GAMBARAN PELAKSANAAN CPR DENGAN LAGU SORRY - JUSTIN BIEBER TERHADAP KECEPATAN KOMPRESI DADA PADA PENOLONG AWAM
on
Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980
GAMBARAN PELAKSANAAN CPR DENGAN LAGU SORRY - JUSTIN BIEBER TERHADAP KECEPATAN KOMPRESI DADA PADA PENOLONG AWAM
Rusdiana*1, Abdurahman Wahid1
1Program Studi Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat *korespondensi penulis, email: rsdna94@gmail.com
ABSTRAK
Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) dengan kecepatan kompresi dada 100-120 kali / menit sulit dilakukan tanpa adanya panduan. Untuk mempertahankan kompresi dada, ritme dari sebuah lagu bisa membuat kecepatan CPR menjadi stabil 100-120 kali permenit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pelaksanaan pemberian CPR dengan lagu Sorry - Justin Bieber terhadap kecepatan kompresi dada penolong awam. Metode menggunakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif dengan jumlah responden 30 orang dan menggunakan teknik probability sampling dengan random sampling. Instrumen yang digunakan berupa aplikasi QCPR Training. Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Hasil dari penelitian ini, yaitu kecepatan kompresi memiliki hasil rata-rata 109,83 kali / menit dengan kecepatan minimal 100, kecepatan maksimal 116, dan standar deviasi 5,446. Tingkat keberhasilan responden dalam melakukan kompresi dada diketahui sebanyak 30 responden berhasil. Kecepatan kompresi dada CPR Hands Only menggunakan lagu Sorry - Justin Bieber memiliki hasil yang baik. Variasi hasil kecepatan kompresi dada pada penelitian masih masuk ke dalam rentang 100 - 120 kali / menit sesuai dengan standar high quality CPR. Hal ini menunjukkan gambaran bahwa saat melakukan CPR Hands Only dengan lagu Sorry - Justin Bieber, tingkat kecepatan kompresi dada akan memenuhi standar kecepatan kompresi yang tepat.
Kata kunci: cardiopulmonary resuscitation (CPR), kecepatan, lagu
ABSTRACT
Cardiopulmonary resuscitation (CPR) with a chest compression rate of 100 - 120 beats per minute is difficult without guidance. To maintain chest compression, the rhythm of a song can stabilize CPR rates of 100 - 120 beats per minute. The purpose of this study was to describe the implementation of CPR with the song Sorry-Justin Bieber on the speed of chest compression for lay rescuers. The method uses quantitative research with descriptive design with 30 respondents and uses probability sampling technique with random sampling. The instrument used is a QCPR Training application. Data were analyzed using descriptive statistic. The result of this research are compression speed have an average result of 109,83 beats / minute with a minimum speed of 100, maximum speed of 116, and standard deviation of 5,446. The success rate of respondents in performing chest compression is known to be 30 successful respondents. Hands Only CPR chest compression speed using the song Sorry - Justin Bieber had good results. Variations in the results of chest compression in this study were still within the range of 100 -120 beats / minute in accordance with high quality CPR standards. This shows the picture that when performing Hands Only CPR with the song Sorry - Justin Bieber, the chest compression speed level will meet the right compression speed standard.
Keywords: cardiopulmonary resuscitation (CPR), song, speed
PENDAHULUAN
Henti jantung merupakan keadaan hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak. Henti jantung bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Patofisiologi henti jantung bergantung pada patogenesis yang mendasarinya, tetapi mekanisme terjadinya kematian umumnya adalah sama artinya sirkulasi darah berhenti akibat henti jantung (AHA, 2015). Henti jantung yang terjadi di luar rumah sakit disebut dengan out-ofhospital cardiac arrest (OHCA). Angka kematian OHCA masih sangat tinggi terjadi di dunia, baik untuk negara berkembang hingga negara maju sekalipun. Di Amerika Serikat dan Kanada, tercatat hampir 350.000 kejadian henti jantung terjadi di luar rumah sakit, atau bisa dikatakan 1000 kasus per harinya khusus di luar rumah sakit (Bon, 2017). Di kawasan Asia Tenggara, kasus henti jantung juga sering terjadi di luar rumah sakit, salah satu contoh negara di Korea mencatat jumlah total pasien OHCA sebanyak 19.045 kasus pada tahun 2007 (Ahn et al., 2010). Di Indonesia, kurang lebih ada sebanyak 30 orang mengalami kejadian henti jantung (PERKI, 2015).
Penatalaksanaan pasien dengan henti jantung akut di luar rumah sakit / Out of Hospital Cardiac Arrest (OHCA) meliputi pengenalan dan aktivasi sistem respon gawat darurat, resusitasi kardiopulmoner (RJP) yang berkualitas tinggi, defibrilasi segera, dan layanan gawat darurat dasar dan lanjut pada tahap transportasi, dan fase perawatan pasca henti jantung fase lanjutan. Pada penatalaksanaan OHCA, orang awam berperan dalam melakukan teknik CPR dengan kualitas tinggi yang dapat menurunkan angka kematian akibat henti jantung di luar rumah sakit, sebab pertolongan medis tidak selalu ada di tempat kejadian khususnya di luar dari rumah sakit, maka dari itu masyarakat awam perlu mengetahui pertolongan pertama pada henti jantung dan memberikan teknik CPR yang berkualitas dan tepat pada korban henti jantung sampai pertolongan dari medis tiba di lokasi kejadian (AHA, 2015).
Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) dengan kecepatan kompresi dada 100-120
kali / menit sulit dilakukan tanpa adanya panduan (AHA, 2015). Beberapa penelitian system feedback audiovisual dapat memperbaiki kualitas kompresi dada, seperti penggunaan bunyi ketukan yang stabil didengar dapat membimbing tingkat kompresi dada yang sesuai, yaitu 100 - 120 kali / menit. Jumlah kompresi dada yang tidak mencukupi, akan menurunkan tingkat keberhasilan hidup seseorang (Woollard et al., 2012). Kompresi dada yang berlebihan dapat menyebabkan tulang dada meregang dan berdampak negatif pada jumlah darah yang kembali ke jantung (Zhou et al., 2014). Setiaka mengemukakan jika ritme kompresi dada terlalu cepat dan terlalu lambat bisa menyebabkan seseorang menjadi takikardi dan bradikardi (Setiaka, 2018). Untuk mempertahankan kompresi dada tersebut, ritme dari sebuah lagu bisa membuat keterampilan dalam melakukan CPR Hands Only menjadi stabil 100 - 120 kali / menit (Abdurahman dkk, 2015).
Salah satu lagu yang dapat digunakan untuk mempertahankan kecepatan kompresi CPR adalah lagu Sorry yang memiliki ketukan 100 kali / menit. Lagu ini dinyanyikan oleh Justin Bieber, penyanyi terkenal dari Kanada. Video musik yang dibuat oleh Justin Bieber yang merupakan media untuk berkarya musik populer di kalangan semua usia, khususnya di kalangan remaja. Video asli "Sorry" diunggah pada tanggal 23 Oktober 2015 dan sampai saat ini video musik “Sorry” telah diputar sebanyak 3,4 miliar kali oleh orang-orang dari seluruh penjuru dunia. Lagu Sorry juga bisa ditetapkan sebagai lagu yang dikenal oleh hampir semua kalangan masyarakat khususnya remaja.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif. Penelitian ini bertujuan meneliti gambaran pelaksanaan CPR dengan lagu Sorry - Justin Bieber terhadap kecepatan kompresi dada pada penolong awam. Sampel yang digunakan adalah masyarakat awam usia remaja hingga dewasa (17 - 45 tahun) di
wilayah Banjarbaru. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik probability sampling. Pengambilan sampel dengan open recruitment melalui media sosial seperti instagram story dan whatsapp sesuai kriteria inklusi yang ditentukan. Kriteria inklusi terdiri dari masyarakat awam domisili di wilayah Banjarbaru, usia 17 - 45 tahun, menggunakan masker, tidak pernah mengikuti pelatihan CPR, memiliki sertifikat vaksin. Kriteria eksklusi terdiri dari responden yang tidak menyelesaikan instruksi dan melanggar protokol kesehatan. Sampel penelitian menggunakan sampel minimal, yaitu 30 orang. Penelitian dilakukan secara langsung di lapangan tepatnya di Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
HASIL PENELITIAN
Mangkurat pada bulan Maret hingga April 2022.
Analisis univariat merupakan analisis yang digunakan pada sebuah variabel untuk menggambarkan data dan cara ilmiah, untuk menjelaskan gambaran karakteristik responden dan hasil kecepatan kompresi dada dan keberhasilan kecepatan responden melakukan kompresi dada. Penelitian ini sudah dilakukan uji kelayakan etik dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran dengan No.60/KEPK-FKULM/EC/III/2022. Dalam penelitian ini memperhatikan etika penelitian, yaitu sebelum dilakukan pengambilan data, diberikan lembar persetujuan terlebih dahulu serta menjaga kerahasiaan responden penelitian.
Tabel 1. Gambaran Karakteristik Responden (n = 30)
Variabel |
Mean |
Median |
SD |
Min - Max |
Usia |
20,5 |
21 |
1,888 |
17 - 25 |
Menurut hasil penelitian dalam tabel 1 diketahui bahwa rata - rata usia responden adalah 20,5 tahun dengan usia minimal 17 tahun dan usia maksimal 25 tahun dengan
standar deviasi usia sebesar 1,888. Rata-rata responden merupakan orang awam yang berusia remaja akhir.
Tabel 2. Gambaran Kecepatan Kompresi Rata-Rata Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase Kecepatan Kompresi Rata-Rata
Laki-laki 14 53,3% 105 kali / menit
Perempuan 16 46,7% 109 kali / menit
Diketahui pada tabel di atas bahwa rata-rata kecepatan kompresi dada yang dihasilkan dari tindakan CPR oleh responden perempuan, yaitu 109 kali / menit dan untuk responden laki-laki kecepatan rata-rata yang dihasilkan yaitu 105 kali / menit. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan jumlah perempuan lebih banyak, yaitu 16
PEMBAHASAN
Kecepatan kompresi dada (CPR) Hands Only yang diiringi dengan lagu Sorry-Justin Bieber memiliki hasil yang baik. Variasi hasil kecepatan kompresi dada pada penelitian masih masuk ke dalam rentang 100-120 kali / menit sesuai dengan standar high quality CPR. Hal ini menunjukkan gambaran bahwa saat melakukan CPR Hands Only dengan lagu “Sorry - Justin Bieber”
orang, dengan hasil kecepatan kompresi rata-rata 109 kali / menit jika dibandingkan dari laki-laki. Namun, berdasarkan analisis karakteristik jenis kelamin, tidak terdapat hubungan atau pengaruh yang signifikan terhadap hasil rata-rata kecepatan kompresi dada.
tingkat kecepatan kompresi dada akan memenuhi standar kecepatan kompresi yang tepat. Seperti yang direkomendasikan oleh American Heart Association (2020) direkomendasikan bahwa kompresi dada dengan kecepatan antara 100 hingga 120 denyut permenit dapat dipertahankan untuk meningkatkan aliran darah setelah serangan jantung (Hafner et al., 2015).
Beberapa cara untuk menjaga kualitas kompresi CPR yang membuatnya stabil dan akurat, antara lain melalui kegiatan pelatihan CPR secara teratur tanpa menggunakan lagu dan berlatih dengan menggunakan lagu, termasuk mendengarkan lagu yang memiliki tingkat ritme 100 bpm (Kim et al., 2017). Kedua cara seperti ini bisa menjadi pilihan untuk digunakan karena sederhana, hemat biaya, dan mudah diterapkan di segala kondisi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para profesional kesehatan dengan penggunaan dalam situasi serangan jantung¸ penggunaan musik adalah pilihan yang dapat memandu penyelamat dalam menyesuaikan tingkat irama kompresi seperti yang direkomendasikan dengan rekomendasi dari AHA (Mancini et al., 2015).
Sesuai panduan American Heart Association (AHA), kecepatan kompresi dikatakan baik dan yang disarankan adalah 100 - 120 kali / menit dan kedalaman kompresi yang baik adalah minimum 2 inci (5 cm) (AHA, 2020). Imardiani dan Miranti dalam penelitiannya menyatakan bahwa adanya peningkatan distribusi frekuensi kelompok intervensi musik yang melakukan kecepatan kompresi dada dengan hasil sesuai standar AHA yaitu 100 - 120 kali / menit (Imardiani & Miranti, 2021). Hasil pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa responden yang melakukan tindakan CPR yang diiringi lagu Sorry - Justin Bieber dapat melakukan kompresi dada dengan kecepatan yang baik dan sesuai standar AHA yaitu 100120 kali / menit. Kehadiran musik memudahkan subjek untuk mempelajari ritme kecepatan pada ketikan 100 hingga 120 kali permenit (Kim et al., 2017).
Orang yang sering mendengar suara musik, terutama lagu-lagu yang populer dapat membantu mereka untuk mengingat lagi suara yang pernah didengarkan dengan lebih mudah. Penggunaan lagu berjudul “Sorry” yang dinyanyikan oleh Justin Bieber dapat menghasilkan tingkat kompresi dada 100-120 bpm dan mudah diaplikasikan pada masyarakat awam. Lagu Sorry yang digunakan terdapat di bagian sebelum atau sesudah reff yang dikompilasi menjadi 1 menit menyesuaikan dengan lama 1 menit
aplikasi QCPR Training. Mulai dari detik ke 0:14 sampai dengan menit ke 01:12 karena pada bagian ini beat yang dimiliki oleh lagu stabil dengan nilai 100 bpm. Hal lain yang dapat dijelaskan adalah penggunaan musik dalam pembelajaran CPR. Kompresibilitas lebih fokus pada target bpm. Oleh karena itu, berdasarkan deskripsi ini, lagu dari 100 hingga 120 bpm cocok untuk pelatihan CPR dengan lagu atau musik (Kim et al., 2017).
Kehadiran musik sebagai tambahan untuk melakukan kompresi dada sesuai dengan pedoman untuk melakukan CPR. Selama penilaian awal, responden secara efektif mempertahankan tingkat kompresi yang sesuai saat mendengarkan musik secara langsung. Selain itu, dalam studi awal oleh Kim et al pada tahun 2017, responden dalam penelitiannya menjelaskan bahwa mereka merasa bahwa penggunaan musik meningkatkan kemampuan mereka untuk melakukan CPR pada pasien sesuai dengan pedoman AHA, tetapi memberikan alasan dibalik teori yang diajukan oleh para peneliti yang tidak dijelaskan secara rinci (Kim et al., 2017).
Tingkat keberhasilan responden dalam melakukan kompresi dada diketahui bahwa jumlah keberhasilan responden dalam melakukan kompresi dada dengan kecepatan sesuai standar high quality CPR AHA 100 -120 kali / menit sebanyak 30 responden berhasil. Angka tersebut menggambarkan bahwa tingkat keberhasilan responden masyarakat awam dalam melakukan kecepatan kompresi dada dengan diiringi lagu Sorry - Justin Bieber memiliki hasil yang baik. Hal tersebut memenuhi kriteria dari keberhasilan melakukan kompresi dada pada aplikasi QCPR Training. Pada aplikasi tersebut standar kompresi dada dikatakan berhasil berada pada angka 75 - 100%. Aplikasi QCPR Training memudahkan peneliti dalam mengambil data keberhasilan dan juga data lainnya berkaitan dengan CPR.
Dalam memberikan CPR yang berkualitas, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan seperti bystander, dispatcher, dan dispatch system. Bystander pada penelitian ini adalah masyarakat awam yang belum pernah mendapatkan pelatihan tentang
CPR. Hal ini membuat penerimaan informasi yang didapatkan berbeda pada setiap orang dan hal ini akan mempengaruhi kualitas CPR (Zhu et al., 2019). AHA merekomendasikan peran semua orang yang menjadi bystander CPR. Dengan meningkatnya jumlah peserta CPR, penting bagi setiap orang di masyarakat untuk dididik tentang CPR, karena dengan segera memberikan CPR kepada orang-orang dengan serangan jantung akan meningkatkan potensi kelangsungan hidup korban OHCA hingga tiga kali lipat (Hasselqvist-Ax et al., 2015). Hal ini sejalan dengan penelitian Widyarani (2017) yang menyatakan bahwa pelatihan CPR berpengaruh positif terhadap pengetahuan.
Keberhasilan kecepatan kompresi dada penting dilakukan karena menurut AHA
SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan CPR dengan lagu Sorry yang dinyanyikan oleh Justin Bieber yang memiliki beat 100 kali / menit dapat membuat kecepatan kompresi dada pada orang awam menjadi lebih stabil dan memenuhi standar high quality CPR, yaitu 100 - 120 kali / menit. Saat melakukan CPR Hands Only dengan lagu “Sorry - Justin Bieber” tingkat kecepatan kompresi dada akan memenuhi standar kecepatan kompresi yang tepat. Kompresi dada harus pada tingkat
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, W., Ali, H., Endang, P. (2015). When Michael Jackson Teaches Rhythmic CPR; A Method to Improve Public Awareness of Cardiac arrest Management.
Ahn, K.O., Sang, D.S., Gil, J.S., Whon, C.C., Kyoung, J.S., Soon, J.K., Eui, J.L., Marcus, E.H.O. 2010. Epidemiology and Outcomes from Non-traumatic Out-of-Hospital Cardiac Arrest in Korea: A Nationwide Observational Study. Resuscitation, 2010 Aug;81 (8): 974-81. doi: 10.1016/j.resuscitation. 2010.02.029.
American Heart Association. (2020). Highlights of the 2020 American Heart Association Guidlines for CPR and EGC. USA.
American Heart Assosiation (AHA). (2015). Part 5: Adult Basic Life Support And Cardiopulmonary Resusitation Quality: guidelines update for CPR and ECC.
Bon, C.A. (2017). Cardiopulmonary Resuscitation (CPR). Accesed 19 Agustus 2021
(2020), kompresi dada yang efektif sangat penting untuk memberikan sirkulasi darah selama melakukan CPR. Park et al (2019) mengemukakan masih sedikit yang diketahui tentang kualitas CPR yang berhasil dilakukan oleh masyarakat awam dalam kasus serangan jantung yang terjadi di luar rumah sakit (OHCA). Dijelaskan bahwa kualitas CPR utama yang dikumpulkan adalah bagian kompresi jantung, kecepatan kompresi rata-rata, dan kedalamannya (Park et al., 2019). Kompresi dada yang berhasil harus memenuhi kriteria seperti tekanan dan ritme yang tepat pada kecepatan 100 - 120 kali / menit, dan harus memenuhi kriteria kedalaman minimal 2 inci (5 cm) dan tidak boleh lebih dari 6 cm (Zhu et al., 2019).
100 hingga 120 kali permenit untuk intervensi yang tepat sehingga dapat mempertahankan aliran darah setelah terjadinya serangan jantung. Tingkat keberhasilan dalam melakukan kecepatan kompresi dada dengan lagu Sorry - Justin Bieber memiliki hasil yang baik serta semua responden yang berjumlah 30 orang pada penelitian berhasil melakukan kecepatan kompresi sesuai standar high quality CPR menurut AHA yaitu 100 - 120 kali / menit.
<https://emedicine.medscape.com/article/13440 81-overview#a1>.
Hafner, J.W., Jou, A.C., Wang, H, Bleess, B.B., & Tham, S.K. (2015). Death before disco: The effectiveness of a musical metronome in layperson cardiopulmonary resuscitation training. Journal of Emergency Medicine, 48(1), 43–52. https://doi.org/10.1016/j.
Hasselqvist-Ax, I., Riva, G., Herlitz, J. (2015). Early cardiopulmonary resuscitation in out-of-hospital cardiac arrest. N Engl J Med, 372:2307–15.
Imardiani & Miranti. (2021). Pengaruh Musik “Stayin Alive” Terhadap Kualitas Kompresi Resusitasi Jantung Paru oleh Mahasiswa Perawat. Jurnal Keperawatan ‘Aisyiah. Vol.8. No.1.
Kim, K.W., Kim, J.H., Choe, W.J., Kim, J.Y., Lee, S.I.I., et al. (2017). Effectiveness of 100 beats per minute music on cardiopulmonary resuscitation compression rate education: A manikin study. Hong Kong Journal of
Emergency Medicine. 24(1), 12–17. https://doi. org/10.1177/102490791702400102.
Mancini, M.E., Diekema, D.S., Hoadley, T.A., Kadlec, K.D., Leveille, M.H., et al. (2015). AHA Guidelines update for CPR In American Heart Association. Vol. 132, Issue 18.
org/images/stories/recursos/Guias 2015/
Guidelines-RCP-AHA-2015-Full.pdf.
Park, J., Moon, S., Cho, H., Ahn, E., & Kim, T. (2019). Pengaruh Pelatihan Resusitasi Kardiopulmoner Berbasis Tim untuk Medis Darurat Penyedia Layanan di Pra-Rumah Sakit Kembalinya Sirkulasi Spontan pada Pasien Serangan Jantung di Luar Rumah Sakit.
PERKI. (2015). Education for Patient. Jakarta.
Setiaka, S. (2018). Pengaruh Metronome dan Flash Light Terhadap Ritme dan Kedalaman pada Tindakan Hands-Only CPR oleh Perawat dengan Peraga Manikin di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. FIK Universitas Airlangga.
Widyarani, L. (2017). Analisis pengaruh pelatihan resusitasi jantung paru (RJP) dewasa terhadap
retensi pengetahuan dan ketrampilan RJP pada mahasiswa keperawatan di Yogyakarta. Jurnal Keperawatan Soedirman. Volume 12, No.3, 143149.
Woollard, M., Poposki, J., McWhinnie, B., Rawlins, L., Munro, G., & O’Meara, P. (2012). Achy Breaky Makey Wakey Heart? A Randomised Crossover Trial of Musical Prompts. Emergency Medicine Journal. 29(4), 290-294.
https://doi.org/10.1136/emermed-2011-200187.
Zhou, X.L., Duan, X.W., Zhao, Y., Jiang, C., Xu, P., Jiang, S., et al. (2014). Medical Students Do Not Adversely Affect the Quality of Cardiopulmonary Resuscitation for ED Patients. American Journal of Emergency Medicine, 32(4), 306-310.
https://doi.org/10.1016/j.ajem.2013.12.007
Zhu, X., Gui, L., Xie, X., & Lin, Y. (2019).
Influencing factorts of telephone
cardiopulmonary resuscitation in China: A qualitative exploration based on managerial perspectives. BioRxic,
https://doi.org/10.1101/775874
Volume 10, Nomor 5, Oktober 2022
481
Discussion and feedback