Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

PENGARUH STORY TELLING TENTANG KESIAPAN MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI TERHADAP SELF EFFICACY ANAK PRASEKOLAH

Ririnisahawaitun*1, Sasteri Yuliyanti1, Baiq Fina Farlina1, Hariawan Junardi1 1STIKes Hamzar, Mamben Daya, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat *korespondensi penulis, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Indonesia terletak di kawasan cincin api Pasifik yang berpotensi tinggi terhadap bencana alam, seperti gempa bumi. Anak-anak merupakan populasi yang rentan menjadi korban jiwa. Self efficacy dibutuhkan agar anak memiliki kemampuan dalam bertindak saat terjadi bencana. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan self efficacy anak adalah dengan story telling. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh story telling tentang kesiapan menghadapi bencana gempa bumi terhadap self efficacy anak prasekolah. Penelitian ini adalah penelitian pre experiment, dengan menggunakan one group pretest-posttest design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak di PAUD Tulus Ikhlas Al Habibi Desa Batuyang Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur sebanyak 60 orang yang ditentukan dengan total sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner self efficacy yang telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Intervensi dalam penelitian ini berupa story telling menggunakan media boneka tangan. Uji Wilcoxon menunjukkan bahwa terdapat pengaruh story telling tentang kesiapan menghadapi bencana gempa bumi terhadap self efficacy anak (p value = 0,000).

Kata kunci: anak, bencana, gempa bumi, self efficacy, story telling

ABSTRACT

The located in the Pasific ring of fire, Indonesia has high potential for disaster, such as earthquakes. Children are a vulnerable group to be victim. Self efficacy is needed to make children have ability to act when disaster occurs. One of the effort to improve children’s self efficacy is by story telling. The aim of this study is to determine the effect of story telling about earthquake preparedness toward self efficacy of preschool. This study was a pre-experimental study, with a one pretest-posttest group design. The population of this study was all children in Childhood School at Tulus Ikhlas Al Habibi, Batuyang Village, Pringgabaya, East Lombok of 60 children was taken by total sampling. Collecting data using a self efficacy questionnaire was validity and reliability test. The intervention in this study was story telling using hand puppet media. Wilcoxon test showed there were the effect of story telling about earthquake preparedness toward children’s self efficacy (p value = 0,000).

Keywords: children, disaster, earthquake, self efficacy, story telling

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan lempeng-lempeng tektonik dunia, yang menyebabkan Indonesia memiliki tingkat kerawanan bencana alam tinggi, termasuk gempa bumi. Gempa bumi di Lombok merupakan salah satu gempa bumi yang menyebabkan banyak dampak pada tahun 2018 (USAID & BNPB, 2018). Menurut data BNPB (2018), telah terjadi 729 gempa susulan dengan pusat gempa yang berada di Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Lombok Timur, dan wilayah perairan di sekitar Pulau Lombok. Menurut hasil pengkajian terhadap data kerusakan dan kerugian pasca bencana oleh BNPB, diketahui kerugian total sebesar 8,2 triliun untuk lima kabupaten di Pulau Lombok (Gunanda dkk, 2018).

Gempa bumi menyebabkan korban jiwa, mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologis yang secara langsung menyebabkan gangguan kognitif, serta lamanya pemulihan kesehatan (Bartels & VanRooyen, 2012). Pada anak, gempa bumi menyebabkan lebih banyak korban jiwa karena kemampuannya dalam menyelamatkan diri masih kurang. Anak-anak juga lebih rentan terhadap masalah kesehatan mental setelah bencana alam, yang dimanifestasikan dengan menarik diri, gangguan psikologis, peningkatan amarah, penurunan konsentrasi, dan gangguan tidur. Anak-anak khawatir tentang kemungkinan terulangnya bencana dan mereka yang terpisah dari orangtua menjadi takut akan keselamatan mereka sendiri (Lieber, 2017).

Anak mulai banyak menghabiskan waktunya di luar rumah, sehingga anak harus memiliki persiapan terhadap bencana gempa bumi untuk mengurangi kerentanan dan meminimalkan paparan terhadap hasil yang buruk (Levac et al., 2012). Peningkatan kesiapan anak merupakan tanggung jawab semua pihak, dimana anak seharusnya diberikan pengetahuan tentang bencana, serta apa yang harus dilakukan Volume 10, Nomor 2, April 2022

selama dan setelah bencana (Takashi et al., 2015). Diharapkan dengan meningkatkan pengetahuan anak tentang bencana, maka anak akan yakin mampu dalam membantu dirinya sendiri saat terjadi gempa bumi. Keyakinan diri atau self efficacy yang dimiliki oleh anak mempengaruhi keyakinan anak dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Anak yang memiliki self efficacy yang tinggi akan lebih percaya diri dan kompeten, mereka akan lebih siap dalam menghadapi hambatan, kesulitan, dan tantangan (Santrock, 2010).

Salah     satu    upaya    untuk

meningkatkan self efficacy anak dalam menghadapi bencana gempa bumi adalah dengan pemberian edukasi dengan story telling. Story telling adalah bercerita untuk menyampaikan sesuatu kepada anak-anak secara lisan. Story telling bertujuan untuk menghibur atau mengajarkan sesuatu sehingga inti pengajaran menjadi lebih mudah diterima. Dalam penelitian ini, story telling yang digunakan adalah story telling dengan menggunakan boneka tangan tokoh binatang. Dengan story telling tentang kesiapan anak dalam menghadapi bencana gempa bumi, maka anak dapat membentuk kerangka konseptual untuk berpikir apa yang harus dilakukan saat mereka menghadapi gempa bumi, dimana dalam hal ini, anak dapat melihat gambaran secara nyata dalam kepala mereka namun dalam kondisi terhibur dengan cerita yang diberikan (Isbell et al.,  2004). Jadi, melihat

fenomena tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh story telling tentang kesiapan anak dalam menghadapi gempa bumi terhadap self efficacy anak.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian pre experiment. Desain penelitian ini menggunakan one group pretest-posttest 124

design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak yang terdampak gempa Lombok di PAUD Tulus Ikhlas Al Habibi Desa Batuyang Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur tahun 2021 sebanyak 60 orang yang ditentukan dengan teknik total sampling, dengan kriteria inklusi yaitu anak yang terdampak gempa bumi di PAUD Tulus Ikhlas Al-Habibi Desa Batuyang, Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur, sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu anak yang tidak hadir saat pelaksanaan penelitian, baik karena sakit maupun halangan lainnya.

Informed consent ditandatangani oleh orangtua/wali responden dengan sebelumnya orangtua/wali telah diberikan penjelasan mengenai penelitian. Setelah mendapatkan persetujuan, maka anak diukur tingkat self efficacynya (pretest). Intervensi berupa story telling dilakukan dengan menggunakan media boneka tangan (tokoh berupa hewan sapi bernama Mimi, kodok bernama Koko, anjing bernama Dogi, dan jerapah bernama Jeje) dan latar setting cerita pada saat terjadi gempa bumi. Karena jumlah sampel penelitian 60 anak, sehingga anak dibagi menjadi 10 kelompok, dan masing-masing kelompok diberikan story telling sekali dalam waktu sekitar 30 menit. Dalam

sehari story telling dilakukan pada 1 kelompok, sehingga proses intervensi selesai dalam 10 hari. Setelah diberi intervensi, maka selanjutnya anak diukur kembali tingkat self efficacynya (posttest).

Pengumpulan data berupa pengukuran self efficacy anak dilakukan menggunakan kuesioner yang disusun oleh peneliti yang berjumlah 13 item pertanyaan dengan pilihan jawaban ya (diberi skor 2) dan tidak (diberi skor 1). Kuesioner terdiri dari pengetahuan tentang gempa bumi (penyebab gempa bumi dan tanda peringatan gempa bumi), sumber informasi tentang bencana gempa bumi, serta cara melindungi diri dari gempa bumi dan risiko-risiko yang diakibatkan oleh gempa bumi. Kategori self efficacy dibagi menjadi self efficacy tinggi, sedang, dan rendah.

Kuesioner ini telah diuji validitas dan reliabilitas terhadap 30 anak, dengan nilai r hitung berkisar antara 0,428-0,612 dengan cronbach’s alpha yaitu 0,783. Uji normalitas data yang digunakan yaitu uji kolmogorov-smirnov yang menunjukkan data tidak berdistribusi normal, sehingga uji yang digunakan yaitu uji wilcoxon (p ≤ 0,05). Penelitian ini telah melalui tahap uji etik dan dinyatakan layak oleh panitia etik STIKes Hamzar Lombok Timur dengan nomor surat etik 39/SP/STIKes/IX/2021.

HASIL PENELITIAN

Analisis data univariat dalam       responden yang meliputi usia dan jenis

penelitian ini dideskripsikan dalam bentuk       kelamin.

tabel distribusi frekuensi karakteristik

Tabel 1. Karakteristik Responden Penelitian

Variabel                        Frekuensi (f)            Persentase (%)

Usia (tahun)

Tiga                                5                          8,3

Empat                           13                      21,7

Lima                          42                     70,0

Total                             60                       100,0

Jenis Kelamin

Laki-laki                           25                         41,7

Perempuan                      35                      58,3

Total                             60                       100,0


Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar kelamin perempuan sebanyak 35 orang responden berusia 5 tahun sebanyak 42 orang (58,3%).

(70,0%). Mayoritas responden berjenis

Volume 10, Nomor 2, April 2022                                                      125


Tabel 2. Self Efficacy Responden Penelitian Sebelum Diberi Story Telling (Pretest)

Kategori Self Efficacy

Frekuensi (f)

Persentase (%)

Tinggi

6

10,0

Sedang

19

31,7

Rendah

35

58,3

Total

60

100,0

Berdasarkan tabel 2 didapatkan bahwa sebelum diberi story telling, sebagian besar responden memiliki tingkat

self efficacy pada kategori rendah yaitu sebanyak 35 orang (58,3%).

Tabel 3. Self Efficacy Responden Penelitian Setelah Diberi Story Telling (Posttest)

Kategori Self Efficacy

Frekuensi (f)

Persentase (%)

Tinggi

24

40,0

Sedang

31

51,7

Rendah

5

8,3

Total

60

100,0

Berdasarkan tabel 3 didapatkan bahwa setelah diberi story telling, sebagian besar responden memiliki tingkat self

efficacy pada kategori sedang yaitu sebanyak 31 orang (51,7%).

Tabel 4. Hasil Uji Wilcoxon Pada Pretest dan Posttest

Frekuensi (f)

Persentase (%)       p value

Pretest-Posttest         Negative Rank

0

0               0,000

Positive Rank

36

60

Ties

24

40

Total

60

100


Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah responden dengan tingkat self efficacy pada posttest lebih tinggi dibandingkan dengan self efficacy pada saat pretest (positive rank) yaitu sebanyak 36 orang (60%) atau dengan kata lain terdapat 36 responden (60%) yang tingkat self efficacynya meningkat setelah diberi story telling tentang kesiapan dalam menghadapi bencana gempa bumi, jumlah responden dengan tingkat self efficacy yang sama pada saat pretest dan posttest (ties) atau jumlah responden yang self efficacynya

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian, sebelum diberi intervensi berupa story telling, dari semua item pernyataan self efficacy anak tentang kesiapan dalam menghadapi bencana gempa bumi, item yang paling banyak dijawab tidak adalah pada item anak tidak mampu keluar ruangan sambil melindungi kepala yaitu sebanyak 53 anak dan anak tidak mampu

tidak mengalami peningkatan setelah diberi story telling yaitu sebanyak 24 orang (40%), dan tidak ada responden yang tingkat self efficacynya menurun setelah diberi story telling. Tabel tersebut juga menunjukkan nilai signifikansi yaitu 0,000 (< 0,05) yang berarti terdapat pengaruh story telling tentang kesiapan anak dalam menghadapi gempa bumi terhadap self efficacy anak di PAUD Tulus Ikhlas Al-Habibi Batuyang Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur.

meminta bantuan bila terjebak gempa yaitu sebanyak 52 anak.

Menurut guru di PAUD Tulus Ikhlas Al Habibi, beberapa dampak psikologis pada anak akibat bencana gempa bumi, yaitu berupa ansietas klinis dan perubahan perilaku. Adapun masalah-masalah yang ditemukan pada anak setelah bencana alam gempa bumi di Lombok diantaranya, yaitu pertama terjadinya perubahan sikap seperti

anak menjadi lebih sensitif, mudah menangis, mudah marah, ketergantungan yang tinggi terhadap orang tua, bahkan sampai sekarang apabila mendengar sesuatu yang bergemuruh anak langsung panik dan menangis, serta sering khawatir masuk ke dalam gedung sekolah.

Anak perlu ditingkatkan sikap optimisnya dalam menghadapi gempa bumi agar tidak takut jika sewaktu-waktu terjadi gempa bumi. Seorang anak yang mempunyai pengetahuan tentang bencana, maka keyakinan atau self efficacy akan meningkat, dan hasil akhirnya adalah kemampuan untuk bertindak atau mengendalikan situasi jika terjadi bencana juga akan semakin baik. Sebaliknya, seorang anak yang tidak memiliki keyakinan bahwa ia tidak memiliki kompetensi dalam menghadapi suatu bencana cenderung tidak siap dalam menghadapi bencana, karena rendahnya self efficacy menyebabkan anak tidak memiliki rencana saat terjadinya bencana, termasuk bencana gempa bumi (Andina, 2010).

Hasil penelitian ini menemukan bahwa self efficacy anak meningkat setelah diberikan intervensi dengan rata-rata jawaban anak adalah 60% anak telah mengetahui tentang konsep gempa bumi dan cara melindungi diri saat terjadi gempa, atau dengan kata lain setelah diberi story telling sebanyak 60% anak meningkat self efficacynya dalam menghadapi gempa bumi.

Sebuah studi oleh Cooper et al (2019) menyatakan bahwa story telling adalah alat yang sangat berguna bagi kesehatan. Story telling dapat digunakan sebagai sarana pendidikan dalam berkomunikasi dengan anak untuk perubahan perilaku sosial yang positif (Larkey et al., 2009). Tidak hanya itu, cerita yang diberikan melalui story telling juga menarik dan menghibur, tetapi tetap dengan memfasilitasi anak dalam mengingat informasi yang diberikan (Moitra, 2014). Cerita dapat digunakan Volume 10, Nomor 2, April 2022

sebagai alat komunikasi dalam pendidikan kesehatan, yang   membantu orang

terhubung secara emosional dengan informasi kesehatan. Untuk meningkatkan fokus dan minat anak, diperlukan media yang dekat dengan anak. Pemilihan jenis cerita fabel yang menjadikan binatang sebagai tokoh seperti dalam penelitian ini merupakan binatang yang dikenal oleh anak. Dengan bercerita atau story telling melalui pertunjukan boneka memiliki dampak yang besar pada perilaku anak usia prasekolah (Aminimanesh et al., 2019).

Pemanfaatan media boneka juga sejalan dengan limitasi perkembangan kognitif anak usia prasekolah yang menganggap benda mati sebagai sesuatu yang hidup atau animism (Santrock, 2010). Berbeda dengan anak usia sekolah yang memiliki kemajuan kognitif dibandingkan dengan anak usia prasekolah dan mulai berpikir rasional untuk menyelesaikan masalah konkret (aktual) sehingga lebih tertarik dengan bermain peran secara langsung     dibandingkan     dengan

mendongeng melalui story telling (Appiah et al., 2021).

Menurut Ariani & Hariyono (2019), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam bercerita atau story telling antara lain: diawali dengan doa, posisi yang pas saat bercerita, suara, penguasaan materi cerita, penjiwaan terhadap cerita yang mau diceritakan kepada anak, gerakan tubuh dalam bercerita, tangan tidak memegang apa-apa kecuali alat peraga, tidak memutus cerita dengan teguran, tidak tergesa-gesa dan menggunakan kata-kata yang dimengerti anak, serta yang terakhir ikhlas dan bersyukur.

Dengan memperhatikan hal tersebut, maka story telling dapat memberikan kesempatan untuk mengenali kehidupan di luar, pengalaman hidupnya dan mengenali diri sendiri, story telling seperti halnya berbentuk cerita dapat memberikan motivasi kepada audiensnya (King, Down dalam Syamsudin (2019). Seperti halnya pada penelitian ini anak-anak dapat 127

mengetahui tentang tanda peringatan gempa bumi, sehingga jika terjadi gempa bumi anak tahu apa yang harus dilakukan, misalnya mampu keluar ruangan sambil melindungi kepala, anak akan berlindung di bawah kolong meja saat terjadi gempa dan akan menjauh dari rak-rak buku/barang dan benda-benda yang tergantung jika terjadi gempa bumi.

Anak akan lebih mampu mengingat informasi yang diberikan tentang bencana gempa bumi, sehingga mereka akan lebih siap dan yakin dalam menghadapi gempa bumi. Ini sesuai dengan penelitian oleh Herdwiyanti dan Sudaryono (2013) bahwa terdapat perbedaan kesiapsiagaan anak dalam menghadapi bencana ditinjau dari self efficacy anak di daerah terdampak

SIMPULAN

Sebelum diberikan story telling tentang kesiapan anak dalam menghadapi bencana gempa bumi, sebagian besar anak memiliki self efficacy pada kategori rendah sebanyak 35 orang (58,3%). Setelah diberikan story telling tentang kesiapan anak dalam menghadapi bencana gempa bumi, sebagian besar anak memiliki self

DAFTAR PUSTAKA

Aminimanesh, A., Ghazavi, Z., & Mehrabi, T.

(2019). Effectiveness of the puppet show and storytelling methods on children's behavioral problems. Iranian journal of nursing and midwifery research, 24(1), 61.

Andina, S. (2010). Disaster preparedness education for young children. 5th Annual International Workshop & Expo on Sumatra Tsunami Disaster & Recovery.

Appiah, B., Anum-Hagin, D., Gyansa-Luterrodt, M., Samman, E., Agyeman, F. K. A., Appiah, G., ... & Rene, A. (2021). Children against antibiotics misuse and antimicrobial resistance:   assessing effectiveness of

storytelling and picture drawing as public engagement approaches. Wellcome Open Research, 6.

Ariani, L., & Hariyono, D. S. (2019). Storytelling sebagai metode dalam mengembangkan kemampuan berbahasa pada anak prasekolah. In Prosiding Seminar Nasional & Call Paper Psikologi Pendidikan (pp. 3644).

Volume 10, Nomor 2, April 2022

bencana Gunung Kelud. Anak dengan self efficacy     yang tinggi     memiliki

kesiapsiagaan yang tinggi juga dalam menghadapi bencana. Selain itu, penelitian dari Syarif & Mastura (2015) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara self efficacy dengan kesiapsiagaan bencana (p value = 0,000), dengan nilai hubungan yang sangat kuat (r = 0,756).

Dengan adanya penelitian ini, dapat diketahui bahwa story telling dapat meningkatkan self efficacy anak, sehingga diharapkan ketika terjadi gempa bumi, anak memiliki keyakinan dan kompetensi dalam menghadapi bencana gempa bumi. Hal ini pada akhirnya diharapkan dapat mengurangi dampak fisik dan psikologis pada anak akibat gempa bumi.

efficacy pada kategori sedang sebanyak 31 orang (51,7%). Terdapat pengaruh story telling tentang kesiapan dalam menghadapi bencana gempa bumi terhadap self efficacy anak prasekolah di PAUD Tulus Ikhlas Al Habibi Desa Batuyang Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur (p value = 0,000).

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2018).

Laporan Kinerja Tahun 2018. Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

Bartels, S. A., & VanRooyen, M. J. (2012).

Medical complications associated with earthquakes. The Lancet, 379(9817), 748757.

Cooper, K., Hatfield, E., & Yeomans, J. (2019). Animated stories of medical error as a means of teaching undergraduates patient safety: an evaluation study. Perspectives on medical education, 8(2), 118-122.

Gunanda, A. D., Wiwaha, A. A., & Krisnawati, R. (2018). Strategi Recovery Sektor Pertanian Pascabencana Gempa di Kabupaten Lombok Utara. Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana, 2087, 89.

Herdwiyanti, F., Sudaryono. (2013). Perbedaan Kesiapsiagaan                Menghadapi

Bencana Ditinjau Dari Tingkat Self Efikasi Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Daerah Dampak Bencana Gunung Kelud.

Jurnal                           Psikologi

Kepribadian Dan Sosial. 2(01), 1-7.

Isbell, R., Sobol, J., Lindauer, L., & Lowrance, A. (2004). The effects of storytelling and story reading on the oral language complexity and story comprehension of young children. Early childhood education journal, 32(3), 157-163.

Larkey, L. K., Lopez, A. M., Minnal, A., &

Gonzalez, J. (2009). Storytelling for promoting colorectal cancer screening among underserved Latina women:  a

randomized pilot study. Cancer control, 16(1), 79-87.

Levac, J., Toal-Sullivan, D., & OSullivan, T. L. (2012). Household emergency preparedness: a literature review. Journal of community health, 37(3), 725-733.

Lieber, M. (2017). Assessing the mental health impact of the 2011 great Japan earthquake, tsunami, and radiation disaster on elementary and middle school children in the Fukushima prefecture of Japan. PLoS one, 12(1), e0170402.

Moitra, K. (2014). Storytelling as an active learning tool to engage students in a genetics

classroom. Journal of microbiology & biology education, 15(2), 332-334.

Santrock, J.W. (2010). Psikologi Pendidikan. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana.

Syamsuddin, S. (2019). Pemulihan trauma anak-anak korban gempa di Kota Palu melalui mendongeng. Guru Tua: Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran, 2(2), 27-33.

Syarif, H., & Mastura, M. (2015). Hubungan self efficacy dengan kesiapsiagaan bencana gempa bumi dan tsunami pada siswa sekolah menengah atas negeri 2 dan 6 Banda Aceh. Idea Nursing Journal, 6(2), 53-61.

Takahashi, K., Kodama, M., Gregorio Jr, E. R., Tomokawa, S., Asakura, T., Waikagul, J., & Kobayashi, J. (2015). School Health: an essential strategy in promoting community resilience and preparedness for natural disasters. Global health action, 8(1), 29106.

USAID & BNPB. (2018). Pembelajaran Penanganan Darurat Bencana Gempa Bumi Lombok. Bandung: Forum Perguruan Tinggi Pengurangan Risiko Bencana (FPT-PRB) dan Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) BNPB.

Volume 10, Nomor 2, April 2022

129