PENGALAMAN HIDUP SELF-MANAGEMENT PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI BANTEN
on
Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980
PENGALAMAN HIDUP SELF-MANAGEMENT PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI BANTEN
Marzelisa Claudia Fatimah*1, Eka Ernawati1, Lukmanulhakim1 1Program Studi Sarjana Keperawatan, Fakultas Kesehatan, Universitas Faletehan *korespondensi penulis, e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Pasien gagal ginjal kronik diharapkan dapat melakukan manajemen diri (self-management) dalam hal diet cairan, diet pola makan, akses vaskuler, regimen pengobatan, dan pola aktivitas yang masih mengalami hambatan. Selfmanagement adalah kegiatan untuk mengubah kebiasaan yang kurang baik dengan belajar beradaptasi terhadap perubahan kesehatan yang dialami. Pasien dengan gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis membutuhkan self-management diri yang baik. Dengan adanya perubahan pada diri pasien, fenomena hidup mengenai self-management menjadi keunikan tersendiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan pengelolaan diri pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di wilayah Banten. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pengambilan data dengan in-depth interview. Penentuan partisipan menggunakan purposive sampling berjumlah enam partisipan. Hasil penelitian menemukan dua tema baru yaitu: 1) ketidakpatuhan diet cairan dan diet pola makan, 2) wasiat yang disampaikan pasien gagal ginjal kronik.
Kata kunci: gagal ginjal kronik, hemodialisis, self-management
ABSTRACT
Patients with chronic kidney failure are expected to be able to carry out self-management in terms to fluid management, diet, vascular access, treatment regimens, and activity patterns are still obstacles. Self-management is an activity to change bad habits by learning to adapt to changes in their health. Patients with chronic kidney disease undergoing hemodialysis require good self-management. With a change in the patient's life, the phenomenon of self-management is unique. The purpose of this study was to describe the self-management of chronic kidney disease patients undergoing hemodialysis in the Banten region. This study uses a qualitative method with a phenomenological approach. Data collection by in-depth interview. Participants were taken using purposive sampling totaling six participants. The results of the study found two new themes: 1) non-compliance with fluid diet and diet, 2) testament can be submitted by patients with chronic kidney disease.
Keywords: chronic kidney disease, hemodialysis, self-management
PENDAHULUAN
Ginjal merupakan suatu organ yang berfungsi mengontrol keseimbangan asam basa, mengatur tekanan darah, mengontrol sekresi, mengeluarkan sisa metabolisme, racun dan kelebihan air (Damanik, 2018). Ketika ginjal tidak menjalankan fungsinya maka akan terjadi kerusakan yang menimbulkan suatu penyakit disebut dengan Gagal Ginjal Kronik yang apabila tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan kematian (Kemp, 2010).
Hasil data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyatakan penyakit gagal ginjal kronik di Indonesia memiliki prevalensi 0,2%, dimana yang mengalami kematian mencapai 50% - 60%. Pada tahun 2018 Riskesdas menyatakan pasien penyakit gagal ginjal kronik naik secara signifikan menjadi 3,8%. Data di Provinsi Banten menyatakan prevalensi gagal ginjal kronik sebesar 2,0%. Dengan karakteristik usia, prevalensi tertinggi terdapat pada usia 65 - 74 tahun dengan hasil 8,23% dimana terjadinya peningkatan yang signifikan pada usia 24 tahun ke atas (Kemenkes RI, 2013).
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, hipertensi, infeksi saluran kemih, radang ginjal, serta trauma abdomen dan genitalia (Astuti dkk, 2017). Penyebab lainnya karena gaya hidup yang buruk seperti mengonsumsi makanan cepat saji, stres, terlalu lama berada dalam posisi duduk, dan kurangnya pergerakan pada saat duduk, mengonsumsi kafein secara berlebihan, dan kurangnya mengonsumsi air putih (Simanjuntak & Lombu, 2018).
Orang dengan gagal ginjal kronik akan mengalami dampak biologis seperti hipervolemia, edema, hipertensi, hipertrofi ventrikel kiri pada jantung, kram pada otot, gatal di daerah tubuh, dan anemia (Barus & Zainaro, 2019). Dampak psikologis pada orang dengan gagal ginjal kronik yaitu stres. Sedangkan dampak sosial yang dialami yaitu menurunnya fungsi sosial dikarenakan lamanya dialisis yang harus dijalani. Dampak ekonomi yang dialami yaitu kekurangan biaya sedangkan pasien gagal ginjal kronik
tidak bisa lepas dari dialisis (Simanjuntak & Lombu, 2018). Aspek spiritual juga akan mengalami penurunan karena timbulnya keputusasaan mengenai kesembuhan pasien dan terjadi perubahan pola ibadah yang menyebabkan penurunan kualitas hidup pada pasien dengan gagal ginjal kronik (Riski, 2019).
Pasien dengan gagal ginjal kronik harus menjaga kesehatannya dengan teknik yang mudah yaitu self-management. Selfmanagement bertujuan untuk mengubah kebiasaan seseorang yang dapat mempengaruhi kesehatannya dan belajar beradaptasi dengan sesuatu yang baru untuk menjaga kesehatannya (Simanjuntak & Lombu, 2018).
Self-management terdiri dari membatasi cairan, menjaga pola makan, menjaga akses vaskuler dan pengobatan, serta menjaga pola aktivitas (Barus & Zainaro, 2019). Self-management dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia, jenis kelamin, dan pendidikan. Self-management menjadi lebih baik pada rentang usia 46 - 55 tahun, berjenis kelamin perempuan, dan berpendidikan tinggi (Damanik, 2018). Sedangkan faktor lainnya yaitu faktor kecemasan dan faktor kepercayaan yang dianut pasien tersebut (Nasution dkk, 2013).
Penelitian kualitatif terkait pengalaman mengelola diri pasien gagal ginjal kronik pada suku Batak Toba didapatkan hasil berupa beberapa tema, yaitu tema suasana hati, tema ketidakberdayaan, dan tema pengobatan tradisional Batak Karo (Simatupang, 2018). Penelitian lain terkait pengalaman hemodialisis ditemukan tema berbeda yaitu respon awal hemodialisis, tema hambatan pasien hemodialisis, dan tema motivasi (Juwita & Kartika, 2019). Kedua hasil tematik dari dua penelitian di atas mendapatkan temuan tema baru, yaitu tema pengobatan tradisional Batak Karo yang disebut tambar. Tambar adalah sejenis pengobatan tradisional berupa obat yang diyakini oleh suku Batak Karo, sedangkan pada penelitian pengalaman hemodialisis ditemukan tema baru yaitu tema motivasi. Motivasi yang diharapkan pasien GGK
adalah mampu menjalankan pengobatan dengan baik. Perbedaan tersebut membuat peneliti ingin mengetahui lebih lanjut dengan melakukan penelitian terkait studi pengalaman hidup pasien gagal ginjal kronik dalam pengelolaan diri (self-management) yang menjalani hemodialisis di wilayah Banten.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dengan memperhatikan empat tahapan yaitu bracketing, intuiting, analyzing, dan describing/ interpreting (Polit & Beck, 2010). Penelitian ini dilakukan di rumah partisipan (sesuai kesepakatan yang dilakukan peneliti dan partisipan). Waktu penelitian ini yaitu 11 Mei - 17 Mei 2020, pengolahan data dilakukan pada 18 Mei 2020. Populasi pada penelitian ini yaitu pasien dengan gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di wilayah Banten.
Pemilihan partisipan dilakukan dengan teknik non probability sampling dengan purposive sampling dengan memperhatikan kriteria inklusi, yaitu pasien bersedia untuk terlibat dalam penelitian, pasien aktif melakukan hemodialisis pada salah satu RS di wilayah Banten, serta pasien kooperatif untuk melakukan komunikasi. Data yang terkumpul dari partisipan dicapai dengan memperhatikan titik saturasi data (Moelong, 2014).
Teknik pengambilan data dengan menggunakan wawancara mendalam dengan
HASIL PENELITIAN
pertanyaan terbuka untuk mendapatkan informasi yang jelas dari partisipan. Instrumen yang digunakan yaitu peneliti sendiri sebagai instrumen. Peneliti adalah peneliti pemula dalam penelitian kualitatif. Saat pengambilan data penelitian, peneliti didampingi oleh dosen pembimbing. Sebelum penelitian dilakukan, peneliti membaca literatur terkait fenomena yang diteliti, lalu peneliti melakukan latihan wawancara kepada dosen pembimbing. Latihan wawancara dilakukan pada 2 responden, setelah itu dinyatakan disetujui oleh pembimbing untuk mengambil data secara langsung. Alat yang digunakan adalah perekam suara dari handphone dimana peneliti menentukan jarak 50 cm dari jarak di antara peneliti dan partisipan.
Teknik analisa data yang digunakan menggunakan metode Collaizi (Polit & Beck, 2010) yaitu tahapannya transcribing, mengidentifikasi pernyataan signifikan, melakukan formulasi dari makna setiap pernyataan signifikan, melakukan pengelompokan makna ke dalam kategori, melakukan kategori dari setiap unit dari makna menjadi satu tema, melakukan deskripsi dari tema yang terbentuk, melakukan proses validasi sementara kepada partisipan, melakukan proses penyatuan perubahan dari partisipan. Sebelum memulai pengambilan data, surat pengajuan ijin penelitian telah disetujui oleh RS dan diijinkan untuk mengambil data dengan memperhatikan ajuan etik penelitian.
Tabel 1. Tabel Tematik Penelitian
Sub Tema Tema
Ketidakpatuhan diet cairan Ketidakpatuhan Cairan dan Pola Diet Makan
Ketidakpatuhan diet pola makan
Dampak ketidakpatuhan diet cairan dan diet pola makan
Berwasiat saat fase dying Wasiat Pasien Gagal Ginjal Kronik dalam
Takut atau kecemasan akan kematian Menghadapi Kematian
Hasil penelitian ini mendapatkan dua tema yaitu ketidakpatuhan diet cairan dan diet pola makan dengan sub tema ketidakpatuhan diet cairan, ketidakpatuhan diet pola makan, dampak ketidakpatuhan
diet cairan dan diet pola makan, dan tema kedua berupa wasiat pasien gagal ginjal kronik dalam menghadapi kematian dengan sub tema berwasiat terkait peristirahatan terakhir saat fase dying dan takut atau
kecemasan akan kematian karena kurang informasi terkait pengobatan hemodialisis.
-
a. Ketidakpatuhan Terhadap Diet Cairan
Hampir seluruh partisipan
mengalami ketidakpatuhan diet cairan karena muncul rasa haus, jenuh, untuk meningkatkan tekanan darah,
ketidaknyamanan terhadap diet cairan dan diet pola makan. Berikut ini ungkapan dari partisipan, yaitu: “Kalau dokter sih di batas begitu yah, kalau saya sih seininya saja dikira -kira sendiri saja begitu sehausnya saya” (Pa 1, Pa 3).
“Kalau saya mau minum iya minum saja. Enggak kayak orang – orang yang harus dijaga” (Pa 2).
“… Jadi, saya sekarang lebih membebaskan saja namun tetap dibatasi. Artinya yah, kalau minum yah minum saja, kalau lagi haus yah minum …” (Pa 4).
-
b. Ketidakpatuhan Pola Diet Makan
Penelitian ini menemukan bahwa beberapa partisipan melanggar pola diet makan seperti mengonsumsi nangka, pisang goreng, mie instan, seafood, gorengan, dan ikan. Berikut ungkapan dari beberapa partisipan, yaitu:
“Kadang kalau ikan kembung itu beli sendiri di padang itu, itu yang dibakar” (Pa 2).
PEMBAHASAN
Penelitian ini menemukan bahwa partisipan pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima tidak menjaga diet cairan seperti minum berlebihan, baik berupa teh, dan air kelapa karena partisipan merasa haus, tidak nyaman dengan diet cairan, sehingga menimbulkan dampak sesak, bengkak, kejang - kejang, dan peningkatan tekanan darah. Penelitian ini sejalan dengan penelitian lain yang mengungkapkan bahwa
“… Tapi saya juga pernah makan mie yah atau seafood, kadang - kadang. Padahal enggak dibolehin juga hehe” (Pa 4).
-
c. Dampak Ketidakpatuhan Diet Cairan dan Diet Pola Makan
Penelitian ini menemukan bahwa beberapa partisipan mengalami dampak setelah melanggar diet cairan dan diet pola makan, diantaranya mengalami sesak napas, bengkak, kejang, dan gatal. Berikut ini ungkapan dari partisipan, yaitu:
“Iya paling sesak, kalau kebanyakan minum sesak” (Pa 1, Pa 3, Pa 5).
“… Tapi ikan teri itu gatal - gatal. Pokoknya gatal saja kalau makan itu” (Pa 2, Pa 4).
“Dulu sih sempat kejang - kejang begitu kalau berlebihan …” (Pa 4).
Penelitian ini menemukan bahwa beberapa partisipan sudah berwasiat terkait peristirahatan yang terakhir dan takut akan kematian karena kurangnya informasi terkait pengobatan hemodialisis. Berikut ini ungkapan dari partisipan, yaitu:
“… Pasrah saja sampai saya sudah pesan sama anak kalau nanti Bapak meninggal dikuburinnya di Pandeglang saja begitu” (Pa 2).
pasien gagal ginjal kronik sering melanggar pantangan dengan minum berlebihan sehingga menimbulkan sesak dan menyebabkan gangguan ventilasi perfusi (Simatupang, 2018). Berdasarkan hal tersebut, self-management yang ditemukan pada partisipan masih dinyatakan kurang baik terkait pengelolaan kebutuhan cairan.
Pasien gagal ginjal kronik disarankan mengonsumsi cairan tidak lebih dari 500 mL
atau setara dengan dua gelas perhari. Anjuran tersebut disertai dengan mengurangi konsumsi garam atau makanan yang mengandung kalium. Konsumsi garam atau air yang berlebihan akan menyebabkan edema pulmonal sehingga mengakibatkan sesak napas, menggigil, kejang otot, bahkan kematian mendadak (Anita & Novitasari, 2017).
Penelitian ini menemukan bahwa partisipan kedua, keempat, dan kelima melanggar diet pola makan dengan mengonsumsi buah - buahan secara berlebihan, mie instan, seafood, dan ikan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian lain yang mengungkapkan bahwa partisipan tidak patuh terkait diet cairan dan diet pola makan dikarenakan partisipan belum menerima keadaan yang terjadi pada dirinya (Kusniawati, 2018).
Pasien gagal ginjal kronik perlu mengurangi makan telur, daging, ikan, dan ayam. Makanan tersebut harus dihindari karena makanan tersebut mengandung tinggi protein. Protein tinggi membuat ginjal melakukan kerja yang berat saat proses filtrasi di ginjal (Rifqi, 2019).
Selain konsumsi seafood, mie instan juga mengandung kalori dan garam yang tinggi, sehingga pasien gagal ginjal harus membatasi makanan yang mengandung garam. Selain itu, pasien hemodialisis dianjurkan untuk membatasi makanan yang mengandung kalium dan air. Buah - buahan dan sayuran mengandung kalium sehingga pasien disarankan untuk tidak mengonsumsi hampir semua jenis buah serta makanan yang diolah dari buah (Anita & Novitasari, 2014).
Penelitian ini mengungkapkan faktor ketidakpatuhan diet cairan dan diet pola makan karena bosan, haus, dan meningkatkan tekanan darah. Penelitian ini sejalan dengan penelitian lain bahwa hambatan self-care management pasien hemodialisis adalah mengendalikan rasa haus dan panas. Mengontrol kebutuhan cairan yang baik membantu mencapai kualitas hidup yang optimal (Fahmi dkk, 2019).
Wasiat pasien gagal ginjal kronik dalam menghadapi kematian merupakan pesan terakhir yang perlu disampaikan.
Gagal ginjal kronik adalah penyakit degeneratif yang tidak dapat disembuhkan sehingga apabila seseorang tidak mengelola dirinya dengan baik maka akan meningkatkan risiko terjadinya mortalitas. Penelitian ini menemukan bahwa partisipan kedua sudah menerima kehendak Tuhan sehingga telah mempersiapkan kematiannya dengan berwasiat berkaitan dengan penempatan peristirahatan yang terakhir.
Penelitian ini sesuai dengan teori Kubler-Ross yang mengungkapkan fase penerimaan ini merupakan fase pencerahan atau rasa kemuliaan yang berarti partisipan sudah tidak merasa takut dan melihat adanya keabadian dari suatu proses kematian (Kemp, 2010). Penelitian ini didukung oleh penelitian lain bahwa pasien yang menjalani masa terminal seperti pasien HIV/AIDS cenderung sudah mempersiapkan kematiannya sehingga keluarga dan masyarakat harus mendukung keputusan pasien tersebut (Ernawati, Rahayu, & Kurniawan, 2019).
Seseorang yang sedang mengalami fase penyakit terminal perlu dibantu oleh keluarga, tim kesehatan seperti perawat paliatif dengan memberikan tindakan sesuai wasiat dari pasien. Selain itu, diperlukan keputusan dari keluarga jika wasiat belum dibuat. Dalam pandangan Islam, untuk menjalankan wasiat wajib menjalankan wasiat sunnah dengan mengeluarkan tirkah mayit untuk mengurus persiapan kematian (Hassan, 2010).
Pengurusan tempat peristirahatan terakhir pasien paliatif perlu dibuat dalam bentuk wasiat tertulis atau secara verbal agar menjadi bukti pesan yang nyata dari pasien. Hal ini bertujuan, apabila pasien sudah dinyatakan meninggal dunia, keluarga dan wali dapat segera melaksanakan pemakamannya sesuai dengan wasiat yang telah dibuat (Ali, 2010).
Hal tersebut mengantisipasi terjadinya kesalahan atau kekeliruan wasiat terkait peristirahatan yang terakhir (Ali, 2010). Partisipan ketiga mengungkapkan bahwa partisipan merasa takut akan kematian setelah dianjurkan cuci darah. Hal tersebut sejalan dengan teori bahwa ketakutan atau ansietas sering terjadi pada sebagian besar individu
yang menjelang ajal.
Ansietas merupakan bentuk dari rasa takut yang berlebihan dan terjadi karena adanya penyakit, berada pada situasi menjelang ajal / meninggal, serta dianggap tidak ada. Ketakutan akibat proses perawatan serta ketakutan dalam menghadapi kematian merupakan beberapa bentuk pengalaman
SIMPULAN
Simpulan yang ditemukan dalam penelitian ini, didapatkan dua tema yaitu ketidakpatuhan diet cairan dan diet pola makan serta wasiat pasien gagal ginjal kronik dalam menghadapi kematian. Hasil penelitian masih menunjukan pasien belum mampu melaksanakan self-management dengan baik jika berkaitan dengan konsumsi air dan membatasi diet makan yang baik. Partisipan masih melakukan perilaku apa adanya sesuai dengan tahapan sakitnya. Perilaku tersebut dilakukan sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui oleh orang lain, keluarga, ataupun petugas kesehatan. Self-management yang baik diwujudkan dengan mengungkapkan persiapan berkaitan dengan kondisi dying yaitu persiapan wasiat untuk keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Z. (2010). Agama, Kesehatan & Keperawatan. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Anita, D., C., & Novitasari, D. (2017). Kepatuhan Pembatasan Asupan Cairan Terhadap Lama Menjalani Hemodialisa. In Prosiding Seminar Nasional & Internasional (Vol. 1, No. 1).
Astuti, A., Anggorowati, A., & Kusuma, K. (2017). Self-management Terhadap Psychosocial Adjusment Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Hemodialisa. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), 12(3).
Barus, S., B., & Zainaro, M., A. (2019). Booklet Konseling Terhadap Peningkatan Pengetahuan Self Care Management Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik (Ggk) Dengan Hemodialisa. Holistik Jurnal Kesehatan, 13(2), 84-91.
Damanik, C. (2018). Self-Management Behaviour Pada Pasien Yang Menjalani
Hemodialisa. Jurnal Medika: Karya Ilmiah
Kesehatan, 3(2), 11-18.
Ernawati, E., Rahayu, S., Y., & Kurniawan, T. (2019). Life Experiences of Women (Housewives) Diagnosed Hiv–Aids in Serang. KnE Life Sciences, 272-283.
Fahmi, F., Y., Hidayati, T., & Chayati, N. (2019). The Influence of Self Management Dietary Counseling on The Value of Sodium and Edema
pasien GGK. Penelitian ini sejalan dengan teori yang mengungkapkan bahwa ketakutan karena kematian terbagi menjadi empat bagian, yaitu ketakutan terhadap kematian itu sendiri, ketakutan mendapat hukuman atas dosa selama hidup, ketakutan pada situasi menjelang ajal, dan ketakutan terhadap gejala penyakit terminal (Kemp, 2010).
in Hemodialysis Patients. Media Keperawatan Indonesia, 2(1), 10-15.
Hassan, S., A. (2010). Al - Huda Faraidh dan Wasiat. Serang: Majelis Ta'lim Al- Islam.
Juwita, L., & Kartika, I., R. (2019). Pengalaman menjalani hemodialisa pada pasien gagal ginjal kronis. Jurnal Endurance: Kajian Ilmiah
Problema Kesehatan, 4(1), 97-106.
Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar;
RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI
Kemp, C. (2010). Klien Sakit Terminal, Edisi 2. Jakarta: EGC.
Kusniawati. (2018). Hubungan Kepatuhan Menjalani Hemodialisis Dan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang. Jurnal Medikes, 5(2),
206–233.
Moelong, L., J. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nasution, T., H., Ropi, H., & Sitorus, R., E. (2013). Faktor–faktor yang berhubungan dengan manajemen diri pada pasien yang menjalani hemodialisis di ruang hemodialisis RSUP dr Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Ilmu Keperawatan: Journal of Nursing Science, 1(2), 162-168.
Polit, D., & Beck, C. (2010). Essentials of Nursing Research Aprpraising Evidence for Nursing Practice Seventh Edition. Philadelphia: Lippincot, William & Wilkins.
Rifqi. (2019). Pengaruh Booklet Self-management Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Rumah Sakit Dr. Drajat Prawiranegara Serang. Skripsi.
Riski, R., H. (2019). Respon Stres Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa Di Ruang Hemodialisa RSUD Dr Hardjono Ponorogo (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Ponorogo).
Simanjuntak, E., Y., B., & Lombu, T., K. (2018). Self Management Berhubungan Dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisa. Jurnal Kesehatan Masyarakat Dan Lingkungan Hidup, 3(1), 1-8.
Simatupang, L., L. (2018). Pengalaman Pasien Suku Batak Karo Dengan Gagal Ginjal Kronis Dalam Menjalani Hemodialisa. Indonesian Trust Health Journal, 1(1).
Volume 10, Nomor 2, April 2022
159
Discussion and feedback