FAKTOR DETERMINAN KEJADIAN IKTERIK NEONATORUM PADA BAYI DI RSUD SAWAHLUNTO
on
Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980
FAKTOR DETERMINAN KEJADIAN IKTERIK NEONATORUM PADA BAYI DI RSUD SAWAHLUNTO
Liza Merianti
Program Studi DIII Keperawatan Universitas Mohammad Natsir Yarsi Sumatera Barat Alamat Korespondensi: [email protected]
ABSTRAK
Ikterik neonatorum terjadi pada bayi baru lahir berupa fisiologis maupun patologis. Neonatus memproduksi billirubin dua sampai tiga kali lebih tinggi dibandingkan orang dewasa. Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan terjadinya ikterik, seperti faktor maternal, perinatal, dan neonatal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor determinan kejadian ikterik neonatorum pada bayi. Jenis penelitian ini adalah korelasi dengan desain penelitian cross sectional. Populasi adalah seluruh bayi dengan usia 0-28 hari dengan teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling sebanyak 31 sampel. Analisa data menggunakan univariat dan bivariat. Hasil uji didapatkan 58,1% dari responden terlahir dengan persalinan sectio caesarea, 51,6% mempunyai asupan ASI yang tidak cukup, 67,7% responden lahir dengan berat badan normal, dan 64,5% responden lahir pada cukup bulan. Hasil uji bivariat didapatkan ada hubungan masa gestasi, asupan ASI, berat badan lahir dengan kejadian ikterik neonatorum (p value 0,003; 0,001; dan 0,015). Tidak ada hubungan antara jenis persalinan dengan kejadian ikterik neonatorum (p value 0,696). Faktor yang paling mempengaruhi kejadian ikterik neonatorum adalah asupan ASI (p value 0,001).
Kata kunci: asupan asi, berat badan lahir, ikterik neonatorum, jenis persalinan, masa gestasi
ABSTRACT
Neonatal jaundice occurs in newborns in the form of physiological and pathological. Neonates produce two to three times higher bilirubin than adults. Many factors can directly or indirectly cause jaundice, such as maternal, perinatal, and neonatal factors. The purpose of this study was to determine the determinants of the incidence of neonatal jaundice in infants. This type of research is a correlation with a cross sectional research design. The population is all infants aged 0-28 days with a sampling technique using total sampling as many as 31 samples. Data analysis used univariate and bivariate. The results showed that 58,1% of the respondents had a caesarean section, 51,6% had insufficient breast milk intake, 67,7% of the respondents were born with normal weight and 64,5% of respondents were born at term. The results of the bivariate test showed that there was a relationship between gestational period, breast milk intake, birth weight with the incidence of neonatal jaundice (p value 0,003; 0,001; and 0,015). There was no relationship between the type of delivery and the incidence of neonatal jaundice (p value 0,696). The factor that most influenced the incidence of neonatal jaundice was breast milk intake (p value 0,001).
Keywords: birth weight, breast milk intake, gestation period, neonatal jaundice, type of maternity
PENDAHULUAN
Angka Kematian Neonatal (AKN) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan dalam Sustainable Development Goal (SDGs) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20152019 (Kemenkes RI, 2019). Kematian neonatal merupakan masalah kesehatan yang penting dan perlu mendapat perhatian. Sekitar 4 juta bayi baru lahir meninggal dalam 0-28 hari pasca kelahiran. 99% kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Angka Kematian Neonatal (AKN) menyatakan adanya 59% kematian bayi di Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2020).
57% kematian pada bayi terjadi pada periode bayi baru lahir. Penyebab kematian bervariasi, baik disebabkan karena asfiksia, infeksi, bayi berat lahir rendah, ikterik neonatorum, maupun kelainan kongenital. Setiap tahunnya kira-kira 3,6 juta dari 120 juta bayi baru lahir mengalami ikterik neonatorum. Hampir 1 juta bayi dinyatakan meninggal (Marlina & Fitriahadi, 2017). Berdasarkan data Riset Kesehatan dasar menunjukkan angka hiperbilirubin pada bayi baru lahir di Indonesia sebesar 51,47% (Riset Kesehatan Dasar, 2013)
Ikterus pada bayi baru lahir (BBL) dapat merupakan suatu gejala fisiologis atau dapat merupakan hal yang patologis. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua-ketiga atau setelah 48 jam pertama kehidupan bayi dan tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kern icterus (Anggie dkk, 2019). Ikterus patologis ialah ikterus yang mempunyai dasar patologis (timbulnya dalam waktu 24 jam hingga 48 jam pertama kehidupan bayi) atau mengalami hiperbilirubinemia yang dapat menimbulkan kematian. Ikterus yang disertai dengan berat lahir dan masa gestasi yang kurang dapat mengalami hiperbilirubinemia (Sari dkk, 2021).
Ibu yang melahirkan spontan berisiko terjadinya trauma lahir pada neonatus yang mengakibatkan pecahnya eritrosit sehingga meningkatkan bilirubin tak terkonjugasi. Memar dan sefal hematoma merupakan
bentuk umum dari perdarahan ekstravaskuler pada neonatus yang terjadi pada jaringan periosteum karena tekanan jalan lahir pada persalinan normal yang dapat menyebabkan hiperbilirubinemia. Sefal hematoma terjadi sangat lambat sehingga tidak nampak adanya edema dan eritema pada kulit kepala (Wisra, 2016). Ibu yang melahirkan dengan pembedahan SC merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan penundaan menyusui sehingga berpotensi meningkatkan kadar bilirubin (Tresnatias, 2020).
Pemberian ASI yang tidak tepat akan berdampak pada penurunan berat badan, berkurangnya asupan kalori, dan peningkatan kadar bilirubin serum (Puspita, 2018). Kurangnya asupan kalori dapat meningkatkan sirkulasi enterohepatik dan mekanisme menyusui yang sesuai diperkirakan mengurangi intensitas kenaikan bilirubin di dalam kehidupan awal, yaitu karena pengeluaran mekonium awal dari saluran pencernaan dapat mencegah sirkulasi bilirubin dari saluran pencernaan melalui portal sistem ke sirkulasi sistemik (Sari dkk, 2021).
Penelitian pada tahun 2019 pada 287 bayi di ruang Perinatologi RSUD Wangaya didapatkan data, matching jenis kelamin laki-laki dan perempuan sehingga didapatkan jumlah sampel laki-laki sebesar 58,1% dan perempuan 41,9% pada masing-masing kelompok kasus maupun kontrol. Analisis bivariat mendapatkan hasil faktor risiko yang dapat dianalisis multivariat adalah faktor risiko usia gestasi, metode persalinan, berat badan lahir, dan ASI. Hasil analisis multivariat dimana beberapa faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya hiperbilirubinemia adalah usia gestasi dan ASI (Wijaya & Suryawan, 2019).
RSUD Sawahlunto merupakan rumah sakit satu-satunya di kota Sawahlunto. Kejadian ikterik neonatorum pada tahun 2021 terdapat 84 kasus ikterik neonatorum. Studi pendahuluan yang peneliti lakukan di ruangan anak RSUD Sawahlunto dengan mewawancarai 10 orang ibu yang memiliki bayi dengan ikterik neonatorum, didapatkan hasil 4 ibu memiliki bayi dengan berat badan
lahir < 2500 gram dan 6 ibu memiliki bayi dengan berat badan lahir > 2500 gr. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian korelasi. Desain penelitian menggunakan cross sectional. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Sawahlunto Sumatera Barat. Populasi target penelitian ini yaitu 31 pasien dengan ikterik neonatorum. Teknik sampling adalah nonprobability sampling dengan jenis total sampling. Kriteria inklusi penelitian ini, yaitu bayi usia 0-28 hari, ibu yang memberikan ASI kepada bayinya, dan bersedia menandatangani informed consent.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi dengan pengukuran setiap variabel sebagai berikut,
HASIL PENELITIAN
faktor determinan yang mempengaruhi terjadinya ikterik neonatorum pada bayi di RSUD Sawahlunto.
masa gestasi cukup bulan bila lahir dalam 38-40 minggu, jenis persalinan meliputi persalinan normal dan sectio caesarea. Asupan ASI cukup dan tidak cukup, berat badan lahir normal jika ≥ 2500 gram, dan berat badan lahir rendah jika < 2500 gram. Penentuan ikterik neonatorum ditentukan dengan pemeriksaan laboratorium bila kadar bilirubin > 5 mg/dl.
Analisa data menggunakan uji chi square. Penelitian ini menggunakan etika penelitian informed consent, anonymity, confidentiality, respect for justice inclusiveness, balancing harms and benefits.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kejadian Ikterik Neonatorum di Ruang Anak RSUD Sawahlunto (n=31) | ||
Variabel |
Frekuensi (f) |
Persentase (%) |
Ikterik |
9 |
29 |
Tidak Ikterik |
22 |
71 |
Tabel 1 menunjukkan bahwa bayi yang tidak ikterik sebanyak 22 orang (71%), |
dan bayi yang ikterik sebanyak 9 orang (29%) dari total sampel 31 bayi. | |
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa Gestasi, Jenis Persalinan, Pemberian ASI, dan Berat Badan Lahir (n=31) | ||
Variabel |
Frekuensi (f) |
Persentase (%) |
Masa Gestasi | ||
Tidak cukup bulan |
11 |
35,5 |
Cukup bulan |
20 |
64,5 |
Jenis persalinan | ||
Sectio Caesarea |
18 |
58,1 |
Normal |
13 |
41,9 |
Pemberian ASI | ||
Tidak cukup |
16 |
51,6 |
Cukup |
15 |
48,4 |
Berat badan lahir | ||
Berat badan lahir rendah |
10 |
32,3 |
Berat badan lahir normal |
21 |
67,7 |
Tabel 2 menunjukkan bahwa kategori masa gestasi melahirkan dari 31 orang responden, lahir dengan cukup bulan sebanyak 20 orang (64,5%). Pada kategori jenis persalinan, mayoritas melahirkan dengan metode sectio caesarea yaitu berjumlah 18 orang (58,1%). Pada kategori |
pemberian ASI, mayoritas ibu memiliki jumlah ASI yang tidak cukup, sebanyak 16 orang (51,6%). Berdasarkan kategori berat badan lahir, mayoritas bayi lahir dengan berat badan lahir yang normal sebanyak 21 orang (67,7%). |
Tabel 3. Hubungan Masa Gestasi dengan Kejadian Ikterik Neonatorum (n=31)
Variabel |
Ikterik Neonatorum |
Total |
p value |
OR | |
Ya |
Tidak | ||||
Tidak Cukup Bulan |
7 |
4 |
11 |
0,003 |
15,75 |
Masa Gestasi Cukup Bulan |
2 |
18 |
20 |
Tabel 3 menunjukkan bahwa 7
responden yang pada keadaan responden yang dengan kondisi
mengalami ikterik lahir tidak cukup bulan, 2 mengalami ikterik lahir
cukup bulan, dan 4
responden yang mengalami tidak ikterik lahir tidak cukup bulan, 18 responden tidak ikterik lahir pada keadaan cukup bulan.
Hasil uji chi square didapatkan nilai p value 0,003 (< 0,05). Nilai OR didapatkan 15,75 yang artinya masa gestasi 15,75 kali mempengaruhi kejadian ikterik neonatorum pada bayi. Dapat disimpulkan ada hubungan masa gestasi lahir dengan kejadian ikterik neonatorum di ruangan anak RSUD Sawahlunto.
Tabel 4. Hubungan Jenis Persalinan dengan Kejadian Ikterik Neonatorum (n=31)
Variabel |
Ikterik Neonatorum |
Total |
p value |
OR | ||
Ya |
Tidak | |||||
Jenis |
Sectio Caesarea |
6 |
12 |
18 |
0,696 |
1,667 |
Persalinan |
Normal |
3 |
10 |
13 |
Tabel 4 menunjukkan bahwa 6 responden yang mengalami ikterik lahir secara sectio caesarea dan 3 responden yang mengalami ikterik lahir secara normal, 12 responden tidak ikterik lahir secara sectio caesarea, dan 10 responden tidak
Tabel 5. Hubungan Asupan ASI dengan Kejadian Ikterik Neonatorum (n=31)
Variabel |
Ikterik Neonatorum |
Total |
p value |
OR | |
Ya |
Tidak | ||||
Tidak Cukup A QT r |
9 |
7 |
16 |
0,001 |
0,438 |
ASI | |||||
Cukup |
0 |
15 |
15 | ||
Tabel 5 menunjukkan |
bahwa 9 |
yang |
artinya asupan |
ASI |
0,438 kali |
responden yang mengalami ikterik tidak mendapatkan asupan ASI yang cukup, 15 responden yang tidak ikterik mendapatkan asupan ASI yang cukup. Hasil uji chi square didapatkan nilai p value 0,001 (< 0,05). Nilai OR didapatkan adalah 0,438
ikterik lahir secara normal. Hasil uji chi square didapatkan nilai p value 0,696 (> 0,05). Dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara jenis persalinan dengan kejadian ikterik neonatorum di ruangan anak RSUD Sawahlunto.
mempengaruhi kejadian ikterik neonatorum pada bayi. Dapat disimpulkan ada hubungan asupan ASI dengan kejadian ikterik neonatorum di ruangan anak RSUD Sawahlunto.
Tabel 6. Hubungan Berat Badan Lahir dengan Kejadian Ikterik Neonatorum (n=31)
Variabel |
Ikterik Neonatorum |
Total |
p value |
OR | ||
Ya |
Tidak | |||||
Berat Badan |
Rendah |
6 |
4 |
10 |
0,015 |
9 |
Lahir |
Normal |
3 |
18 |
21 |
Tabel 6 menunjukkan bahwa 6 responden yang mengalami ikterik lahir dengan berat badan lahir rendah dan 3 responden yang mengalami ikterik lahir
dengan berat badan normal, 4 responden yang tidak mengalami ikterik lahir dengan berat badan yang rendah, dan 18 responden yang tidak mengalami ikterik lahir dengan
berat badan normal. Hasil uji chi square didapatkan nilai p value 0,015 (< 0,05). Nilai OR didapatkan 9, yang artinya berat badan lahir 9 kali mempengaruhi kejadian
PEMBAHASAN
Hasil penelitian pada kategori masa gestasi menunjukkan responden melahirkan cukup bulan berjumlah 20 orang (64,5%) dan responden yang melahirkan tidak cukup bulan berjumlah 11 orang (35,5%). Sebagian besar responden yang melahirkan cukup bulan, 2 responden diantaranya mengalami ikterik dan 18 responden tidak mengalami ikterik.
Sama dengan penelitian yang dilakukan Lestari pada tahun 2017 yang mendapatkan hasil, sebagian besar usia kehamilan responden dalam kategori aterm atau cukup bulan sebanyak 272 orang (81,9%) (Lestari dkk, 2019). Selain itu, penelitian lain mendapatkan hasil, kelompok kasus yang mengalami ikterus patologi mayoritas adalah bayi lahir aterm yaitu sebanyak 33 bayi (53,2%). Sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas bayi lahir aterm yaitu sebanyak 48 bayi (77,4%) (Pratika dkk, 2020).
Masa gestasi sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup bayi. Makin rendah masa gestasi dan makin kecil bayi yang dilahirkan, makin tinggi risiko morbiditas dan mortalitasnya. Organ tubuh bayi prematur belum dapat berfungsi selayaknya bayi matur. Oleh karena itu, bayi prematur dapat mengalami lebih banyak kesulitan untuk hidup di luar uterus ibu. Hal ini erat kaitannya dengan kurang sempurnanya organ tubuhnya, baik secara anatomi maupun fisiologis (Yuliawati dkk, 2018).
Hasil penelitian pada variabel jenis persalinan, responden yang paling banyak adalah sectio caesarea yaitu berjumlah 18 orang (58,1%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden melahirkan dengan operasi sectio caesarea sebanyak 12 responden tidak mengalami ikterik, 6 responden mengalami ikterik. Hal ini berbeda dengan penelitian Sulistyani yang mendapatkan hasil mayoritas responden melahirkan melalui persalinan
ikterik neonatorum pada bayi. Dapat disimpulkan ada hubungan berat badan lahir dengan kejadian ikterik neonatorum di ruangan anak RSUD Sawahlunto.
pervaginam sebanyak 70 orang (72,2%) (Sulistyani dkk, 2020).
Berdasarkan variabel asupan ASI menunjukkan lebih banyak pada ibu dengan frekuensi ASI yang tidak cukup, yaitu berjumlah 16 orang (51,6%), dan ibu dengan frekuensi ASI yang cukup berjumlah 15 orang (48,4%). Bayi yang mendapatkan asupan ASI tidak cukup mengalami ikterik sebanyak 9 orang, dan 15 bayi yang mendapatkan ASI yang cukup tidak mengalami ikterik.
Salah satu faktor menyebabkan ikterik adalah asupan ASI. Kurangnya asupan cairan dan makanan menyebabkan bilirubin direk yang sudah mencapai usus tidak terikat oleh makanan dan tidak dapat dikeluarkan. Di dalam usus, bilirubin direk ini diubah menjadi bilirubin indirek yang akan diserap kembali ke dalam darah dan mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik (Martiza et al., 2016).
IMD (Inisiasi Menyusui Dini) adalah tahapan paling penting untuk dilakukan ibu dan bayi setelah persalinan. Cairan ASI pertama yang kental berwarna kuning adalah kolostrum yang mengandung antibodi untuk membantu memperkuat sistem kekebalan tubuh bayi setelah lahir, yang berguna untuk melawan infeksi serta mencegah resiko bayi ikterik. Asupan ASI sangat penting bagi bayi karena ASI merupakan makanan utama dan satu-satunya yang bisa dicerna oleh usus bayi. Pemberian ASI lebih intensif untuk menurunkan bilirubin pada bayi. Pastikan bayi mendapatkan cukup nutrisi dari ASI dengan menyusui bayi sebanyak 8-12 kali perhari untuk mencegah dehidrasi pada bayi. Peningkatan asupan akan meningkatkan pergerakan usus dan pengeluaran bilirubin. Untuk ibu yang tidak bisa menyusui, dapat diberikan susu formula sebagai alternatif sebanyak 30-60 ml susu formula setiap 2-3 jam selama satu
minggu pertama bayi lahir (Nurlathifah, 2021).
Hasil penelitian menunjukkan bayi yang lahir dengan berat badan normal berjumlah 21 orang (67,7%), dan bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah sebanyak 10 orang (32,3%). Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden melahirkan bayi dengan berat badan lahir normal, 6 responden yang mengalami ikterik lahir dengan berat badan lahir rendah, dan 3 responden yang mengalami ikterik lahir dengan berat badan normal, 4 responden tidak mengalami ikterik dengan berat badan lahir rendah, dan 18 responden tidak mengalami ikterik dengan berat badan lahir normal.
Maturitas bayi atau kematangan bayi baru lahir dapat mempengaruhi terjadinya ikterik. Kejadian ikterik pada bayi baru lahir berkisar antara 50% pada bayi cukup bulan dan lebih tinggi 75% pada bayi lahir kurang bulan. Konsentrasi molekuler albumin serum harus lebih besar daripada konsentrasi molekuler bilirubin agar terjadi mekanisme pengikatan. Pada bayi imatur, albumin dan bilirubin tidak akan berikatan secara efektif. Bayi yang tidak cukup bulan memiliki potensi mengalami hipoksia, asidosis, hipoglikemia, dan sepsis (Pratika dkk, 2020; Wijaya & Suryawan, 2019).
Ikterik neonatorum dan hiperbilirubin dapat terjadi pada proses persalinan jenis apapun. Bayi yang dilahirkan, namun tidak langsung menangis dapat mengalami kelainan hemodinamika. Hal ini berhubungan dengan depresi pernapasan, yang dapat menyebabkan hipoksia dan berdampak pada asidosis respiratorik / metabolik. Kondisi ini dapat mempengaruhi metabolisme billirubin (Momeni et al., 2017).
Pemberian ASI awal yang tidak sesuai akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan kalori pada bayi. Kurangnya asupan kalori dapat meningkatkan sirkulasi enterohepatik. Mekanisme menyusui yang sesuai diperkirakan dapat mengurangi
SIMPULAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara masa gestasi,
intensitas kenaikan bilirubin. Hal ini terjadi karena pengeluaran mekonium awal dari saluran pencernaan dapat mencegah sirkulasi bilirubin dari saluran pencernaan melalui portal sistem ke sistemik (Wijaya & Suryawan, 2019).
ASI merupakan unsur yang sangat penting bagi bayi, khususnya bayi pada umur 0-28 bulan. Karena pada awal kelahiran bayi sangat dibutuhkan imunitas yang baik agar bayi mampu beradaptasi dan ASI merupakan zat yang mampu untuk meningkatkan imunitas tersebut. Berbagai keluhan tentang ASI yang tidak keluar, tidak bisa dijadikan alasan bagi ibu untuk memberikan pengganti ASI seperti susu formula. Banyak hal yang bisa dilakukan agar asupan ASI mencukupi bagi bayi, seperti pijat payudara, nutrisi yang tercukupi, dan olahraga teratur. Namun hal ini harus dilakukan ibu sebelum persalinan, agar hasil yang didapatkan lebih maksimal. Pada penelitian ini ada beberapa bayi yang asupan ASInya cukup namun mengalami kejadian ikterik, jika dilihat dari bervariasinya faktor penyebab ikterik, maka penyebab kejadian ikterik pada kondisi sejenis ini dapat disebabkan oleh faktor lainnya (Nurlathifah, 2021).
Berat badan lahir berpengaruh terhadap tingkat kesehatan dan perkembangan bayi. Salah satu yang bisa terjadi pada bayi yang memiliki berat badan lahir rendah adalah ikterik neonatorum. Jika bayi mengalami berat badan lahir di bawah normal, beberapa organ vital bayi belum optimal dalam bekerja. Hal ini dapat mengakibatkan masalah pada bayi, antara lain bisa terjadi ikterik neonatorum. Peran ibu dan keluarga terdekat sangat dibutuhkan untuk selalu menjaga dan mengontrol bayi selama kehamilan. Makan makanan yang bergizi, olahraga teratur, dan rutin memeriksakan kehamilan adalah beberapa cara yang bisa dilakukan agar bayi bisa berkembang dengan baik dan lahir dengan berat yang normal (Wijaya & Suryawan, 2019).
asupan ASI, dan berat badan lahir dengan kejadian ikterik neonatorum. Tidak ada
hubungan jenis persalinan dengan kejadian ikterik neonatorum. Variabel yang paling
DAFTAR PUSTAKA
Anggie, N., Etika, R., Krisnana, I., Pudji Lestari, D., Studi Kebidanan, P., & Kedokteran, F. (2019). Faktor Risiko Kejadian Ikterus Neonatorum. Pediomaternal Nursing Journal, 5(2), 183– 188.
https://doi.org/10.20473/PMNJ.V5I2.13457
Badan Pusat Statistik. (2020). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia.
Kemenkes RI. (2019). SDGs: Tujuan pembangunan berkelanjutan. Kemkes.Go.Id. http://sdgs-kesehatan.kemkes.go.id/
Lestari, S., Theresia, E. M., & Margono. (2019). Hubungan berat badan lahir bayi dan usia kehamilan dengan kejadian ikterus neonatorum di RSUD Sleman tahun 2017 [Poltekes Jogjakarta].
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1463/
Marlina, L., & Fitriahadi, E. (2017). Gambaran Karakteristik Ibu dengan Kejadian Ikterus Pada Neonatus di RSUD Wates Kulon Progo [Universitas ’Aisyiyah Yogyakarta].
http://digilib.unisayogya.ac.id/3043/
Martiza, L., Juffrie, M., Oswar, i H., Arief, S., Rosalina, I. (2016). Buku Ajar gastroentologi dan enterohepatologi. Jakarta: IDAI.
Momeni, M., Danaei, M., Nejad Kermani, A. J., Bakhshandeh, M., Foroodnia, S.,
Mahmoudabadi, Z., Amirzadeh, R., &
Safizadeh, H. (2017). Prevalence and Risk Factors of Low Birth Weight in the Southeast of Iran. International Journal of Preventive Medicine, 8.
https://doi.org/10.4103/IJPVM.IJPVM_112_ 16
Nurlathifah, N. Y. (2021). Hubungan frekuensi pemberian ASI dengan kejadian ikterus neonatorum di rumah sakit umum daerah provinsi NTB. Jurnal Medika Hutama, 2(2), 764–770.
https://jurnalmedikahutama.com/index.php/J MH/article/view/169
Pratika, V. E. A., Sofyana, H., Cahyaningsih, H., & Ramdaniati, S. (2020). Gambaran hubungan usia gestasi dengan kejadian ikterus pada neonatus. Journal Kesehatan Siliwangi, 1(1), 106–115.
http://jurnal.polkesban.ac.id/index.php/jks/art
mempengaruhi kejadian ikterik neonatorum di RSUD Sawahlunto adalah asupan ASI.
icle/view/495
Puspita, N. (2018). The Effect of Low Birthweight on the Incidence of Neonatal Jaundice in Sidoarjo. Jurnal Berkala Epidemiologi, 6(2), 174–181.
https://doi.org/10.20473/JBE.V6I22018.174-181
Riset Kesehatan Dasar. (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Sari, A. E., Gumiarti, Jamhariyah, & Subiastutik, E. (2021). View of Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Ikterus Neonatorum di RS Permata Bunda Malang. Vary Midwifwry
Journal, 3(1), 31–43.
http://ovari.id/index.php/ovari/article/view/38 /57
Sulistyani, P. D., Santi, M. Y., & Setya, D. N. (2020). Hubungan jenis persalinan sectio caesarea dengan kejadian ikterus neonatorum di RS Muhammadiyah Yokyakarta tahun 2018 [Poltekes Kemenkes Yokyakarta].
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2310/
Tresnatias, Y. D. (2020). Analisis Faktor resiko ikterus neonatorum Di RSU haji Surabaya [Universitas Airlangga].
https://repository.unair.ac.id/63616/
Wijaya, F. A., & Suryawan, I. W. B. (2019). Faktor risiko kejadian hiperbilirubinemia pada neonatus di ruang perinatologi RSUD Wangaya Kota Denpasar. Medicina, 50(2). https://doi.org/10.15562/MEDICINA.V50I2. 672
Wisra, D. (2016). Hubungan metode persalinan dengan ikterus neonatorum di RSUD Water Yokyakarta tahun [Universitas Jenderal Achmad Yani].
http://repository.unjaya.ac.id/590/
Yuliawati, D., Yuli, R., Program, A., D3, S., Stikes, K., & Kediri, K. H. (2018). Hubungan Faktor Perinatal dan Neonatal terhadap Kejadian Ikterus Neonatorum. Jurnal Ners Dan Kebidanan (Journal of Ners and Midwifery), 5(2), 083–089.
https://doi.org/10.26699/JNK.V5I2.ART.P08 3-089
Volume 10, Nomor 2, April 2022
218
Discussion and feedback