HUBUNGAN FAKTOR PSIKOLOGIS DENGAN RISIKO BUNUH DIRI PADA REMAJA SMA DAN SMK DI BANGLI DAN KLUNGKUNG
on
Community of Publishing In Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980
HUBUNGAN FAKTOR PSIKOLOGIS DENGAN RISIKO BUNUH DIRI PADA REMAJA SMA DAN SMK DI BANGLI DAN KLUNGKUNG
Ni Kadek Diah Widiastiti Kusumayanti1, Kadek Eka Swedarma2, Putu Oka Yuli Nurhesti3
123Program Studi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Alamat Korespondensi: diahw93.dw@gmail.com
Abstrak
Kejadian bunuh diri saat ini semakin meningkat diseluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia dan merupakan penyebab kedua utama kematian pada usia 15-29 tahun. Penyebab bunuh diri belum dapat diketahui secara pasti, akan tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor psikologis, biologis, keluarga, lingkungan dan orientasi seksual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor psikologis (putus asa, depresi, cemas dan stress) dengan risiko bunuh diri pada remaja SMA dan SMK di Kabupaten Bangli dan Klungkung. Populasi penelitian merupakan remaja SMA dan SMK di Bangli dan Klungkung dengan rentang usia 15-18 tahun. Non-Probability Sampling dengan teknik Purposive Sampling digunakan dalam penarikan sampel dalam penelitian. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner baku yaitu dari Beck Hopelessness Scale, Depression Anxiety and Stress Scale, dan Scale of Suicide Ideation. Hasil penelitian menunjukkan p<0,001 sehingga “ada hubungan bermakna antara faktor psikologis dengan risiko bunuh diri pada remaja di SMA dan SMK di Bangli dan Klungkung” dengan arah hubungan positif yang berarti bahwa semakin meningkatnya faktor psikologis maka risiko bunuh diri meningkat atau semakin menurun faktor psikologis maka risiko bunuh diir menurun. Kekuatan korelasi antar variabel didapatkan lemah.
Kata kunci: faktor psikologis, risiko bunuh diri, remaja
Abstract
Suicide are currently increasing throughout the world including in Indonesia and it makes suicide become the second leading cause of death at the age of 15 to 29 years old. The cause of suicide cannot be exactly identified. However, there are several factors contribute to suicide such as psychology, biology, family, environment, and sexual orientation. This study aimed at analyzing the correlation among psychological factors (hopelessness, depression, anxiety and stress) with suicide risk in senior and vocational high school adolescents in Bangli and Klungkung Regency. Population in this study was senior and vocational high school adolescents in Bangli and Klungkung whose ages ranging from 15 to 18 years. The sampling technique applied in this research was Non Probability Sampling with Purposive Sampling technique. The instruments used in this study were standard questionnaires named Beck Hopelessness Scale, Depression Anxiety and Stress Scale, and Scale of Suicide Ideation. The results of this study showed p <0.001. It means that there is a meaningful relationship between psychological factors and suicide risk in senior and vocational high school adolescents in Bangli and Klungkung. Moreover, it has a positive correlation which means that the more psychological factors are, the more suicide risk will be. Furthermore, the less psychological factors, the less its risk of suicide will be. Lastly, the strength of the correlation among variables is found weak.
Keywords: psychological factors, suicide risk, adolescents
124
PENDAHULUAN
Kejadian bunuh diri saat ini semakin meningkat diseluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. WHO (2016) menyatakan hampir 800.000 jiwa meninggal setiap tahunnya karena bunuh diri. CDC (2015) menyatakan bahwa bunuh diri merupakan penyebab kedua utama kematian pada orangorang dengan rentang usia 15-24 tahun. Bunuh diri pada kelompok usia remaja di Amerika Serikat merupakan penyebab kematian kedua pada tahun 2013 (CDC, 2016). Suryani dalam Tribun Bali (2018) menyatakan rentang usia pelaku bunuh diri mulai dari 16-85 tahun yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Usia tersebut terdiri dari berbagai tahap perkembangan, salah satunya tahap remaja (10-24 tahun) (BKKBN, 2013).
Remaja merupakan tahapan yang rawan terhadap perkembangan emosional dan perilaku karena merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Angka remaja di Indonesia mencapai 26,7% dari 237,6 juta jiwa (BKKBN, 2013). Tahap remaja merupakan tahapan yang mengalami banyak perubahan baik biologis, psikologis, dan sosial (Huang, et al., 2007 dalam Aulia, 2016). Proses pematangan fisik biasanya lebih cepat dibandingkan pematangan kejiwaan sehingga remaja sering mengalami gejolak yang dapat menimbulkan gangguan perilaku salah satunya keinginan bunuh diri (Cho et al., 2010 dalam Aulia, 2016).
WHO (2016) menyatakan Indonesia berada di peringkat ke empat pelaku bunuh diri terbanyak di Asia. Di Indonesia diketahui bahwa setiap satu jam satu orang meninggal akibat bunuh diri pada kelompok usia 15-29 tahun (Valentina & Helma, 2016). Penelitian yang dilakukan oleh Woelandari (2017)
menemukan bahwa kasus unuh diri merupakan pnyebab kematian kedua pada kelompok usia 15-19 tahun.
SIMH (2018) dalam Suara Dewata (2018) menyatakan semua Kabupaten/Kota di Bali pernah terjadi kasus bunuh diri, diantaranya Bangli dan Klungkung. Bangli merupakan salah satu kabupaten dengan kasus bunuh diri terbanyak tahun 2017 dengan total 18 kasus bunuh diri (Suara Dewata, 2018). Sedangkan di Klungkung merupakan salah satu kabupaten dengan kasus bunuh diri rendah-sedang, hampir setiap tahunnya terdapat 2-5 kasus bunuh diri yang dilaporkan (Tribun Bali, 2015; Nusa Bali, 2017; Bali Puspa News, 2018).
Penelitian Aulia (2016) menjelaskan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap ide bunuh diri pada remaja ialah faktor psikologis seperti depresi, kecemasan, stres, ketidakberdayaan dan penyalahgunaan NAPZA. Hasil penelitan Ibrahim, Amit, & Suen (2014) juga menyatakan bahwa ada hubungan positif antara depresi, kecemasan dan stres dengan ide bunuh diri pada kelompok remaja.
SMA N 1 Bangli dan SMA N 1 Semarapura merupakan sekolah menengah atas negeri yang terletak dekat dengan pusat kota. Kedua SMA ini merupakan sekolah favorit pilihan dengan persaingan yang cukup tinggi baik dibidang akademik maupun non akademik. SMK N 2 Bangli dan SMK Pariwisata Yapparindo Klungkung merupakan sekolah menengah yang berfokus pada kejuruan pariwisata. Siswa di sekolah ini diharuskan telah memiliki kompetensi yang baik sesuai dengan bidangnya masing-masing. Jika siswa-siswa di keempat sekolah tersebut tidak memiliki proses adaptasi yang baik, baik itu secara psikologis maupun
125
lingkungan tentunya akan menjadi stresor tersendiri bagi siswa.
Stress merupakan salah satu respon maladaptif yang timbul akibat adanya stressor. Manajemen koping yang tidak adekuat dapat menimbulkan penyimpangan kepada perilaku maladaptif mulai dari pencederaan diri sampai pada tindakan bunuh diri (Azizah, Zainuri, & Akbar, 2016).
Studi pendahuluan yang dilakukan di SMA N 1 Semarapura, SMK Pariwisata Yapparindo Klungkung, SMA N 1 Bangli, dan SMK N 2 Bangli pada 60 siswa untuk menilai risiko bunuh diri pada remaja dengan usia 15-18 tahun, didapatkan hasil bahwa sebesar 38,41% berisiko ringan bunuh diri, 60,12 % berisiko sedang bunuh diri, dan 1,67% berisiko tinggi melakukan bunuh diri. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan sebuah penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan faktor psikologis dengan ide atau keinginan bunuh diri pada anak usia remaja terutama dalam perspektif psikologis. Berdasarkan hal tersebut tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "Hubungan faktor psikologis dengan Risiko Bunuh Diri pada Remaja SMA dan SMK di Bangli dan Klungkung".
METODE PENELITIAN
Penelitian ini yaitu jeni penelitian kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif. Pendekatan penelitian ini yaitu dengan pendekatan cross-sectional yang dilakukan di SMA N 1 Bangli, SMK N 2 Bangli, SMA N 1 Semarapura, dan SMK Pariwisata Yaparindo pada tanggal 6 Mei 2019 sampai dengan 29 Mei 2019. Populasi penelitian yaitu seluruh remaja yang bersekolah di SMA dan SMK di Bangli
dan Klungkung yang berjumlah 3.875 orang. Penelitin ini mempunyai jumlah sampel 363 orang yang dipilih dengan teknik Non-Probability Sampling yaitu Purposive Sampling. Kriteria inklusi penelitian yaitu bersedia menandatangani inform consent. Kriteria eksklusi penelitian yaitu siswa yang absen saat hari pertama pengambilan sampel selama penelitian dan mengundurkan diri.
Alat pengumpul data yang digunakan peneliti yaitu kuesioner baku Beck Hopelessness Scale, Depression Anxiety and Stress Scale, dan Scale of Suicide Ideation. Hasil uji reliabilitas pada kuesioner Beck Hopelessness Scale dengan nilai Cronbach alpha = 0,681, Depression Anxiety and Stress Scale dengan nilai Cronbach alpha = 0,855, dan Scale of Suicide Ideation dengan nilai Cronbach alpha = 0,806. Hasil tersebut menunjukkan bahwa instrumen yang digunakan telah valid dan reliabel.
Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuesioner pada responden di masing-masing sekolah dengan durasi pengisian kuesioner kurang lebih 25 menit. Data yang telah terkumpul kemudian dilakukan tabulasi data untuk analisis data.
Analisis data yang digunakan yaitu analisis univariat untuk variabel umur, jenis kelamin, faktor psikologis seperti depresi, kecemasan, dan stress serta risiko bunuh diri pada remaja. Analisis bivariat yang digunakan yaitu uji korelasi Spearman Rank untuk mengetahui hubungan faktor psikologis dan risiko bunuh diri.
Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan laik etik dari Komisi Etik Penelitian FK Unud/RSUP Sanglah.
126
HASIL PENELITIAN |
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden |
Variabel |
Min Maks Mean SD |
Usia |
15 18 16,53 0,705 |
Usia |
Frekuensi (n) Persentase (%) |
15 tahun 16 tahun 17 tahun 18 tahun |
31 8,5 124 34,0 196 53,7 14 3,8 |
Jenis Kelamin |
Frekuensi (n) Persentase (%) |
Perempuan Laki-laki |
168 46,0 197 54,0 |
Jenjang Pendidikan |
Frekuensi (n) Persentase (%) |
SMA SMK |
183 50.1 182 49,9 |
Total |
365 100 |
Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata orang (53,7%), berjenis kelamin laki-usia responden adalah 16,53 tahun laki yaitu 197 orang (54%), jenjang dengan usia termuda 15 tahun dan pendidikan masing-masing responden tertua 18 tahun. Sebagian besar SMA 50,1% dan SMK 49,9%.
responden berusia 17 tahun yaitu 196
Tabel 2. Faktor Psikologis Keputusasaan pada remaja | |
Variabel Keputusasaan |
Frekuensi (n) Persentase (%) |
Normal Ringan Sedang Tinggi |
143 39,2 184 50,4 36 9,9 2 0,5 |
Total |
365 100 |
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian keputusasaan pada tingkat ringan yaitu
besar responden |
mengalami 184 orang (50,4%). Tabel 3. Faktor Psikologis Depresi pada remaja |
Variabel Depresi |
Frekuensi (n) Persentase (%) |
Normal Ringan Sedang Parah Sangat parah |
33 9 26 7,2 99 27,1 89 24,4 118 32,3 |
Total |
365 100 |
127
Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian pada tingkat sangat parah yaitu 118
besar responden mengalami depresi orang (32,3%).
Tabel 4. Faktor Psikologis Kecemasan pada remaja | |
Variabel Kecemasan |
Frekuensi (n) Persentase (%) |
Normal Ringan Sedang Parah Sangat parah |
34 9,4 27 7,4 31 8,5 47 12,9 318 61,8 |
Total |
365 100 |
Tabel 4 menunjukkan bahwa mayoritas responden mengalami kecemasan pada
tingkat yang sangat parah yaitu 318 orang (61,8%).
Tabel 5. Faktor Psikologis Stres pada remaja | |
Variabel Stres |
Frekuensi (n) Persentase (%) |
Normal Ringan Sedang Parah Sangat parah |
103 28,2 56 15,3 101 27,6 72 19,8 33 9,1 |
Total |
365 100 |
Tabel 5 menunjukkan bahwa tetapi, responden juga banyak yang sebagian responden tidak mengalami mengalami stres dengan katagori stres yaitu 103 orang (28,2%). Akan sedang yaitu 101 orang (27,6%).
Tabel 6.
Risiko bunuh diri pada remaja
Variabel Risiko Bunuh Diri Remaja |
Frekuensi (n) |
Persentase (%) |
Rendah |
328 |
89,8 |
Sedang |
34 |
9,3 |
Tinggi |
3 |
0,9 |
Total |
365 |
100 |
Tabel 6 menunjukkan bahwa risiko bunuh diri dengan katagori
sebagian besar responden memiliki rendah yaitu 328 orang (89,8%).
Tabel 7.
Analisis Hubungan Faktor Psikologis dengan Risiko Bunuh Diri pada Remaja
Variabel |
p-value |
r |
R | |||
Hubungan bunuh diri |
keputusasaan |
dengan |
risiko |
0,001 |
0,172 |
2,95% |
Hubungan depresi dengan risiko bunuh diri |
0,000 |
0,208 |
4,32% | |||
Hubungan bunuh diri |
kecemasan |
dengan |
risiko |
0,000 |
0,221 |
4,88% |
128
Hubungan stres dengan risiko bunuh diri
0,000 0,231 5,33%
Tabel 7 menunjukkan bahwa seluruh p-value < a (0,05) yang bermakna bahwa terdapat hubungan yang positif antara faktor psikologis dengan risiko bunuh
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar remaja SMA dan SMK di Bangli dan Klungkung mengalami keputusasaan pada tingkat ringan. Penelitian yang dilakukan oleh Jaiswal, Faye, Gore, Shah, & Kamath (2016) juga menemukan bahwa sebagian besar remaja dalam penelitiannya mengalami keputusasaan ringan. Hal tersebut berkaitan dengan pemahaman remaja yang kurang tepat terkait dengan peristiwa yang dialami. Berdasarkan jawaban dari pengisian kuesioner, bahwa terdapat remaja yang mengalami situasi sulit dan menganggap hal tersebut merupakan suatu kejadian buruk yang dapat mempengaruhi masa depan. Pandangan negatif terhadap suatu keadaan ini tentunya akan menjadi sebuah ancaman bagi remaja. Penelitian Huen et al, (2015) juga menyatakan bahwa keputusasaan memiliki hubungan positif dengan ide bunuh diri.
Sebagian besar remaja mengalami depresi tingkat sangat parah. Penelitian Jha et al (2017) juga menemukan bahwa sebagian besar remaja mengalami depresi. Hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa hal ini terjadi karena remaja di SMA masih mengalami kesulitan dan ketakutan dalam menunjukkan atau mengekspresikan perasaannya. Akan tetapi, terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa tingkat depresi pada
diri. Hal tersebut berarti semakin tinggi skor faktor psikologis maka semakin tinggi juga skor risiko bunuh diri.
remaja berada pada rentang normal dan dikatakan juga remaja awal memiliki kemungkinan rendah untuk mengalami depresi (Ibrahim et al., 2014; Kadir, Johan et al., 2018). Hal tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan karakteristik responden dan perbedaan ligkungan serta nilai keluarga (Kadir, Johan, Aun, & Ibrahim, 2018).
Sebagian besar responden mengalami kecemasan yang sangat parah. Hal tersebut didukung oleh penelitian Mubasyiroh., Putri & Tjandarini (2017) yang menyatakan semakin tinggi usia maka semakin tinggi risiko kecemasan yang terjadi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian lain yaitu responden terbanyak pada penelitian ini berada pada usia 16 dan 17 tahun serta tingkat kecemasan yang paling banyak dialami berada pada tingkat parah yaitu sebesar 61,8%. Tingginya kecemasan yang dialami oleh responden dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya terkait dengan lingkungan sekolah dan akademik. Saat pengambilan data responden memiliki jadwal ulangan harian dan pada bulan pengambilan data juga akan diadakan ulangan akhir semester. Penelitian dari Beiter et al (2014) juga menemukan bahwa tiga fokus utama yang mendukung kecemasan pada remaja sekolah adalah akademik, tekanan untuk berhasil dan rencana pasca kelulusan.
Sebagian besar remaja
mengalami stress dalam rentang normal 129
dan juga sebagian besar remaja juga mengalami stress dalam rentang sedang. Penelitian ini didukung oleh penelitian Zhang., Wang., Xia., Liu & Jung (2014) dimana peneliti menemukan bahwa masih ada remaja yang mengalami stress yaitu sebesar 29,30%. Khan et al (2016) juga menyatakan sebagian besar remaja mengalami stress karena pengaruh akademik.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar remaja berada pada risiko ringan untk melakukan bunuh diri. Li., Li., Wang & Bao (2016) yang menemukan bahwa sebanyak 17,5% dari 1.529 remaja telah berpikir tentang bunuh diri dalam 6 bulan terakhir dan sebesar 7,3% remaja telah mencoba bunuh diri dalam 6 bulan terakhir. Pratiwi & Undarwati (2014) juga menemukan sebagian besar remaja yang menjadi respondennya termasuk dalam kategori bunuh diri ringan atau belum serius yang disebabkan oleh tekanan psikologis, masalah yang dihadapi, kurang memperoleh perhatian, masalah di sekolah, pertemanan, harga diri rendah, putus asa, kesehatan, kematian seseorang, takut masa depan, dan kegagalan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 0,9% responden yang telah berpikir dan merencanakan bunuh diri. Responden tersebut mengatakan bahwa ia memang mengalami masalah psikologis dan pernah berpikir untuk melakukan bunuh diri. Responden juga mengatakan bahwa terdapat berbagai hal yang menyebabkan ia mengalami masalah psikologis seperti ketakutan pada lingkungan sosial karena mengalami bullying, dan mengaku bahwa kerap kali memiliki pikiran negatif terhadap orang-orang yang ada disekitarnya dan sering berpikiran untuk mengakhiri hidupnya namun terlalu takut untuk melakukannya.
Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang bermakna dengan arah positif antara keputusasaan dengan risiko bunuh diri yang berarti semakin tinggi tingkat keputusasaan maka semakin besar risiko bunuh diri. penelitian ini didukung oleh Aulia (2016) menemukan bahwa bunuh diri dapat dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bunuh diri salah satunya faktor psikologis seperti depresi, stress, kecemasan, ketidakberdayaan, dan gangguan tidur.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna dengan arah positif antara depresi dengan risiko bunuh diri semakin tinggi tingkat depresi semakin tinggi risiko bunuh diri. Penelitian Klonsky., May & Saffer (2016) menemukan bahwa gangguan bipolar, PTSD dan depresi merupakan prediktor yang sangat kuat dalam mempengaruhi terjadinya percobaan bunuh diri. Individu dengan depresi umumnya mengalami perasaan sedih, putus asa, dan merasa rendah diri sehingga meningkatkan risiko bunuh diri (Chung & Joung, 2012).
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang lemah dengan arah positif antara kecemasan dan risiko bunuh diri yang berarti semakin besar kecemasan maka semakin besar risiko bunuh diri. Bentley., Franklin., Ribeiro., Kleiman., Fox, & Nock (2016) menemukan bahwa secara keseluruhan untuk setiap kecemasan membangun prediksi terhadap ide bunuh diri, percobaan bunuh diri dan bunuh diri yang berhasil. Penelitian lain dari Gallagher, Prinstein., Simon, & Spirito (2014) menemukan bahwa kecemasan sosial dapat meningkatkan risiko bunuh diri pada remaja.
Selain itu, terdapat hubungan yang bermakna dengan arah positif
130
antara stress dengan risiko bunuh diri yang berarti semakin tinggi stress maka semakin tinggi risiko bunuh diri. Khan., et al. (2016) menemukan bahwa terdapat hubungan antara stress dan ide bunuh diri pada siswa di India. Hal tersebut dipengaruhi oleh stress akademi yang ditemukan ternyata juga berhubungan dengan ide bunuh diri. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa strategi koping yang baik berhubungan secara negatif terhadap ide bunuh diri. Donsu (2017) stress yang berkepanjangan dapat menyebabkan berbagai macam masalah kesehatan dan dampak paling negatif adalah terjadi percobaan bunuh diri.
KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian responden mengalami keputusasaan ringan, depresi yang sangat parah, kecemasan yang sangat parah, dan stres yang ringan. Responden juga memiliki risiko bunuh diri yang rendah. Simpulan penelitian ini yaitu terdapat hubungan yang bermakna antara faktor psikologi dengan risiko bunuh diri dengan arah hubungan positif yang berarti semakin meningkatnya faktor psikologis maka risiko bunuh diri meningkat atau sebaliknya.
Penelitian ini memiliki keterbatasan sehingga peneliti selanjutnya diharapkan untuk meneliti terkait faktor-faktor yang mempengaruhi faktor psikologis dengan bunuh diri serta melakukan penelitian terkait pemberian intervensi untuk mengurangi masalah psikologis. Dinas pendidikan dapat bekerjasama dengan petugas kesehatan juga diharapkan memberikan layanan konseling yang baik agar mengurangi risiko terjadinya bunuh diri akibat masalah psikologis.
DAFTAR PUSTAKA
Aulia, N. (2016). Analisis Hubungan Faktor Risiko Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Kabupaten Indragiri Hulu. Tesis S2 Peminatan Keperawatan Jiwa;
Universitas Andalas
Azizah, L. M., Zainuri, I., & Akbar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa: Teori dan Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Indomedika Pustaka.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). (2013). Kajian Profil Penduduk Remaja (10-24 Tahun): Ada Apa dengan Remaja?. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kependudukan-BKKBN.
Balipuspanews. (2018). Masih Dirawat, Korban Percobaan Bunuh Diri karena Pacar di Level 21 Mall. Retrieved from: https://www.balipuspanews.com/masih-dirawat-korban-percobaan-bunuh-diri-karena-pacar-di-level-21-mall.html
Beiter, et al. (2014). Journal of Affective Disorders. The Prevalence and Correlates of Depression, Anxiety, and Stress in a Sample of Collage Students. Page: 90-96.
Bentley, et al. (2016). Clinical Psychology Review. Anxiety and its Disorders as Risk Factors for Suicidal Thoughts and Behaviors: A Meta-analytic Review.
Page: 30-46.
Centre For Disease Control and Prevention (CDC). (2015). Understanding Suicide. National Center for Injury Prevention and Control: Division of Violence
Prevention.
Centre For Disease Control and Prevention (CDC). (2016). Suicide. Website : www.cdc.gov/ViolencePrevention/suicid e/index.html
Chung, S. S. & Joung, K. H. (2012). The Journal of School Nursing. Risk Factors Related to Suicidal Ideation and Attempted Suicide: Comparative Study of Korean and American Youth.
Donsu, J. D. T. (2017). Psikologi Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Gallagher, M., Prinstein, M. J., Simon, V. & Spirito, A. (2014). J Abnorm Child Psychol. Social Anxiety Symptoms and Suicidal Ideation in a Clinical Sample of Early Adolescents: Examining
Loneliness and Social Support as Longitudinal Mediators.
131
Huen, J. M. Y., Ip, B. Y. T., Ho, S. M. Y & Yip, P. S. F. (2015). Hope and Hopelessness: The Role of Hope in Buffering the Impact of Hopelessness on Suicidal Ideation. plos one. volume 10, no. 6.
Ibrahim, N., Amit, N., & Suen, M. W. (2014). Psychological Factors as Predictors of Suicidal Ideation among Adolescents in Malaysia. 1-6.
Jaiswal, S. V., Faye, A. D., Gore, S. P., Shah, H. R., & Kamath, R. M. (2016). Journal of Postgraduate Medicine. Stressful life events, hopelessness, and suicidal intent in patients admitted with attempted suicide in a tertiary care general hospital. Vol. 62, No. 2, 102-104
Jha, K.K., Singh, S.K., Nirala, S.K., Kumar, C., Kumar, P. & Aggrawal, N. (2017). Prevalence of Depression Among School-Going Adolescents in an Urban Area of Bihar, India. Vol. 9, No. 3, 287292
Kadir, N. B., Johan, D., Aun, N. S., & Ibrahim, N. (2018). Kadar Prevalens Kemurungan dan Cubaan Bunuh Diri dalam Kalangan Remaja di Malaysia. Jurnal Psikologi Malaysia, 150-158.
Khan, et al. (2016). Community Ment Health J. Problem Solving Coping and Social Support as Mediators of Academic Stress and Suicidal Ideation Among Malaysian and Indian Adolescents.
Klonsky, E.D., May, A. M., & Saffer, B. Y. (2016). Suicide, Suicide Attempts, and Suicidal Ideation. Department of Psychology, University of British Columbia; Canada.
Li, D., Li, X., Wang, Y. & Bao, Z. (2016). J Child Fam Stud. Parenting and Chinese Adolescent Suicidal Ideation and Suicide Attempts: The Mediating Role of
Hapolessness. Page: 1397-1407.
Maniam, T., et al. (2014). Risk Factor for Suicidal Ideation, Plans and Attempts in Malaysia. Result of an Epidemiological Survey.
Mubasyiroh, R., Putri, I. Y. S. & Tjandrarini, D. H. (2017). Buletin Penelitian Kesehatan.
Determinan Gejala Mental Emosional Pelajar SMP-SMA di Indonesia Tahun 2015. Vol. 45, No. 2. Page: 103-112.
Nusa Bali. (2018). Saat Kuningan, Dua Kasus Ulah Pati di Bangli. Retrieved from: https://www.nusabali.com/berita/32078/s aat-kuningan-dua-kasus-ulah-pati-di-bangli
Pratiwi, J. & Undarwati, A. (2014). Developmental and Clinical Psychology. Suicide Ideation pada Remaja di Kota Semarang. Volume 3, No. 1
Suara Dewata. (2018). Berturut-turut Kasus
Bunuh Diri di Bangli, Siswi SMP Tewas Gantung Diri. Retrieved from:
https://suaradewata.com/read/2018/03/10 /201803100011/BerturutTurut-Kasus-Bunuh-Diri-Di-Bangli-Siswi-SMP-Tewas-Gantung-Diri.html
Tribun Bali. (2018). Mengapa di Bali 70 persen Pelaku Bunuh Diri Pria? Begini Jawaban Prof Suryani. Retrieved from:
http://bali.tribunnews.com/2018/01/14/m engapa-di-bali-70-persen-pelaku-bunuh-diri-pria-begini-jawaban-prof-suryani?page=all
Tribun Bali. (2018). Mengapa di Bali 70 persen Pelaku Bunuh Diri Pria? Begini Jawaban Prof Suryani. Retrieved from:
http://bali.tribunnews.com/2018/01/14/m engapa-di-bali-70-persen-pelaku-bunuh-diri-pria-begini-jawaban-prof-suryani?page=all
WHO. (2016). Mental Health Suicide Data.
Retrieved from:
http://www.who.int/mental_health/preve ntion/suicide/suicideprevent/en/
Woelandari, A. M. (2017). Faktor yang Mempengaruhi Percobaan Bunuh Diri pada Santri di Pesantren X, Bogor. Laporan Penelitian Program Studi Kedokteran; Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Zhang, X., Wang, H., Xia, Y., Liu, X. & Jung, E. (2012). Journal of Adolescence. Stress, Coping and Suicide Ideation in Chinese College Students. Elsevier:
Page: 683-690.
132
Volume 8, Nomor 2, Agustus 2020
Discussion and feedback