GAMBARAN POST-ACUTE COVID-19 SYNDROME PADA PASIEN PASCA TERINFEKSI CORONAVIRUS DISEASE 2019
on
Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980
GAMBARAN POST-ACUTE COVID-19 SYNDROME PADA PASIEN PASCA TERINFEKSI CORONAVIRUS DISEASE 2019
I Gusti Ayu Julia Arsita Devie*1, Ni Kadek Ayu Suarningsih1, Indah Mei Rahajeng1, Desak Made Widyanthari1
1Program Studi Sarjana Ilmu Keperawatan dan Profesi Ners, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana *korespondensi penulis, e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Post-acute COVID-19 syndrome merupakan gejala menetap dalam jangka waktu yang lebih lama pada pasien yang telah sembuh dari COVID-19. Gejala COVID-19 yang berkepanjangan berdampak pada kesehatan fisik hingga psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran post-acute COVID-19 syndrome pada pasien pasca terinfeksi corona virus disease 2019. Sampel penelitian berjumlah 30 orang pasien pasca perawatan dengan COVID-19 yang dipilih menggunakan teknik nonprobability sampling dengan teknik quota sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata usia dari responden pasien pasca terinfeksi COVID-19 adalah 29 tahun dan mayoritas berjenis kelamin perempuan. Sebagian besar menjalani perawatan COVID-19 melalui isolasi mandiri (56,7%) dengan rata - rata lama perawatan 12,8 hari. Gejala yang paling umum dilaporkan selama atau sebelum terinfeksi COVID-19 adalah kehilangan rasa dan bau, batuk, demam, kelelahan, dan sakit tenggorokan. Sedangkan, gejala yang menetap 1 - 2 minggu pasca dinyatakan sembuh dari infeksi COVID-19 yang umum dilaporkan adalah kelelahan, batuk, kehilangan rasa dan bau, sakit tenggorokan, serta sesak napas. Gejala batuk menetap dengan karakteristik batuk berlendir atau berdahak terjadi pada 26,7% pasien. Sesak napas yang dialami 1 - 2 minggu setelah terinfeksi COVID-19, 83,3% diantaranya mengalami sesak napas ketika melakukan aktivitas dengan kategori ringan. Selain itu, mayoritas yang mengalami gejala kelelahan setelah 1 - 2 minggu pasca terinfeksi COVID-19 berada pada kategori berat.
Kata kunci: gejala menetap, long COVID-19, post-acute COVID-19 syndrome
ABSTRACT
Post-acute COVID-19 syndrome is a persistent symptom over a longer period among patients who have recovered from COVID-19. Prolonged COVID-19 symptoms have an impact on physical and psychological health. This study aims to determine the description of post-acute COVID-19 syndrome in patients post-infected with COVID-19. The research sample consisted of 30 post-treatment patients with COVID-19 who were selected using a nonprobability sampling with quota sampling technique. The results showed that the average age of post-COVID-19 infected patients was 29 years and the majority were female. Most of them underwent treatment for COVID-19 through self-isolation (56,7%) with an average length of treatment of 12,8 days. The most commonly reported symptoms during or before being infected with COVID-19 were loss of taste and smell, cough, fever, fatigue, and sore throat. Meanwhile, symptoms that persist 1-2 weeks after being declared cured of COVID-19 infection which were commonly reported were fatigue, cough, loss of taste and smell, sore throat, and shortness of breath. Persistent cough symptoms with a characteristic cough with mucus or phlegm occurred in 26,7% of patients. Shortness of breath experienced 1-2 weeks after being infected with COVID-19, 83,3% of them experienced shortness of breath when doing activities in the mild category. In addition, the majority who experience symptoms of fatigue after 1-2 weeks after being infected with COVID-19 were in the severe category.
Keywords: long COVID-19, persistent symptoms, post-acute COVID-19 syndrome
PENDAHULUAN
Angka kematian akibat Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) semakin meningkat. Data World Health Organization (2021) menunjukkan 96.012.792 kasus terkonfirmasi positif COVID-19 dengan 2,12 persen diantaranya mengalami kematian. Indonesia menjadi salah satu negara dengan angka kesakitan dan kematian COVID-19 yang cukup tinggi. Per 27 April 2021 angka terkonfirmasi positif di Indonesia mencapai 1.668.368, sedangkan angka kematian akibat COVID-19 sebanyak 45.521 (Satuan Tugas Penanganan COVID-19, 2021).
Pandemi COVID-19 telah menyebar di seluruh Indonesia, terdapat sepuluh provinsi yang memiliki kasus terkonfirmasi positif tertinggi dan salah satunya adalah provinsi Bali. Denpasar merupakan kota / kabupaten dengan jumlah kasus terkonfirmasi positif terbanyak di Bali, yaitu sebesar 6.563 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2021).
Setelah terkonfirmasi positif COVID-19, penderita akan melewati prosedur perawatan sesuai dengan kondisinya hingga dinyatakan sembuh. Berdasarkan rekomendasi WHO (2020) dapat dinyatakan sembuh ketika kondisi klinis sudah membaik dan terdapat hasil tes virologi yang negatif dua kali berturut-turut dengan interval 24 jam. Pasien yang telah menjalani perawatan dengan COVID-19 dan diperbolehkan pulang dari rumah sakit, akan dilanjutkan dengan melakukan isolasi mandiri di rumah.
Setelah dilakukan perawatan dan keluar dari rumah sakit, pasien masih mengalami gejala yang berlangsung lama. Sebuah penelitian di Italia menindaklanjuti bahwa 143 orang setelah 7 minggu keluar dari rumah sakit ditemukan 53% melaporkan mengalami kelelahan, 43% sesak napas, 27% nyeri sendi, dan keluhan lainnya (Carfì, Barnabei, & Landi, 2020). Hal tersebut dinyatakan sebagai post-acute COVID-19 Syndrome, dimana didefinisikan sebagai penyakit yang dideskripsikan diantara pasien yang telah sembuh dari COVID-19, tetapi masih
memiliki gejala lanjutan atau menetap, atau diantaranya terus memiliki gejala dalam jangka waktu yang lebih lama dari yang diharapkan. Post-acute COVID-19 syndrome dapat juga disebut sebagai “Long COVID-19” (Greenhalgh, Knight, A'Court, Buxton, & Husain, 2020; Mahase, 2020).
Gejala pasca akut dapat muncul pada pasien yang pulih dari COVID-19 tanpa memperhatikan derajat keparahan penyakit. Tenforde et al (2020) menjelaskan gejala persisten yang paling sering dilaporkan pada saat wawancara adalah batuk (43%), kelelahan (35%), dan dispnea (29%).
Permasalahan yang terjadi jangka menengah dan panjang yang dialami pasien COVID-19 setelah keluar dari rumah sakit saat ini belum diketahui, tetapi kemungkinan hal ini akan berdampak pada sebagian kehidupan. Hal tersebut terjadi karena mengalami gejala lanjutan, yaitu kelelahan dan sesak napas yang masih dirasakan setelah terinfeksi COVID-19 (Garrigues et al., 2020). Kondisi psikologis yang dialami setelah 6 bulan keluar dari rumah sakit seperti Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), depresi, dan kecemasan (Ahmed et al., 2020). Selain itu, dampak fisik pada disfungsi organ yang menetap setelah fase akut COVID-19 (Fumagalli et al., 2021).
Hal tersebut menggambarkan terjadinya penurunan kualitas hidup yang signifikan akibat dampak yang dialami secara klinis pada pasien setelah sembuh dari COVID-19. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran post-acute COVID-19 syndrome pada pasien pasca perawatan dengan COVID-19.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan di wilayah Provinsi Bali dengan melakukan penyebaran informasi secara online melalui media sosial seperti instagram, facebook, dan whatsapp.
Populasi dalam penelitian ini adalah individu pasca perawatan dengan COVID-
19. Penentuan jumlah sampel yang dikembangkan oleh Roscoe (dalam Sugiyono, 2019), ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500. Penelitian ini menggunakan sampel minimum, yaitu 30 orang yang dipilih menggunakan nonprobability sampling dengan jenis qouta sampling.
Kriteria inklusi penelitian, yaitu individu pasca terinfeksi COVID-19 yang berusia ≥ 18 tahun dan individu pasca terinfeksi COVID-19 yang pernah dinyatakan positif dan telah menyelesaikan isolasi mandiri selama 10 hari atau individu pasca dirawat di RS yang telah menjalani perawatan dan diperbolehkan pulang dengan rentang waktu 0-3 bulan terakhir. Individu pasca terinfeksi COVID-19 yang tidak dapat mengisi google form karena tidak memiliki perangkat elektronik dan tidak dapat membaca dieksklusi dari penelitian.
Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini, yaitu kuesioner postacute COVID-19 syndrome yang dimodifikasi dari Post COVID-19 Recovery Clinic Baseline Questionnaire. Kuesioner post-acute COVID-19 syndrome terdiri dari 4 sub yaitu riwayat sebelum COVID-19 terdiri dari 14 item (rentang validitas 0,0130,729 dan Alpha Cronbach 0,797), setelah
HASIL PENELITIAN
Hasil dalam penelitian dijabarkan dalam bentuk tabel dan grafik berikut:
COVID-19 terdiri dari 12 item (rentang validitas 0,137-0,662 dan Alpha Cronbach 0,745), batuk terdiri dari 2 item pernyataan (rentang validitas 0,909-0,928 dan Alpha Cronbach 0,813), sesak napas terdiri dari 19 item pernyataan (rentang validitas 0,7040,956 dan Alpha Cronbach 0,972), dan kelelahan terdiri dari 9 item pernyataan (rentang validitas 0,805-0,976 dan Alpha Cronbach 0,979). Penelitian ini telah mendapat ijin dan surat keterangan ethical clearence dari Komisi Etika Penelitian FK Unud/RSUP Sanglah dengan nomor surat keterangan laik etik 1812/ UN14.2.2.VII.14/LT/2021.
Analisis data yang dilakukan dengan analisis deskriptif dengan tampilan data berupa distribusi frekuensi dan tendensi sentral. Pada penelitian ini data kategorik yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi adalah jenis kelamin, komorbiditas, status merokok, lokasi perawatan, ruang perawatan, riwayat COVID-19, dan post-acute COVID-19 syndrome. Sedangkan, data usia dan lama perawatan disajikan dalam bentuk tendensi sentral (mean, median, modus, minimum dan maksimum). Analisis distribusi frekuensi dan tendensi sentral tiap variabel pada penelitian ini ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.
Tabel 1. Karakteristik Pasien Pasca Terinfeksi Coronavirus Disease 2019 (n=30)
Variabel |
Mean Median |
Modus |
Min-Max |
SD 95% Cl |
Usia |
29,2 24 |
23 |
18 – 56 |
11,4 24,9 – 33,5 |
Lama Perawatan |
12,8 13 |
10 |
4 – 21 |
4,3 11,2 – 14,5 |
Variabel |
Kategori |
Frekuensi |
Persentase (%) | |
Laki-laki |
12 |
40,0 | ||
Jenis Kelamin |
Perempuan |
18 |
60,0 | |
Jumlah |
30 |
100,0 | ||
Tidak Pernah Merokok |
26 |
86,7 | ||
Status Merokok |
Mantan Perokok |
1 |
3,3 | |
Perokok Aktif/Pasif |
3 |
10,0 | ||
Jumlah |
30 |
100,0 | ||
ICU |
0 |
0 | ||
Lokasi dan Ruang Perawatan |
Ruang Bangsal/Isolasi |
7 |
23,3 | |
Rumah |
17 |
56,7 | ||
Lainnya |
6 |
20,0 | ||
Jumlah |
30 |
100,0 |
Tabel 1 menjelaskan bahwa rata-rata usia dari responden pada penelitian ini adalah 29,2 tahun. Usia responden yang paling muda adalah 18 tahun dan yang paling tua adalah 56 tahun dan rata – rata lama perawatan dari responden dalam penelitian ini adalah 12,8 hari. Paling cepat responden menjalani perawatan dengan COVID-19 adalah 4 hari dan paling lama adalah 21 hari.
Tabel 1 juga menjelaskan bahwa mayoritas responden berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 60,0%, hanya 10,0% dari responden yang merupakan perokok aktif/pasif dan 3,3% merupakan mantan perokok dan 56,7% menjalani perawatan dengan COVID-19 di rumah.
Selain dalam bentuk tabel, penelitian juga menampilkan hasil dalam bentuk grafik. Gambar 1 menunjukkan bahwa hampir seluruh responden tidak memiliki penyakit penyerta (komorbiditas). Gambar 2 menunjukkan gambaran paling umum terhadap gejala baru atau lebih buruk dari sebelum atau selama terinfeksi COVID-19 adalah kehilangan pengecapan dan bau, batuk, demam, kelelahan, dan sakit tenggorokan. Gejala kelelahan, sesak napas, dan kelemahan merupakan gejala yang lebih signifikan terlihat perbedaan antara sebelum atau selama dan setelah terinfeksi COVID-19.
KOMORBIDITAS
Lainnya HIV / AIDS Tuberkolosis Penyakit hati kronis Penyakit ginjal kronis Asma Penyakit paru kronis
13,3%I
100,0%M
Penyakit jantung kronis 3,3% Kanker
Hipertensi 3,3% Diabetes
-
■ 100,0%M
« 100,0%4
≡ 96,7%—
-
- 96,7%m
-
■ 90,0%^
-
■ 100,0%4
-
- 96,7%—
96,7%
3,3% 6,7%
3,3%
Persentase (%)
■ Ya ■ Tidak ■ Tidak Tahu
Gambar 1. Komorbiditas Responden Penelitian (n=30)
Gambar 2. Riwayat COVID-19 Responden Penelitian (n=30)
Tabel 2. Distribusi Gejala Batuk, Sesak Napas, dan Kelelahan Pada Pasien Pasca Terinfeksi Coronavirus Disease
2019 (n=30)
Variabel |
Kategori |
Frekuensi |
Persentase (%) | |
Batuk berlendir/berdahak |
8 |
26,7 | ||
Batuk |
Batuk tidak berlendir/dahak |
5 |
16,7 | |
Tidak batuk |
17 |
56,7 | ||
Jumlah |
30 |
100,0 | ||
Variabel |
Kategori |
Rentang Skor |
Frekuensi |
Persentase (%) |
Sesak Napas |
Rendah |
0 – 33 |
5 |
83,3 |
Sedang |
34 – 66 |
1 |
16,7 | |
Variabel |
Kategori |
Rentang Skor |
Frekuensi |
Persentase (%) |
Rendah |
9 – 26 |
3 |
13,6 | |
Kelelahan |
Sedang |
27 – 44 |
8 |
36,4 |
Tinggi |
45 – 63 |
11 |
50,0 |
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar pasien tidak mengalami batuk (56,7%). Sementara terdapat 13 orang yang melaporkan gejala batuk 1-2 minggu setelah terinfeksi COVID-19, 26,7% diantaranya mengalami batuk berlendir atau berdahak.
Gambar 2 menunjukkan bahwa sesak napas merupakan gejala yang menetap 1 – 2 minggu setelah terinfeksi COVID-19 yang
PEMBAHASAN
Setelah dilakukan perawatan dan keluar dari rumah sakit, sebagian besar responden dalam penelitian ini yang melibatkan 30 reponden mengalami postacute COVID-19 syndrome setelah 1-2 minggu pemulihan awal penyakit. Individu yang berusia dewasa awal dengan jenis kelamin perempuan dengan tidak memiliki gangguan pernapasan, masa pemulihan yang lama, serta tidak adanya tingkat keparahan penyakit dapat ditemukan sebagai faktor risiko sindrom pasca COVID-19. Dengan demikian, penelitian ini mengungkapkan bahwa pasien pasca terinfeksi COVID-19 tidak sepenuhnya pulih, bahkan setelah melakukan perawatan klinis. COVID-19 juga menyebabkan gejala sisa dan penderitaan jangka panjang pada sebagian besar pasien.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gejala sebelum atau selama terinfeksi COVID-19 yang paling sering muncul dari 30 responden adalah kehilangan rasa dan bau, batuk, demam, kelelahan, dan sakit tenggorokan. Menurut Stavem et al (2020) menemukan bahwa
dialami oleh 6 orang. Pada tabel 2 menunjukkan bahwa hampir seluruhnya mengalami sesak napas ketika melakukan aktivitas dengan kategori rendah sebanyak 5 orang (83,3%).
Tabel 2 menunjukkan bahwa gejala kelelahan juga dialami setelah 1 – 2 minggu pasca terinfeksi COVID-19 dengan mayoritas responden berada pada kategori tinggi sebesar 50,0% (11 orang).
selama terinfeksi COVID-19 terdapat gejala yang paling umum dilaporkan, yaitu demam, kehilangan rasa dan bau, sakit kepala, batuk, dan myalgia. Hal tersebut terjadi karena virus menginfeksi tubuh dengan melepaskan mediator inflamasi untuk menstimulasi makrofag yang akan menyebabkan kebocoran plasma ke dalam ruang interstisial mengakibatkan akumulasi cairan dan menekan permukaan alveolus sehingga terjadi penurunan level surfaktan yang dapat menyebabkan kolaps dan kegagalan pertukaran gas yang menyebabkan batuk, kesulitan bernafas, dan hipoksemia (Vallamkondu et al., 2020). Gejala batuk dan gangguan pernapasan seperti sesak napas yang menetap pasca COVID-19 akibat dari kerusakan paru -paru secara terus-menerus. Sebuah penelitian dari Cina menjelaskan terjadi penurunan kapasitas difusi untuk karbon monoksida pada 25% pasien setelah 3 bulan keluar dari rumah sakit (Zhao et al., 2020). Selain itu, penelitian terpisah menunjukkan kapasitas vital paru masih lebih rendah dari batas bawah normal pada 6 minggu pasca
keluar dari rumah sakit (Fumagalli et al., 2021).
Pada penelitian ini, kelelahan, batuk, kehilangan rasa dan bau, sakit tenggorokan, serta sesak napas merupakan gejala persisten yang paling umum dilaporkan setelah 1 - 2 minggu terinfeksi COVID-19. Selain itu, gejala kelelahan dan kelemahan merupakan gejala yang paling banyak muncul setelah terinfeksi COVID-19 daripada sebelum atau selama mengalami COVID-19. Kemungkinan kelelahan mendominasi disebabkan oleh perubahan sistem kekebalan terkait infeksi virus (Nalbandian et al., 2021; Tenforde et al., 2020). Studi penelitian yang dilakukan terhadap hasil dari epidemi virus korona sebelumnya menyoroti bahwa 41% pasien mengalami penurunan kapasitas aerobik pada 3 bulan pasca penyakit (Ahmed et al., 2020). Berdasarkan penelitian sebelumnya, pasien yang dirawat di ICU dengan cedera paru akut memperoleh kelemahan yang bertahan pada 14% pasien pada 12 bulan (Fan et al., 2014). Hal ini kemungkinan besar berkontribusi pada penurunan kemampuan aktivitas sehari-hari yang terlihat pada pasien COVID-19.
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa sesak napas merupakan gejala yang lebih signifikan berbeda terjadi pada setelah terinfeksi COVID-19 daripada sebelum atau selama mengalami COVID-19. Hal tersebut didukung juga oleh Dam et al (2020) dan Dhawan et al (2021) menjelaskan bahwa meskipun sembuh dari infeksi COVID-19 kemungkinan individu masih hidup dengan trombosis in-situ karena sindrom cedera mikrovaskular, sehingga kasus sesak napas terus-menerus selama 5 hingga 6 minggu setelah
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, H, Patel, K., Greenwood, D., Halpin, S., Lewthwaite, P., Salawu, A., Eyre, L., Breen, A., O’Connor, R., Jones, A., & Sivan, M. (2020). Long-term clinical outcomes in survivors of severe acute respiratory
syndrome and middle east respiratory syndrome coronavirus outbreaks after hospitalisation or ICU admission: A
systematic review and meta-analysis. Journal of Rehabilitation Medicine, 52(5), 1-11.
pemulihan COVID-19 karena sindrom cedera mikrovaskular.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini membuktikan bahwa individu pasca terinfeksi COVID-19 mengalami gejala menetap (persistent symptoms) yang bervariasi. Gejala-gejala persisten yang dialami baik sama maupun berbeda dengan gejala selama atau sebelum terinfeksi COVID-19. Hal tersebut terjadi karena disfungsi atau gejala sisa pada sistem organ, respons antibodi yang rendah terhadap infeksi SARS-CoV-2, respons inflamasi yang berkepanjangan terhadap infeksi SARS-CoV-2, dekondisi, dan infeksi ulang dengan SARS-CoV-2 sebagai kemungkinan terjadi gejala menetap pasca COVID-19. Oleh karena itu, post-acute COVID-19 syndrome adalah gejala menetap dan/atau komplikasi jangka panjang dari infeksi COVID-19 yang muncul kurang lebih 1 - 2 minggu pasca terinfeksi COVID-19.
SIMPULAN
Simpulan dalam penelitian ini yaitu gambaran gejala yang sering muncul sebelum atau selama terinfeksi COVID-19 adalah kehilangan rasa dan bau, batuk, demam, kelelahan, dan sakit tenggorokan. Sedangkan, gejala menetap yang paling sering muncul setelah 1 - 2 minggu pasca terinfeksi COVID-19 adalah kelelahan, batuk, kehilangan rasa dan bau, sakit tenggorokan, dan sesak napas. Selain itu, gejala yang paling banyak terjadi antara sebelum atau selama mengalami COVID-19 dan setelah terinfeksi COVID-19 adalah gejala kelelahan, sesak napas, dan kelemahan.
doi:10.2340/16501977-2694
Carfì, A., Bernabei, R., & Landi, F. (2020).
Persistent symptoms in patients after acute COVID-19. JAMA, 1–2.
doi:10.1001/jama.2020.12603
Dam, L. F. van, Kroft, L. J. M., Wal, L. I. van der, Cannegieter, S. C., Eikenboom, J., Jonge, E. de, Huisman, M. V., & Klok, F. A. (2020). Clinical and computed tomography characteristics of COVID-19 associated acute
pulmonary embolism: A different phenotype of thrombotic disease?. Thrombosis Research, 193, 86-89.
doi:10.1016/J.THROMRES.2020.06.010
Dhawan, R. T., Gopalan, D., Howard, L., Vicente, A., Park, M., Manalan, K., Wallner, I., Marsden, P., Dave, S., Branley, H., Russell, G., Dharmarajah, N., & Kon, O. M. (2021). Beyond the clot: Perfusion imaging of the pulmonary vasculature after COVID-19. The Lancet Respiratory Medicine, 9(1), 107–116. doi:10.1016/S2213-2600(20)30407-0
Dinas Kesehatan Provinsi Bali. (2021). Situasi Perkembangan COVID-19 di Bali. Dinkes Provinsi Bali.
Fan, E., Dowdy, D. W., Colantuoni, E., Mendez-Tellez, P. A., Sevransky, J. E., Shanholtz, C., Himmelfarb, C. R. D., Desai, S. V., Ciesla, N., Herridge, M. S., Pronovost, P. J., & Needham, D. M. (2014). Physical complications in acute lung injury survivors: A two-year longitudinal prospective study. Critical Care Medicine, 42(4), 849–859.
doi:10.1097/CCM.0000000000000040
Fumagalli, A., Misuraca, C., Bianchi, A., Borsa, N., Limonta, S., Maggiolini, S., Bonardi, D. R., Corsonello, A., Di Rosa, M., Soraci, L., Lattanzio, F., & Colombo, D. (2021).
Pulmonary function in patients surviving to COVID-19 pneumonia. Infection, 49(1),
153–157. doi:10.1007/s15010-020-01474-9
Garrigues, E., Janvier, P., Kherabi, Y., Le Bot, A., Hamon, A., Gouze, H., Doucet, L., Berkani, S., Oliosi, E., Mallart, E., Corre, F., Zarrouk, V., Moyer, J. D., Galy, A., Honsel, V., Fantin, B., & Nguyen, Y. (2020). Post-discharge persistent symptoms and health-related quality of life after hospitalization for COVID-19. Journal of Infection, 1016–1018. doi:10.1016/j.jinf.2020.08.029
Greenhalgh, T., Knight, M., A’Court, C., Buxton, M., & Husain, L. (2020). Management of post-acute covid-19 in primary care. The BMJ, 370, 1–8. doi:10.1136/bmj.m3026
Mahase, E. (2020). Covid-19: What do we know about “long covid”?. The BMJ, 370, 1–2.
doi:10.1136/bmj.m2815
Nalbandian, A., Sehgal, K., Gupta, A., Madhavan, M. V., McGroder, C., Stevens, J. S., Cook, J. R., Nordvig, A. S., Shalev, D., Sehrawat, T. S., Ahluwalia, N., Bikdeli, B., Dietz, D., Der-Nigoghossian, C., Liyanage-Don, N., Rosner, G. F., Bernstein, E. J., Mohan, S., Beckley, A. A., … Wan, E. Y. (2021). Post-acute
COVID-19 syndrome. Nature Medicine,
27(4), 601–615. doi:10.1038/s41591-021-
01283-z
Satuan Tugas Penanganan COVID-19. (2021). Peta Sebaran Kasus COVID-19 di Indonesia. Satgas Penanganan COVID-19.
Stavem, K., Ghanima, W., Olsen, M. K., Gilboe, H. M., & Einvik, G. (2020). Persistent
symptoms 1.5-6 months after COVID-19 in non-hospitalised subjects: A populationbased cohort study. Thorax, 1–3.
doi:10.1136/thoraxjnl-2020-216377
Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Tenforde, M. W., Kim, S. S., Lindsell, C. J., Billig Rose, E., Shapiro, N. I., Files, D. C., Gibbs, K. W., Erickson, H. L., Steingrub, J. S., Smithline, H. A., Gong, M. N., Aboodi, M. S., Exline, M. C., Henning, D. J., Wilson, J. G., Khan, A., Qadir, N., Brown, S. M., Peltan, I. D., … Wu, M. J. (2020). Symptom duration and risk factors for delayed return to usual health among outpatients with COVID-19 in a multistate health care systems network — United States, March–June 2020. Morbidity and Mortality Weekly Report, 69(30), 993– 998. doi:10.15585/mmwr.mm6930e1
Vallamkondu, J., John, A., Wani, W. Y., Ramadevi, S. P., Jella, K. K., Reddy, P. H., &
Kandimalla, R. (2020). SARS-CoV-2 pathophysiology and assessment of coronaviruses in CNS diseases with a focus on therapeutic targets. Biochimica et Biophysica Acta - Molecular Basis of Disease, 1866(10), 1-12
doi:10.1016/j.bbadis.2020.165889
WHO. (2020). Tatalaksana klinis infeksi saluran pernapasan akut berat (SARI) suspek penyakit COVID-19. World Health Organization, 4, 1–25.
World Health Organization. (2021). WHO Coronavirus Disease (COVID-19)
Dashboard. Diakses pada 29 Januari 2021, dari https://covid19.who.int/
Worldometers. (2021). Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Pandemic. Diakses pada 29 Januari 2021, dari
https://www.worldometers.info/coronavirus/
Zhao, Y., Shang, Y., Song, W., Li, Q., Xie, H., Xu, Q., Jia, J., Li, L., Mao, H., Zhou, X., Luo, H., Gao, Y., & Xu, A. (2020). Follow-up study of the pulmonary function and related physiological characteristics of COVID-19 survivors three months after recovery.
EClinicalMedicine, 25, 1-9.
doi:10.1016/J.ECLINM.2020.100463
Volume 10, Nomor 3, Juni 2022
332
Discussion and feedback