Community of Publishing In Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

MANAJEMEN HIPOTERMIA DALAM KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA PASIEN YANG MENJALANI PEMBEDAHAN ABDOMEN:

A LITERATURE REVIEW

Ni Komang Dewi Trisia Pratiwi1, Nyoman Agus Jagat Raya2, Luh Mira Puspita3

1 Mahasiswa Program Studi Sarjana Ilmu Keperawatan dan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, 2,3 Dosen Program Studi Sarjana Ilmu Keperawatan dan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Alamat Korespondensi: [email protected]

ABSTRAK

Hipotermia perioperatif didefinisikan sebagai kondisi suhu inti tubuh lebih rendah dari 36°C yang terjadi akibat respon dari induksi anestesi serta prosedur pembedahan. Pasien yang menjalani pembedahan abdomen merupakan salah satu populasi yang berisiko besar mengalami hipotermia perioperatif. Perawat mempunyai peran penting untuk melakukan intervensi manajemen hipotermia sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis intervensi manajemen hipotermia dan gambaran penerapannya dalam keperawatan perioperatif pada pasien yang menjalani pembedahan abdomen. Rancangan penulisan yang digunakan yaitu literature review yang mencakup 10 literatur yang dicari menggunakan database PubMed, ProQuest, ScienceDirect dan Google scholar, dan diseleksi berdasarkan kriteria inklusi-eksklusi serta PRISMA flowchart. Hasil review menunjukan bahwa jenis intervensi yang dapat diberikan yaitu dengan metode penghangatan aktif dan penghangatan pasif. Metode penghangatan aktif meliputi pengaturan suhu ruang operasi, pemberian cairan yang dihangatkan, penggunaan alat forced air warming, circulating-water mattresses, resistive warming systems, self-warming blanket, dan humidification warming systems. Metode penghangatan pasif meliputi penggunaan selimut katun, surgical drapes dan pakaian yang terbuat dari reflective composite fabric. Perawat kamar bedah spesialisasi bedah abdomen memegang peranan penting dalam manajemen hipotermia secara aktif dan pasif dengan mempersiapkan alat pada tahap preoperatif dan memantau keefektifan intervensi selama intraoperatif dan pascaoperatif.

Kata kunci : Keperawatan, Perioperatif, Manajemen Hipotermia, Pembedahan Abdomen

ABSTRACT

Perioperative hypothermia defined as core body temperature lower than 36°C, that occurs in response to induction of anesthesia and surgery procedures. The patients who undergoing abdominal surgery are one of the population that have a high risk for the occurrence perioperative hypothermia. Nurses have a primary role in giving an interventions of hypothermia management in perioperative setting, so that can prevent the other complications. This study aims to know the types of hypothermia management interventions and descriptions of their application in perioperative nursing on patients undergoing abdominal surgery. The writing design used is literature review which include 10 literatures that searched using PubMed, ProQuest, Science Direct and Google scholar databases and have been selected based on inclusion-exclusion criteria with PRISMA flowchart. The results showed that the types of hypothermia management interventions are active warming and passive warming methods. Active warming methods such as maintaining operating room temperature, giving warm fluids, the use of forced air warming, circulating-water mattresses, resistive warming systems, self-warming blanket, and humidification warming systems. Passive warming methods includes using cotton blanket, surgical drapes, and garments that made of reflective composite fabric. The operating room nurses specializing in abdominal surgery have an important role in the active and passive management of hypothermia by preparing the equipment at the preoperative stage and monitoring the effectiveness of the intervention during intraoperative and postoperative.

Keywords : Abdominal Surgery, Hypothermia Management, Nursing, Perioperative

497

PENDAHULUAN

Hipotermia perioperatif selalu menjadi tantangan klinis saat merawat pasien yang menjalani prosedur pembedahan (Giuliano & Hendricks, 2017). Menurut National Institute for Health and Care Excellence (NICE) (2016), hipotermia perioperatif merupakan suatu kondisi suhu inti tubuh lebih rendah dari 36°C. Prevalensi hipotermia perioperatif yang dilaporkan berkisar dari 50% hingga 90% dari semua pasien bedah dan terjadi ketika kemampuan tubuh untuk mempertahankan suhu normal berkurang. Di Amerika Serikat hipotermia menimpa sekitar enam juta pasien bedah setiap tahunnya (Seyed, Mohammad, Amir, Aria, & Farshad, 2016). Kebanyakan pasien dapat mentoleransi hipotermia ringan (suhu tubuh 35°C hingga 35,9°C), yang tidak terkait dengan morbiditas atau mortalitas yang signifikan. Angka kematian untuk penderita hipotermia sedang (suhu tubuh 34°C hingga 34,9°C) diperkirakan sebesar 21%, dan bahkan lebih tinggi pada hipotermia berat (suhu tubuh <33,9°C) yaitu mencapai 40% (Knaepel, 2012).

Hipotermia perioperatif terjadi sebagai respon terhadap tindakan anestesi yang mengganggu mekanisme pengaturan panas oleh sistem termoregulatori (Horn et al., 2016). Penelitian yang dilakukan oleh Hart et al. (2011), mendapatkan bahwa kejadian hipotermia memiliki peningkatan tiga kali lipat dalam kejadian gangguan pada jantung seperti aritmia, iskemia, dan henti jantung, tiga kali lipat dalam peningkatan kehilangan darah, 20% peningkatan dalam transfusi alogenik, peningkatan tiga kali lipat mengalami infeksi luka operasi hingga kematian pada beberapa pasien. Pasien yang menjalani pembedahan abdomen merupakan salah satu populasi yang berisiko besar mengalami hipotermia perioperatif. Pembedahan abdomen merupakan salah satu dari pembedahan mayor, yang membutuhkan pemberian anastesi umum maupun kombinasi anastesi umum dan epidural, memerlukan durasi operasi lebih lama dibandingkan dengan operasi minor, dan juga adanya paparan yang besar dari rongga tubuh yang terbuka selama operasi (Weinberg et al, 2017).

Berdasarkan skala Risk of Inadvertent PeriOperative Hypothermia (RIPOH), pembedahan abdomen mempunyai skor 8,99 yang diartikan mempunyai risiko tinggi terhadap terjadinya hipotermia selama operasi (Giuliano & Hendricks, 2017). Pada kasus pembedahan

abdomen dengan anestesi umum tanpa terapi penghangatan, ditemukan sebanyak 27,6% pasien menderita hipotermia perioperatif selama induksi anestesi, 85,7% pasien menderita hipotermia perioperatif satu jam setelah induksi anestesi dan 88,6% pasien menderita hipotermia perioperatif pada akhir anestesi (Prado, Barichello, Pires, Haas, & Barbosa, 2015). Intervensi dan tindakan pencegahan hipotermia diperlukan untuk diberikan pada pasien dengan pembedahan abdomen, sehingga dapat menghindari terjadinya komplikasi lebih lanjut pada pasien.

Panduan pencegahan hipotermia yang dikeluarkan oleh Association of periOperative Registered Nurses (AORN) (2016) dan NICE (2016), menyebutkan bahwa terdapat beberapa tindakan yang dapat dilakukan yaitu pemantauan pasien secara teratur bersama dengan intervensi untuk mempertahankan normotermia. Strategi pencegahan yang disarankan termasuk menjaga suhu kamar pada 24°C (75,2°F), melakukan penghangatan aktif, dan melakukan prewarming sebelum operasi. Beberapa intervensi lain untuk mempertahankan    normotermia    selama

pembedahan, diantaranya penggunaan forced air warming, circulating-water garments, bantalan transfer energi, pemberian cairan intravena dan cairan irigasi yang hangat, meningkatkan suhu ruang operasi, pemberian panas radiasi atau penghangatan resistif, membatasi paparan kulit pada suhu lingkungan yang rendah, penghangatan pasif dengan selimut katun, penggunaan     surgical     drapes/reflective

composite drapes.

Perawat mempunyai peran yang penting dalam merawat dan memantau pasien sepanjang proses perioperatif dalam upaya untuk melakukan pencegahan hipotermia, meliputi persiapan preoperatif, intraoperatif dan pascaoperatif. Hegarty et al. (2009), mendapatkan bahwa terdapat bukti kesenjangan pengetahuan tentang manajemen suhu tubuh serta pencegahan hipotermia diantara perawat perioperatif, dimana mereka membutuhkan peningkatan kesadaran dan kepatuhan terhadap pedoman praktik mengenai intervensi yang efektif untuk penanganan pasien hipotermia. Pemahaman yang baik tentang manajemen hipotermia perioperatif pada perawat merupakan bagian yang paling penting untuk pencegahan komplikasi lebih lanjut pada pasien (Giuliano & Hendricks, 2017). Berdasarkan hal tersebut, peneliti menemukan bahwa   intervensi

498

manajemen hipotermia pada pasien yang menjalani pembedahan abdomen perlu dibahas lebih mendalam dan penting untuk dilakukan oleh perawat bedah selama proses perioperatif. Literature review ini dibuat untuk mengetahui jenis intervensi manajemen hipotermia dan gambaran penerapannya dalam keperawatan perioperatif yang dapat diberikan pada pasien yang menjalani pembedahan abdomen.

METODE PENULISAN

Penelitian literature review ini menggunakan 10 literatur yang sudah dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang ditetapkan peneliti. Peneliti melakukan pencarian jurnal menggunakan database Google scholar, ProQuest, PubMed, dan Science Direct, dengan kata kunci prevention OR management OR nursing intervention AND perioperative OR operating room OR surgery room OR operating theatre AND hypothermia AND abdominal surgery.

responden penelitian yang digunakan adalah pasien yang menjalani pembedahan abdomen, penelitian yang termasuk dalam jenis penelitian clinical trial, randomized controlled trial, a prospective comparative study, penelitian menyajikan hasil temuan berupa intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hipotermia selama periode perioperatif, penelitian yang diterbitkan dari tahun 2016-2021, menggunakan bahasa Inggris dan tersedia dalam bentuk full-text. Kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu penelitian systematic review, meta-analysis dan penelitian yang responden penelitiannya berusia dibawah 18 tahun. Flow chart pencarian dan proses seleksi literatur selanjutnya dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Flow Chart Pencarian dan Seleksi Literatur


Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu


499


HASIL PENELITIAN

Karakteristik Penelitian

Literature review ini menggunakan 10 artikel jurnal yang diterbitkan lima tahun terakhir dan menggunakan bahasa Inggris. Sebanyak enam literatur menggunakan desain Randomized Controlled Trial (RCT), tiga literatur menggunakan desain prospective-comparative study, dan satu literatur menggunakan desain prospective randomized pilot and feasibility clinical trial. Total populasi pasien yang digunakan dari 10 literatur yang didapatkan yaitu 608 orang dan merupakan pasien yang akan menjalani berbagai jenis pembedahan abdomen seperti operasi obstetri dan ginekologi, operasi gastroenterologi, operasi kolorektal, operasi urologi, operasi transplantasi hati, laparoskopi, laparotomi dan jenis pembedahan abdomen lainnya.

Karakteristik umur pada sampel penelitian keseluruhan berusia >18 tahun. Sampel yang digunakan pada keseluruhan penelitian berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, namun pada satu literatur hanya menggunakan responden perempuan. Sampel penelitian cenderung lebih banyak perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Rata-rata lama operasi pada keseluruhan penelitian yaitu 65,14 menit - 582 menit, dimana waktu operasi paling lama ditemukan pada penelitian dengan operasi transplantasi hati. Rata-rata IMT pada keseluruhan sampel penelitian yaitu 21,5 kg/m2 - 28.08 kg/m2 (berada pada kategori berat badan normal hingga kategori obesitas tingkat 1).

Intervensi Manajemen Hipotermia dalam Keperawatan Perioperatif

Berdasarkan 10 literatur yang dianalisis, didapatkan bahwa keseluruhan penelitian menggunakan metode penghangatan aktif dan atau penghangatan pasif sebagai intervensi dalam manajemen hipotermia. Metode penghangatan aktif merupakan suatu metode penghangatan dengan memberikan suhu panas secara aktif ke dalam tubuh yang dapat mempengaruhi atau meningkatkan suhu tubuh selama operasi, sedangkan metode penghangatan pasif merupakan suatu metode pemberian bahan insulasi yang fungsinya mencegah pengeluaran suhu dari dalam tubuh ke lingkungan (Shaw et al., 2017).

Intervensi dengan metode penghangatan aktif yang digunakan pada penelitian meliputi

pengaturan suhu ruang operasi minimal 21oC, pemberian segala jenis cairan (intravena, irigasi, dan transfusi darah) yang dihangatkan, penggunaan alat forced air warming, circulating-water mattresses, resistive warming systems, self-warming blanket, dan humidification warming systems. Pada keseluruhan penelitian yang menggunakan metode penghangatan aktif, mereka menggunakan satu atau lebih intervensi penghangatan aktif dalam manajemen hipotermia. Adapun selengkapnya dapat diuraikan sebagai berikut, lima penelitian memberikan intervensi pengaturan suhu ruang operasi minimal 21oC, delapan penelitian memberikan intervensi pemberian cairan (intravena, irigasi, dan transfusi darah) yang dihangatkan sebelumnya, tujuh penelitian menggunakan alat forced air warming, satu penelitian menggunakan alat circulating-water mattresses, dua penelitian menggunakan alat resistive warming systems, satu penelitian menggunakan self-warming blanket, dan satu penelitian menggunakan humidification warming systems.

Intervensi manajemen hipotermia dengan metode penghangatan pasif yang digunakan meliputi penggunaan selimut katun, surgical drapes dan selimut atau pakaian yang terbuat dari reflective composite fabric (bahan fiber, polyester, synthetic polyurethane leather, fleece). Pada penelitian yang menggunakan metode penghangatan pasif, mereka menggunakan satu atau lebih intervensi penghangatan pasif dalam manajemen hipotermia. Adapun selengkapnya dapat diuraikan sebagai berikut, enam penelitian menggunakan selimut katun sebagai metode standar dalam penghangatan pasien, tiga penelitian mengungkapkan penggunaan surgical drapes, dan dua penelitian menggunakan selimut atau pakaian yang terbuat dari reflective composite fabric. Sebagian besar penelitian menggunakan kombinasi dari satu atau lebih metode penghangatan aktif maupun kombinasi dari penggunaan metode penghangatan aktif dan metode penghangatan pasif. Ringkasan intervensi manajemen hipotermia lebih lanjut dapat dilihat pada tabel 1.

500


Tabel 1. Ringkasan Intervensi Manajemen Hipotermia dalam Keperawatan Perioperatif

Intervensi

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Total

Penghangatan aktif

Pengaturan suhu ruang operasi minimal 21oC

5

Pemberian cairan hangat

8

Forced air warming

7

Circulating-water mattresses

1

Resistive warming systems

2

Self-warming blanket

1

Humidification warming systems

1

Penghangatan pasif

Selimut katun

6

Surgical drapes

3

Selimut atau pakaian yang terbuat dari reflective composite fabric

2

Waktu penghangatan

Penghangatan sebelum operasi

6

Penghangatan saat operasi

10

Penghangatan sesudah    √                                                                1

operasi

Catatan:

: intervensi dilakukan

1) Zaman et al. (2017); 2) Shenoy et al. (2019); 3) Alparslan et al. (2017); 4) Thapa et al. (2019); 5) Pearce et al. (2018); 6) Soysal et al. (2016); 7) Fadzlina et al. (2016); 8) Weinberg et al. (2017); 9) Santos et al. (2019); 10) Horn et al. (2016).

501

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis dari 10 literatur yang digunakan, keseluruhan penelitian menggunakan metode penghangatan aktif sebagai intervensi dalam manajemen hipotermia. Intervensi dengan metode penghangatan aktif apabila diurutkan dari yang paling banyak digunakan yaitu, sebanyak delapan penelitian memberikan intervensi pemberian cairan yang dihangatkan pada pasien yang menjalani pembedahan abdomen. Pemberian cairan hangat secara aktif ke dalam tubuh pasien dapat mengganti cairan/darah yang hilang selama operasi dengan suhu yang lebih panas dibanding suhu tubuh normal, sehingga hal ini dapat mencegah kehilangan panas dibandingkan dengan ketika pasien diberikan cairan yang dingin (Oshvandi et al., 2014). Setiap liter cairan intravena dengan suhu yang rendah dapat mengurangi suhu tubuh pasien sebanyak 0,25°C, sedangkan cairan intravena yang hangat dapat meningkatkan suhu inti tubuh sebanyak 0,5°C-0,7°C dan mengurangi risiko hipotermia (Goyal et al., 2011). Pemberian cairan intravena/irigasi dan transfusi darah dengan suhu hangat dapat diberikan dengan menggunakan alat penghangat cairan, atau bisa juga dihangatkan sebelumnya dalam lemari penghangat dengan suhu 37°C-40°C (NICE, 2016).

Intervensi manajemen hipotermia yang dapat diterapkan selanjutnya adalah penggunaan alat forced air warming. Jenis alat forced air warming yang digunakan pada tujuh penelitian yaitu selimut forced air warming di bawah tubuh dan di atas tubuh, dengan suhu output yang digunakan dalam rentang 38°C-44°C. Penggunaan alat forced air warming dapat dijadikan sebagai salah satu metode prewarming yaitu penghangatan 15-60 menit sebelum operasi, maupun penghangatan selama pembedahan dan terbukti efektif dalam mencegah penurunan suhu tubuh yang drastis selama perioperatif (Lee & Kim, 2021; Shenoy, Krishna, Kalyan, & Prasad 2019). Alat forced air warming bekerja dengan metode konvektif, dimana terjadi penghantaran udara panas dari alat yang terus menerus ke permukaan selimut dan ketika pasien berada di bawah maupun di atas selimut, maka akan memiliki area kontak yang luas sehingga panas dapat diserap secara optimal melalui permukaan kulit pasien (Pearce et al., 2018). Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut, didapatkan bahwa

penggunaan alat forced air warming efektif dalam mencegah hipotermia perioperatif pada pasien yang menjalani pembedahan abdomen, dilihat dari apapun jenis alat forced air warming yang digunakan, tempat pengaplikasian serta durasi dan waktu digunakannya atau digunakan sebagai alat penghangat tambahan dengan kombinasi alat penghangat lain.

Intervensi pengaturan suhu ruang operasi merupakan intervensi berikutnya yang dapat diterapkan, lima dari 10 penelitian menyebutkan penggunaan intervensi ini dengan kombinasi intervensi lainnya dalam mencegah hipotermia pada pasien yang menjalani pembedahan abdomen. Suhu ruang operasi diatur bervariasi pada suhu 21-24°C. Pengaturan suhu ruang operasi merupakan suatu intervensi standar yang dapat diterapkan pada semua ruangan operasi, dimana biasanya suhu ruang operasi diatur menggunakan alat yang tersentralisasi. Pengaturan suhu ruang operasi minimal 21°C terbukti menurunkan risiko hipotermia pada pasien, yang terjadi akibat dari perambatan antara suhu permukaan kulit dan suhu lingkungan (Knaepel, 2012).

Penggunaan alat resistive warming systems merupakan salah satu metode penghangatan aktif selanjutnya yang dapat dilakukan untuk manajemen hipotermia pada pasien yang menjalani pembedahan abdomen. Penelitian yang dilakukan Soysal, Ilce, & Erkol (2016), mengungkapkan bahwa penggunaan alat resistive warming systems dengan teknologi inovatif yaitu penggunaan serat karbon, dinilai efektif dalam mencegah hipotermia perioperatif. Penelitian lainnya menggunakan resistive heating blanket sebagai metode penghangatan aktif yang diberikan pada pasien yang menjalani pembedahan abdomen (Fadzlina, Nazaruddin, & Hardy, 2016). Pada metode resistive warming systems, bahan yang digunakan dapat mengubah energi listrik menjadi energi panas, seperti serat polimer atau serat karbon yang bersifat konduktif, sehingga dapat menghasilkan panas dan menghangatkan pasien melalui sistem konduksi. Penggunaan metode ini memerlukan beberapa perhatian lebih terutama pada teknik prosedurnya sehingga dapat berfungsi dengan optimal (Ackermann et al., 2018).

Penggunaan alat lain seperti circulatingwater mattresses juga dapat diberikan pada pasien yang menjalani pembedahan abdomen. Santos et al. (2019), mengungkapkan penggunaan circulating-water mattresses untuk 502

mencegah terjadinya hipotermia perioperatif pada pasien yang menjalani pembedahan abdomen. Target suhu output pada alat ini yaitu 38 ± 0,5°C. Circulating-water mattresses dikendalikan secara termostatis yang menghangatkan pasien melalui proses konduksi, dimana matras tersebut akan menghantarkan energi panas ketika menyentuh permukaan kulit tubuh pasien. Penggunaan circulating-water mattresses pada pasien yang menjalani pembedahan abdomen mayor dapat mempertahankan suhu normotermia selama pembedahan berlangsung, sehingga tidak terjadi hipotermia saat pascaoperasi pada pasien. Moyses, Trettene, Navarro, & Ayres (2014), menyebutkan bahwa penggunaan circulatingwater mattresses dapat meningkatkan kejadian adanya cedera termal seperti luka bakar, sehingga dalam penggunaannya harus mendapatkan perhatian khusus dan digunakan dengan hati-hati.

Intervensi dengan metode penghangatan aktif berikutnya yang dapat diterapkan yaitu penggunaan self-warming blanket. Penelitian yang dilakukan oleh Thapa, Kerton, & Peyton (2019), mengungkapkan penggunaan selfwarming blanket (Barrier EasyWarm) dalam mencegah terjadi hipotermia pada pasien yang menjalani pembedahan abdomen. Selimut ini terbuat dari bahan polypropylene dan terdapat 12 kantong dengan bantalan penghangatan aktif udara, yang mengandung bahan alami seperti besi, batubara aktif, tanah liat, air, garam, dan sodium poliakrilat. Selimut ini tidak menggunakan energi listrik dalam menghasilkan energi panas, energi panas dihasilkan ketika beberapa bahan kimia ini terpapar udara sehingga menyebabkan reaksi eksotermik. Suhu output pada selimut ini yaitu 40-43°C. Berdasarkan penelitian Torossian et al. (2016), penggunaan self-warming blanket Barrier EasyWarm dapat digunakan sebagai salah satu intervensi yang efektif dalam pencegahan hipotermia perioperatif pada pasien yang menjalani pembedahan abdomen.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Weinberg et al. (2019), mengungkapkan penggunaan alat humidification warming systems (Humigard, Fisher&Paykel), sebagai salah satu metode penghangatan aktif untuk mencegah terjadinya hipotermia pada pasien yang menjalani operasi transplantasi hati. Alat humidification warming systems adalah sistem penghantaran panas yang memungkinkan

adanya insuflasi karbondioksida (CO2) ke dalam luka bedah sehingga menghasilkan peningkatan suhu lokal pada luka operasi dan dapat mempertahankan suhu inti tubuh tetap normal (Frey et al., 2012). Intervensi ini dapat menjadi salah satu pilihan intervensi yang dapat diterapkan untuk manajemen hipotermia pada pasien yang menjalani pembedahan abdomen terbuka maupun laparoskopi (Wittenborn et al., 2019).

Intervensi berikutnya yaitu penggunaan metode penghangatan pasif, sebanyak sembilan dari 10 literatur menggunakan metode penghangatan pasif sebagai metode penghangatan tambahan selain penggunaan metode penghangatan aktif. Intervensi dengan metode penghangatan pasif yang dapat diterapkan yaitu penggunaan selimut katun, pemberian selimut katun pada pasien merupakan salah satu intervensi multimodal standar yang diterapkan di seluruh rumah sakit, selimut katun merupakan salah satu bahan insulasi yang berfungsi untuk mencegah pengeluaran suhu dari dalam tubuh ke lingkungan dengan mengurangi pertukaran panas secara radiatif dan konvektif (Shaw et al., 2017). Penggunaan selimut katun dalam segala jenis pembedahan dapat membantu meminimalisir kehilangan suhu tubuh pada pasien.

Tiga penelitian lainnya mengungkapkan penggunaan surgical drapes sebagai salah satu metode penghangatan pasif. Drapes dapat terbuat dari bahan kain atau kertas, dan dapat digunakan kembali atau sekali pakai tergantung dari jenis drapes yang digunakan. Bahan pada surgical drapes juga termasuk bahan insulator yang berfungsi untuk mencegah pengeluaran suhu dari dalam tubuh ke lingkungan, dengan membuat udara dingin terperangkap di dalam bahan tersebut, sehingga dapat mencegah terjadinya penurunan suhu tubuh/hipotermia selama pembedahan secara pasif (Brauer et al., 2004).

Metode penghangatan pasif selanjutnya yang dapat diterapkan menurut penelitian Fadzlina, Nazaruddin, & Hardy (2016), yaitu penggunaan pakaian yang terbuat dari reflective composite fabric yang diberikan nama heatband, untuk mencegah terjadinya hipotermia pada pasien yang menjalani pembedahan laparotomi ginekologi. Heat-band merupakan pakaian yang dibuat dari bahan insulator resistif dengan serat fiber yang dirancang untuk membuat udara terperangkap di dalamnya 503

sehingga dapat mencegah kehilangan panas secara konvektif. Penelitian lain mengungkapkan penggunaan polar blanket, topi/penutup kepala dan kaus kaki yang terbuat dari bahan katun. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penggunaan reflective composite fabric dapat diterapkan sebagai salah satu metode penghangatan pasif untuk mencegah hipotermia perioperatif pada pasien yang menjalani pembedahan abdomen.

Perawat memiliki peran penting dalam memberikan intervensi manajemen hipotermia pada periode perioperatif untuk mencegah komplikasi yang dapat membahayakan pasien, mencakup pada fase preoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif. Pada fase preoperatif perawat dapat melakukan pemberian prewarming menggunakan metode penghangatan aktif maupun penghangatan pasif. Prewarming dengan menggunakan metode penghangatan aktif yaitu penggunaan alat forced air warming, yang diberikan 15-60 menit sebelum induksi anestesi. Prewarming dengan metode penghangatan pasif yaitu penggunaan pakaian/selimut yang terbuat dari bahan reflective composite fabric seperti penggunaan heat-band dan polar blanket, topi/penutup kepala, serta kaus kaki yang terbuat dari bahan katun 20 menit sebelum dibawa ke ruang operasi.

Pada fase intraoperatif, perawat berperan dalam melakukan pemantauan suhu tubuh secara rutin setiap 15 menit atau 30 menit selama operasi berlangsung. Perawat juga dapat memberikan intervensi manajemen hipotermia dengan metode penghangatan aktif dan metode penghangatan pasif, atau kombinasi dari beberapa intervensi yang disebutkan diatas, yang tentunya dapat disesuaikan dengan ketersediaan alat di masing-masing ruang operasi. Pada fase pascaoperatif, intervensi manajemen hipotermia yang dapat dilakukan oleh perawat yaitu melakukan pemantauan suhu tubuh setiap 15 menit sejak pasien dipindahkan ke ruang pemulihan, kemudian memberikan satu atau lebih selimut katun dan apabila pasien mengalami hipotermia pascaoperatif, dapat diberikan penghangatan aktif berupa penggunaan alat forced air warming (NICE, 2016).

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil literature review ini, dapat disimpulkan bahwa intervensi yang digunakan untuk manajemen hipotermia

perioperatif yaitu penggunaan metode penghangatan aktif dan penghangatan pasif maupun kombinasi dari kedua metode tersebut. Metode penghangatan aktif meliputi pengaturan suhu ruang operasi pada suhu 21-24°C, pemberian segala jenis cairan (intravena, irigasi, dan transfusi darah) yang dihangatkan pada suhu 37-38°C, penggunaan selimut forced air warming bagian bawah tubuh atau bagian atas tubuh dengan suhu output 38-44°C, penggunaan circulating-water mattresses dengan suhu 38 ± 0,5°C, penggunaan resistive warming systems dengan serat karbon dan selimut resistif, penggunaan self-warming blanket Barrier EasyWarm, dan penggunaan humidification warming systems Humigard Fisher&Paykel. Metode penghangatan pasif meliputi penggunaan selimut katun, surgical drapes dan selimut atau pakaian yang terbuat dari reflective composite fabric (bahan fiber, polyester, synthetic polyurethane leather, fleece).

Penerapan dari setiap intervensi sebagian besar dapat diterapkan dengan mudah dengan efektifitasnya masing-masing, namun perlu diperhatikan mengenai panduan penggunaan alat sehingga dapat mencegah efek samping seperti cedera termal. Perawat kamar bedah spesialisasi bedah abdomen memegang peranan penting dalam manajemen hipotermia baik dengan penghangatan aktif maupun pasif dengan mempersiapkan alat yang sesuai dengan kebutuhan pasien pada tahap preoperatif dan memantau keefektifan intervensi penghangatan selama proses intraoperatif dan pascaoperatif. Penelitian selanjutnya sangat diperlukan mengenai perbandingan keefektifan masing-masing intervensi manajemen hipotermia pada pembedahan abdomen, sehingga dapat ditemukan intervensi yang paling efektif yang dapat diberikan pada pasien yang menjalani pembedahan abdomen.

DAFTAR PUSTAKA

Ackermann, W., Fan, Q., Parekh, A. J., Stoicea, N., Ryan, J., & Bergese, S. D. (2018). Forced-air warming and resistive heating devices: Updated perspectives on safety and surgical site infections. Frontiers in Surgery, 5(64). doi: https://doi.org/10.3389/fsurg.2018.00064

Alparslan, V., Kus, A., Hosten, T., Ertargin, M., Ozdamar, D., Toker, K., & Solak, M. (2017). Comparison of forced-air warming systems in prevention of intraoperative hypothermia. Journal of Clinical Monitoring and

504

Computing,     32(3),     343-349.     doi:

10.1007/s10877-017-0017-z

Association of periOperative Registered Nurses. (2016). Guideline summary: prevention of unplanned patient hypothermia. AORN Journal,

doi: https://doi.org/10.1016/j.aorn.2016.01.00 6

Burger, L., & Fitzpatrick, J. (2009). Prevention of inadvertent perioperative hypothermia. British Journal of   Nursing,    18(18). doi:

10.12968/bjon.2009.18.18.44553

Braurer, A., Perl, T., Uyanik, Z., English, M. J. M., Weyland, W.,  & Braun, U. (2004).

Perioperative thermal insulation: Minimal clinically important differences? British Journal of Anaesthesia,  92  (6). doi:

10.1093/bja/aeh156

Fadzlina, W., Nazaruddin, W., & Hardy, M. (2016). Passive warming using a heat-band versus a resistive heating blanket for the prevention of inadvertent perioperative hypothermia during laparotomy for gynaecological surgery. The Malaysian Journal of Medical Science, 23(2) 28-37.            Retrieved           from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/P MC4976711/

Frey, J. M., Janson, M., Svanfeldt, M., Svenarud, P. K., & Van-der-Linden, J. A. (2012). Local insufflation of warm humidified CO2 increases open wound and core temperature during open colon surgery. Anesthesia & Analgesia, 115(5),           1204-1211.           doi:

10.1213/ANE.0b013e31826ac49f

Giuliano, K.K., & Hendricks, J. (2017). Inadvertent perioperative hypothermia: Current nursing knowledge. AORN journal, 105(5), 453-463. doi: https://doi.org/10.1016/j.aorn.2017.03.003

Goyal, P., Kundra, S., Sharma, S., Grewal, A., Kaul, T. K., & Singh, M. R. (2011). Efficacy of intravenous fluid warming for maintenance of core temperature during lower segment cesarean      section      under      spinal

anesthesia. Journal of Obstetric Anaesthesia and Critical  Care,   1(2),   73-77. doi:

10.4103/2249-4472.93990

Hart, S. R., Bordes, B., Hart, J., Corsino, D., & Harmon, D. (2011). Unintended perioperative hypothermia. The Ochsner Journal, 11(3), 259–270.          Retrieved         from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/P MC3179201/

Hegarty, J., Walsh, E., Burton, A., Murphy, S., O’Gorman, F., & McPolin, G. (2009). Nurses knowledge of inadvertent hypothermia. AORN Journal,  89(4),  701-704,  707-713. doi:

10.1016/j.aorn.2008.09.003

Horn, E.P., Bein, B., Broch, O., Iden, T., Böhm, R., Latz, S.K., & Höcker, J. (2016). Warming before and after epidural block before general anaesthesia for major abdominal surgery prevents perioperative hypothermia:  A

randomised controlled trial. European Journal of Anaesthesiology,  33(5),  334-40. doi:

10.1097/EJA.0000000000000369.

Horosz, B., & Malec, M. M. (2013). Inadvertent intraoperative hypothermia. Anaesthesiol Intensive   Therapy,  45(1),  38-43. doi:

10.5603/AIT.2013.0009

Knaepel, A. (2012). Inadvertent perioperative hypothermia: A literature review. Journal Perioperative Practice, 22(3), 86-90. doi:

10.1177/175045891202200302

Lee, Y., & Kim, K. (2021). Optimal application of forced air warming to prevent peri-operative hypothermia during abdominal surgery: a systematic review and meta-analysis. International Journal of Environmental Research and Public Health, 18(5), doi:

10.3390/ijerph18052517

Moysés, A. M., Trettene, Armando. D. S., Navarro, L. H. C., & Ayres, J. A. (2014). Hypothermia prevention during surgery:  Comparison

between thermal mattress and thermal blanket. Revista da Escola de Enfermagem da USP, 48(2),                              228-235.

doi:https://dx.doi.org/10.1590/S0080-623420140000200005

National Institute for Health and Care Excellence. (2016). Clinical guideline of hypothermia: Prevention and management in adults having surgery.          Retrieved          from

https://www.nice.org.uk/guidance/cg65/resou rces/hypothermia-prevention-and-management-in-adults-having-surgery-pdf-975569636293

Oshvandi, K., Shiri, F.H., Fazel, M.R., Safari, M., & Ravari, A. (2014). The effect of pre-warmed intravenous fluids on prevention of intraoperative hypothermia in cesarean section. Iranian Journal of Nursing and Midwifery Research, 19(1), 64-9. Retrieved from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/P MC3917187/

Pearce, B., Mattheyse, L., Ellard, L., Desmond, F., Pillai, P., & Weinberg, L. (2018). Comparison of the warmcloud and bair hugger warming devices for the prevention of intraoperative hypothermia in patients undergoing orthotopic liver transplantation: A randomized clinical trial. Transplantation Direct,  4(4). doi:

10.1097/TXD.0000000000000775

Prado, C.B.C., Barichello, E., Pires, P.S., Haas, V.J., & Barbosa, M.H. (2015). Occurrence and factors associated with hypothermia during

505

elective abdominal surgery. Acta Paulista de Enfermagem,    28(5),    475–481. doi:

https://doi.org/10.1590/1982-0194201500079

Santos, R. M. S. F., Boin, I. F. S. F., Caruy, C. A. A., Cintra, E. A., Torres, N. A., & Duarte, H. N. (2019). Randomized clinical study comparing active heating methods for prevention of intraoperative        hypothermia        in

gastroenterology. Revista Latino-Americana De Enfermagem,  27. doi: http://dx.doi.

org/10.1590/1518-8345.2589.3103

Seyed, N. L. F., Mohammad, R. A., Amir, E. Z., Aria, S., & Farshad, H. K. (2016) Inadvertent

perioperative hypothermia: A literature review of an old overlooked problem. Acta Facultatis Medicae Naissensis,  33(1),  5-11. doi:

10.1515/afmnai-2016-0001

Shaw, C. A., Steelman, V. M., DeBerg, J., &

Schweizer, M. L. (2017). Effectiveness of active and passive warming for the prevention of inadvertent hypothermia in patients receiving neuraxial anesthesia: A systematic review and meta-analysis of randomized controlled trials. Journal of clinical anesthesia, 38,         93–104.         doi:

https://doi.org/10.1016/j.jclinane.2017.01.005

Shenoy, L., Krishna, H. M., Kalyan, N., & Prasad, K. H. (2019). A prospective comparative study between prewarming and cowarming to prevent intraoperative hypothermia. Journal of Anaesthesiology Clinical Pharmacology, 35(2),                              231-235.

doi: 10.4103/joacp.JOACP_353_17

Soysal, G. E., Ilce, A., & Erkol, M. H. (2018). Effect of ‘‘an innovative technology’’ active warming and passive warming on unplanned hypothermia during perioperative period:pA clinical trial. Therapeutic Hypothermia and Temperature Management, 8(4), 216-224.

doi: 10.1089/ther.2017.0048

Thapa, H. P., Kerton, A. J., & Peyton, P. J. (2019). Comparison of the easywarm® self-heating blanket with the cocoon forced-air warming blanket in preventing intraoperative hypothermia. Anaesthesia and Intensive Care, 47(2),             169-174.             doi:

10.1177/0310057X19840264

Torossian, A., Van-Gerven, E., Geertsen, K., Horn, B., Van-deVelde, M., & Raeder, J. (2016). Active perioperative patient warming using a self-warming     blanket     (BARRIER®

EasyWarm®) is superior to passive thermal insulation:  A multinational, multicenter,

randomized trial. Journal of Clinical Anesthesia, 34,        547–554.        doi:

https://doi.org/10.1016/j.jclinane.2016.06.030

Weinberg, L., Huang, A., Alban, D., Jones, R., Story, D., McNicol, L., & Pearce, B. (2017).

Prevention of hypothermia in patients

undergoing orthotopic liver transplantation using the humigard® open surgery humidification system:   A prospective

randomized pilot and feasibility clinical trial. BMC        surgery, 17(1).        doi:

https://doi.org/10.1186/s12893-017-0208-z

Wittenborn, J., Clausen, A., Zeppernick, F., Stickeler, E., & Heerlein, I. V. (2019). Prevention of intraoperative hypothermia in laparoscopy by the use of body-temperature and humidified CO2:  A pilot study. Geburtshilfe und

Frauenheilkunde         79(9).         doi:

https://doi.org/10.1055/a-0903-2638

Yasar, P.O., Uzumcugil, F., Pamuk, A.G., & Kanbak, M. (2021). Comparison of combined forced-air warming and circulating-water-mattress and forced-air warming alone in patients undergoing open abdominal surgery in lithotomy position: A randomized controlled trial. Indian Journal of   Surgery.   doi:

https://doi.org/10.1007/s12262-021-02829-8

Zaman, S. S., Rahmani, F., Majedi, M. A., Roshani, D., & Valiee, S. (2017). A clinical trial of the effect of warm intravenous fluids on core temperature and shivering in patients undergoing abdominal surgery. Journal of PeriAnesthesia Nursing,  33(5),  616-625.

doi:http://dx.doi.org/10.1016/j.jopan.2016.12. 010

506


Volume 9, Nomor 5, Oktober 2021