Community of Publishing In Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

HUBUNGAN KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN STRES PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS II DENPASAR BARAT

Minfiatin Malikatin1, Meril Valentine Manangkot2, Luh Mira Puspita3

1 Mahasiswa Program.Studi.Sarjana.Keperawatan.dan.Profesi.Ners.Fakultas.Kedokteran.Universitas.Udayana , 2, 3 Dosen.Program.Studi.Sarjana.Keperawatan.dan.Profesi.Ners.Fakultas.Kedokteran.Universitas.Udayana Alamat.korespondensi: [email protected]

ABSTRAK

Diabetes mellitus merupakan penyakit gangguan metabolik yang terjadi akibat pankreas tidak dapat memproduksi cukup insulin secara efektif. Meningkatnya jumlah pasien DMT2 dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor genetik, obesitas, proses menua, merokok, dan stres . Stres merupakan gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan. Stres dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain materi, fisik, psikologis, sosial, dan spiritual (seperti kecerdasan spiritual). Kecerdasan spiritual merupakan dimensi seseorang untuk mendapatkan kekuatan ketika menghadapi penyakit fisik dan masalah psikis. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara kecerdasan spiritual dengan stres pasien Diabetes Mellitus tipe 2 di wilayah kerja Puskemas II Denpasar Barat. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional. Total 44 responden yang terlibat dalam penelitian ini dan dipilih dengan teknik consecutive sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner Spiritual Intelligence Self-Report Inventory (SISRI) dan kuesioner Depression Anxiety Stress Scales (DASS). Hasil uji Spearman Rank didapatkan nilai p=0,484 (p>0,05) yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan spiritual dengan stres pasien DMT2 di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat. Penelitian ini diharapkan dapat menggunakan jumlah sampel yang lebih banyak sehingga data yang didapatkan akan lebih akurat dan kecerdasan spiritual pasien DM ini perlu lebih diperhatikan oleh seorang perawat ketika memberikan asuhan keperawatan pada pasien DM sehingga dapat menunjang aspek lainnya yang berkontribusi dalam kemampuan perawatan diri pasien.

Kata kunci: kecerdasan spiritual, pasien DMT2, stres

ABSTRACT

Diabetes Mellitus is a metabolic disorder that occurs due to the pancreas not being able to produce sufficient insulin effectively. The increasing number of DMT2 patients can be caused by several factors, namely genetic factors, obesity, aging, smoking, and stress. Stress can be influenced by several factors, namely material, physical, psychological, social, and spiritual (such as spiritual intelligence). Spiritual intelligence is a dimension of a person to gain strength when facing physical illness and psychological problems. This study aimed to identify the relationship between spiritual intelligence with the stress of Diabetes Mellitus Type 2 patients in the working area of Public Health Center (Puskesmas) II West Denpasar. This study used a descriptive correlative design with a cross-sectional approach. A total of 44 respondents were involved and selected by consecutive sampling techniques in this study. The instruments used were the Spiritual Intelligence Self-Report Inventory (SISRI) and the Depression Anxiety Stress Scales (DASS) questionnaires. The Spearman Rank test results obtained p=0,484 (p>0,05) value, which means there was no significant relationship between spiritual intelligence with the stress of DMT2 patients in the working area of Public Health Center (Puskesmas) II West Denpasar. This study is expected to use a larger number of samples, thus the data obtained will be more accurate and the spiritual intelligence of Diabetes Mellitus patients need to be more considered by a nurse when providing nursing care to Diabetes Mellitus patients. Therefore, it can support other aspects that contribute to the patient's self-care abilities.

Keywords: Spiritual Intelligence, DMT2 Patient, Stress

463

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolik yang terjadi akibat pankreas tidak dapat memproduksi cukup insulin secara efektif sehingga mengakibatkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah yang disebut dengan hiperglikemi (World Health Organization, 2016). DM terdiri dari empat jenis yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain dan DM gestasional (American Diabetes Association, 2014). Sedangkan jenis DM yang paling banyak diderita adalah DMT2, sekitar 90% penderita DM tergolong kedalam DMT2 dan 10% diantaranya adalah golongan DMT1 (Guariguata, Whiting, Hambleton, Beagley, Linnenkamp, & Shaw, 2014). DMT2 adalah suatu kondisi dimana tubuh atau jaringan tubuh tidak berespon terhadap aksi dari insulin (Ndraha, 2014).

Data dari International Diabetes Federation (2017), mencatat bahwa jumlah pasien DMT2 di seluruh dunia tahun 2017 sebanyak 425 juta dan diprediksi akan mengalami peningkatan sebanyak 48% menjadi 629 juta pada tahun 2045. Berdasarkan data Riskesdas (2018), menyebutkan bahwa terjadi peningkatan kejadian DMT2 di Indonesia sebesar 1.5% pada tahun 2013 menjadi 2.0% pada tahun 2018. Prevalensi DMT2 di Provinsi Bali pada Tahun 2013 tercatat sebanyak 1,3% dan meningkat pada tahun 2018 sebanyak 1,7% (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Data Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2018), menyatakan bahwa Kota Denpasar memiliki pasien DMT2 cukup tinggi di Bali setelah Kabupaten Gianyar yaitu sebesar 9.123 kasus pada tahun 2018. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Denpasar (2019), menyatakan bahwa Puskesmas II Denpasar Barat menempati urutan pertama tertinggi dengan jumlah pasien DMT2 pada tahun 2018 sebanyak 1.384 kasus dan meningkat menjadi 2.195 kasus pada

tahun 2019. Meningkatnya jumlah pasien DMT2 dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor genetik, obesitas, perubahan gaya hidup, pola makan yang salah, obat-obatan yang mempengaruhi kadar glukosa darah, kurangnya aktivitas fisik, proses menua, kehamilan, merokok, dan stres (Muflihatin, 2015).

Stres merupakan gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan (Nasir & Muhith, 2011). Stres dapat berdampak pada fisik, psikologis, intelektual, sosial, dan spiritual seseorang. Stres juga dapat mempengaruhi kadar glukosa darah, semakin berat tingkat stres maka risiko terjadinya peningkatan kadar glukosa darah juga semakin tinggi (Nugroho & Purwanti, 2010).

Penelitian Derek, Rottie, & Kallo (2017), pada 75 pasien DMT2 di Rumah Sakit Pancaran Kasih GMIM Manado didapatkan hasil ada hubungan antara tingkat stres dengan kadar gula darah pada pasien DMT2. Penelitian Anita (2018), pada 45 pasien DMT2 di Ruang Dahlia RSUD Kota Madiun didapatkan hasil ada hubungan antara tingkat stres dengan kadar gula darah pada pasien DM. Stres berkepanjangan akan meningkatkan produksi hormon stres yaitu kortisol. Kortisol dapat menghambat sel T dan aktivitas makrofag serta mengurangi jumlah limfosit yang beredar (Chew, Ghazali, & Fernandez, 2014). Hal ini dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh terhadap penyakit sehingga menambah parah penyakit yang diderita.

Stres dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain materi (seperti barang dan sosial ekonomi), fisik (seperti kesehatan), psikologis (seperti kemampuan problem solving), sosial (seperti kemampuan interpersonal dan dukungan sosial), dan spiritual (seperti perasaan kedekatan dengan tuhan dan kecerdasan spiritual) (Ahyar, 2010).

464


Penelitian Pratitis (2016), didapatkan hasil bahwa problem solving training mempengaruhi penurunan stres pada family caregiver pasien paliatif. Menurut penelitian Syahrir (2016), didapatkan hasil dukungan sosial dapat mempengaruhi tingkat stres pada pasien DMT2. Hal ini didukung juga oleh penelitian Fitriani (2012), didapatkan hasil bahwa sosial ekonomi dapat mempengaruhi stres pada pasien hipertensi.

Salah satu faktor yang mempengaruhi stres, namun masih jarang diteliti yaitu kecerdasan spiritual (Wade & Tavris, 2007). Kecerdasan spiritual merupakan dimensi seseorang untuk mendapatkan kekuatan ketika menghadapi penyakit fisik dan masalah psikis (Zohar and Marshall, 2007). Kecerdasan spiritual bermanfaat bagi seseorang untuk berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku dan hati nurani. Seseorang dengan kecerdasan spiritual yang baik juga akan lebih mampu menjalani hidup dengan lebih baik, mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat, dan memiliki pegangan dalam menjalani kehidupan (Mariska, 2008).

Kecerdasan spiritual yang baik akan membantu sesorang dalam mengatasi stres psikis yang dialami dan menurunkan produksi hormon-hormon stres terutama kortisol sehingga kadar glukosa darah terkontrol (Cook, Powel & Sims, 2010). Faktor spiritual menyumbang aktivitas positif terhadap perubahan perilaku dan memotivasi individu yang berdampak pada perubahan gaya hidup untuk pencapaian kontrol glukosa darah (Zareipour et al, 2016). Terkontrolnya kadar glukosa darah akan mencegah terjadinya komplikasi DM lebih lanjut (Smeltzer & Bare, 2015).

Penelitian Ardhiyanto (2019), pada 167 pasien DMT2 di Poli Penyakit Dalam RSU Haji Surabaya didapatkan hasil ada hubungan antara kecerdasan spiritual dengan self-management pasien DMT2.

Hal ini didukung oleh penelitian Rohmin (2018), didapatkan hasil spiritualitas mempengaruhi strategi koping pada pasien DMT2. Didukung oleh penelitian Suciani & Nuraini (2017), didapatkan hasil ada hubungan yang signifikan antara kemampuan spiritualitas dan tingkat stres pasien DM di rumah perawatan.

Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada bulan Oktober-Desember 2019 rata-rata kunjungan pasien DM per bulan di Puskesmas II Denpasar Barat adalah 78 orang. Saat dilakukan pengambilan data pada 10 pasien DMT2 di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat didapatkan hasil 60% mengalami stres sedang, dan 40% diantaranya mengalami stres ringan. Berdasarkan paparan tersebut peneliti bermaksud melakukan penelitian terkait dengan “Hubungan Kecerdasan Spiritual dengan Tingkat Stres pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Barat”.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah Seluruh pasien DMT2 di Puskesmas II Denpasar Barat. Pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling pada 44 responden.    Kriteria inklusi pada

penelitian ini adalah usia 26-65 tahun, pasien telah menderita DMT2 ≥1 tahun, dan bersedia menjadi responden penelitian dengan menandatangani informed consent. Sedangkan Kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu pasien yang mengalami gangguan pendengaran dan gangguan penglihatan.

Data    dikumpulkan    dengan

menggunakan kuesioner demografi, kecerdasan spiritual diukur dengan Spiritual Intelligence Self-Report Inventory (SISRI) versi bahasa indonesia yang sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas sebesar 0,760 (Arpandyani, 2019) dan stres diukur dengan 465

Depression, Anxiety and Stress Scales (DASS 42) versi basa indonesia yang sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas sebesar 0,93 (Basha & Kaya, 2016).

Pengumpulan data dilakukan hanya satu kali pada responden dengan langsung menghampiri responden ketika sedang di ruang tunggu obat, dan informed consent diisi oleh responden sebelum mengisi kuesioner, kemudian peneliti yang memberikan kuesioner tersebut kepada responden.

Analisis data menggunakan uji korelasi Spearman Rank dikarenakan variabel kecerdasan spiritual tidak terdistribusi normal dan variabel stres terdistribusi normal. Analisa data menggunakan bantuan program SPSS ber. 22 dengan tingkat kepercayaan 95% (p≤0,05).

HASIL PENELITIAN

Distribusi hasil penelitian karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Status Perkawinan, Komplikasi dan Lama Menderita DM Pasien DMT2 di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Barat

Variabel

Frekuensi (n)

Presentase (%)

Usia

26-35

1

2,3

36-45

3

6,9

46-55

7

15,8

56-65

33

75

Total

44

100,0

Jenis Kelamin

Laki-laki

19

43,2

Perempuan

25

56,8

Total

44

100,0

Pendidikan

Tidak Sekolah

1

2,3

Tamat SD

12

27,2

Tamat SMP

8

18,2

Tamat SMA

18

40,9

Perguruan Tinggi

5

11,4

Total

44

100,0

Pekerjaan

Tidak Bekerja

5

11,4

Buruh

4

9,1

Petani

1

2,3

Wiraswasta

6

13,6

Pegawai Swasta

2

4,5

PNS

6

13,6

Ibu Rumah Tangga

15

34,1

Lain-lain (Pensiun)

5

11,4

Total

44

100,0

Status Perkawinan

Menikah

37

84,1

Belum Menikah

3

6,8

Cerai/Mati

4

9,1

Total

44

100,0

Komplikasi

Tidak Ada

42

95,4

Stroke

1

2,3

Serangan Jantung

1

2,3

Total

44

100,0

Lama Menderita DM

466

<5 Tahun                     25

5-10 Tahun                     16

>10 Tahun                     3

56,8

36,4

6,8

Total                        44

100,0

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa jumlah responden terbanyak berasal dari usia 56-65 tahun yaitu sebanyak 33 orang (75%), berjenis kelamin perempuan sebanyak 25 orang (56,8%), berpendidikan tamat SMA

sebanyak 18 orang (40,9%), berkerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 15 orang (34,1%), berstatus menikah sebanyak 37 orang (84,1%), tidak ada komplikasi sebanyak 42 orang (95,4%), dan lama menderita DM selama <5 Tahun sebanyak 25 orang (56,8%).

Tabel 2. Gambaran Skor Kecerdasan Spiritual

N    Mean     Median

SD        Minimal    Maksimal

Kecerdasan   44     56,80       57,00

Spiritual

5,781           39           75

kecerdasan spiritual yakni 56,80, median

Berdasarkan data pada Tabel 2 diketahui bahwa rata-rata nilai skor

57,00, standar deviasi 5,781, nilai minimun 39, dan nilai maksimum 75.

Tabel 3. Kategori Kecerdasan Spiritual Pasien DMT2 di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Barat

Kategori Variabel                 Frekuensi (n)              Presentase (%)

Kecerdasan Spiritual Sedang                 40

Kecerdasan Spiritual Tinggi                  4

90,8

9,2

Total                            44

100,0

Berdasarkan data pada Tabel 3 diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki kecerdasan

spiritual sedang sebanyak 40 orang (90,8%), dan kecerdasan spiritual tinggi sebanyak 4 orang (9,2%).

Tabel 4. Gambaran Skor Stres

N    Mean    Median      SD

Minimum      Maksimum

Stres      44     12,02      11,00        5,568

2                23

Berdasarkan data pada Tabel 4 diketahui bahwa rata-rata nilai skor stres

deviasi 5,568, nilai minimun 2, dan nilai maksimum 23.

yakni 12,02, median 11,00, standar

Tabel 5. Kategori Stres Pasien DMT2 di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Barat

Variabel Stres                   Frekuensi (n)                          Presentase (%)

Normal                      32

Ringan                         5

Sedang                        7

72,7

11,4

15,9

Total                           44

100,0

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa stres normal sebanyak 32 orang (72,7%), stres ringan sebanyak 5 orang

(11,4%), dan stres sedang sebanyak 7 orang (15,9%).

467

Tabel 6. Analisis Hubungan Kecerdasan Spiritual dengan Stres Pasien DMT2 di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Barat

Uji Korelasi Spearman Rank

Variabel                     N

p-value

Kecerdasan Spiritual Stres

0,484

Berdasarkan analisis hubungan kecerdasan spiritual dengan stres pasien DMT2 di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat, didapatkan nilai p=0,484 yang artinya nilai p>0,05, maka hipotesis (Ho) gagal ditolak. Hal ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan spiritual dengan stres pasien DMT2 di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien DMT2 di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Barat memiliki kecerdasan spiritual yang sedang sebanyak 40 responden (90,8%), dan sebanyak 4 responden (9,2%) memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi. Domain kecerdasan spiritual digambarkan beragam oleh banyak literature. Johnson, et al (2011), menjelaskan bahwa Individu dengan kecerdasan spiritual tinggi, lebih memungkinkan memenuhi rejimen pengobatan yang direkomendasikan, melakukan perilaku perawatan diri yang positif pada manajemen DM. Kecerdasan spiritual dapat meningkatkan penyembuhan, kesehatan dan kemampuan koping individu yang hidup dengan penyakit kronis seperti DM dan kanker.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien DMT2 di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Barat mengalami stres normal sebanyak 32 responden (72,7%), stres ringan sebanyak 5 responden (11,4%), dan stres sedang sebanyak 7 responden (15,9%). Damayanti (2015), menyatakan bahwa stres yang tinggi dapat memicu kadar gula darah dalam tubuh yang semakin

meningkat sehingga semakin tinggi stres yang dialami oleh pasien DM maka DM yang diderita akan semakin bertambah buruk.

Berdasarkan usia sebagian besar yang mengalami DMT2 yaitu berusia 5665 tahun sebanyak 33 responden (75%). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian dari Syahrir (2016) dengan distribusi usia responden diantara 56-65 tahun yaitu sebanyak 86 (40,2%). Usia menjadi faktor penting risiko terjadinya DM, usia dikaitkan dengan terjadinya penurunan fungsi sel pancreas dan berkurangnya sekresi hormon insulin sehingga semakin tua usia seseorang maka risiko terjadinya DM semakin tinggi. Usia lebih dari 45 tahun merupakan kelompok risiko tinggi mengalami DM (Perkeni, 2011).

Berdasarkan jeis kelamin, hasil penelitian menunjukkan jumlah pasien DMT2 perempuan lebih besar yaitu sebanyak 25 responden (56,8%), sedangkan laki-laki sebanyak 19 responden (43,2%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Shahrir (2016) yang menunjukkan perempuan lebih banyak menderita DMT2 sebanyak 135 responden (63,1%). Perempuan lebih berisiko terkena DM karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks massa tubuh (IMT) yang lebih besar, selain itu sindrom siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-menopause yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita DM (Yusro, 2010).

Sebagian besar dalam penelitian ini adalah perempuan. Hal ini dapat disebabkan karena perempuan relatif

468


memiliki kesadaran yang lebih baik untuk melakukan pemeriksaan ke pelayanan kesehatan ketika mengalami gangguan kesehatan. Hal ini di dukung oleh penelitian Tasya, Andriany, dan Herwanda (2016) menyatakan karakteristik pasien yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 98 responden (65,3%), sementara laki-laki sebanyak 52 responden (34,7%).

Berdasarkan status pernikahan, hasil penelitian menunjukkan terdapat 37 responden (84,1%) memiliki status menikah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari, Thobari dan Andayani (2011), bahwa seseorang yang terikat dalam status pernikahan memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan dengan seseorang yang tidak terikat dalam status pernikahan. Penelitian yang dilakukan oleh Coffman (2008), bahwa pasien DM akan mendapatkan berbagai dukungan sosial yang utama adalah dukungan dari keluarga dan dukungan yang lain didapatkan dari teman dan petugas kesehatan.

Berdasakan lama menderita DM, hasil penelitian ini menunjukkan terdapat 25 responden (56,8%) telah menderita DM selama kurang dari 5 tahun. Penelitian Rahmat (2010), mengatakan bahwa pasien DM dapat mengalami penurunan kualitas hidup setelah menderita DM minimal selama satu tahun, hal ini disebabkan karena dalam rentang waktu tersebut pasien telah mengalami dan merasakan berbagai perubahan atau keluhan fisik dan psikis akibat penyakitnya tersebut. Lama waktu menderita DM tersebut menyebabkan munculnya berbagai pengalaman misalnya munculnya komplikasi DM, sehingga pasien DM tersebut termotivasi untuk patuh menjalani diet DM, mengurangi stres, minum obat, sehingga tidak mengalami kenaikan kadar gula darah (Nuchalida, 2015).

Penelitian ini menujukkan bahwa pasien DMT2 rata-rata memiliki kecerdasan spiritual yang sedang dengan stres yang normal atau baik. Chaves dan Gil (2015), melaporkan bahwa orang menyadari pentingnya kemampuan spiritualitas, dikaitkan dengan pengalaman hidup dan kapasitas mereka untuk beradaptasi terhadap keterbatasan, kehilangan dan kesulitan lainnya. Hal lain yang kemungkinan menyebabkan tidak ditemukannya perbedaan stres responden karena mereka berada pada lingkungan yang berbeda. Dukungan dari keluarga yang membuat responden memiliki semangat dan berusaha selalu berpikiran positif, serta pemberian dukungan, motivasi dari pemberi pelayanan kesehatan untuk terus meningkatkan ibadah dan selalu berpikir positif.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suciani & Nuraini (2017), menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan spiritualitas dan tingkat stres pasien diabetes mellitus di rumah perawatan, namun nilai rerata kemampuan spiritualitas setiap tingkatan stres dapat dilihat bahwa nilai rerata yag paling tiggi masuk kedalam kategori stres normal, sehingga tampak bahwa responden dengan tingkat stres yang normal memiliki rerata kemampuan spiritualitas yang paling tinggi dibandingkan responden dengan tingkat stres ringan dan sedang. Hasil penelitian ini menegaskan pentingknya layanan keperawatan yang mencakup kebutuhan spiritual pasien. Hubungan spiritualitas dengan harapan, makna dan tujuan dalam hidup, kepercayaan dan nilai merupakan hal yang penting dalam praktik keperawatan. Hal ini membantu memenuhi kebutuhan untuk mempromosikan pendekatan yang berpusat pada pasien. Kunci untuk memberikan perawatan spiritual adalah dengan memahami arti spiritualitas bagi orang yang berarti (Gordon, Kelly, & Mitchell, 2011).

469


Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi yang dimiliki manusia. Kecerdasan spiritual dapat mengontrol perilaku individu untuk melakukan tindakan sesuai hal yang benar dan baik (Sofiana, Elita, & Utomo, 2012). Hasil penelitian menunjukkan stres responden termasuk kedalam kategori normal yaitu sebanyak 31 responden (97,7%) dari total keseluruhan 44 responden. Kondisi ini menyimpulkan bahwa pasien DM yang rutin mengontrol DM di Puskesmas II Denpasar Barat tidak mengalami stres yang tinggi, karena masih dikatakan normal terjadi pada individu. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang menyebutkan bahwa lebih dari 50% pasien kronis mengalami stres ringan sampai sedang (Sofiana et al, 2012). Wiesli et al (2005) bahkan melaporkan pada pasien DMT1, kondisi stres psikologis memperlambat penurunan gula darah selepas mendapat asupan makanan tetapi pada kondisi puas tidak ditemukan gejala apapun.

Kecerdasan spiritual merupakan salah satu koping individu untuk menangani stres dan pengambilan keputusan pengobatan (Johnson et al, 2011). Koening (2012) menyebutkan bahwa kecerdasan spiritual mempunyai peranan penting dalam menurunkan stres. Hasil yang sama juga diungkapkan oleh Johnson et al (2011) bahwa kesejahteraan spiritual saat ini dan pengalaman religius masa lalu berhubungan dengan gelaja kecemasan dan depresi. Hasil dari berbagai penelitian tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian ini. Walaupun secara statistika tidak terdapat hubungan yang bermakna, namun nilai rerata kecerdasan spiritual setiap tingkatan stres dapat dilihat bahwa nilai rerata yang paling tinggi masuk kedalam kategori stres normal, sehingga tampak bahwa responden dengan stres yang normal memiliki nilai rerata kecerdasan spiritual yang sedang dan tinggi dibandingkan dengan responden dengan stres ringan dan sedang. Stres merupakan bentuk kegiatan

yang negatif dimana diharapkan dengan adanya kecerdasan spiritual pasien DM dapat mencapai stres yang baik atau normal sehingga komplikasi dapat dicegah atau teratasi.

Perbedaan hasil ini dapat disebabkan karena beberapa hal. Mayoritas responden mengalami stres yang normal (72,7%) sehingga secara statistik kedua variabel tersebut tidak menunjukkan hubungan yang bermakna. Perbedaan hasil penelitian ini juga kemungkinan karena besar sampel yang kecil dan sebaran karakteristik individu yang tidak merata. Usia responden relatif dalam kategori yang sama sehingga nilai kecerdasan spiritual juga relatif sama. Chaves dan Gil (2015), melaporkan orang lanjut usia menyadari pentingnya kecerdasan spiritual, dikaitkan dengan pengalaman hidup dan kapasitas mereka untuk beradaptasi terhadap keterbatasan, kehilangan dan kesulitan lainnya. Hal lain yang kemungkinan menyebabkan tidak ditemukannya perbedaan stres responden karena mereka berada pada lingkungan yang sama, yaitu di pelayanan kesehatan yang sama. Dukungan dari keluarga yang membuat pasien memiliki semangat dan berusaha selalu berpikir positif, serta pemberian dukungan, motivasi dari pelayanan kesehatan untuk terus meningkatkan ibadah dan selalu berpikir positif.

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu tidak terdapat hubungan antara kecerdasan spiritual dengan stres pasien DMT2 di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat dengan nilai p=0,484.

Penelitian ini diharapkan dapat lebih memperhatikan stres pada pasien DM agar dapat meningkatkan kecerdasan spiritual pada pasien dan keluarga, sedangkan keluarga diharapkan dapat memberikan dukungan kecerdasan spiritual seperti mengingatkan untuk beribadah dan mengikuti kegiatan keagamaan lain sebagai alternatif 470

pemecahan masalah sehingga kontrol glukosa darah pasien DMT2 menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Ahyar, W. (2010). Konsep Diri dan Mekanisme Koping. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

American Diabetes Association (ADA). (2014). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care Vol. 27. Supplement 1.

Anita, A. T. (2018). Hubungan Tingkat Stres dengan Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Kota Madiun. Skripsi. Madiun:    Program Studi

Keperawatan STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun. Retreived    from:

http://repository.stikes-bhm.ac.id/109/1/2.pdf.

Ardhiyanto, M. D. (2019). Kecerdasan Spiritual dalam Self Management pada Pasien Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2, Critical Medical And Surgical Nursing Journal, Vol.8, No. 1. Retreived from : https://e-journal.unair.ac.id/CMSN.

Arpandyani, I. G. A. W. (2019). Hubungan Kecerdasan Spiritual dengan Efikasi Diri pada Pasien DM Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Denpasar Utara 3. Skripsi. Bali : Program Studi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Basha, E., & Kaya, M. (2016). Depression,

Anxiety and Stress Scale (DASS): The Study of Validity and Reliability. Universal Journal of Educational Research,   4(12):   2701-2705. Doi:

10.13189/ujer.2016.041202.    Retreived

from: http://www.hrpub.org.

Chaves, L. J., & Gil, C. A. (2015). Older People’s Concepts of Spirituality, Related to Aging, and Quality of Life. Ciencia & Saide Coletiva, 20(12), pp: 3641-3652. Retreived from:     https://dx.doi.org/10.1590/1413-

812320152012.19062014.

Chew, B. H., Ghazali, S.S., and Fernandez, A. (2014). Psychological Aspects ff Diabetes Care: Effecting Behavioral Change In Patients. World J Diabetes, 5(6), 796-808. Doi: 10.4239/wjd.v5.i6.796.

Coffman, M. J. (2008). Effects of Tangible Social Support and Depression on Diabetes SelfEfficacy. Journal of Gerontological Nursing, 34(4), pp: 32-39. Retreived from : https://doi.org/10.3928/00989134-20080401-02.

Cook, S., Powell, A., & Sims, A. (2010).

Spirituality and psychiatry. London: RS Psych Publications.

Damayanti, S. (2015). Diabetes Mellitus & Penatalaksanaan          Keperawatan.

Yogyakarta: Nuha Medika.

Dinas Kesehatan Provinsi Bali. (2019). Profil Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2018. Denpasar: Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Retreived             from             :

https://www.diskes.baliprov.go.id/profil-kesehatan-provinsi-bali/.

Dinas Kesehatan Kota Denpasar. (2019). Profil Kesehatan Kabupaten Denpasar Tahun 2018. Denpasar : Dinas Kesehatan Kota Denpasar.        Retreived        from:

https://dinkes.denpasarkota.go.id/uploads/ download/download_192207090713_Profi lDinasKesehatanKotaDenpasar.pdf.

Fitriani, A. (2012). Kondisi Sosial Ekonomi dan Stres pada Wanita Hipertensi Anggota Majelis Taklim. Jurnal Kesehatan Masyarakat  Nasional,  7(5):  214-218.

Retreived             from             :

http://dx.doi.org/10.21109/kesmas.v7i5.43 .g44.

Gordon, T., Kelly, E., & Mitchell, D. (2011). Spiritual care for healthcare professionals: Reflecting on clinical practice. London: Radcliffe Publishing.

Guariguata, L., Whiting, D. R., Hambleton, I., Beagley, J., Linnenkamp, U., & Shaw, J. E. Global estimates of diabetes prevalence for 2013 and projections for 2035. Diabetes Research and Clinical Pratice, 103:137149.

International Diabetes Federation. (2017). IDF Diabetes Atlas 8th Edition, p.155. doi: 10.1016/j.diabres. 2013.11.003.

Johnson, K. S., Tulsky, J. A., Hays, J. C., Arnold, R. M., Olsen, M. K., Lindquist, J. H., & Steinhauser, K. E. (2011). Which Domains of Spirituality Are Associated With Anxiety and Depression in Patients With Advanced Ilness. Journal of General Internal Medicine, 26(7), pp: 751-758.

Retreived                           from:

http://doi.org/10.1007/s11606-011-1656-2.

Kementerian Kesehatan RI. (2018). Infodatin : Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI Hari Diabetes Sedunia. Retreived             from             :

https://pusdatin.kemkes.go.id/download.p hp?file=download/pusdatin/infodatin/info datin-Diabetes-2018.pdf.

Koening, H. G. (2012). Religion, Spirituality, and Health:  The Research and Clinical

Implications. ISRN  Psychiatry,  2012,

Article ID 278730,33. Retreived from: doi: 10.5402/2012/278730.

471


Mariska, I. C. (2008). Hubungan antara Kecerdasan Spiritual dengan Kontrol Diri pada Mahasiswa, 100, pp.1-21.

Muflihatin, K. S. (2015). Hubungan Tingkat Stres Dengan Kadar Glukosa Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di RSUD Abdul Wahab Syahranie Samarinda. Jurnal STIKES Muhammadiyah Samarinda.

Nasir, A., & Muhith, A. (2011). Dasar-dasar Keperawatan Jiwa Pengantar Dan Teori. Jakarta : Salemba Medika.

Ndraha, S. (2014). Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini. Jurnal Medicinus, 27 (2), pp:    9-16. Retreived from:

http:cme.medicinus.co/file.php/1/LEADIN G_ARTICLE_Diabetes_Mellitus_Tipe_2_ dan_tata_laksana_terkini.pdf.

Nuchalida, M. (2015). Hubungan Lamanya Menderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Penurunan Fungsi Kognitif. Skripsi. Surakarta:      Fakultas     Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Nugroho, S. A., & Purwanti, S. O. (2010).

Hubungan antara Tingkat Stres dengan Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Sukoharjo I Kabupaten Sukoharjo. Skripsi. Surakarta:   Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta. Retreived from: http://eprints.ums.ac.id.

Perkeni. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia.                          Doi

:10.1017/CBO9781107415324.004.

Pratitis, N. (2016). Efektifitas Problem Solving Training untuk Menurunkan Stres Perawatan pada Family Caregiver Pasien Paliatif. Jurnal Psikologi Indonesia, 5(3), pp:     204-214.    Retreived    from:

http://jurnal.untag-sby.ac.id/index.php/persona/article/view/8 50/770.

Rahmat, W. P. (2010). Pengaruh Konseling Terhadap Kecemasan dan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus di Kecamatan Kebakkramat. Jurnal Magister Program Studi Kedokteran Keluarga Minat Utama: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan    Kementrian    Kesehatan

Republik Indonesia. Jakarta :  Riset

Kesehatan Dasar.

Rohmin, N. S. (2018). Hubungan Spiritualitas dengan Strategi Koping pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Jenggawah Kabupaten Jember. Skripsi. Jember : Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas Keperawatan

Universitas Jember. Retreived from : http://repository.unej.ac.id/bitstream/handl e/123456789/87411

Sari, R. M., Thobari, J. A., Andayani, M. T. (2011). Evaluasi Kualitas Hidup Pasien DM Tipe 2 yang Diterapi Rawat Jalan dengan Anti Diabetik Oral di RSUP Dr. Sardjito. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi, 1(1), pp: 35-42.

Smeltzer, S. C., & Bare. (2015). Buku Ajar

Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Sofiana, L. I., Elita, V., & Utomo, W. (2012). Hubungan antara Stress dengan Konsep Diri pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal Ners Indonesia, 2(2), pp: 167176.

Suciani, T., & Nuraini, T. (2017). Kemampuan Spiritualitas dan Tingkat Stres Pasien Diabetes Mellitus di Rumah Perawatan : Studi Pendahuluan. Jurnal Keperawatan Indonesia,   22   (2). Pp:   102-109.

Doi:10.7454/jki.v20i2.360.

Syahrir, H. (2016). Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Tingkat Stres pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Kassi-kassi Kota Makasar Tahun 2016. Skripsi. Makasar: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat UIN Alauddin Makasar. Retreived from: http://repositori.uin-alauddin.ac.id/4806/1/haerunnisa%20syah rir.pdf.

Tasya, N., Andriany, P., dan Herwanda. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Journal Caninus Denstistry, 1(4), pp: 54-62.

Wiesli, P., Schmid, C., Kerwer, O., Nigg-Koch, C., Klaghofer, R., Seifert, B., Spinas, G. A., Schwegler, K. (2005). Acute Psychological Stress Affects Glucose Concentrations in Patients With Type 1 Diabetes Following Food Intake But Not in the Fasting State. Diabetes Care, 28(8), pp: 1910-1915

World Health Organization. (2016). Global Report on Diabetes. Isbn. 978, p.88. doi : ISBN 978 92 4 156525 7.

Yusra, A. (2010). Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Skit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Tesis. Depok : Magister Ilmu     Keperawatan     Kekhususan

Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Depok. Retreived             from             :

472


lib.ui.ac.id/file?file=digital/20280162-T%20Aini%20Yusra.pdf.

Zareipour, M. Z., Khazir, R., Valizadeh, H., Mahmoodi, M.G., Ghojogh. (2016). The Association Between Spiritual Health and Blood Sugar Control in Elderly Patients with Type 2 Diabetes. Elderly Health Journal, 2(2): 67-72. Retreived from: http://ehj.ssu.ac.ir/article-1-66-en.pdf.

Zohar, D., Marshall, I. (2007). SQ-Kecerdasan Spiritual. Bandung: PT Mizan Pustaka. Retreived             from             :

https://books.google.co.id/books?id=bfhS Grlm7KIC&printsec=frontcover&hl=id&s ource=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=one page&q&f=false.

473

Volume 9, Nomor 4, Agustus 2021