Community of Publishing In Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

HUBUNGAN KECANDUAN INTERNET DENGAN GEJALA DEPRESI PADA REMAJA DI SMAN 2 DENPASAR

Ni Komang Trisna Prihayanti1, Kadek Eka Swedarma2, Putu Oka Yuli Nurhesti3

  • 1    Mahasiswa Program.Studi.Sarjana.Keperawatan.dan.Profesi.Ners.Fakultas.Kedokteran.Universitas.Udayana , 2, 3 Dosen.Program.Studi.Sarjana.Keperawatan.dan.Profesi.Ners.Fakultas.Kedokteran.Universitas.Udayana

Alamat.korespondensi: [email protected]

ABSTRAK

Gangguan mental yang umumnya dialami oleh remaja adalah depresi. Dewasa ini, penyebab terjadinya depresi pada remaja salah satunya yaitu kecanduan internet. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecanduan internet dengan gejala depresi pada remaja di SMAN 2 Denpasar. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional. 100 orang siswa terpilih menjadi responden penelitian dengan menggunakan teknik stratified random sampling. Dua instrumen digunakan pada penelitian ini, yakni Internet.Addiction.Test. (IAT) dan Beck Depression.Inventory (BDI). Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden menggunakan internet dengan tujuan mengakses media sosial, menggunakan smartphone sebagai perangkat utama untuk mengakses internet, menggunakan internet pertama kali pada usia 12 untuk laki-laki dan <12 tahun untuk responden perempuan serta <12 tahun untuk responden yang berusia <16 tahun dan ≥12 tahun untuk responden yang berusia ≥16 tahun, dan mayoritas menggunakan internet selama 4-6 jam. Sebagian besar responden mengalami kecanduan internet sedang dan mayoritas tidak mengalami gejala depresi. hubungan yang signifikan lemah dengan.arah positif antara kecanduan internet dengan gejala depresi pada remaja ditemukan pada pada penelitian ini dengan.p 0,012 (p<0,05; r = 0,252). Hal ini berarti terdapat hubungan antara.kecanduan.internet.dengan.gejala.depresi.pada.remaja.di.SMAN 2 Denpasar. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi orang tua untuk lebih memperhatikan penggunaan internet dan menggunakan internet sesuai kebutuhan.

Kata kunci: gejala depresi, kecanduan internet, remaja

ABSTRACT

One mental disorder which happens among adolescents is depression. Nowadays, one cause of depression among adolescents is internet addiction. This research to determine the correlation between internet addiction and depression symptoms among adolescents at Senior High School 2 Denpasar. This study was a descriptive correlation with a crosssectional design. Stratified random sampling was used to determine 100 samples. Internet Addiction Test (IAT) and Beck Depression Inventory (BDI) were used in this study. The results show that the majority of respondents using the internet to access social media, using smartphones as the main device to access the internet, firstly use the internet at 12 years old for men and at <12 years old for women. First, use the internet at <12 years old for respondent age before 16 years old and at 12 years old for respondent age after or on 16 years old. Most of the respondents use the internet for 4-6 hours. Most of the respondents have moderate internet addiction and the majority don’t have any symptoms of depression. The correlation between internet addiction and depression symptoms among adolescents is a significant and weak correlation with a positive direction with a p-value of 0.012 (p <0.05; r = 0.252), it is mean that internet addiction has a correlation with depression symptoms among adolescents at Senior High School 2 Denpasar. This study can be a base for parents to pay more attention to internet usage and use the internet properly.

Keywords: adolescence, depression symptoms, internet addiction

347

PENDAHULUAN

Depresi merupakan gangguan mental dengan gejala munculnya gangguan baik fisik, psikologis maupun sosial (Townsend, 2013). World Health Organization (WHO) (2018), menyatakan bahwa depresi merupakan penyakit umum yang dialami oleh 300 juta orang diseluruh dunia. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, sekitar 6% dari penduduk Indonesia mengalami gejala depresi dan kecemasan, dimana mayoritas dialami oleh usia 15 tahun keatas (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2016). Prevalensi depresi di Denpasar berada pada urutan kedua dengan persentase gangguan mental terbanyak di Bali dengan persentase 3,7%, dimana gangguan mental yang paling banyak terjadi yaitu depresi dan gangguan kecemasan.

Depresi dapat menyebabkan individu yang mengalaminya sangat menderita dan aktivitas sehari-hari dapat terganggu seperti di tempat kerja, di sekolah, maupun dikeluarga (Kim et al., 2017). Dampak terburuk dari depresi yaitu dapat menyebabkan penderitanya bunuh diri (WHO, 2018).

Kecanduan.internet. (internet addiction) merupakan.masalah kesehatan mental.yang pada umumnya individu yang mengalami kecanduan tidak mengetahui jika dirinya telah kecanduan, hingga penggunaan berlebihan tersebut berdampak pada kehidupan lainnya. Menurut Mutohharoh (2014), individu dengan kecanduan internet akan menggunakan menggunakan internet selama 38,5 jam perminggu, sedangkan umumnya penggunaan internet perminggu hanya 8 jam.

Individu yang mengalami kecanduan internet akan menghabiskan

lebih banyak waktu untuk menggunakan internet dibandingkan untuk berinteraksi dengan keluarga, teman atau kerabat lainnya, dimana hal ini akan mengarah pada mengecilnya lingkaran sosial dengan kuantitas yang menurun serta tingkat stres yang lebih tinggi. Kondisi inilah yang dapat menyebabkan terjadinya isolasi sosial yang bisa mengarah pada terjadinya depresi (Gorain, Mondal, Ansary & Saha, 2018).

Hasil studi epidemiologi pada enam negara di Asia menunjukkan bahwa perilaku kecanduan banyak ditemukan pada kalangan remaja, dimana prevalensi tertingginya adalah Filipina (51%) dan Jepang (48%) (Mak et al., 2014). Menurut Cable News Network (CNN) Indonesia, Indonesia termasuk dalam daftar 5 besar negara dengan pecandu internet terbesar di dunia (CNN Indonesia, 2019).

Banyaknya remaja yang menggunakan internet berhubungan dengan manfaat yang diberikan oleh internet itu sendiri seperti memperoleh informasi dengan mudah, mempermudah komunikasi dengan keluarga ataupun teman yang jaraknya jauh, dan menambah wawasan serta pengetahuan umum (Hakim & Raj, 2017).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara pada 8 remaja di SMAN 2 Denpasar didapatkan bahwa 6 dari 8 siswa mengalami kecanduan internet. Hasil studi pendahuluan juga mendapatkan hasil bahwa 5 dari 6 siswa mengalami gejala depresi bahkan dua orang siswa menyatakan pernah memiliki rencana untuk melakukan bunuh diri. Berdasarkan permasalah tersebut, peneliti ingin mengetahui hubungan antara kecanduan internet dengan gejala depresi pada remaja di SMAN 2 Denpasar.

348

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini yaitu penelitian deskriptif korelatif dan cross sectional merupakan pendekatan yang digunakan. Siswa kelas 10 dan 11 merupakan populasi dari penelitian ini. Teknik stratified random sampling digunakan untuk menentukan sampel penelitian. Siswa yang bersedia menjadi responden dan termasuk dalam siswa yang termasuk dalam 100 orang pertama dalam pengisian kuesioner akan menjadi sampel penelitian

Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner demografi, kecandan internet diukur dengan Internet Addiction Test (IAT) dan gejala depresi

diukur dengan Beck Depression Inventory (BDI).

Pengumpulan data dilakukan dengan mengirimkan link kuesioner kepada wali kelas, kemudian wali kelas yang mengirimkan kepada siswa. Lama pengisian kuesioner yaitu 9 hari dari tanggal 12 April 2020 sampai 21 April 2020.

Analisis data menggunakan uji korelasi Pearson dikarenakan kedua data menggunakan skala nurmerik dan kedua data terdistribusi normal.

HASIL PENELITIAN

Distribusi hasil penelitian karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kelas, Jenis Kelamin dan Usia di SMAN 2

Denpasar Tahun 2020

Variabel                  Frekuensi (N)            Persentase (%)

Kelas

X IPA 1

30

30,0

X IPS 2

24

24,0

XI IPA 2

23

23,0

XI IPA 6

23

23,0

Total

100

100,0

Jenis kelamin

Laki-laki

45

45,0

Perempuan

55

55,0

Total

100

100,0

Usia

14 tahun

1

1,0

15 tahun

23

23,0

16 tahun

51

51,0

17 tahun

25

25,0

Total

100

100,0

Berdasarkan tabel 1 diatas, didapatkan responden terbanyak berasal dari kelas X IPA 1, yakni sebanyak 30 responden (30,0%). Berdasarkan data jumlah siswa SMAN 2 Denpasar Tahun Ajaran 2019/2020, kelas X memiliki jumlah siswa terbanyak diantara kelas XI dan XII dengan jumlah 532 siswa. Dilihat dari jumlah siswa perkelas, X IPA 1

merupakan kelas dengan jumlah siswa terbanyak dibandingkan dengan kelas X IPS 2 dengan 43 siswa, XI IPA 2 dengan 36 siswa dan XI IPA 6 dengan 36 siswa, sehingga peluang menjadi responden penelitian lebih besar dari siswa dari kelas X IPA 1.

Sebagian besar respoden berjenis kelamin perempuan sebanyak 55

349

responden (55,0%). Penelitian yang dilakukan oleh Novianty, Sriati & Yamin (2019), juga mendapatkan hasil bahwa sebagian besar respondennya berjenis kelamin perempuan. Keterlibatan responden perempuan dalam penelitian ini berkaitan dengan motivasi dan antusias yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki terhadap suatu informasi.

Mayoritas responden berusia 16 tahun yakni 51 (51,0%) responden.

Remaja SMA sendiri berada pada tingkat remaja awal dan pertengahan. Salah satu tugas perkembangan pada tahap ini yaitu mempersiapkan karir ekonomi (Pieter, Janiwarti, & Saragih, 2011). Remaja pada usia ini juga sudah mulai memikirkan masa depannya, mulai dari jurusan yang diminati hingga pekerjaan yang akan akan dilakukan nantinya.

Tabel 2. Distribusi Pola Penggunaan Internet Remaja di SMAN 2 Denpasar Berdasarkan Jenis Kelamin dan

Usia Tahun 2020

No

Variabel

Jenis Kelamin

Usia

Laki-laki

Perempuan

<16 tahun

≥16 tahun

n

%

n

%

n

%

n

%

1

Tujuan

Game Online

8

17,8

1

1,8

0

0,0

9

11,8

Browsing

11

24,4

14

25,5

7

29,2

18

23,7

Media sosial

25

55,6

36

65,5

17

70,8

44

57,9

Streaming

1

2,2

4

7,3

0

0,0

5

6,6

Total

45

100,0

54

100,0

24

100,0

76

100,0

2

Perangkat

utama yang

digunakan

Smartphone

42

93,3

54

98,2

24

100,0

72

94,7

Komputer

0

0,0

0

0,0

0

0,0

0

0,0

Laptop

3

6,7

1

1,8

0

0,0

4

5,3

Total

45

100,0

55

100,0

24

100,0

76

100,0

3

Usia  pertama

kali

menggunakan

internet

<12 tahun

21

46,7

28

50, 9

14

58,3

35

46,1

≥12 tahun

24

53,3

27

49,1

10

41,7

41

53,9

Total

45

100,0

55

100,0

24

100,0

76

100,0

4

Waktu

menggunakan

internet setiap

hari

<3 jam

5

11,1

9

16,4

3

12,5

11

14,5

4-6 jam

27

60,0

21

38,2

13

54,2

35

46,1

7-12 jam

10

22,2

19

34,5

7

29,2

22

28,9

>.13 jam

3

6,7

6

10,9

1

4,2

8

10,5

Total

45

100,0

55

100,0

24

100,0

76

100,0

350

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 45 responden laki-laki sebanyak 25 (55,6,0%) responden menggunakan internet dengan tujuan mengakses media sosial, sedangkan dan dari 55 responden perempuan sebanyak 36 (65,5,0%) responden juga mengakses media sosial sebagai tujuan utama dalam mengakses internet. Dilihat dari usia, baik responden yang berusia <16 tahun dan ≥16 tahun sebagian besar tujuan utama menggunakan internetnya yaitu untuk mengakses media sosial sebanyak 17 (70,8%) responden dan 44 (57,9%) responden secara berurutan.

Mayoritas responden baik laki-laki 42 (93,3%) maupun responden perempuan 54 (98,2%) menggunakan smartphone untuk mengakses internet. Dilihat dari usia responden, responden dengan usia 16 tahun maupun <16 tahun lebih banyak menggunakan smartphone untuk mengakses internet yakni 72 (94,7%) dan 24 (100,0%) secara berurutan.

Dilihat dari usia pertama kali menggunakan internet, responden laki-laki lebih banyak menggunakan internet pada usia 12 tahun yakni 24 (53,3%)

responden, sedangkan responden perempuan lebih banyak menggunakan internet pertama kali pada usia <12 tahun yakni 28 (50,9%). Berdasarkan usia responden, responden dengan usia <16 tahun sebagian besar menggunakan internet pertama kali pada usia <12 tahun yakni 14 (58,3%) responden, sedangkan responden dengan usia 16 tahun menggunakan internet pertama kali pada usia 12 tahun sebanyak 41 (53,9%).

Berdasarkan lamanya waktu menggunakan internet setiap harinya, baik responden laki-laki maupun perempuan lebih banyak menggunakan internet selama 4-6 jam setiap harinya, yakni 27 (60,0%) dan 21 (38,2%) secara berurutan. Dilihat dari usia responden, baik yang berusia <16 tahun dan 16, sebagian besar menggunakan internet selama 4-6 jam, yakni 13 (54,2%) untuk yang berusia <16 tahun dan 35 (46,1%) untuk responden yang berusia 16.

Tabel 3. Distribusi Kecanduan Internet Remaja di SMAN 2 Denpasar Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Tahun 2020

Variabel Kecanduan internet

Jenis kelamin                          Usia

Laki-laki      Perempuan      < 16 tahun       ≥ 16 tahun

N    %    n    %    n    %     n     %

Rendah Sedang Tinggi

10      22,2      5       9,1       4       16,7       11       14,5

26      57,8      40      71,2      15      62,5       51       67,1

9      20,0      10      18,2      5      20,8       14       18,4

Total

45     100,0     55     100,0     24     100,0      76      100,0

Berdasarkan tabel 3 diatas, dapat dilihat bahwa baik dari responden laki-laki maupun perempuan mayoritas mengalami kecanduan internet sedang, yakni 26 (57,8%) dan 40 (71,2%)

secara berurutan. Dilihat dari usia responden, mayoritas responden mengalami kecanduan internet sedang, baik yang berusia <16 tahun 15 (62,5%) maupun 16 tahun 51 (67,1%).

351

Tabel 4. Distribusi Gejala Depresi Remaja di SMAN 2 Denpasar Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Tahun 2020

Variabel gejala depresi

Jenis Kelamin

Usia (Tahun)

Laki-laki

Perempuan

< 16 tahun

≥ 16 tahun

n

%

n

%

n

%

n

%

Tidak ada

22

48,9

26

47,3

14

58,3

34

44,7

Ringan

14

31,1

15

27,3

5

20,8

24

31,6

Sedang

6

13,3

12

21,8

4

16,7

14

18,4

Berat

3

6,7

2

3,6

1

4 ,2

4

5,3

Total

45

100,0

55

100,0

24

100,0

76

100,0


Berdasarkan tabel 4 diatas, dilihat dari jenis kelamin sebagian besar responden tidak memiliki gejala depresi,yakni 22 (48,9%) responden laki-laki dan 26 (47,3%) responden perempuan. Dilihat dari usia

responden, respnden yang berusia <16 tahun sebagian besar tidak mengalami gejala depresi, yakni 14 responden (58,3%), begitu pun pada responden yang berusia 16 tahun, sebagian besar tidak memiliki gejala depresi sebanyak 34 (44,7%).

Tabel 5. Analisis Hubungan antara Kecanduan Internet dengan Gejala Depresi padaRemaja di SMAN

2 Denpasar Tahun 2020

Variabel

p value

r

R

Kecanduan internet Gejala depresi

0,012

0,252

6, 35%

Hubungan yang signifikan lemah dengan arah positif ditemukan pada penelitian ini. Arah positif menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kecanduan internet maka semakin tinggi pula gejala depresi pada remaja. Adapun kekuatan hubungan antara kedua variabel yaitu 0,252 dimana berada pada rentang 0,2000,399, yang artinya memiliki hubungan yang lemah. Selanjutnya untuk mengetahui koefisien determinan dari kedua variabel yaitu sebagai berikut. R= (r2 x 100%)

= (0,2522 x 100%)

= 6,35%

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, tujuan utama mayoritas responden menggunakan internet adalah untuk mengakses media

sosial . Hasil yang sama juga didapatkan oleh Novianti, Sriati & Yamin (2019), dimana mengakses media sosial merupakan tujuan utama remaja dalam menggunakan internet.

Berdasarkan usia responden, baik responden dengan usia <16 tahun maupun ≥16 tahun mayoritas juga menggunakan internet untuk mengakses media sosial. Menurut Hakim dan Raj (2017), sebagian besar remaja akan mengakses media sosial ketika online. Hal ini dikarenakan media sosial dapat memberikan kesenangan pada remaja, dimana remaja dapat berbagi emosi dan pemikirannya serta membuat pertemanan baru (Utami & Nurhayati, 2019). Mengakses media sosial seperti instagram, twitter, whatsApp, line atau tiktok merupakan salah satu cara remaja untuk menghibur diri dan mencari kesenangan setelah aktivitas sekolah yang 352

dijalani setiap harinya. Hal inilah yang menyebabkan hampir sebagian besar responden mengakses media sosial sebagai tujuan utama menggunakan internet.

Adapun perangkat yang paling banyak digunakan oleh responden yakni smartphone, baik responden laki-laki maupun responden perempuan. Berdasarkan usia, responden dengan usia <16 tahun maupun ≥16 juga menggunakan smartphone sebagai perangkat utama untuk mengakses internet. Smartphone dapat digunakan dalam berbagai hal menyebabkan banyaknya remaja menggunakan smartphone sebagai perangkat utama dalam mengakses internet.

Berdasarkan usia pertama kali menggunakan internet, hasil yang berbeda didapatkan antara laki-laki dan perempuan, dimana responden berjenis kelamin laki-laki lebih banyak menggunakan internet pada usia ≥12 tahun, sedangkan responden berjenis kelamin perempuan lebih banyak menggunakan internet pada usia <12 tahun. Adapun dilihat dari usia remaja, remaja yang berusia <16 tahun sebagian besar menggunakan internet pada usia <12 tahun, sedangkan remaja yang berusia ≥16 lebih banyak menggunakan internet pada usia ≥12 tahun. Siswa yang berusia <16 tahun lahir pada era dengan teknologi yang lebih maju dibandingkan remaja dengan usia ≥16, sehingga remaja akan lebih awal mengenal internet. Menurut Thomas (dalam Rahmaniar, Prihandini & Janitra, 2018), remaja SMA saat ini tergolong dalam generasi millennial, dimana remaja yang lahir pada periode ini tersebut berada pada kondisi dimana hampir semua kegiatan manusia dapat dibantu oleh teknologi digital dan internet sehingga

menjadi bagian dari kebutuhan manusia saat ini.

Berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar menggunakan internet selama 4-6 jam, baik responden laki-laki maupun perempuan. Dilihat dari usia responden, baik responden yang berusia <16 tahun maupun ≥16 tahun juga menggunakan internet 4-6 jam setiap harinya. Hasil yang sama juga didapatkan oleh Indra (2018), dimana rata-rata penggunaan internet pada remaja SMA yaitu 4-6 jam. Lamanya responden dalam mengakses internet berhubungan dengan kesenangan yang didapatkan ketika sedang online baik hanya sekedar chatting-an, mengakses media sosial, bermain game maupun streaming, sehingga mereka akan mengakses internet secara terus menerus dan tidak mengenal waktu.

Hasil penelitian tingkat kecanduan internet pada remaja di SMAN 2 Denpasar menunjukkan sebagian besar remaja mengalami tingkat kecanduan internet sedang. Penelitian yang dilakukan oleh Indra (2018) juga mendapatkan hasil yang sama, dimana mayoritas responden mengalami kecanduan internet sedang yaitu sebesar 70,2%. Menurut Neto & Barros (dalam Hakim & Raj, 2017), remaja mengalami kecanduan internet dikarenakan kepuasan diri remaja tidak terpenuhi dengan hubungan sosial secara langsung, sehingga mereka menggunakan komunikasi online untuk memenuhi kepuasan dalam berinteraksi sosial.

Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas remaja tidak memiliki gejala depresi. Namun, apabila dilihat lebih lanjut, responden yang mengalami gejala depresi ringan yaitu sebanyak 29 responden dan gejala depresi sedang sebanyak 18 responden.

353

Munculnya gejala depresi pada beberapa remaja di SMAN 2 Denpasar dapat disebabkan oleh adanya tuntutan pendidikan, pergaulan teman sebaya maupun tuntutan dari keluarga. Insiden kumulatif dari depresi akan meningkat sekitar 5% pada awal remaja sampai 20% pada usia 18 tahun (Byod, et al dalam Indra, 2017). Gejala depresi pada remaja berkaitan dengan ketidakmampuan remaja dalam menentukan benar atau salah dan belum mampu untuk memikirkan sesuatu secarara logis, sehingga remaja akan mudah terpengaruh serta tidak mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan lemah dengan arah korelasi postif anatar kecanduan internet dengan gejala depresi. Hasil yang sama juga didapatkan oleh Gunay et al. (2018) pada 1288 mahasiswa kedokteran Universitas Erciyes didapatkan bahwa kecanduan internet memiliki hubungan dengan munculnya gejala depresi.

Arah korelasi postif yang ditemukan pada penelitian ini dikarenakan individu yang mengalami kecanduan internet mereka akan lebih banyak menghabiskan waktu untuk aktivitas online, sehingga akan menurunkan aktivitas sosialnya dan mengarah kepada gejala depresi. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ostovar et al. (2016) pada 1058 remaja dan usia dewasa muda di Iran, dimana ditemukan bahwa individu yang mengalami ketergantungan internet yang tinggi, tingkat stress, depresi, kecemasan dan kesepian yang dialami individu juga tinggi.

Hubungan yang lemah antara kedua variabel ditemukan pada penelitian ini. Hasil penelitian ini sejalan dengan Banjani, Banjanin, Dimitrijevic & Pantic

  • (201 5) yang menyatakan bahwa penggunaan internet dapat digunakan untuk meningkatkan dukungan sosial seperti penggunaan facebook untuk komunikasi dengan keluarga yang tinggal di luar negeri dan memberi manfaat untuk kesehatan mental.

Lemahnya hubungan antara kedua variabel juga dapat dipengaruhi oleh karakteristik remaja di SMAN 2 Denpasar, salah satunya fungsi internet itu sendiri. Di SMAN 2, internet sudah menjadi bagian dari proses pembelajaran, seperti proses elearning, adanya whatsApp group untuk memudahkan penyampaian informasi serta pencarian informasi ataupun sumber literature yang diperlukan siswa untuk keperluan tugas-tugas sekolah. Hal ini berarti internet sudah menjadi bagian dari proses pembelajaran di sekolah, sehingga efek negatif yang ditimbulkan kecil.

Hubungan antara kecanduan internet dan depresi belum ditemukan secara lebih jelas, namun berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, hal tersebut berhungan dengan kurangnya aktivitas sosial individu karena penggunaan internet. Menurut peneliti, hubungan antara kecanduan internet dan depresi berhubungan frekuensi atau kuantitas menggunakan internet seperti kekurangan waktu tidur, penurunan produktivitas dan berkurangnya waktu untuk pergi dengan orang lain serta perasaan yang timbul ketika tidak menggunakan internet, seperti perasaan tertekan, murung, membosankan dan kosong. Hal tersebutlah yang menjadi penyebab munculnya gejala depresi pada individu yang mengalami kecanduan internet.

SIMPULAN.DAN.SARAN

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan yang signifikan lemah

354

dengan arah korelasi positif antara kecanduan internet dengan gejala depresi pada remaja di SMAN 2 Denpasar.

Bagi remaja diharapkan dapat lebih memperhatikan penggunaan internet dan dapat menggunakan internet sesuai dengan kebutuhan. Orang tua diharapkan dapat lebih memperhatikan penggunaan internet pada remaja dan lebih bijaksana dalam memberikan remaja kebebasan dalam menggunakan internet. Bagi sekolah sekolah perlu melakukan skrining terkait depresi pada siswanya untuk mengetahui kesehatan mental dari siswanya.

DAFTAR PUSTAKA

Banjanin, N., Banjanin, N., Dimitrijevic,

I., & Pantic, I. (2015). Relationship between internet use and depression: Focus on physiological mood oscillations, social networking and online     addictive     behavior.

Computers in Human Behavior, 43, 308–312.

doi:10.1016/j.chb.2014.11.013

Gorain, S. C, Mondal, A., Ansary, K., Saha, B. (2018). Social isolation in relation to internet usage and stream of study of under graduate students. American Journal of Educational Research,   6(4),   361–4. doi:

10.12691/education-6-4-10

Gunay, O., Ozturk, A., Arslantas, E. E. & Sevinc, N. (2018). Internet addiction and depression levels in Erciyes university students. The Journal of Psychiatry and Neurological Sciences,          3,          79-88.

doi:10..5350/DAJPN2018310208

Hakim, S. N., & Raj, A. A. (2017, Agustus 22-24). Dampak kecanduan internet (internet addiction) pada remaja.

Prosiding Temu Ilmiah Nasional X Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia, Semarang, Indonesia. Retrieved from http://lppm-unissula.com/

Indra, C. M. (2018). Hubungan kecanduan internet dengan depresi pada pelajar kelas XI di SMA Negeri 9 Binsus Manado TAhun Ajaran 2018/2019 (Skripsi),   Fakultas   Kedokteran

Universitas Sam Ratulangi, Manado, Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peran keluarga dukung kesehatan jiwa masyarakat. Retrieved                   from

http://www.depkes.go.id

Kim, D. J., Kim, K., Lee, H. W., et al. (2017). Internet game addiction, depression, and escape from negative emotions in adulthood. Journal of Nervous and Mental Disease, 205(7),  568-573. doi:

10.1097/NMD.0000000000000698

Mutohharoh, A. & Kusumaputri, E. S. (2014). Teknik pengelolaan diri perilaku dalam menurunkan kecanduan internet pada mahasiswa Yogyakarta. Jurnal Intervensi Psikologi,       6,        102-124.

https://doi.org/10.20885/intervensip sikologi.vol5.iss2.art7

Novianty, D.D., Sriati, A. & Yamin, A. (2019). Gambaran penggunaan dan tingkat kecanduan internet pada siswa-siswi SMA X di Jatinangor. Jurnal Keperawatan Komprehensif, 5(2).        Retrieved        from

http://journal.stikep-ppnijabar.ac.id/index.php/jkk/article /download/138/120

Ostovar, S., Allahyar, N., Aminpoor, H., Moafian, F., Nor, M. B. M. & Griffiths, M. D. (2016). Internet 355

addiction and its psychosocial risk (depression, anxiety, stress and loneliness)     among     Iranian

adolescents and young adults: A structural equation model in a crosssectional study. International Jurnal Mental Health and Addiction, 14, 257-267. doi: 10.1007/s11469-015-96-28-0

Pieter, Z., Janiwarti, B., & Saragih, M. (2011). Pengantar psikopatologi untuk keperawatan. Jakarta : Prenada Media Group.

Rachmaniar, Prihandini, P. & Janitra, P. A.

(2018). Perilaku penggunaan smartphone dan akses pornografi di kalangan remaja perempuan. Jurnal Komunikasi Global, 7(1). Retrieved from

http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JK G/article/view/10890/8895

Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas). (2018). Hasil utama rikesdas   2018.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.     Retrieved     from

https://www.kemkes.go.id/

Utami, C. F. & Fitriyani, P. (2019). Pengaruh pola asuh demokratif terhadap perkembangan sosial remaja. Jurnal Perawat Indonesia, 3(1).        Retrieved        from

http://journal.ppnijateng.org/

Wicaksono, A. (2019, Februari 1). Pengguna indonesia masuk lima besar pecandu internet di dunia. CNN Indonesia. Retrieved from https://www.cnnindonesia.com/

World Heath Organization. (2018). Adolescent:   health risk and

solutions.     Retrieved     from

https://www.who.int

356


Volume 9, Nomor 3, Juni 2021