GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA SISWA SDN 8 UNGASAN
on
Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA SISWA SDN 8 UNGASAN
Ni Putu Apriliani Ekayanti*1, Putu Ayu Asri Damayanti1,2, Kadek Cahya Utami1 1Program Studi Sarjana Ilmu Keperawatan dan Profesi Ners, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana *korespondensi penulis, e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Soil Transmitted Helminth (STH) atau penyakit cacingan yang ditularkan dengan bantuan media tanah masih endemis di Indonesia. Infeksi STH umumnya menyerang anak-anak usia sekolah dasar (SD) dan dapat menghambat proses tumbuh kembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan tentang definisi, faktor risiko, cara penularan, gejala, dampak, dan pencegahan infeksi STH pada siswa SDN 8 Ungasan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Sampel pada penelitian ini adalah siswa kelas 4, 5, dan 6 yang berjumlah 60 orang. Berdasarkan hasil penelitian mayoritas sampel adalah laki-laki sebanyak 66,7% dengan rata-rata usia 11 tahun. Tingkat pengetahuan siswa tentang infeksi STH adalah baik (76,7%), cukup (13,3%) dan kurang (10%) dengan domain pertanyaan mengenai pengetahuan umum tentang STH yang paling banyak terjawab dengan benar (95%). Simpulan penelitian ini adalah mayoritas tingkat pengetahuan siswa SDN 8 Ungasan adalah baik. Upaya peningkatan pengetahuan anak tentang penyakit cacingan harus dilakukan secara berkala, baik oleh pihak sekolah maupun puskesmas setempat.
Kata kunci: pengetahuan, siswa sekolah dasar, soil transmitted helminths
ABSTRACT
Soil-Transmitted Helminth (STH) or worm disease which is transmitted with the help of soil media is still endemic in Indonesia. STH infection generally attacks elementary school-aged children (SD) and can hinder growth and development. This study aims to describe the level of knowledge about the definition, risk factors, mode of transmission, symptoms, impact, and prevention of STH infection in students of SDN 8 Ungasan. This research is quantitative and descriptive with a cross-sectional approach. The sample in this study was 60 students in grades 4, 5, and 6. Based on the study results, the majority of the sample was male as much as 66,7% with an average age of 11 years. The level of students' knowledge about STH infection was good (76,7%), sufficient (13,3%), and poor (10%) with the question domain regarding general knowledge about STH being the most correct (95%). The conclusion of this study is that the majority of students' knowledge level at SDN 8 Ungasan is good. Efforts to increase children's knowledge about worms must be carried out regularly by both the school and the local health center so that all children understand and can do ways to prevent STH worms independently.
Keywords: elementary students, knowledge, soil-transmitted helminths
PENDAHULUAN
Anak usia Sekolah Dasar (SD) adalah aset pembangunan di masa depan yang perlu dijaga, ditingkatkan, dan dilindungi kesehatannya (Rahman & Susatia, 2017). Periode ini merupakan masa tumbuh kembang yang baik bagi anak sehingga perlu mendapat perhatian khusus. Anak SD memiliki banyak aktivitas yang sering berhubungan dengan lingkungan yang kotor (Hokenberry et al., 2017). Hal ini yang menyebabkan anak SD rentan mengalami berbagai penyakit yang berkaitan dengan kebersihan diri, seperti penyakit cacingan (Rahman & Susatia, 2017).
Penyakit cacingan umumnya banyak ditemukan di negara beriklim tropis dan subtropis (WHO, 2020). Salah satu jenis cacing usus yang menyerang anak SD yaitu Soil Transmitted Helminths (STH). Cacing STH adalah cacing yang membutuhkan media tanah untuk perkembangan cacingnya maupun tempat penularannya (CDC, 2013). Menurut Kemenkes RI (2017) menyatakan bahwa jenis STH yang sering menginfeksi manusia yaitu cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus), serta cacing cambuk (Trichuris trichiura).
Penularan cacing STH dapat melalui beberapa cara, yaitu melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh telur cacing, melalui tanah yang tercemar oleh telur atau larva cacing dan dapat juga ditularkan melalui individu yang menderita infeksi STH (Kemenkes RI, 2017). Cara penularan infeksi STH yang mudah menyebabkan terjadinya peningkatan prevalensi penyakit ini pada anak-anak.
Menurut WHO (2020), terdapat lebih dari 1,5 milyar (24%) orang di dunia terinfeksi STH dengan lebih dari 568 juta anak usia sekolah. Prevalensi infeksi STH pada anak usia 1-12 tahun masih tergolong tinggi yaitu sekitar 30%-90% (Depkes RI, 2015). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni dan Kurniawati (2019) menunjukkan bahwa prevalensi
cacingan di Bali masih tergolong sedang yaitu 20-40%.
Penelitian penyakit cacingan yang dilakukan pada beberapa SD di Bali tahun 2004-2014 mendapatkan hasil bahwa di beberapa sekolah prevalensi cacingan masih cukup tinggi, yaitu sekitar 92% (>50%) (Sudarmaja dkk, 2016). Studi lain yang dilakukan di beberapa SD di Kecamatan Petang, Kabupaten Badung menemukan bahwa dari 622 siswa, terdapat 171 (28,4%) yang terinfeksi STH (Kapti dkk, 2016). Kabupaten Badung merupakan wilayah dengan kondisi lingkungan yang lembab dan hangat yang menunjang siklus hidup STH sehingga dapat berkembang biak dengan baik (Valerie dkk, 2019).
Penyakit cacingan masih diabaikan oleh masyarakat, padahal penyakit cacingan dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang serius pada anak-anak (Depkes RI, 2015; Hanif dkk, 2017). Infeksi STH dapat menimbulkan gangguan daya cerna, absorbsi, dan metabolisme zat dalam makanan yang sangat diperlukan dalam proses pertumbuhan. Hal ini mengakibatkan terjadinya kekurangan gizi yang akan berdampak pada gangguan pertumbuhan fisik maupun mental anak serta penurunan daya tahan tubuh yang memudahkan anak untuk terserang penyakit (Kemenkes RI, 2017; WHO, 2020). Oleh sebab itu, diperlukannya suatu upaya pencegahan yang efektif. Upaya awal berupa peningkatan pengetahuan anak SD tentang penyakit cacing STH.
Pemerintah memiliki beberapa program untuk penanggulangan penyakit infeksi cacing, yaitu berupa surveilans cacingan, Pemberian Obat Pencegahan Secara Massal Cacingan (POPM), pengendalian faktor risiko seperti menjaga kebersihan lingkungan dan jamban perorangan. Selain itu, terdapat program penanganan penderita, promosi kesehatan tentang penyakit infeksi cacing STH, dan perilaku hidup bersih serta sehat (PHBS) (Kemenkes RI, 2017). Program promosi kesehatan ini menjadi salah satu upaya
peningkatan pengetahuan tentang penyakit cacingan. Diharapkan dengan adanya program ini dapat meningkatkan kesadaran pada orang tua dan anak-anak untuk menerapkan perilaku pencegahan infeksi STH.
Beberapa program pemerintah sudah diterapkan secara rutin dalam pengendalian infeksi cacingan oleh SDN 8 Ungasan seperti pemberian obat cacing setiap enam
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dengan jenis penelitian deskriptif dengan desain cross sectional yang dilaksanakan di SDN 8 Ungasan pada bulan Mei-Juni tahun 2021. Populasi yang digunakan adalah seluruh siswa-siswi kelas 4, 5, dan 6 sebanyak 60 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuesioner dalam bentuk google form.
Pada penelitian ini responden diberikan informed consent dan apabila responden menyetujui untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, maka responden akan mengklik kalimat “setuju mengikuti penelitian” pada halaman google form untuk mengikuti penelitian. Penelitian ini tidak memberikan intervensi atau menggunakan metode invasif sehingga tidak membahayakan responden. Kerahasiaan data yang diperoleh dari responden akan dijamin dengan cara
bulan sekali dan rutin menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat sehari-hari. Selama ini di SDN 8 Ungasan belum pernah dilakukan pemeriksaan kesehatan penyakit cacingan STH. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan tentang infeksi soil transmitted helminths pada siswa di SDN 8 Ungasan.
menulis nama responden dengan inisial serta seluruh responden mendapatkan perlakuan yang sama dari proses penjelasan penelitian sampai penelitian selesai dilaksanakan. Kuesioner yang digunakan, yaitu kuesioner pengetahuan tentang infeksi STH yang terdiri pengetahuan umum, definisi, jenis STH, faktor risiko, cara penularan, tanda gejala, dampak, dan pencegahan yang berjumlah 17 pertanyaan. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis univariat.
HASIL PENELITIAN
Berikut merupakan hasil distribusi usia responden, jenis kelamin, kelas, tingkat pengetahuan tentang STH, hingga distribusi frekuensi rincian jawaban responden penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel.
Tabel 1. Distribusi Usia Responden SDN 8 Ungasan (n=60)
Variabel Mean Minimum Maximum
Usia 11 tahun 9 tahun 14 tahun
Berdasarkan tabel 1, usia rata-rata tahun dengan usia termuda 9 tahun dan
responden pada penelitian ini adalah 11 usia tertua 14 tahun.
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelas (n=60)
Variabel Jumlah |
Responden (n) |
Persentase (%) |
Laki-Laki Jenis Kelamin Perempuan |
40 |
66,7% |
20 |
33,3% | |
Kelas IV |
23 |
38,3% |
Kelas Kelas V |
15 |
25% |
Kelas VI |
22 |
36,7% |
Berdasarkan tabel 2, mayoritas |
responden pada penelitian ini adalah siswa | |
responden pada penelitian ini adalah laki- |
kelas IV (empat) dengan jumlah 23 orang |
laki yaitu 40 siswa (66,7%) dan mayoritas (38,3%).
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan (n=60)
Variabel |
Jumlah Responden (n) |
Persentase (%) |
Baik |
46 |
76,7% |
Tingkat Pengetahuan Cukup |
8 |
13,3% |
Kurang |
6 |
10% |
Berdasarkan tabel 3, hasil penelitian |
kategori baik yaitu |
sebanyak 46 orang |
menunjukkan bahwa mayoritas siswa SDN (76,7%).
8 Ungasan memiliki pengetahuan dengan
Tabel 4. Distribusi Tingkat Pengetahuan tentang Infeksi Soil Transmitted Helminths Berdasarkan Tingkatan Kelas di SDN 8 Ungasan (n=60) | |||||
Tingkat Pengetahuan Responden (n) | |||||
Variabel Baik (%) |
Cukup (%) |
Kurang |
(%) | ||
IV 19 31,7% |
2 3,3% |
2 |
3,3% | ||
Kelas V 11 18,3% |
3 5% |
1 |
1,7% | ||
VI 16 26,7% |
3 5% |
3 |
5% | ||
Jumlah (n) 46 76,7% |
8 13,3% |
6 |
10% | ||
Berdasarkan tabel 4, tingkat pengetahuan berdasarkan tingkatan kelas responden menunjukkan bahwa mayoritas siswa yang memiliki pengetahuan baik didominasi oleh kelas IV (empat) yaitu |
sebanyak 19 orang (31,7%) dan jumlah siswa yang memiliki pengetahuan baik paling sedikit berada pada kelas V (lima) yaitu sebanyak 11 orang (18,3%). | ||||
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Rincian Jawaban Pengetahuan Responden tentang Infeksi Soil Helminths (n=60) |
Transmitted | ||||
SNooa.l Pertanyaan |
Favourable / |
Benar |
Salah | ||
Unfavourable |
f |
% |
f |
% | |
Pengetahuan Umum STH | |||||
1. Apakah adik pernah mendengar atau mengetahui tentang penyakit cacingan? |
Favourable |
57 |
95% |
3 |
5% |
Total (%) : |
95% |
5% | |||
Pengertian STH | |||||
2. Penyakit cacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya telur/larva cacing ke dalam tubuh? |
Favourable |
42 |
70% |
18 |
30% |
Total (%) : |
70% |
30% | |||
Jenis STH | |||||
3. Apakah cacing gelang, cacing cambuk, dan cacing tambang merupakan jenis cacing usus yang ditularkan melalui tanah? |
Favourable |
39 |
65% |
21 |
35% |
Total (%) : |
65% |
35% | |||
Faktor Risiko STH | |||||
4. Apakah dengan tidak mencuci tangan sebelum makan dapat menyebabkan penyakit cacingan? |
Favourable |
55 |
91,7% |
5 |
8,3% |
5. Apakah bermain di tanah dapat menyebabkan terjadinya penyakit cacingan? |
Favourable |
53 |
88,3% |
7 |
11,7% |
8. Kebiasaan buang air besar sembarangan seperti di kebun dan semak-semak dapat menyebabkan penyakit cacingan? |
Favourable |
49 |
81,7% |
11 |
18,3% |
10. Apakah lingkungan yang kotor dan kumuh dapat menyebabkan penyakit cacingan? |
Favourable |
53 |
88,3% |
7 |
11,7% |
Rerata Total (%) : |
87,5% |
12,5% | |||
Cara Penularan STH | |||||
14. Apakah telur cacing dapat dibawa oleh lalat sehingga kita harus menutup makanan dengan baik agar tidak cacingan? |
Favourable |
53 |
88,3% |
7 |
11,7% |
Total (%) : |
88,3% |
11,7% |
Tanda Gejala STH | ||||||
11. |
Apakah mual, muntah, diare, dan demam merupakan tanda gejala dari infeksi cacing? |
Favourable |
45 |
75% |
15 |
25% |
17. |
Apakah saat nafsu makan meningkat, bersemangat dan konsentrasi meningkat merupakan tanda gejala dari infeksi cacing? |
Unfavourable |
49 |
81,7% |
11 |
18,3% |
Rerata Total (%) : |
78,3% |
21,7% | ||||
Dampak STH | ||||||
12. |
Apakah infeksi cacing dapat menyebabkan kekurangan gizi (anak-anak sulit tumbuh dan berkembang) dan penurunan daya tahan tubuh? |
Favourable |
56 |
93,3% |
4 |
6,7% |
Total (%) : |
93,3% |
6,7% | ||||
Pencegahan STH | ||||||
6. |
Apakah dengan mencuci tangan dengan air dan sabun setelah buang air besar dapat mencegah terjadinya penyakit cacingan? |
Favourable |
50 |
88,3% |
10 |
16,7% |
7. |
Menurut adik, apakah dengan memotong kuku seminggu sekali dapat mencegah terjadinya penyakit cacingan? |
Favourable |
52 |
86,7% |
8 |
13,3% |
9. |
Apakah dengan menggunakan alas kaki saat berada di luar rumah dapat mencegah terjadinya penyakit cacingan? |
Favourable |
51 |
85% |
9 |
15% |
13. |
Menurut adik-adik, apakah minum obat cacing setiap enam bulan sekali merupakan upaya pencegahan penyakit cacingan? |
Favourable |
58 |
96,7% |
2 |
3,3% |
15. |
Menurut adik-adik, apakah dengan menjaga kebersihan diri merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit cacingan? |
Favourable |
59 |
98,3% |
1 |
1,7% |
16. |
Cacingan adalah penyakit yang tidak perlu diobati? |
Unfavourable |
45 |
75% |
15 |
25% |
Rerata Total (%) : |
93% |
6,7% |
Berdasarkan tabel 5, hasil pengetahuan siswa SDN 8 Ungasan yang menjawab betul pada kuesioner pengetahuan umum 95%; pengertian STH 70%, jenis STH 65%; faktor risiko STH 87,5%; cara penularan STH 88,3%; tanda gejala STH 75%; dampak 93,3%;
PEMBAHASAN
Karakteristik umur dan jenis kelamin responden menunjukkan bahwa nilai
tengah adalah adalah tahun.
usia siswa kelas IV, V, dan VI 11 tahun dengan usia termuda 9 tahun dan usia tertua adalah 14
Masa tumbuh kembang anak,
termasuk anak berumur 9-14 tahun perlu diperhatikan agar mencapai status kesehatan anak yang optimal. Anak SD umumnya aktif bergerak, bermain, bergaul, dan memiliki personal hygiene yang kurang sehingga rentan mengalami infeksi (Hockenberry et al., 2017). Menurut Suwaryo dan Yuwono (2017), proses
pencegahan 93,3%. Pertanyaan yang paling banyak dijawab salah oleh siswa adalah jenis STH sebesar 35%, sedangkan pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan benar oleh siswa adalah pengetahuan umum sebesar 95%.
penerimaan pengetahuan tidak memandang jenis kelamin seseorang, baik perempuan maupun laki-laki semua memiliki hak yang sama sehingga informasi serta pengetahuan didapat sehingga tingkat pengetahuan akan relatif sama.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa mayoritas siswa memiliki pengetahuan baik yaitu sebanyak 76,7%. Tingkat pengetahuan anak SD tentang penyakit cacingan pada berbagai penelitian adalah sangat bervariasi. Berdasarkan penelitian di beberapa daerah diperoleh tingkat
pengetahuan baik tentang penyakit cacingan adalah 79,1% di SDK Mabhambawa Desa Wajo Kecamatan Keo Tengah Kabupaten Nagekeo; 76,2% di SD 030 Kecamatan Muara Kaman; 98% di SDN Karangkembang dan 94,3% pada SD di Kartasura (Aisyah dkk, 2017; Kusumarini dkk, 2021; Rizkyta, 2018; Waty, 2019).
Tingkat pengetahuan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia dan paparan sumber informasi. Siswa kelas IV, V, VI berusia sekitar 9-14 tahun. Pada rentang usia ini siswa sudah mampu berpikir secara kritis. Selain itu, semakin bertambah usia maka semakin banyak mendapatkan pengetahuan berdasarkan pada pengalaman seperti pernah menderita penyakit infeksi cacingan yang terjadi karena cacing yang berkembang di tanah.
Faktor lain yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah paparan sumber informasi tentang penyakit infeksi STH yang mudah diakses melalui internet, TV, radio, buku, majalah, brosur, dan spanduk. Pemerintah sejak tahun 2017 telah merencanakan penanggulangan penyakit cacingan dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2017 tentang Penanggulangan Cacingan. Dengan dikeluarkannya peraturan tersebut, sosialisasi tentang penyakit cacingan gencar dilakukan pada berbagai media cetak dan elektronik.
Menurut Budiman dan Riyanto (2013) dan Zulmiyetri dkk (2019), informasi tidak hanya bisa didapatkan dari pendidikan formal di sekolah, tetapi juga dapat diperoleh dari pendidikan informal dan didukung oleh perkembangan teknologi yang pesat sehingga informasi semakin mudah didapatkan dari berbagai macam media informasi yang terus berkembang. Mudahnya mengakses informasi ini juga didukung oleh sebagian besar siswa SDN 8 Ungasan yang mampu
menggunakan smartphone dan laptop dengan baik.
Mayoritas siswa memiliki pengetahuan baik berada pada siswa kelas IV yaitu sebanyak 31,7%. Hasil penelitian ini dapat dipengaruhi oleh paparan sumber informasi. Sumber informasi tentang penyakit infeksi STH dapat diakses melalui berbagai media massa, seperti majalah, buku bacaan, spanduk dan dapat diakses juga melalui media elektronik.
Pengetahuan siswa SDN 8 Ungasan tentang pengertian dari penyakit cacingan diperoleh bahwa masih ada 30% siswa yang tidak mengetahui pengertian terkait penyakit cacingan. Ketidaktahuan siswa SD tentang pengertian penyakit cacingan juga ditemukan sebesar 20% di SDN 122375 Pematangsiantar oleh Tambak (2018). Menurut Kemenkes RI (2017), pengertian penyakit cacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing di dalam tubuh manusia yang ditularkan melalui tanah.
Pengetahuan tentang jenis cacing STH pada penelitian ini diperoleh masih ada 35% siswa tidak mengetahui tentang jenis cacing STH. WHO (2020) menjelaskan terkait jenis cacing STH yang sering menginfeksi manusia, yaitu cacing gelang, cacing cambuk, dan cacing tambang. Masing-masing cacing STH memiliki bentuk infektif, siklus hidup yang berbeda sehingga cara penularannya pun bervariasi. Dengan mengetahui jenis cacing STH, maka kita dapat menentukan cara pencegahannya.
Mayoritas siswa telah mengetahui tentang faktor risiko penyakit cacingan dengan nilai persentase rata-rata siswa yang menjawab benar sebesar 87,5%. Namun terdapat 18,3% tidak mengetahui bahwa BAB sembarangan menjadi salah satu faktor risiko terjadinya penyakit cacingan. Menurut Sigalingging dkk (2019), BAB sembarangan dapat menyebabkan terjadinya penyakit cacingan
karena feses yang mengandung telur cacing dapat mencemari tanah. Faktor lainnya yaitu anak SD mayoritas masih suka bermain tanah ataupun bermain di halaman/kebun yang beralaskan tanah, baik di sekolah maupun saat di rumah. Menurut Kemenkes RI (2017), bermain di tanah dapat menyebabkan terjadinya penyakit cacing.
Terdapat 11,7% siswa tidak mengetahui cara penularan penyakit cacingan ini melalui makanan yang tercemar oleh telur cacing yang dibawa oleh lalat. Berdasarkan penjelasan Kemenkes RI (2017) bahwa salah satu penularan penyakit cacingan dapat terjadi melalui makanan yang tercemar telur cacing akibat makanan dihinggapi lalat. Lalat suka hinggap pada tempat yang kotor termasuk pada bahan-bahan yang terkontaminasi feses atau tanah yang mengandung telur cacing. Ketika lalat hinggap maka telur cacing melekat pada sekujur tubuh lalat. Saat lalat kemudian hinggap pada makanan yang tidak ditutup, maka telur cacing akan dapat berpindah ke makanan atau minuman kita. Telur cacing yang tidak sengaja termakan atau terminum masuk ke dalam tubuh manusia dan berkembang menjadi cacing dewasa (Service, 2008). Oleh karena itu, penting menutup makanan agar tidak dihinggapi oleh lalat.
Hasil pengetahuan siswa terkait tanda gejala infeksi cacingan diperoleh bahwa masih ada siswa sebanyak 25% yang tidak mengetahui bahwa mual, muntah, dan diare merupakan gejala penyakit cacing STH dan 18,3% belum mengetahui bahwa nafsu makan meningkat, bersemangat, dan konsentrasi meningkat bukan merupakan tanda gejala penyakit cacingan. Gejala penyakit cacingan adalah bervariasi, dari tidak bergejala sampai dapat menyebabkan berbagai permasalahan kesehatan yang serius sehingga penting dilakukan
pencegahan dan pengobatan apabila menderita penyakit cacingan.
Mayoritas siswa mengetahui dampak dari penyakit cacingan, namun masih terdapat 6,7% yang tidak mengetahui bahwa penyakit cacingan dapat menyebabkan kekurangan gizi dan penurunan daya tahan tubuh. Penyakit cacingan di masyarakat masih dianggap sebagai penyakit yang tidak memerlukan penanganan yang serius. Kenyataannya, penyakit ini dapat menyebabkan berbagai permasalahan kesehatan seperti gangguan nutrisi, penurunan daya tahan tubuh, dan penurunan konsentrasi belajar pada anak (Kemenkes RI, 2017; WHO, 2020).
Mayoritas siswa SDN 8 Ungasan telah mengetahui tentang pencegahan penyakit cacingan berupa pengobatan penderita cacingan, mencuci tangan dengan air dan sabun sesudah BAB, menggunakan alas kaki pada saat di luar rumah, memotong kuku seminggu sekali, menjaga kebersihan lingkungan, dan menjaga kebersihan diri. Namun demikian, ada beberapa siswa yang tidak mengetahui cara pencegahan penyakit cacingan. Sebanyak 25% siswa yang masih belum mengetahui bahwa penyakit cacingan perlu untuk diobati dan 3,3% tidak mengetahui bahwa minum obat cacing dapat mencegah penyakit cacing STH.
Penderita cacingan harus diobati agar cacing mati dan telur cacing menjadi infertil sehingga tidak bisa menginfeksi orang lain. Pengobatan cacingan pada seluruh anak saat ini rutin dijalankan setiap 6 bulan sekali oleh pemerintah. Pemberian obat cacing setiap 6 bulan sekali berdasarkan pada siklus hidup cacing mulai dari telur berubah menjadi larva dan menginfeksi manusia. Hasil penelitian ini juga menjelaskan tidak minum obat cacing dapat 11 kali lebih besar berisiko terkena penyakit cacingan (Kartini, 2016; Kemenkes RI, 2017).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Meilinda dkk (2018) menunjukkan bahwa telur cacing pada kuku siswa SDN 007 Kelurahan Bugis dan SDN 007 Kelurahan Sungai Pinang Luar Kecamatan Samarinda Kota. Beberapa jenis cacing yang ditemukan adalah lumbricoides sebanyak 367 butir, A. duodenale sebanyak 50 butir, O. vermicularis 12 butir, dan T. trichiura sebanyak 76 butir. Oleh karena itu, menjaga kebersihan kuku merupakan salah satu upaya pencegahan yang dapat dilakukan. Siswa yang mempunyai kuku yang kotor berisiko 2 kali lipat lebih besar terkena penyakit cacingan (Kartini, 2016).
Mayoritas siswa sudah mengetahui pentingnya kebersihan diri untuk pencegahan infeksi cacing STH dan hanya 1,7% siswa yang belum mengetahui. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aisyah dkk (2017) didapatkan bahwa kebiasaan mencuci
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, R., Elshiana, Z. P., Octaviani, I. P., & Elok, O. (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Personal Higiene Dengan Insiden Kecacingan Pada Siswa Sekolah Dasar Di Kartasura. 0–4.
Budiman, & Riyanto. (2013). Kapita Selekta Kuesioner: Pengetahuan Dan Sikap Dalam Penelitian Kesehatan. Salemba Medika.
CDC. (2013). Parasite- Soil Transmitted Helminths (Sths).
Https://Www.Cdc.Gov/Parasites/Sth/Index. Html.
Departemen Kesehatan RI. (2015). Sistem Kesehatan Nasional.
Hanif, D. I., Yunus, M., & Gayatri, R. W. (2017). Gambaran Pengetahuan Penyakit Cacingan (Helminthiasis) Pada Wali Murid Sdn 1, 2, 3, Dan 4 Mulyoagung, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Preventia: The Indonesian Journal Of Public Health, 2(2), 76.
Https://Doi.Org/10.17977/Um044v2i2p76-84
Hokenberry, M., Wilson, D., & Rodgers, C. C.
(2017). Essentials Of Pediatric Nursing (Elsevier (Ed.); Tenth Edition).
Kapti, I., Ariwati, L., Sudarmaja, I., & Swastika, K.
(2016). The Effectivity Of A Two Day Albenazole Treatment Against Trichuriasis
tangan, kebersihan kuku, dan pemakaian alas kaki dapat mempengaruhi status cacingan seseorang, dengan kata lain personal hygiene yang baik dapat mencegah terjadinya penyakit cacingan. Maka dari itu, pengendalian penyakit cacingan sangat penting untuk dilakukan sehingga dapat menurunkan prevalensi penyakit cacingan STH dan meningkatkan derajat kesehatan. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan menerapkan PHBS.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak SD di SDN 8 Ungasan berdasarkan usia menunjukkan bahwa nilai tengah responden berusia 11 tahun dengan mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki 66,7% dan mayoritas memiliki tingkat pengetahuan dengan kategori baik sebanyak 76,7%.
Among School Children Of Sd 1-5 Plaga, Petang, Bali. 7th Asean Congress Of Tropical Medicine And Parasitology (Actmp).
Kartini, S. (2016). Kejadian Kecacingan Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Rumbai Pesisir Pekanbaru. Jurnal Kesehatan Komunitas, 3(2), 53–58.
Https://Doi.Org/10.25311/Keskom.Vol3.Iss 2.102
Kemenkes RI. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2017 Tentang Penanggulangan Cacingan.
Kusumarini, R. S., Sholekhah, S. S., Vandania, F., & Lazulfa, I. (2021). Gambaran Pengetahuan Dan Penerapan Personal Hygiene Siswa Dalam Upaya Mencegah Infeksi Soil Transmitted Helminth (Sth). 4(36), 134–143.
Https://Doi.Org/10.33474/Jipemas.V4i1.910 5
Meilinda, F., Hariani, N., & Sudiastuti, S. (2018). Mortalitas Prevalensi Dan Intensitas Telur Cacing Parasit Pada Kuku Siswa Sekolah Dasar Di SDN 007 Kelurahan Bugis Dan SDN 007 Kelurahan Sungai Pinang Luar Kecamatan Samarinda
Kota. BIOPROSPEK: Jurnal Ilmiah
Biologi, 13(1), 1-6
Rahman, M. Z., & Susatia, B. (2017). Perilaku Pencegahan Cacingan Pada Anak Usia Sekolah. Jurnal Pendidikan Kesehatan, 6(1), 11.
Https://Doi.Org/10.31290/Jpk.V(6)I(1)Y(20 17).Page:11-15
Rizkyta, E. E. (2018). Gambaran Tingkat Pengetahuan Siswa-Siswi Tentang
Penularan Cacing Pada Tubuh Manusia Di Sd 030 Kecamatan Muara Kaman.
Service, M. (2008). Medical Entomology For Students 4th Edition. Cambridge University Press; 4th Edition.
Sigalingging, G., Sitopu, S. D., & Daeli, D. W. (2019). Pengetahuan Tentang Cacingan Dan Upaya Pencegahan Kecacingan. VI, 96–104.
Sudarmaja, I., Swastika, K., Diarthini, L., Laksemi, D., & Damayanti, P. (2016). Prevalece Of Helminths Infection Among Elementary School Student In Bali Between 2001-2014. 7th Asean Congress Of Tropical Medicine And Parasitology (Actmp).
Suwaryo, P. A. W., & Yuwono, P. (2017). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan Masyarakat Dalam Mitigasi Bencana Alam Tanah Longsor.
Tambak, R. (2018). Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Menggunakan Media Video tentang Kecacingan terhadap Pengetahuan dan Sikap Siswa SDN 122375
Pematangsiantar Tahun 2017.
Valerie, I. C., Sudarmaja, I. M., & Swastika, I. K. (2019). Prevalensi Faktor Risiko Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) Pada Siswa Sekolah Dasar SD Negeri Sulangai, Desa Sulangai, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung. 8(10).
Wahyuni, D., & Kurniawati, Y. (2019). Prevalensi Kecacingan Dan Status Gizi Pada Anak Sekolah Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Penida III, Klungkung, Bali. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 10(2), 130–136.
Https://Doi.Org/10.37012/Jik.V10i2.47
Waty, R. (2019). Gambaran Kecacingan, Pengetahuan Dan Higiene Perorangan Pada Siswa Sdk Mabhambawa Desa Wajo Kabupaten Nagekeo Tahun 2019.
WHO. (2020). Soil-Transmitted Helminth Infections. Https://Www.Who.Int/News-
Room/Fact-Sheets/Detail/Soil Transmitted-Helminth-Infections
Zulmiyetri, Nurhastuti, & Safaruddin. (2019). Penulisan Karya Ilmiah. Kencana
Volume 10, Nomor 6, Desember 2022
650
Discussion and feedback