KARAKTERISTIK IBU PADA BALITA DENGAN GIZI KURANG
on
Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980
KARAKTERISTIK IBU PADA BALITA DENGAN GIZI KURANG
Ni Wayan Sri Pita Ersanya1, Kurniasih Widayati*1 1Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan KESDAM IX/Udayana *korespondensi penulis, email: [email protected]
ABSTRAK
Gizi kurang pada balita merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Balita dengan gizi kurang dapat mengalami penurunan kecerdasan hingga 10% sehingga berdampak pada menurunnya sumber daya manusia. Persentase tertinggi status gizi dengan berat badan rendah terjadi di Kecamatan Kintamani dengan jumlah 253 orang (4,38%). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran faktor ibu pada balita dengan gizi kurang di Wilayah Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik nonprobability dengan consecutive sampling. Populasi pada penelitian ini adalah 100 ibu yang datang ke posyandu dan didapatkan sampel sebanyak 43 ibu yang memiliki balita dengan gizi kurang. Data didapatkan menggunakan lembar ekstraksi data yang menanyakan faktor ibu, yaitu pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan ibu, ukuran lingkar lengan atas (LILA) ibu saat hamil, dan usia ibu saat melahirkan anak pertama. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang mengalami gizi kurang memiliki ibu dengan pendidikan rendah-menengah sebanyak 79,1%, ibu bekerja sebanyak 79,1%, pendapatan keluarga di atas Upah Minimum Regional (UMR) sebanyak 62,8%, LILA ≥23,5 cm sebanyak 97,7% dan usia ibu saat melahirkan anak pertama <20 atau >35 tahun sebanyak 60,5%.
Kata kunci: balita, faktor ibu, gizi kurang
ABSTRACT
Undernutrition in children under five is one of the health problems of the Indonesian people. Toddlers with malnutrition can experience a decrease in intelligence by up to 10% so that it has an impact on decreasing human resources. The highest percentage of nutritional status occurred in Kintamani District with a total of 253 people (4,38%). This study aims to determine the description of maternal factors in infants with malnutrition in the Kintamani District, Bangli Regency. This study used a descriptive method, namely nonprobability sampling technique with consecutive sampling. The population in this study were 100 mothers who came to the posyandu and obtained a sample of 43 mothers who had under-fives with malnutrition. Data were collected using data extraction sheets that ask about demographic factors and maternal factors, namely mother's education, maternal occupation, maternal income, maternal LILA during pregnancy and maternal age at birth of the first child. The results of this study showed that most of the undernourished toddlers have mothers with low-secondary education as much as 79,1%, working mothers as much as 65,1%, income above UMR as much as 62,8%, LILA ≥ 23,5 cm as much as 97,7% and the birth age of the first child <23 or >35 years as much as 60,5%.
Keywords: malnutrition, mother factor, toddler
PENDAHULUAN
Gizi kurang pada balita merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Gizi kurang (malnutrition) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius. Gizi kurang bukan merupakan penyebab langsung kematian, namun gizi kurang pada anak dapat berhubungan dengan kematian anak. Status gizi kurang dapat dilihat dari indeks berat badan menurut Berat Badan/Umur (BB/U) yaitu, Z-score ≥-3,0 s/d Z-score <-2,0 (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Prevalensi status gizi kurang dan gizi buruk balita berdasarkan BB/U di Indonesia pada tahun 2018 sebesar 17,7%, angka tersebut belum mencapai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2019 sebesar 17% (Riskesdas, 2018).
Jumlah kasus balita gizi kurang dan gizi buruk di Provinsi Bali sebanyak 13,2% (Riskesdas, 2013). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Bangli tahun 2015, persentase status gizi dengan berat badan rendah atau di bawah garis merah dari balita yang ada di Kabupaten Bangli tertinggi di Kecamatan Kintamani sebanyak 253 orang (Dinas Kesehatan, 2018).
Faktor penyebab gizi kurang, antara lain ketidakseimbangan gizi dalam makanan yang dikonsumsi karena terjangkitnya penyakit infeksi (faktor penyebab langsung), sedangkan faktor tidak langsung diantaranya adalah faktor ibu yang memegang peran penting dalam menyediakan serta menyajikan makanan bergizi, karakteristik ibu seperti
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk mengetahui gambaran antar variabel dengan cara mengamati secara spesifik sehingga mendapatkan data yang sesuai dengan masalah penelitian dan dapat ditarik sebuah kesimpulan (Sugiyono, 2017). Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Penelitian ini dilakukan pada bulan
pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, serta usia saat melahirkan. Faktor tidak langsung lainnya meliputi jumlah anak dalam keluarga, kesediaan pangan keluarga, pola asuh anak, dan pelayanan kesehatan. Ibu memegang peranan penting dalam menyediakan dan menyajikan makanan (Rahma dkk, 2020).
Peran serta masyarakat dalam upaya mengurangi terjadinya gizi kurang, melalui posyandu dalam bentuk pembinaan gizi masyarakat dengan memberlakukan standar pertumbuhan anak Indonesia, menerapkan standar pemberian makan kepada bayi dan anak, memberi suplementasi gizi pada balita, remaja, ibu hamil, ibu nifas, dan fortifikasi makanan. Pemulihan pada anak gizi kurang dan ibu hamil miskin serta yang mengalami Kekurangan Energi Kronik (KEK) melalui Pemberian Makanan Tambahan (PMT). Strategi operasional dalam pembinaan gizi masyarakat dilakukan dengan cara meningkatkan pendidikan gizi melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), kampanye, dan konseling atau pendampingan keluarga yang mempunyai balita melalui kegiatan di posyandu. Selain itu, dilakukan penyuluhan kepada ibu hamil, ibu yang mempunyai balita secara face to face karena dianggap lebih efektif dibandingkan dengan penyuluhan berkelompok (Kalsum & Jahari, 2015). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor ibu dengan balita gizi kurang di wilayah Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli.
Desember - Februari 2021 yang mengambil data sekunder tahun 2019.
Populasi pada penelitian ini adalah 100 ibu yang mempunyai anak balita di wilayah Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli yang datang ke posyandu. Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2016). Sampel yang digunakan adalah ibu yang memiliki balita dengan gizi kurang. Dari 100 responden yang datang ke
posyandu didapatkan ibu yang memiliki balita dengan gizi kurang sebanyak 43 orang. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan lembar ekstraksi data yang diberikan saat ibu datang ke posyandu.
Analisis data dilakukan setelah data diolah sehingga hasil analisis data dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam penanggulangan masalah. Setelah entry data dilakukan, kemudian
HASIL PENELITIAN
dihitung nilai masing-masing responden, item pertanyaan yang dikelompokkan ke dalam lembar ekstraksi data kemudian ditabulasi dan dihitung persentasenya dengan menggunakan program komputer. Penelitian ini telah mendapatkan surat keterangan laik etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Stikes Buleleng no 004/EC-KEPK-SB/III/2019.
Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Ibu (n=43)
Karakteristik Responden |
Kategori |
f |
% |
Pendidikan Ibu |
Rendah-Menengah |
34 |
79,1 |
Tinggi |
9 |
20,9 | |
Status Pekerjaan Ibu |
Bekerja |
34 |
79,1 |
Tidak bekerja |
9 |
20,9 | |
Pendapatan Keluarga |
Di bawah UMR (<2.300.000) |
16 |
37,2 |
Di atas UMR (>2.300.000) |
27 |
62,8 | |
LILA Ibu Saat Hamil |
<23,5 cm |
1 |
2,3 |
≥23,5 cm |
42 |
97,7 | |
Usia Ibu Saat Melahirkan Anak Pertama |
<20 tahun atau >35 tahun |
26 |
60,5 |
20-35 tahun |
17 |
39,5 |
Tabel 1 menunjukkan karakteristik responden penelitian. Sebagian besar responden berpendidikan rendah-menengah yaitu SD, SMP, dan SMA sebesar 79,1%, sebagian besar bekerja yaitu 79,1% dengan pendapatan keluarga sebagian besar di atas UMR yaitu 62,8%, dan saat responden
PEMBAHASAN
Gizi kurang merupakan status kondisi seseorang yang mengalami kekurangan nutrisi atau nutrisinya di bawah rata-rata. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran faktor ibu pada balita dengan gizi kurang. Pendidikan ibu berkaitan dengan kejadian gizi kurang pada balita. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebanyak 34 (79,1%) ibu yang memiliki balita gizi kurang dengan pendidikan rendah-menengah. Hal ini sejalan dengan penelitian Khasanah & Sulistyawati (2018) yang menunjukkan sebanyak 47,2% berpendidikan SD atau rendah. Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Sundaraj (2015) yang menunjukkan anak dengan gizi kurang cenderung memiliki ibu berpendidikan
hamil ukuran LILA sebagian besar normal atau lebih dari 23,5 cm yaitu 97,7% serta usai responden saat melahirkan anak pertama sebagian besar berada di usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, yaitu 60,5%.
rendah. Pendidikan dianggap memiliki peran yang penting dalam menentukan kualitas manusia dan pola berpikir. Melalui pendidikan, manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan, implikasinya semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin berkualitas orang tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian Sen & Bharati (2011) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan merupakan variabel yang dapat mempengaruhi gizi anak, karena semakin tinggi pendidikan ibu maka semakin tinggi pula kemampuan dalam menyerap pengetahuan praktis, baik melalui media televisi, koran, radio, dan lain-lain (Sundaraj, 2015).
Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mempermudah dalam mendapatkan
pengetahuan dan informasi, maka sangat penting bagi ibu untuk memiliki pendidikan yang tinggi sehingga ibu dapat mengetahui, merencanakan, dan menentukan gizi yang tepat untuk balita. Berdasarkan status pekerjaan, didapatkan sebagian besar responden adalah bekerja sebanyak 34 orang (79,1%). Status ibu bekerja akan berhubungan dengan gizi kurang pada balita. Hal ini sesuai dengan penelitian Khasanah & Sulistyawati (2018) yang menyatakan bahwa ibu yang tidak bekerja memiliki waktu yang lebih banyak dalam mengasuh dan memperhatikan anaknya dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Kristianti dkk (2013) dimana didapatkan ibu bekerja justru memiliki anak dengan gizi baik, dikarenakan ada faktor lain, yaitu pendapatan keluarga yang bertambah. Hubungan antara ibu bekerja dengan status gizi dan kesehatan anak dapat berdampak positif dan dapat juga berdampak negatif. Ibu yang bekerja dapat meningkatkan pendapatan keluarga sehingga gizi balita dapat terpenuhi, tetapi ibu juga harus bisa membagi waktu antara bekerja dan merawat anak.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pendapatan keluarga per bulan di atas UMR sebanyak 27 orang (62,8%). Kemampuan atau daya beli keluarga mempengaruhi ketersediaan makanan keluarga sehingga bila pendapatan keluarga rendah dapat menjadi penyebab ketidakmampuan membeli pangan dalam jumlah yang dibutuhkan sehingga rentan berdampak pada gizi kurang pada anak (Sundaraj, 2015). Bila status gizi dilihat dari pendapatan keluarga, maka didapatkan bahwa pendapatan keluarga yang melebihi UMR karena didukung oleh pendapatan ibu yang bekerja, maka cenderung memiliki anak dengan gizi kurang dibandingkan pendapatan keluarga yang kurang dari UMR. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Patodo (2013) yang menyatakan semakin besar pendapatan keluarga maka status gizi balita semakin baik, demikian pula sebaliknya. Tetapi di sisi lain, jika ibu
bekerja maka waktu mengasuh anak akan berkurang sehingga pengawasan makanan dan kesehatan akan berkurang juga sehingga memungkinkan terjadinya gizi kurang (Sundaraj, 2015). Pendapatan keluarga yang berada di atas UMR seharusnya dapat mengurangi terjadinya masalah gizi pada anak karena dengan pendapatan yang memadai, ibu bisa menyiapkan gizi yang baik untuk anak, namun kembali lagi pada tingkat pengetahuan ibu dalam memilih dan menyiapkan makanan bagi balita.
Dari hasil penelitian didapatkan LILA ibu saat hamil sebagian besar ≥ 23,5 cm sebanyak 97,7%. Ibu yang memiliki LILA kurang dari 23,5 cm merupakan salah satu indikator terjadinya KEK. Ibu hamil yang mengalami KEK merupakan kelompok yang berisiko dimana plasenta akan lebih kecil dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami KEK. KEK pada ibu hamil akan menyebabkan berkurangnya ekspansi volume darah yang menyebabkan pemompaan darah dari jantung tidak tercukupi sehingga aliran darah ke plasenta berkurang. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan perkembangan plasenta tidak optimal yang menyebabkan janin tidak mendapatkan distribusi zat gizi secara optimal sehingga menyebabkan pertumbuhannya terhambat. Hal ini yang menyebabkan bayi terlahir BBLR sehingga berisiko mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal. Bayi BBLR rentan terhadap penyakit infeksi sehingga bila tidak didukung nutrisi adekuat, maka berisiko pula mengalami gizi kurang bahkan gizi buruk (Septikasari, 2016).
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 60,5% ibu dengan balita gizi kurang melahirkan anak pertama pada usia <20 tahun atau >35 tahun. Hal ini menunjukkan tidak ada keterkaitan antara usia ibu dengan status gizi kurang pada anak. Hasil penelitian Mey Liswati dkk (2016) didapatkan tidak ada hubungan antara usia ibu dengan status gizi balita. Faktor usia ibu saat hamil secara langsung
dapat mempengaruhi kesehatan reproduksi pada kehamilan ibu, sehingga menentukan tercapainya genetik optimal, yaitu saat prenatal dan pascanatal. Usia ideal wanita hamil adalah 20 - 35 tahun, tetapi masih banyak wanita hamil di bawah usia kurang dari 20 tahun dengan status gizi balita normal. Hal ini dikarenakan faktor kesungguhan ibu dalam merawat serta membesarkan anaknya. Sikap dan pengetahuan tentang gizi anak yang cukup
SIMPULAN
Sebagian besar responden saat melahirkan anak pertama berusia terlalu muda atau terlalu tua, dengan ukuran LILA
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan. (2018). Profil Kesehatan
Kabupaten Bangli Tahun 2014.
Kalsum, U., & Jahari, A. B. (2015). Strategi
Menurunkan Prevalensi Gizi Kurang Pada Balita di Provinsi Jambi. Jmj, 3 (No. 1), 4559.
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Stunting report. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Khasanah, N. A., & Sulistyawati, W. (2018).
Karakteristik Ibu dengan Kejadian Gizi Kurang pada Balita 6-24 Bulan di Kecamatan Selat , Kapuas Tahun 2016. Strada Jurnal Ilmiah Kesehatan, 7(1), 1–8.
https://doi.org/10.30994/sjik.v7i1.14.
Kristianti, D., Suriadi, Parjo. (2013). Hubungan antara karakteristik pekerjaan ibu dengan status gizi anak usia 4-6 tahun di TK Salomo Pontianak. Jurnal ProNers, 1(1).
Mey Liswati, E., Widyaningsih, E. N., Hapsari, I. B., & SiT, S. (2016). Hubungan karakteristik ibu dengan status gizi anak balita yang memiliki jamkesmas di desa tegal giri kecamatan nogosari kabupaten boyolali (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Patodo, S. (2013). Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita di Wilayah Kerja Puskesmas Wawonasa Kota Manado Tahun 2012.
Rahma, R. Y. D., Sholichah, F., & Hayati, N. (2020).
akan memberikan dampak pada pola pemberian makanan yang diberikan kepada balita sehingga berpengaruh terhadap status gizi balita (Mey Liswati dkk, 2016). Usia ibu saat melahirkan anak pertama tidak selalu menyebabkan terjadinya masalah gizi kurang pada balita karena sikap kesungguhan dalam merawat anak dan tingkat pengetahuan ibu yang tinggi sehingga status gizi anak terpenuhi dan anak terhindar dari masalah status gizi.
normal, dan bekerja dengan penghasilan keluarga yang baik, serta berpendidikan menengah.
Karakteristik Ibu Dan Status Gizi Balita Menurut Bb/U Di Desa Tambakan Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan Tahun 2019. Journal of Nutrition College, 9(1), 12-19.
Riskesdas. (2013). Info Dating Pusat Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. In Chemical Science of Electron Systems (pp. 393–402). https://doi.org/10.1007/978-4-431-55357-1_23.
Riskesdas, K. (2018). Hasil Utama Riset Kesehata Dasar (RISKESDAS). In Journal of Physics A: Mathematical and Theoretical (Vol. 44, Issue 8). https://doi.org/10.1088/1751-
8113/44/8/085201.
Septikasari, M. (2016). Pengaruh Faktor Biologi Terhadap Gizi Kurang Anak Usia 6-11. Seminar Nasional 2016, “Prevent, Control and Treatment of Diabetes As Major Health Problem of Non-Communicable and Lifestyle Diseases,” 61–67.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2016). Metode Kualitatif dan Kuantitatif (23rd ed.). Bandung: Alfabeta.
Sundaraj, P. (2015). Gambaran Karakteristik Ibu Dan Anak Terhadap Kejadian Gizi Kurang Pada Anak Balita Di Desa Sukawati Gianyar Tahun 2014. Intisari Sains Medis, 4(1), 102– 112. https://doi.org/10.15562/ism.v4i1.56.
Volume 10, Nomor 5, Oktober 2022
563
Discussion and feedback