Community of Publishing In Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

HUBUNGAN INDEKS MASA TUBUH (IMT) TERHADAP NYERI DISMENORE PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

DAN PROFESI NERS FK UNUD

Komang Trisna Putri Juliantini*1, Ni Luh Putu Shinta Devi1, Made Rini Damayanti S1

1Program Studi Sarjana Keperawatan DantProfesirNers, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana *korespondensi: [email protected]

ABSTRAK

Menstruasi merupakan bagian dari proses pertumbuhan dan perkembangan fisik yang dialami remaja putri. Dismenore menjadi salah satu keluhan yang paling sering dialami saat masa menstruasi, dan dapat mengganggu aktivitas. Berbagai faktor dapat mempengaruhi dismenore, salah satunya status gizi yang berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan dan fungsi organ reproduksi. Status gizi dapat diukur melalui indeks masa tubuh (IMT). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara IMT dengan nyeri dismenore pada mahasiswi PSSKPN FK Unud angkatan 2017. Alat ukur yang digunakan peneliti, yaitu timbangan, microtouise staturemeter, dan lembar observasi skala nyeri menggunakan Numerical Rating Scale (NRS). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasionaldengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 49 orang yang dipilih menggunakan consecutive sampling. Berdasarkan hasil uji statisitik menggunakan uji Spearman Rank didapatkan hubungan yang signifikan lemah dan berpola positif antara IMT dengan nyeri dismenore (p = 0,005; α = 0.05; rs =0,396). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi IMT maka semakin berat nyeri dismenore yang dirasakan mahasiswi. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan mahasiswi keperawatan lebih meningkatkan kesadaran dalam hal menjaga status gizi tubuh sehingga dapat mencegah terjadinya dismenore.

Kata kunci: IMT, mahasiswi keperawatan, nyeri dismenore

ABSTRACT

Menstruation is part of the process of growth and physical development experienced by young women. Dysmenorrhea is one of the most frequent complaints during menstruation. It can be carried out activities. Various factors can affect dysmenorrhea, one of which is the nutritional status involved in the growth and function of the reproductive organs. Nutritional status can be measured by body mass index (BMI). The purpose of this study was to study the relationship between BMI and dysmenorrhea pain in the 2017 nursing students, Faculty of Medicine Udayana University. This study was a descriptive correlational study using cross-sectional approach. The sample in this study was replaced by 49 people selected using consecutive sampling. Based on the results of statistical tests using the Spearman-Rank test, a significantly weak and positive patterned relationship between BMI and dysmenorrhea pain (p = 0.005; α= 0.05; rs = 0.396) was obtained. This shows that the higher the BMI, the more severe the pain felt. Basedon this, it is expected that nursing care will increase awareness in terms of the status of concern for nutrition can be eliminated.

Keywords: BMI, nursing student, pain dysmenorrhea

PENDAHULUAN

Menstruasi merupakan proses fisiologis yang dialami wanita, namun sering kali menimbulkan berbagai keluhan. Keluhan yang dapat terjadi pada saat remaja wanita mengalami periode mestruasi adalah dismenore (Lestari, 2013). Dismenore adalahnyeri

haid yang terasa saat menstruasi yang biasanya bersifat kram dan berpusat pada perut area bawah dan terkadang sampai parah sehingga mengganggu aktivitas (Ammar, 2016). Wanita yang memiliki riwayat dismenore akan memiliki tekanan intrauterine yang lebih besar serta hormon prostaglandin yang dimiliki juga lebih

banyak dibandingkan wanita yang tidak mengalami dismenore.

Keparahan dismenore yang terjadi dapat bervariasi antara satu wanita dengan wanita lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dismenore primer dapat dipengaruhi oleh usia, status gizi, dan aktivitas fisik (Silviana, 2012). Status gizi dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan fungsi organ reproduksi. Wanita dengan usia subur membutuhkan gizi yang baik dengan cara mengkonsumsi makanan seimbang karena sangat dibutuhkan pada saat menstruasi terutama pada fase luteal. Pada fase ini terjadi peningkatan kebutuhan zat gizi (Pratiwi & Rodiana, 2015).

Perbedaan status gizi dapat mempengaruhi nyeri dismenore yang dirasakan. Penelitian Pratiwi dan Rodiana (2015) menyatakan status gizi yang berlebih dapat menimbulkan dismenore. Sedangkan pada penelitian Sophia, Muda, dan Jemadi (2013) menyatakan, status          gizi rendah

(underweight) jika dibandingkan dengan status gizi normal, didapatkan hasil bahwa siswi dengan status gizirendah (underweight) memiliki risiko1,2 kali lebih besar mengalami dismenore dibandingkan dengan siswiyang memiliki status gizi normal. Indeks Masa Tubuh (IMT) adalah cara termudah untuk mengevaluasi masalah gizi pada anak, remaja, atau dewasa.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Novita (2018) menemukan bahwa 60,20% dari 98 orang siswi SMA kelas X, XI, dan XII mengalami gangguan menstruasi. Sebagian besarlresponden mengalamii masalah menstruasi yaituPre-Menstruall Syndrome (PMS) dan dismenore, yaitu masing-masingsebesar 30%. Penelitian Shafiyyatuddiyanah (2014) juga menyatakan bahwa status

Instrumen penelitian yang digunakan peneliti, yaitu timbangan, microtouise staturemeter, dan lembar

gizi dengan masalah menstruasi memiliki hubungan yang signifikan, sebab dari 85 sampel yang digunakan, didapatkan siswi dengan status gizi normal mengalami dismenore ringan sebanyak 21(61.8%), sedang 8 (23.5%) dan berat 5 (14.7%).

Studi pendahuluan telah dilakukan melalui wawancara pada 15 orang mahasiswi Program Studi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners Fakultas

Kedokteran    Universitas    Udayana

(PSSKPN FK Unud) angkatan 2017, responden    menyatakan cenderung

mengalami dismenore dengan     skala

nyeri sedang hingga berat. Sebagianbesar responden mengatakan dismenore yang dirasakan mengganggu aktivitas sehari-hari, seperti saat belajar, bahkan 2 orang dari responden menyatakan tidak mampu berjalan secara mandiri dengan nyeri dismenore yang dirasakan mahasiswi. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara IMT dengan nyeri dismenore padamahasiswi PSSKPN FK Unud angkatan 2017.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif-korelasional dan menggunakan pendekatan cross- sectional. Penelitian ini dilakukan diPSSKPN FK Unud pada bulan Mei-Juni 2019. Populasi penelitian ini adalahseluruh mahasiswi angkatan 2017 diPSSKPN FK Unud yang berjumlah 52 orang. Sampel dalam penelitian iniadalah 49 orangjyang dipilih dengan teknik consecutive sampling. Kriteria inklusi penelitian adalah mahasiswi keperawatan angkatan 2017 yang sedang mengalami menstruasi hari pertama dan bersedia menjadi responden. Kriteria eksklusi penelitianadalah mahasiswi keperawatan angkatan 2017 yang telah mengonsumsi obat analgetik saat dilakukan pengukuran nyeri.

observasi skala nyeri menggunakan Numerical Rating Scale (NRS).

Pengumpulan data dilakukan

dengan mengukur tinggi badan, berat badan, menghitung IMT, serta menanyakan nyeri dismenore yang dirasakan saat menstruasi hari pertama menggunakan NRS. Data yang telah terkumpul kemudian dilakukan tabulasi data untuk analisis data.

Analisis data yang digunakan, yaitu analisis univariat untuk menggambarkan variabel IMTdan nyeri dismenore.   Analisis bivariat yang

digunakan, yaitu uji korelasi Spearman Rank untuk mengetahui hubungan IMT dengan nyeri dismenore. Penelitian ini telah mendapatkan ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian FK Unud/RSUP Sanglah dengan nomor 1724/UN14.2.2.VII.14/LP/2019.

HASIL PENELITIAN

Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswi PSSKPN FKUnud angkatan 2017 berusia 20 tahun yaitu sebanyak 28 orang (57,1%), mengalami menstruasi pertama kali saat berusia 13 tahun yaitu sebanyak 20 orang (40,8%), memiliki lama siklus menstruasi < 7 hari yaitu sebanyak 35 orang (71,4%), memiliki intensitasolahraga < 3x dalam seminggu yaitu sebanyak 45 orang

(91,8%), dan berada pada stres sedang yaitu sebanyak 26 orang (53,1%). Seluruh responden tidak memiliki riwayat melahirkan dan merokok (100%).

Tabel 2 menunjukkan rata – rata IMT mahasiswi PSSKPN FK Unud angkatan 2017 yaitu 21,73 dengan standar deviasi 3,268. IMT terendah yaitu 16,09 dan IMT tertinggi yaitu 31,99. 95%.

Tabel 3 menunjukkan sebagian besar mahasiswi PSSKPN FK Unud Angkatan 2017 memiliki IMT padakategori normal, yaitu sebanyak 34orang (69,4%). Tabel 4 menunjukkan bahwarata–rata skala nyeri mahasiswi PSSKPN adalah 3 dengan skala nyeri terendah 0 dan tertinggi 8.

Tabel 5 menunjukkan sebagian besar mahasiswi PSSKPN FK Unud angkatan 2017 mengalami nyeri dismenore pada kategori ringan dan sedang yaitu masing-masing sebanyak 18 orang (36,7%). Tabel 6 menunjukkan bahwaterdapat hubungan yang signifikan lemah dan berpola positif antara IMT dengan nyeri dismenore pada mahasiswi PSSKPN FK Unud angkatan 2017. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi IMT maka semakin tinggi berat nyeri dismenore yang dirasakan

Tabel 1 Distribusi Responden berdasarkan Karakteristik Mahasiswi PSSKPN FK Unud angkatan 2017 Mei-Juni 2019 (n=49)

Karakteristik mahasiswa

Frekuensi (f)

Persentase (%)

Umur

19 tahun

20

40,8

20 tahun

28

57,1

21 tahun

1

2

Umur saat pertama menstruasi

11 tahun

2

4,1

12 tahun

12

24,5

13 tahun

20

40,8

14 tahun

11

22,4

15 tahun

4

8,2

Lama Siklus Menstruasi

< 7 hari

35

71,4

7 hari

11

22,4

> 7 hari

3

6,1

Riwayat Melahirkan

Ya

0

0

Tidak

49

100

Riwayat Merokok

Ya

0

0

Tidak

49

100

Konsumsi Alkohol

< 3x seminggu

45

91,8

3x seminggu

4

8,2

> 3x seminggu

0

0

Stres

Stres ringan

10

20,4

Stres sedang

26

53,1

Stres berat

13

26,5

Tabel 2 Gambaran IMT pada Mahasiswi PSSKPN FK Unud Angkatan 2017 pada Tahun 2019 (n = 49)

Variabel              Mean ± SD            Min – Maks

IMT                      21,73 ± 3,268             16,09 - 31,99

Tabel 3 Gambaran IMT pada Mahasiswi PSSKPN FK Unud Angkatan 2017 pada Tahun 2019 (n = 49)

IMT

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Kurus

1

2

Normal

34

69,4

Kegemukan

12

24,5

Obesitas

2

4,1

Total

49

100

Tabel 4 Gambaran Nyeri pada Mahasiswi PSSKPN FK Unud Angkatan 2017 pada Tahun 2019 (n = 49)

Variabel

n

Median (Min – Maks)

Nyeri

49

3 (0-8)

Tabel 5 Gambaran Nyeri Dismenore Mahasiswi PSSKPN FK Unud Angkatan 2017 pada Tahun 2019 (n = 49)

Nyeri

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Tidak Nyeri

9

18,4

Ringan

18

36,7

Sedang

18

36,7

Berat

4

8,2

Total

49

100

Tabel 6 Hubungan antara IMT dengan Nyeri Dismenore pada Mahasiswi PSSKPN

Variabel               n             Median (Min – Maks)

Nyeri                    49                        3 (0-8)

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil uji korelasi pada penelitian ini diperoleh adanya hubungan lemah positif antara IMT terhadap nyeri dismenore pada mahasiswi PSSKPN FK Unud angkatan 2017. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa hasil penelitian, seperti penelitian Larasati dan Alatas (2016) yang menyatakan bahwa kejadian dismenore berhubungan dengan status gizi seorang wanita. Selain itu penelitian dari Pundati danHariyadi (2016) juga menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara indeks masa tubuh dengan kejadian dismenore. Penelitian dari Irmawati (2010), Pande dan Purnawati (2016), dan Manorek, Purba dan Malonda (2014) juga menemukan bahwa ada hubungan antara IMT dengan gangguan menstruasi, termasuk nyeri dismenore.

Di saat tubuh mengalami stres, maka secara tidak langsung tubuh akan melepaskan hormon kortisol. Tingginyakadar hormon tersebut akan merangsangtubuh untuk mengeluarkan hormon insulin, leptin, dan sistem neuropeptide Y (NPY) yang menimbulkan rasa lapar sehingga terdapat keinginan untuk makan. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya penumpukan lemak viseral dan dapat meningkatkan IMT (Nasrani dan Purnawati, 2015). Semakin tinggi tingkat stres maka semakin tinggi juga

IMT.

Pada penelitian ini didapatkan adanya korelasi yang lemah dan berpola positif antara IMT terhadap nyeri dismenore pada mahasisiwi PSSKPN FK Unud angkatan 2017. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi IMT, kemungkinan dapat menyebabkan semakin berat nyeri dismenore yang dialami ketika menstruasi. Hal ini sejalan dengan penelitian Achintya (2017) dan Okoro (2013) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat status gizi (obesitas) maka semakin tinggi tingkat nyeri yang dirasakan. Unani dan Istiy-orini (2015) menyebutkan bahwa sistem reproduksi wanita dapat terganggu diantaranya disebabkan karena status gizi yang tidak sesuai atau berlebih.

Teori lain juga menjelaskan bahwa salah satu permasalahan yang dapat menimbulkan dismenore primer adalah status gizi berlebih pada perempuan (Paath, 2015). Hasil penelitian dari Kaur (2014) juga menunjukkan hasil bahwa responden yang memiliki IMT overweight dan obesitas akan mengalami nyeri dismenore yang lebih tinggi. Perempuan dengan IMT kategori overweight sampai obesitas dalam tubuhnya akanterdapat jaringan lemak yang berlebih, sehingga dapat    menyebabkan    terdesaknya

pembuluh darah oleh jaringan lemak pada organ reproduksinya. Dimana jumlah lemak yang berlebih dapat memberikan umpan balik negatif terhadap hormon 739

Folicle Stimulating Hormone (FSH) melalui sekresi protein inhibin yang menghambat hipofisis anterior untuk menyekresikan FSH. Adanya hambatan sekresi pada FSH menyebabkan terganggunya profeliferasi folikel sehingga tidak terbentuk folikel yang matang. Hal tersebut menyebabkan gangguan vaskularisasi pada organ reproduksi yang memicu kontraksi berlebihan dan timbul nyeri dismenore (Widjanarko, 2012).

Pada penelitian ini, didapatkan hasil bahwa sebanyak 36 orang (73,4%)mahasiswi PSSKPN angkatan 2017 mengalami tingkat nyeri dismenore rendah hingga sedang. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tingkat aktivitasfisik dan tingkat stres. Depkes (2015) menyatakan bahwa kegiatan olahraga secara teratur disarankan dilakukan selama ½ - 1 jam minimal 3x seminggu. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa sebanyak 45 mahasiswi (91,8%) memiliki tingkat aktivitas fisik < 3x seminggu. Tingkat aktivitas fisik yang rendah akan berdampak pada tingkat nyeri yang dirasakan mahasiswi karena mampu menghambat pelepasan endorfin beta

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan dalam penelitian ini, yaitu ada hubungan lemah positif antara Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan nyeri dismenore pada mahasiswi PSSKPN angkatan 2017 di FK Unud (p < 0,05).

Saran dalam penelitian ini diharapkan mahasiswi keperawatan lebih meningkatkan kesadaran dalam

DAFTAR PUSTAKA

Ammar , U.R .    (2016) . Faktor risiko

dismenore primer pada wanita usia subur      dii     Kelurahan Ploso

Kecamatan Tambaksari Surabaya .

Jurnal Berkala Epidemiologi, 4(1), 37-49.

Goranm, M.I, dan Sothrn, M. (.2006.). Handbook of pediatric obesity:    etiology,

(penghilang nyeri alami) ke dalam aliran darah sehingga dapatmemperbesar risiko mengalami nyeri dismenore (Anisa, 2015).

Pada penelitian ini didapatkan pula hasil bahwa sebanyak 26 mahasiswi (53,1%) mengalami strespada kategori sedang. Faktor ini dapat menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Pada saat stres, tubuh akan memproduksi hormon estrogen dan prostaglandin yang berlebihan. Estrogen dan prostaglandin ini dapatmenyebabkan peningkatan kontraksi uterus secara berlebihan sehingga mengakibatkan rasa nyeri saat menstruasi. Hormon adrenalin juga meningkat dan menyebabkan otot tubuh tegang termasuk otot rahim dan menjadikan nyeri saat menstruasi (Sari, Nurdin, dan Defrin, 2015).

Keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu gambaran hasil frekuensi IMT menyatakan bahwa sebagian besar responden berada pada kategori normal. Kurangnaya variasi data tidak cukup untuk dapat mengeneralisasikan hasil penelitian ini kepada seluruh responden yang memiliki karakteristik serupa. Selain itu, peneliti tidak mengkaji hari haid responden.

hal menjaga status gizi tubuh sehingga dapat mencegah terjadinya nyeri dismenore. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat menampilkan atau mengumpulkan data dengan varian yang lebih banyak sehingga nanti hasil penelitian dapat digeneralisasikan.

pathophysiology and prevention. USA: CRC Press, Taylor & Francis Group.

Kemenkes, RI. (2015). InfoDATN: situasi kesehatan reproduksi remajaJakarta: Kementrian Kesehatan RI .

Larasati, T. A.,      Alatas, F.       (2016).

Dismenore primer dan faktor risiko dismenore primer pada remaja. Majority

Journal, 5(3), 79-84.

Lestarik, N. M. S. D. (2013). Pengaruhdismenorea pada remaja. Seminar Nasionak FMPA UNDISHA III, 323 -329 .

Manoreiik, R., Purba, R. B., & Malonda, N. S. H. (2014). Hubungan antara status gizi dengan kejadian dismenore pada siswi kelas XI SMA Negeri 1 Kawangkoan. (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi, Sulawesi Utara.

Novta, R. (2018). Hubungan status gizi dengan gangguan menstruasi pada remaja putri di sma al-azharr Surabaya. Amerta nutrition, 2.(2), 172-,181,.DOI:

10.2473/amnt.v2i2.2018.172-181

Paath, A. F. (2015). Gizi dalam kesehatan ireproduksi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Pratiwi, H., dan Rodiana. (2015). Obesitass sebagai resiko pemberat dismenore pada remaja. Majority, 4(9), 93-97.

Shafiyyatuddiyanah, O. (2014). Hubungan status gizi berdasarkan indeks massa

tubuh dengan dismenore primer pada siswi Madrasah Aliyah Negeri Model Banda Aceh. Skripsi tidak terpublikasi. Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh.

Silviana, P.D. (2012). Hubungan antara karakteristik individu, aktivitas fisik, dan konsumsi produk susu dengan dismenorrhea primer pada mahasiswi FIK dan FKM UI Depok. Jakarta: Universitas Indonesia.

Sophiay, F., Muda , S., danJemadi. (2013).

Faktor – faktor yang berhubungan dengan dismenore pada siswi SMK Negeri 10 Medan tahun 2013. https://www.e-jurnal.com

Unami , N. N. & Istiyourini, H,. (2015) .

Hubungan antara status gizi (Indeks Massa Tubuh) dengan kejadian dismenore rrimer pada Remaja di Akademi Kebidanan Bina Husada Tangerang. Jurnal Ilmiah Bina Cendekia Kebidanan, 1(1): 1-9.

Widjanarko , B. (2012). Dismenore tinjaun terapi pada dismenore primer. Majala Kedokteran Damianus., 5(1).,: 50,-62 .

741

Volume 9, Nomor 6, Desember 2021