HUBUNGAN STATUS FISIK ASA DENGAN WAKTU PULIH SADAR PADA PASIEN PASCA ANESTESI UMUM DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
on
Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980
HUBUNGAN STATUS FISIK ASA DENGAN WAKTU PULIH SADAR PADA PASIEN PASCA ANESTESI UMUM DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Aisyah Nur Azizah*1, Kalistus Angger Yomanovanka1 1Program Studi Keperawatan Anestesiologi Program Sarjana Terapan, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Aisyiyah Yogyakarta *korespondensi penulis, e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Pembedahan adalah suatu pengobatan secara invasif yang dilakukan dengan membuat sayatan pada bagian tubuh manusia. Pasien yang dilakukan pembedahan diberikan anestesi umum yang merupakan tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan terdapat efek atau komponen hipnotik, analgesik, relaksasi otot yang dikenal dengan trias anestesi. Pasien dengan anestesi umum akan kembali pulih dan sadar. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi lama waktu pulih sadar pasien, salah satunya status fisik ASA. Status fisik ASA merupakan status fisik pasien pasca anestesi umum yang dibagi menjadi 6 klasifikasi menurut ASA (American Society Of Anesthesiologists). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan status fisik ASA dengan waktu pulih sadar pada pasien pasca anestesi umum. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, didapatkan 35 responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Analisa data menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil dari penelitian ini adalah perbedaan rata - rata waktu pulih sadar pasien dengan pra anestesi umum dengan kriteria ASA I (13 menit), ASA II (24 menit) dan ASA III (34 menit 44 detik). Hasil uji korelasi didapatkan nilai 0,000 (p < 0,05), maka artinya terdapat hubungan signifikan antara status fisik ASA dengan waktu pulih sadar pada pasien pasca anestesi umum.
Kata kunci: anestesi umum, ASA, waktu pulih sadar
ABSTRACT
Surgery is an invasive method of treatment that is carried out by making incisions in parts of human body. Patients undergoing surgery are given general anesthesia which is an act of eliminating pain centrally with loss of consciousness and there are effects or components of hypnotics, analgesics, muscle relaxation known as the triad of anesthesia. Patients under general anesthesia will recover and regain consciousness. There are several factors that can affect the length of time patient recovers, one of which is ASA physical status. ASA physical status is the physical status of pre general anesthesia patients which is divided into 6 classifications according to American Society of Anesthesiologists. This study aims to determine the relationship between ASA physical status and recovery time in patients after general anesthesia. This research applied quantitative research with cross sectional. The sampling technique used was purposive sampling, obtained 35 respondents who met the inclusion and exclusion criteria. Data analysis using Spearman correlation test. Results of this research showed that the difference in the average recovery time in patients with pre general anesthesia physical status criteria ASA I (13 minutes), ASA II (24 minutes), ASA III (34 minutes 44 seconds). The results of the Spearman correlation test to determine the relationship between ASA physical status and time to recover consciously obtained the results of 0,000 (p < 0,05), meaning that there is significant correlation between ASA physical status and recovery time in patients after general anesthesia.
Keywords: ASA physical status, general anesthesia, recovery time
PENDAHULUAN
Pembedahan adalah suatu cara pengobatan secara invasif yang dilakukan dengan membuat sayatan pada bagian tubuh manusia. Menurut Kurniawan dkk (2018), operasi atau tindakan pembedahan merupakan tindakan pengobatan yang banyak dilakukan saat ini. Tindakan ini diberikan jika bagian dari tubuh manusia yang mengalami gangguan atau sakit berada di bagian dalam tubuh sehingga perlu menggunakan prosedur invasif dengan membuka bagian tubuh yang akan ditangani dan tindakan pembedahan dilakukan dengan membuat sayatan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Tindakan operasi juga membutuhkan tindakan anestesi. Tindakan anestesi diberikan ketika pasien akan menjalani tindakan pembedahan atau operasi. Anestesi umum merupakan salah satu pilihan dalam tindakan anestesi.
Penelitian Yi et al (2017) melaporkan bahwa 95,4% operasi di China dilakukan dengan teknik anestesi umum. Menurut Okta dkk (2017), sebagian besar pasien pembedahan menggunakan anestesi umum. Anestesi umum menurut Sommeng (2019) adalah tindakan yang menggunakan zat anestesi sehingga menimbulkan efek sedasi, analgesik, dan efek relaksasi otot yang biasa disebut triase anestesi. Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO) dalam Rizki dkk (2019) tercatat setiap tahun ada 140 juta pasien di seluruh rumah sakit di dunia yang menjalani pembedahan, dan di Indonesia ada 1,2 juta jiwa setiap tahun dan jumlah pasien dengan tindakan pembedahan mencapai peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun.
Sebelum pasien menjalani tindakan operasi dan anestesi, akan dilakukan evaluasi pra-anestesi terlebih dahulu. Evaluasi pra-anestesi merupakan langkah
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian korelasi dengan desain cross sectional. Tempat penelitian adalah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Rancangan
awal dari rangkaian tindakan anestesia yang dilakukan terhadap pasien yang direncanakan untuk menjalani tindakan operatif, salah satunya status fisik ASA. Berdasarkan Kemenkes Republik Indonesia (2016) evaluasi pra-anestesi meliputi penilaian status fisik pasien pemeriksaan tanda-tanda vital, serta pemeriksaan lain yang diperlukan sesuai kebutuhan pasien. Pasien yang telah selesai dilakukan evaluasi pra-anestesi akan menjalani tindakan operasi dan anestesi di ruang operasi. Ketika tindakan operasi dan anestesi umum telah selesai pasien akan kembali terbangun atau sadar. Waktu pulih sadar pada pasien pasca operasi dengan anestesi umum adalah kondisi dimana pasien kembali sadar dari keadaan tersedasi karena anestesi.
Menurut Permatasari dkk (2017), penata anestesi harus mengawasi secara baik proses pulih sadar dan menilai ulang kondisi pasien sebelum pasien dapat dipindahkan ke ruang perawatan. Waktu pulih sadar pada pasien operasi dengan anestesi umum tidak semuanya sama, hal ini dapat disebabkan dari beberapa faktor. Menurut Olfah dkk (2019), salah satunya status fisik ASA pasien tersebut.
Studi pendahuluan yang telah dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dalam kurun waktu 2 bulan terakhir terdapat 190 pasien operasi. Rata -rata pasien tidak diperhatikan status fisik ASA yang mengakibatkan waktu pulih sadar memanjang. Bila ini dibiarkan secara terus-menerus akan mengakibatkan komplikasi lebih lanjut di ruang perawatan atau bangsal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status fisik ASA dengan waktu pulih sadar pada pasien pasca anestesi umum di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan status fisik ASA dengan waktu pulih sadar pasien pasca anestesi umum.
Data penelitian ini diperoleh melalui observasi langsung terhadap pasien di ruang pulih sadar Instalasi Bedah Sentral dan dari hasil pencatatan rekam medik dari hasil pemeriksaan status fisik ASA pasien di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Analisis data menggunakan uji korelasi
Spearman Rank karena skala data ordinal. Penelitian ini telah mendapatkan surat keterangan layak etik dari Komisi Etik Penelitian RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan nomor surat 00019/KT.7.4/I/2022.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Karakteristik Responden Penelitian
Variabel Kategori |
n % |
Usia (tahun) 20-30 31-40 41-50 51-60 |
13 37,1 2 5,7 5 14,3 15 42,9 |
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan |
22 62,9 13 37,1 |
Tabel 1 menunjukkan karakteristik responden penelitian. Sebagian besar responden berada pada rentang usia 51-60 |
tahun yaitu 42,9%. Sebagian besar responden berjenis kelamin laki - laki yaitu 62,9%. |
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Status Fisik ASA
Status Fisik ASA |
N |
% |
ASA I |
12 |
34,3 |
ASA II |
14 |
40 |
ASA III |
9 |
25,7 |
Total |
35 |
100 |
Tabel 2 menunjukkan sebagian besar responden memiliki status fisik ASA II yaitu 40 %
Tabel 3. Rata-Rata Waktu Pulih Sadar Responden dengan |
Status Fisik Pra Anestesi Umum |
Status Fisik ASA Rata - Rata (menit) n | |
I 13,00 |
12 |
II 24,00 |
14 |
III 34,44 |
9 |
Tabel 3 menunjukkan perbedaan rata-rata waktu pulih sadar pasien pasca anestesi umum dengan status fisik pra |
anestesi umum kriteria ASA I (13 menit), ASA II (24 menit) dan ASA III (34 menit 44 detik). |
Tabel 4. Hasil Analisis Spearman Rank Korelasi Status Fisik ASA dan Waktu Pulih Sadar
Variabel p-value r R
Hubungan Status Fisik ASA dan 0,000 0,941 94%
Waktu Pulih Sadar
Tabel 4 menunjukkan adanya hubungan status fisik ASA dengan waktu pulih sadar dengan nilai p adalah 0,000.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini juga menjadi pengingat pentingnya melakukan evaluasi pra-anestesi. Evaluasi pra-anestesi memiliki tujuan untuk mengurangi angka kejadian perioperatif dan untuk
menghilangkan rasa cemas dan komplikasi selama anestesi. Kemenkes Republik Indonesia (2016) menyatakan bahwa evaluasi pra-anestesi meliputi pemeriksaan kebutuhan vital pasien dan pemeriksaan
lainnya hingga pemeriksaan fisik. Pasien yang akan dilakukan tindakan operasi harus dinilai status fisiknya terlebih dahulu untuk menunjukkan apakah kondisi tubuhnya normal atau mempunyai kelainan yang memerlukan perhatian khusus. Menurut Pramono (2015), status fisik dinyatakan dalam status ASA (American Society of Anesthesiologist). Pasien yang telah selesai dilakukan evaluasi pra-anestesi akan menjalani tindakan operasi dan anestesi di ruang operasi.
Penelitian ini berbanding lurus dengan penelitian Sommeng (2019) dimana terdapat perbedaan rerata waktu pulih sadar pasien pasca operasi mastektomi dengan status fisik pra anestesi umum kriteria ASA I (12 menit), ASA II (26 menit 25 detik) dan ASA III (36 menit) dan hasil pengujian data menunjukkan nilai sig. (2-tailed) 0,025 < 0,05, maka artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel independen dan variabel dependen. Penelitian Risdayati, Rayasari, & Badriah (2021) juga menyatakan adanya hubungan antara status fisik ASA dengan waktu pulih sadar. Secara klinis terdapat perbedaan bermakna waktu pulih sadar responden ASA I dan ASA II. Pasien dengan ASA I sebanyak 29 orang (37,2%) dan status fisik ASA terbanyak, yaitu status fisik ASA II dengan jumlah responden 49 orang.
Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Mangku dan Senapathi (2010), bahwa pasien dengan status fisik ASA I merupakan pasien yang berada dalam keadaan sehat tanpa penyakit penyerta. Kondisi status fisik dengan penyakit penyerta dapat mengganggu proses anestesi dan pemulihan pasca anestesi. Semakin tinggi status fisik ASA pasien, semakin berat pula gangguan sistemik pasien. Hal ini berakibat pada respon tubuh terhadap obat anestesi. Selain itu juga memperlambat proses metabolisme obat tersebut, maka akan berdampak pada lamanya waktu pulih sadar pasien.
Penelitian ini juga menemukan waktu pulih sadar pada pasien operasi dengan anestesi umum dan dengan status
fisik ASA yang sama, tetapi memiliki waktu pulih sadar yang berbeda. Pasien yang memiliki ASA I dengan jenis operasi berbeda seperti laparatomi dan ORIF (Open Reduction and Internal Fixation) memiliki waktu pulih sadar yang berbeda. Pada pasien laparatomi memiliki waktu pulih sadar selama 11 menit, sedangkan pada pasien ORIF memiliki waktu pulih sadar selama 15 menit. Jenis operasi yang berbeda memiliki lama waktu operasi yang berbeda pula, pada pasien dengan laparatomi memiliki waktu operasi 1 jam 30 menit, dan pada pasien ORIF memiliki waktu operasi lebih dari 2 jam. Hal ini juga yang menyebabkan perbedaan waktu pulih sadar berbeda. Sesuai dengan penelitian Wardana dkk (2020) yang menyatakan jenis operasi dan lama operasi pada pasien mempengaruhi waktu pulih sadar pada pasien dengan anestesi umum, pada pasien laparatomi dengan waktu operasi 1-2 jam memiliki waktu pulih sadar 15-30 menit dan pada pasien ORIF dengan lama operasi lebih dari 2 jam memiliki waktu pulih sadar lebih dari 30 menit.
Waktu pulih sadar pada pasien yang sama-sama memiliki status ASA II juga ditemukan perbedaan waktu pulih sadar dilihat dari massa tubuh atau IMT (Indeks Massa Tubuh) pasien. Pasien yang memiliki IMT kategori normal memiliki waktu pulih sadar 20 menit dan pasien dengan IMT kategori gemuk memiliki waktu pulih sadar 26 menit. Hal ini sesuai dengan penelitian Azmi dkk (2019) yang mengatakan dari 37 pasien, kategori IMT normal mengalami waktu pulih sadar selama 15-30 menit, sedangkan pasien dengan IMT kategori gemuk memiliki waktu pulih sadar yang lebih lama, yaitu lebih dari 30 menit. Hal ini dikarenakan metabolisme seseorang berbeda-beda. Salah satunya dipengaruhi oleh ukuran tubuh, yaitu tinggi badan dan berat badan yang dinilai berdasarkan indeks massa tubuh yang merupakan faktor yang dapat mempengaruhi metabolisme. Agen anestesi yang diretribusi dari darah dan otak ke dalam otot dan lemak, pada tubuh yang semakin besar menyimpan jaringan
lemak yang banyak, sehingga hal ini menghambat proses eliminasi sisa obat anestesi.
Pada pasien dengan status fisik ASA III juga didapati perbedaan waktu pulih sadar yang berbeda. Hal ini dikarenakan pilihan obat anestesi yang berbeda, pada pasien yang diberikan induksi dan pemeliharaan anestesi dengan propofol memiliki waktu pulih sadar yang berbeda dengan pasien yang diberikan induksi dan pemeliharaan anestesi dengan ketamin. Pasien yang diberikan propofol mengalami waktu pulih sadar selama 30 menit dan pasien yang diberikan ketamin mengalami waktu pulih sadar selama 37 menit. Sesuai dengan yang dinyatakan Wardana dkk (2020), pasien yang diberikan agen obat anestesi propofol akan mengalami waktu pemulihan kesadaran lebih cepat dikarenakan durasi kerja obat yang pendek dibanding dengan agen obat anestesi ketamin yang memiliki durasi kerja lebih lama.
Salah satu komplikasi dalam anestesi adalah proses waktu pulih sadar yang tertunda. Azmi dkk (2019) mengatakan hal ini menjadi komplikasi terbanyak dalam anestesi. Pasien yang mengalami pemanjangan waktu pulih sadar akan
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hubungan status fisik ASA dengan waktu pulih sadar pada pasien pasca anestesi umum di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut:
Terdapat perbedaan yang bermakna antara waktu pulih sadar pada pasien
DAFTAR PUSTAKA
Azmi, D. A., Wiyono, J., & Isnaeni, D. T. N.
(2019). Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Jenis Operasi dengan Waktu Pulih Sadar Pada Pasien Post Operasi Dengan General Anestesia di Recovery Room RSUD Bangil. Journal of Applied Nursing (Jurnal Keperawatan Terapan), 5(2), 189-196.
Kemenkes RI. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan No. 18 Tahun 2016 Tentang izin
membutuhkan waktu lebih lama untuk diobservasi di ruang pemulihan sampai aldrete score memenuhi kriteria dan pasien bisa dipindahkan.
Selain proses metabolisme obat atau agen anestesi yang lambat pada pasien dengan status fisik ASA yang tinggi, Sarah dkk (2019) mengatakan pemanjangan waktu pulih sadar juga disebabkan oleh agen anestesi, obat-obatan yang diberikan pada periode perioperatif, operasi yang berkepanjangan, dan operasi besar yang membutuhkan perpindahan cairan yang besar. Permatasari dkk (2017) juga mengatakan, semakin banyak jumlah obat yang diberikan dapat menimbulkan efek kumulatif obat, sehingga menyebabkan kemungkinan penundaan waktu pulih sadar pada pasien pasca anestesi. Oleh sebab itu, perlu diperhatikan kondisi pasien sehingga dapat diberikan penatalaksanaan yang tepat. Hal ini juga ditegaskan oleh Azmi dkk (2019) yang mengungkapkan, perawat atau penata harus memberi perhatian khusus akan kesesuaian dosis obat anestesi dengan kebutuhan pasien dan menjadi salah satu prioritas saat pemantauan di ruang pemulihan dan mampu menurunkan resiko komplikasi pada pasien pasca anestesi.
dengan status fisik ASA kriteria ASA I, ASA II dan ASA III, sehingga dapat dikatakan ada hubungan antara status fisik ASA dengan waktu pulih sadar pada pasien pasca anestesi umum di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
dan Penyelenggaraan Praktik Penata Anestesi. Permenkes RI.
Kurniawan, A., Kurnia, E., & Triyoga, A. (2018). Pengetahuan Pasien Pre Operasi Dalam Persiapan Pembedahan. Jurnal Penelitian Keperawatan, 4(2).
https://doi.org/10.32660/jurnal.v4i2.325.
Mangku, dr, Sp. An. KIC & Senapathi, dr, Sp. An. (2010). Buku Ajar Ilmu Anestesi dan
Reanimasi. Jakarta: PT. Indeks.
Okta, I. B., Subagiartha, I. M., & Wiryana, M. (2017). Perbandingan Dosis Induksi dan Pemeliharaan Propofol Pada Operasi Onkologi Mayor yang Mendapatkan Pemedikasi Gabapentin dan Tanpa Gabapentin. JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia), 9(3), 136.
https://doi.org/10.14710/jai.v9i3.19837.
Olfah, Y., Andisa, R., & Jitowiyono, S. (2019). The Relation of Body Mass Index and Duration of Anesthesia with Conscious Recovery Time in Children with General Anesthesia in Regional General Hospital Central Java Kebumen. Journal of Health, 6(1), 58–64. https://doi.org/10.30590/vol6-no1-p58-64.
Permatasari, E., C. Lalenoh, D., & Rahardjo, S. (2017). Pulih Sadar Pasca Anestesi yang Tertunda. Jurnal Neuroanestesi Indonesia, 6(3), 187–194.
https://doi.org/10.24244/jni.vol6i3.48.
Pramono, A. (2015). Buku Kuliah Anestesi.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Risdayati, R., Rayasari, F., & Badriah, S. (2021). Analisa Faktor Waktu Pulih Sadar Pasien Post Laparatomi Anestesi Umum. Jurnal Keperawatan Silampari, 4(2), 480-486.
Rizki, F. A., Hartoyo, M., & Sudiarto, S. (2019). Health Education Using the Leaflet Media Reduce Anxiety Levels in Pre Operation
Patients. Jendela Nursing Journal, 3(1), 49. https://doi.org/10.31983/jnj.v3i1.4536.
Sarah, S., Kumar, D., & Krishnamoorthy. (2019). Delayed Recovery. Chettinad Health City Medical, 8(4), 125–129.
Sommeng, F. (2019). Hubungan Status Fisik Pra Anestesi Umum dengan Waktu Pulih Sadar Pasien Pasca Operasi Mastektomi di RS Ibnu Sina Februari - Maret 2017. UMI Medical Journal, 3(1), 47–58.
https://doi.org/10.33096/umj.v3i1.34.
Wardana, R. N. P., Sommeng, F., Ikram, D., Dwimartyono, F., & Purnamasari, R. (2020). Waktu Pulih Sadar Pada Pasien Operasi Dengan Menggunakan Anastesi Umum Propofol Di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar. Wal’afiat Hospital Journal, 1(1). https://doi.org/10.33096/whj.v1i1.9.
Yi, J., Lei, Y., Xu, S., Si, Y., Li, S., Xia, Z., Shi, Y., Gu, X., Yu, J., Xu, G., Gu, E., Yu, Y., Chen, Y., Jia, H., Wang, Y., Wang, X., Chai, X., Jin, X., Chen, J., … Huang, Y. (2017).
Intraoperative hypothermia and its clinical outcomes in patients undergoing general anesthesia: National study in China. PLoS ONE, 12(6), 1–13.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.017722 1.
Volume 10, Nomor 5, Oktober 2022
529
Discussion and feedback