakan peneliti telah melakukan kontrak waktu dengan klien, tindakan ini dilakukan dalam waktu 30 menit sampai dengan satu jam. Pertemuan pertama klien diberikan terapi relaksasi nafas dalam selama ≤ 30 menit, sekitar pukul 09.00 WIB. Sebelum terapi dilakukan, peneliti mempersiapkan klien duduk dengan rileks, mengukur tekanan darah klien sebelum dilakukan terapi (pre test), kedua tangan responden ditempatkan di atas perut dan dada, lalu peneliti menginstruksikan beberapa hal berikut: lakukan tarik nafas dalam dengan cara perlahan dari hidung selama ± 3 detik (maksimal 5 detik), coba rasakan perut membesar pada saat melakukan tarik nafas. Pertahankan nafas selama 3 detik, buang nafas pelan-pelan dari mulut dalam waktu 5 detik, rasakan mengempisnya perut dan

kontraksi dari otot, dorong pernafasan perlahan dengan ritme normal 3 kali. Lakukan dalam waktu 15 menit, serta beristirahat ringan tiap 5 kali pernafasan, Kemudian dilakukan pengecekan tekanan darah sesudah diberikan terapi (post test).

Tindakan perawatan hipertensi pada Nenek SJ dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang sudah disusun sebelumnya. Tindakan ini dilaksanakan dalam waktu 3 hari. Setiap melaksanakan tindakan, peneliti membuat kontrak waktu dengan klien. Tindakan ini dilaksanakan dalam waktu 30 menit hingga satu jam. Pertemuan pertama klien diberikan terapi relaksasi nafas dalam selama ≤ 30 menit, sekitar pukul 09.00 WIB. Sebelum terapi dilaksanakan, posisikan klien duduk dengan rileks, mengukur tekanan darah

klien sebelum dilakukan terapi (pre test), kedua tangan responden diletakkan di atas perut dan dada, lalu peneliti menginstruksikan hal-hal berikut: lakukan tarik nafas dalam dengan cara perlahan dari hidung selama ± 3 detik (maksimal 5 detik), coba dirasakan perut membesar pada saat melakukan tarik nafas. Pertahankan nafas selama 3 detik, kemudian hembuskan nafas pelan-pelan dari mulut dalam waktu 5 detik, rasakan mengempisnya perut, dorong pernafasan perlahan dengan waktu normal 3 kali. Lakukan dalam waktu 15 menit, serta beristirahat ringan tiap 5 kali pernafasan, Kemudian dilakukan pengukuran tekanan darah sesudah diberikan terapi (post test. dilaksanakan satu kali sehari selama 3 hari berturut-turut pada satu responden.

Tabel 1. Evaluasi Hasil Penurunan Tekanan Darah Nenek A dan Nenek SJ

Hari / Tanggal

Responden

Hasil TD (pre test)

Hasil TD (post test)

Pola Tidur

Emosional

Makanan

Rata-Rata

Total Penurunan

Sistol

Diastol

Kamis / 30 Juni 2022

Nenek A

150/90 mmHg

142/85 mmHg

Klien mengatakan kepala pusing, tidur nyenyak ± 7 jam

Tidak ada masalah

Ayam cabe merah

8 mmHg

5 mmHg

Nenek SJ

140/90 mmHg

130/75 mmHg

Klien mengatakan kepala pusing, pandangan mata   kabur,

tidur nyenyak ± 7 jam

Tidak ada masalah

Bakso daging

10 mmHg

5 mmHg

Jumat /

1 Juli 2022

Nenek A

155/90 mmHg

148/80 mmHg

Klien mengatakan kadang terasa pusing, tidur nyenyak

Ada masalah dengan teman satu wisma karena saling menyindir

Ikan serai goreng cabe

7 mmHg

10 mmHg

Nenek SJ

148/80 mmHg

140/70 mmHg

Klien mengatakan kadang terasa pusing, lelah, tidur tidak nyenyak ± 4 jam karena panas sehingga sering terbangun

Ada masalah dengan teman satu wisma karena saling menyindir dan marah-marah

Ikan serai

goreng cabe

8 mmHg

10 mmHg

Sabtu /

2 Juli

Nenek A

140/90 mmHg

130/80 mmHg

Klien   tidak

ada keluhan,

Tidak ada masalah

Ayam kecap

10 mmHg

10 mmHg


2022

tidur malam nyenyak ± 8 jam/hari

Nenek SJ

145/90   138/85   Klien   tidak  Ada        Ayam          7        5

mmHg  mmHg  ada keluhan,  masalah    kecap      mmHg  mmHg

tidur  malam  dengan

nyenyak ± 7  teman satu

jam/hari       wisma

karena sering ribut


PEMBAHASAN

Hipertensi adalah bentuk perubahan tekanan darah yang meningkat yaitu tekanan darah sistol > 140 mmHg dan tekanan darah diastol > 90 mmHg karena adanya gangguan pada pembuluh darah yang menyebabkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat ke jaringan tubuh (Hastuti, 2019). Berdasarkan kasus yang dikelola didapatkan hasil pengkajian Nenek A usia 67 tahun dengan pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah: 160/95 mmHg, nadi: 88 kali/menit, sedangkan hasil pengkajian Nenek SJ usia 80 tahun didapatkan hasil tekanan darah: 150/90 mmHg, nadi: 82 kali/menit. Jadi, terdapat persamaan antara teori dengan hasil pengkajian di lapangan.

Berdasarkan etiologinya, hipertensi dapat bagi menjadi dua, yaitu hipertensi primer (esensial) adalah hipertensi yang tidak diketahui dengan pasti penyebabnya. Hipertensi juga dapat terjadi akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan. Contohnya faktor keturunan, jenis kelamin, usia, konsumsi tinggi natrium, dan kandungan lemak. Hipertensi sekunder ialah tekanan darah tinggi yang menjadi penyebab penyakit lain seperti adanya masalah pada organ ginjal atau kerusakan pada sistem hormon (Wahyuni & Silvitasafri, 2018). Berdasarkan kasus yang dikelola didapatkan hasil pengkajian Nenek A berusia 67 tahun, berjenis kelamin perempuan, dengan riwayat sering mengkonsumsi makanan tinggi garam. Sedangkan Nenek SJ berusia 80 tahun, berjenis kelamin perempuan, dengan riwayat faktor genetik kedua orang tua memiliki riwayat penyakit hipertensi. Jadi, terdapat persamaan antara teori dengan

hasil pengkajian di lapangan yang menunjukkan terdapat riwayat mengkonsumsi makanan tinggi garam dan faktor genetik. Klasifikasi derajat hipertensi berdasarkan Bell, Twiggs, & Olin (2018), antara lain kategori normal < 120 mmHg (sistol) dan < 80 mmHg (diastol), pre-hipertensi 120-139 mmHg (sistol), 80-89 mmHg (diastol), hipertensi tingkat 1 : 140159 mmHg (sistol), 90-99 mmHg (diastol). Berdasarkan hasil pengkajian Nenek A didapatkan hasil tekanan darah 160/95 mmHg, sedangkan pada pengkajian Nenek SJ diperoleh tekanan darah 150/90 mmHg, yang berarti tekanan darah kedua responden termasuk dalam tekanan darah hipertensi tingkat 1.

Menurut Hastuti (2019), ciri-ciri terjadinya masalah hipertensi, yaitu nyeri kepala, jantung berdebar-debar, terasa berat di tengkuk, susah bernafas sesudah bekerja keras, sulit tidur, mudah lelah, pandangan mata kabur, cepat marah, vertigo, dan sering berkemih pada malam hari. Berdasarkan pengkajian yang didapatkan pada Nenek A, terdapat keluhan kepala pusing dan terasa berat, sedangkan pada pengkajian Nenek SJ mengeluhkan kepala pusing, mudah lelah, pandangan mata kabur. Jadi, terdapat persamaan antara teori dengan hasil pengkajian di lapangan yang menunjukkan gejala kepala pusing dan mudah lelah.

Berdasarkan hasil penerapan terapi relaksasi nafas dalam yang telah dilaksanakan dalam 3 hari terus-menerus didapatkan hasil bahwa dari tabel 1 menunjukkan rerata penurunan tekanan darah Nenek A menjadi menurun yaitu tekanan darah sistol 8 mmHg dan menurunnya tekanan darah diastol 8

mmHg. Hal ini berarti, dapat disimpulkan bahwa adanya penurunan tekanan darah sistol maupun diastol antara sebelum dan setelah dilakukan pemberian relaksasi nafas dalam. Menurut Hartiningsih, Oktavianto, Hikmawati (2021), teknik relaksasi nafas dalam dapat menyebabkan turunnya tekanan darah pada lanjut usia dengan hipertensi. Terapi relaksasi nafas dalam dapat menjadi suatu teknik penanggulangan terjadinya hipertensi, dengan respon yang dihasilkan berupa tubuh terasa rileks, menurunkan keluhan pusing, mual, sakit pada tengkuk, serta tidak menyebabkan efek samping (Hartanti, 2016).

Berdasarkan hasil penerapan terapi relaksasi nafas dalam yang telah dilaksanakan dalam 3 hari, didapatkan adanya penurunan tekanan darah pada Nenek SJ, dimana penurunan tekanan darah sistol 8 mmHg dan penurunan tekanan darah diastol 5 mmHg, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat penurunan tekanan darah sistol maupun diastol antara sebelum dan setelah dilakukan pemberian relaksasi nafas dalam. Sejalan dengan penelitian Masnina & Setyawan (2018), bahwa tekanan darah pada lansia dengan hipertensi dapat menurun karena relaksasi nafas dalam. Terapi relaksasi nafas dalam dapat dilaksanakan dengan mudah, dapat diterapkan perseorangan, tidak memerlukan waktu lama, dan dapat menurunkan efek samping dari terapi farmakologi.

Berdasarkan hasil penerapan terapi relaksasi nafas dalam yang dilakukan kepada 2 pasien selama 3 hari berturut-turut, didapatkan bahwa ada perbedaan antara rerata menurunnya tekanan darah pada Nenek A dengan rerata menurunnya tekanan darah sistol 8 mmHg dan diastol 8 mmHg, sedangkan rerata menurunnya tekanan darah pada Nenek SJ dengan rerata menurunnya tekanan darah sistol 8 mmHg

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis asuhan keperawatan yang dilakukan yaitu penerapan terapi relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tekanan darah pada Nenek A (67 tahun) dan Nenek SJ (80 tahun) dapat disimpulkan bahwa setelah

dan diastol 5 mmHg. Adapun semua ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, meliputi pola tidur, faktor emosional, dan faktor makanan. Penelitian ini serupa dengan penelitian Hartiningsih dkk (2021), yang mendapatkan hasil berupa menurunnya tekanan darah sistol dengan mean 8,81 mmHg dan penurunan tekanan darah diastol dengan mean 5,44 mmHg setelah intervensi relaksasi nafas dalam.

Teknik relaksasi nafas dalam dapat membuat tubuh menjadi rileks, kekakuan pada jaringan tubuh berkurang, sehingga menimbulkan rasa tenang. Ada pengaruh pemberian terapi relaksasi nafas dalam terhadap menurunnya tekanan darah berdasarkan dengan evidence-based nursing (EBN) acuan. Hal ini juga dapat disebabkan karena terapi relaksasi nafas dalam merupakan suatu intervensi keperawatan yang dapat meningkatkan kerja sistem saraf parasimpatis dan mempengaruhi produksi asetilkolin yang dapat menurunkan detak jantung sehingga membuat tubuh menjadi tenang dan menstimulasi turunnya tekanan darah (Irfan & Nekada, 2018).

Relaksasi pernafasan idealnya dilakukan dua kali setiap hari, yaitu pagi dan sore hari selama kurang lebih 10-20 menit yang dilaksanakan selama 4 hari berturut-turut. Melalui teknik relaksasi pernafasan, secara otomatis akan merangsang sistem saraf simpatis untuk menurunkan kadar zat katekolamin dimana katekolamin merupakan zat yang dapat menyebabkan konstriksi pembuluh darah sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Ketika sistem saraf simpatis tidak aktif, maka efek relaksasi produksi katekolamin akan berkurang sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah dan tekanan darah menurun (Alimansur & Anwar, 2013).

pelaksanaan terapi relaksasi nafas dalam, diperoleh adanya penurunan tekanan darah pada Nenek A yaitu tekanan darah sistol 8 mmHg dan diastol 8 mmHg, sedangkan penurunan tekanan darah pada Nenek SJ yaitu tekanan darah sistol 8 mmHg dan

diastol 5 mmHg. Terapi nafas dalam memiliki pengaruh terhadap penurunan

DAFTAR PUSTAKA

Alimansur, M., & Anwar, M.C. (2013). Efek

Relaksasi Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi. Jurnal Ilmu Kesehatan 2(1): 74.

Badan Pusat Statistik. (2021). Statistik Penduduk Lanjut Usia. Jakarta: BPS.

Badan Pusat Statistik Provinsi Riau. (2020). Provinsi Riau dalam angka 2020. Riau. BPS.

Bell, K., Twiggs,  J.,  & Olin, B.  (2018).

Hypertension: The Silent Killer: updated JNC-8 guideline recommendations.

Dinas Kesehatan Provinsi Riau.  (2019). Profil

Kesehatan.

http://dinkes.riau.go.id/sites/default/files/202 0-12/profil kesehatan Provinsi Riau 2019.pdf.

Hartanti, R. D. (2016). Terapi relaksasi napas dalam menurunkan tekanan darah pasien hipertensi. Jurnal Ilmiah Kesehatan (JIK),   9(1).

https://media.neliti.com/media/publications/9 7268-ID-terapi-relaksasi-napas-dalam-menurunkan.pdf.

Hartiningsih, S, N., Oktavianto, E., Hikmawati, A, N. (2021). Terapi Relaksasi nafas dalam berpengaruh terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi. Jurnal Keperawatan 13(1): 213–26.

Hastuti, A.P. (2019). Hipertensi.

https://www.google.co.id/books/edition/HIPE RTENSI/TbYgEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1 &dq=hipertensi+guyton&pg=PA13&printsec =frontcover%0Ahttps://www.google.co.id/bo oks/edition/HIPERTENSI/TbYgEAAAQBAJ ?hl=id&gbpv=1&dq=hipertensi&printsec=fro ntcover%0Ahttps://www.goog.

Irfan, I., & Nekada, C. D. Y. (2018). Pengaruh Terapi Napas Dalam Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi Di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Unit Abiyoso. Jurnal Keperawatan

tekanan darah sistol maupun diastol pada lansia dengan hipertensi.

Respati Yogyakarta, 5(2), 354-359.

JNC 8. (2014). The Eight Report of the Joint

National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. U.S Department of Health and Human Services.

Kusmawardani, D., & Andanawarih, P. (2018).

Peran posyandu lansia terhadap kesehatan lansia Di Perumahan Bina Griya Indah Kota Pekalongan. Journal Research Midwifery Politeknik        Tegal        7        (1).

http://dx.doi.org/10.30591/siklus.v7i1.748.

Masnina, R., & Setyawan, A. B. (2018). Terapi Relaksasi Nafas Mempengaruhi Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Lansia Dengan Hipertensi. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kesehatan, 5(2), 119-128.

Nurwela, T. S., Mahajudin, M. S., Adiningsih, S. (2015). Efektivitas terapi tertawa untuk menurunkan tingkat depresi pada lanjut usia.” Jurnal Ilmiah Kedokteran  4(1):  62–76.

http://dx.doi.org/10.30742/jikw.v4i1.20.

Ratnawati, E. (2017). Asuhan  Keperawatan

Gerontik. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Wahyuni, W. E. S., & Silvitasafri, I. (2018). Buku saku peduli hipertensi untuk kader posyandu. K-Media.

http://www.inaheart.org/upload/image/Pedom an_TataLaksna_hipertensi_pada_penyakit_K ardiovaskular_2015.pdf%0Ahttp://eprints.ais kauniversity.ac.id/625/1/Buku Saku Peduli Hipertensi.pdf.

Wijaya, A.S., & Putri, Y.M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah: Keperawatan dewasa teori dan contoh askep. Yogyakarta: Nuha medika.

World Health Organization (2018). Ageing and health: National institute. Februari 5, 2018. https:www.who.int/new-room/fact-sheets/detail/ageing-and-health.

Volume 11, Nomor 1, Februari 2023

46