Community of Publishing In Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

HUBUNGAN ANTARA HEALTH LOCUS OF CONTROL DENGAN KEPATUHAN MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL TERMINAL

Nyoman Kartika Suryani1, Gusti Ayu Ary Antari2, Ni Komang Ari Sawitri3

1Mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, 2,3Dosen Program Studi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Alamat korespondensi: [email protected]

ABSTRAK

Gagal Ginjal Terminal (GGT) didefinisikan sebagai penyakit ginjal kronis yang memiliki karakteristik berupa penurunan laju filtrasi glomerulus hingga <15 ml/min/1,73m2 dan bersifat irreversible. Upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup pasien adalah dengan melakukan terapi hemodialisis secara patuh. Health Locus of Control (HLC) didefinisikan sebagai suatu faktor yang memberikan pengaruh pada kepatuhan pasien dalam menjalani terapi hemodialisis. Penelitian ini ditujukan untuk mengidentifikasi hubungan diantara health locus of control dengan kepatuhan pasien gagal ginjal terminal dalam menjalani terapi hemodialisis. Penelitian deskriptif korelatif disertai pendekatan cross-sectional menjadi desain penelitian ini. Responden sebanyak 100 orang diperoleh melalui teknik purposive sampling. Spearman Rank dilakukan untuk memperoleh analis data. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif lemah antara internal HLC dengan kepatuhan menjalani terapi hemodialisis (r=0,236; p value=0,018; α=0,05), terdapat hubungan positif sedang antara powerful others HLC dengan kepatuhan menjalani terapi hemodialisis (r=0,416; p value=0,001; α=0,05) dan tidak terdapat hubungan antara chance HLC dengan kepatuhan menjalani terapi hemodialisis (p value=0,564; α=0,05). Penelitian ini diharapkan bisa menjadi pedoman bagi perawat dalam melakukan tindakan yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani terapi hemodialisis yang mengacu pada health locus of control.

Kata kunci: gagal ginjal terminal, health locus of control, kepatuhan hemodialisis

ABSTRACT

Kidney failure is a chronic renal disease that has the characteristics of decreasing the glomerular filtration rate to <15 ml/min/1.73m2 and is irreversible. Patients are required to have hemodialysis as their life sustaining treatment. Health Locus of Control (HLC) is one of the factors that can affect the patient’s adherence in the hemodialysis therapy. This study was purposed to determine the relationship between health locus of control and adherence of hemodialysis therapy on patients with kidney failure. A correlative descriptive study with cross-sectional approach was implemented as the design of this study. Respondents of 100 people were obtained through a purposive sampling technique. Spearman rank test was applied to get the data analysis. The results showed that there were a positive weak relationship between internal HLC and adherence (r=0.236; p-value=0.018; α=0.05), a positive moderate relationship between powerful others HLC and adherence (r=0.416; p-value=0.001; α=0.05) and there was no relationship between chance of HLC and adherence (p-value=0.564; α=0.05). It is expected that this research can inform nurses in improving patients’ adherence in hemodialysis therapy.

Keywords: adherence of hemodialysis, health locus of control, kidney failure

314

PENDAHULUAN

Gagal Ginjal Terminal (GGT) didefinisikan sebagai penyakit ginjal kronis yang memiliki karakteristik berupa penurunan laju filtrasi glomerulus hingga <15 ml/min/1,73m2 dan bersifat irreversible. Pada kondisi kerusakan ginjal permanen tersebut, pasien mutlak membutuhkan terapi pengganti fungsi ginjal seperti dialisis. Terapi ini bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup pasien (Indonesian Renal Registry, 2017; Sudoyo, 2014) Diantara berbagai macam terapi pengganti ginjal, hemodialisis termasuk dalam terapi yang utama (Indonesian Renal Registry, 2017). Proses pengeluaran produk sisa metabolisme dan kelebihan cairan dalam darah melalui membran semipermeabel (dialyzer) disebut dengan hemodialisis (Price & Wilson, 2012; Suwitra, 2014). Dalam seminggu, pasien GGT harus menjalani terapi hemodialisis sebanyak dua hingga tiga kali waktu empat sampai lima jam untuk 1 kali terapi (National Kidney Foundation, 2019). Berdasarkan data USRDS pada tahun 2015 terdapat 703.243 jiwa yang mengalami GGT dan meningkat pada tahun 2016 menjadi 726.331 jiwa (USRDS, 2017; ESRD, 2018). Peningkatan prevalensi GGT juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan data Riskesdas RI tahun 2018, prevalensi GGT dilaporkan mencapai 3,8%. Jumlah ini meningkat 1,8% dari tahun 2013 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Prevalensi GGT di Provinsi Bali mencapai 0,2% dengan prevalensi tertinggi di Kabupaten Karangasem yakni sebesar 0,4% (Kemenkes Riskesdas Bali, 2013).

Terapi hemodalisis harus dilakukan secara teratur dan patuh, sehingga pasien tidak mengalami perburukan kondisi (Hudak & Gallo, 2010). Ketidakpatuhan pasien dalam melaksanakan terapi hemodialisis, maka dapat menyebabkan klirens kreatinin tidak tercapai sehingga cairan dan toksin uremik pun akan menumpuk dalam tubuh yang bisa berdampak secara sistemik yang dapat meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas pasien GGT

(Smeltzer & Bare, 2013; Kim & Evangelista, 2011).

Kepatuhan merupakan komponen vital dalam manajemen penyakit GGT, mengingat ketidakpatuhan dalam menjalani terapi dapat menimbulkan berbagai dampak negatif (Hudak & Gallo, 2010). Studi yang ada saat ini menemukan bahwa kepatuhan pasien GGT dalam menjalani terapi hemodialisis masih tergolong rendah. Hal ini dibuktikan dari penelitian Alisa dan Wulandari (2019) yang menemukan bahwa 44,2% pasien GGT patuh dalam menjalani terapi hemodialisis dan 55,8% pasien GGT tidak patuh menjalani terapi hemodialisis. Kepatuhan yang masih rendah diakibatkan oleh beberapa hal seperti faktor individu. Faktor individu yang mempengaruhi kepatuhan salah satunya adalah aspek psikologis. Aspek psikologis penderita GGT dalam melakukan terapi sering tidak terdeteksi dan kurang diperhatikan (Caninsti, 2013; Pramesti, 2019). Akibatnya, seringkali tujuan dari perawatan penyakit tidak tercapai secara optimal. Salah satu aspek psikologis yang penting adalah locus of control (Canisti, 2013; Nurlatifah, 2018).

Health Locus of Control (HLC) yang merupakan pengembangan dari locus of control didefinisikan sebagai tingkat keyakian individu meyakini kondisi kesehatannya, yang dapat dipengaruhi oleh faktor di dalam dirinya atau diluar dirinya (Wallston & DeVellis, 1981). HLC dikategorikan menjadi 2 jenis yakni HLC secara internal serta eksternal. HLC secara internal yakni kepercayaan individual terkait kondisi kesehatan pribadinya yang disebabkan oleh konsekuensi perbuatannya sendiri, sebaliknya, eksternal HLC yakni kepercayaan individual terkait kesehatan pribadinya yang dikontrol oleh orang lain (powerful others) atau ditentukan oleh nasib (chance) (Wallston & DeVellis, 1981) .

Individu dengan internal HLC akan berkeyakinan bahwa dirinya sendiri memiliki kontrol atas kondisi kesehatannya, sehingga

315


cenderung lebih bertanggung jawab terhadap kesehatan dan memathui anjuran untuk meningkatkan efektifitas pengobatan (Pramesti, 2019). Jika dihubungkan antara patuhnya pasien GGT dengan orientasi kendali internal, maka yang berorientasi tinggi cenderung lebih patuh terhadap terapi hemodialisis seperti mengikuti terapi sesuai jadwal dan tidak meminta pemotongan waktu terapi. Ini disebabkan oleh kepercayaan pasien akan kemampuannya dalam memutuskan yang terbaik untuk menyembuhkan penyakitnya sendiri sehingga penyembuhan kuratif harus didasari oleh keinginan diri sendiri (Safitri, 2013).

Eksternal HLC yakni kepercayaan individual terkait kesehatan pribadinya yang dipengaruhi oleh faktor diluar dirinya. Orang yang bersangkutan tidak merasa terlibat dan bertanggung jawab penuh di dalam proses pengobatan. Jika dihubungkan antara patuhnya pasien GGT dengan orientasi kendali eksternal, maka yang berorientasi tinggi rentan untuk tidak melakukan terapi hemodialisis yang disebabkan oleh kesulitan pasien dalam mengendalikan serta mengontrol diri dalam melakukan terapi hemodialisis (Safitri, 2013). Tujuan dilaksanakannya penelitian ini yakni mengidentifikasi hubungan health locus of control dengan patuhnya pasien gagal ginjal terminal dalam melaksanakan terapi hemodialisis.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif disertai dengan deskriptif korelasi

HASIL PENELITIAN

Gambaran hasil penelitian dijelaskan pada tabel di bawah ini yang mencakup gambaran karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, usia, dan lama menjalani kemoterapi. Gambaran Health Locus of Control dan kepatuhan terapi

dan cross-sectional sebagai pendekatannya. Health locus of control dan kepatuhan terapi hemodialisis menjadi variabel penelitian ini. Data dikumpulkan pada tanggal 21-23 Maret 2020 pada 100 GGT yang melakukan terapi hemodialisis di RSUD Kabupaten Buleleng. Teknik purposive sampling diterapkan dalam mengambil sampel. Pasien GGT dengan program hemodialisis rutin dua kali seminggu, menjalani hemodialisis selama empat jam, pasien dengan usia 20 – 65 tahun, dan pasien yang tulus iklas menawarkan diri sebagai responden penelitian yang dilengkapi dengan penandatanganan informed consent dikategorikan sebagai kriteria inklusi penelitian. Pasien hemodialisis rutin yang sedang rawat inap dan pasien yang menjalani terapi hemodialisis kurang dari tiga bulan menjadi kriteria eksklusi penelitian.

Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner demografi, Multidimensional Health1Locus of Control (MHLC) tersusun dari tiga dimensi dan The1Modified1End-Stage Renal Disease Adherence Questionnaire (MESRD-AQ) yang validitas serta reliabilitasnya sudah teruji. Kuesioner MHLC memiliki rentang nilai pada masing – masing dimensi yakni 6-36 dan kuesioner kepatuhan terapi hemodialisis memiliki rentang nilai 01200. Pasien dikatakan patuh jika memiliki skor kepatuhan ≥800 dan dikatakan tidak patuh jika memiliki skor kepatuhan <800. Data dianalisis melalui pengujian Spearman Rank. Tingkat kepercayaan yang dipilih pada penelitian ini adalah 95% (α=0,05).

hemodialisis responden serta hasil analisis bivariate hubungan Health Locus of Control dengan kepatuhan menjalani terapi hemodialisis pada pasien Gagal Ginjal Terminal.

316


Tabel 1. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan

Variabel

Frekuensi (N)

Persentase (%)

Laki-laki

60

60%

Jenis Kelamin

Perempuan

40

40%

Tidak Sekolah/Tidak Tamat SD

11

11%

Tamat SD

29

29%

Tingkat Pendidikan

Tamat SMP

15

15%

Tamat SMA

37

37%

Tamat Perguruan Tinggi

8

8%

Pegawai swasta

3

3%

Wiraswasta

14

14%

Pekerjaan

PNS

12

12%

Tidak Bekerja

41

41%

Lainnya

30

30%


Tabel 2. Karakteristik Responden berdasarkan Usia dan Lama Menjalani Terapi Hemodialisis

Variabel

Median ± Varian

Min - Max

95% CI

Usia

54,50 ± 110,36

20 - 65

49,94 – 54,10

Lama Menjalani Terapi Hemodialisis

36,00 ± 1125,12

4 - 156

34,35 – 47,67


Ditinjau dari Tabel 1 bisa dilihat 60% responden berjenis kelamin laki-laki, berpendidikan hanya sampai jenjang SMA sebanyak 37 orang (37%) serta sebagian responden tidak bekerja yaitu 41 orang (41%). Berdasarkan Tabel 2 pada penelitian ini menemukan hasil bahwa nilai median usia

responden berada pada usia 54,50 tahun dengan 20 tahun sebagai yang paling muda dan 65 tahun sebagai yang paling tua. Median responden pada lama menjalani terapi hemodialisis adalah 36,00 bulan atau 3 tahun dengan nilai minimun 4 bulan dan nilai maksimum 156 bulan atau 13 tahun.

Tabel 3. Gambaran Health Locus of Control dan Kepatuhan Terapi Hemodialisis

Variabel

Median ± Varian

Min - Max

95% CI

1) Health Locus of Control Internal

29,00 ± 18,59

18 - 36

27,93 – 29,65

Powerful Others

27,00 ± 18,93

13 - 35

26,52 – 28,24

Chance

27,00 ± 19,10

13 - 33

25,49 – 27,23

2) Kepatuhan Terapi Hemodialisis

925 ± 33890,09

475 - 1200

898,72 – 971,78

Tabel 4. Kepatuhan Terapi Hemodialisis Berdasarkan Kategori

Variabel

Frekuensi (N)

Persentase (%)

Patuh

71

71%

Kepatuhan Terapi Hemodialisis

Tidak Patuh

29

29%

Dilihat dari Tabel 3, hasil nilai median ditemukan pada dimensi internal HLC sebesar 29,00 dengan skor minimum 18 serta maksimum 36. Nilai median pada dimensi powerful others HLC yaitu 27,00 dengan skor

minimum 13 dan skor maksimum 35 dan skor median dalam dimensi chance HLC yaitu 27,00 disertai skor minimum 13 dan skor maksimum 33. Dilihat dari Tabel 4. ditemukan bahwa sebagian besar pasien GGT patuh dalam 317

menjalani terapi hemodialisis yaitu sebanyak 71 orang (71%).

Tabel 5. Analisis Hubungan antara Health Locus of Control dengan Kepatuhan Menjalani Terapi Hemodialisis pada Pasien Gagal Ginjal Terminal

Variabel

Kepatuhan Terapi Hemodialisis

R

p value

Internal HLC

0,236

0,018*

Powerful Others HLC

0,416

0,001*

Chance HLC

0,058

0,564

Berdasarkan hasil analisis uji korelasi pada tabel 5, dua dimensi health locus of control yakni internal (p value sebesar 0,018, r bernilai 0,236) dan powerful others (p value bernilai 0,001, r bernilai 0,416) diperoleh hasil p value di bawah 0,05 sehingga internal health locus of control mempunyai hubungan dengan patuhnya pasien GGT dalam menjalani terapi hemodialisis secara positif lemah dan terdapat hubungannpositif sedang antara powerful others health locus of control dengan ketaatan GGT dalam terapi hemodialisis. Dari aspek chance health locus of control yang bernilai p 0,564 dan r sebesar 0,058 diperoleh hasil p value di atas 0,05 yang berarti chance health locus of control tidak berhubungan dengan patuhnya pasien GGT dalam menjalankan terapi hemodialisis.

PEMBAHASAN

Faktor umur, jenis kelamin serta kebudayaan menjadi faktor berpengaruh bagi HLC. Penelitian yang dilakukan oleh Nurlatifah (2018) menyatakan bahwa usia dapat mempengaruhi HLC. Individu dengan usia yang lebih tua akan cenderung memiliki keyakinan internal HLC. Peningkatan internal HLC pada usia yang lebih tua berkaitan dengan tingkat kematangan berpikir dan kemampuan dalam mengambil keputusan seseorang.

Sebanyak 60 orang (60%) merupakan responden dengan jenis kelamin laki-laki. Berdasarkan hasil analisis, rata-rata dimensi internal HLC laki-laki diatas nilai rata-rata perempuan, sebaliknya, dimensi eksternal HLC perempuan melebihi nilai rerata laki-laki. Grotz et al. (2011) dalam penelitiannya

menyatakan bahwa internal HLC laki-laki lebih besar daripada perempuan. Pada laki-laki cenderung memiliki penilaian kesehatan yang lebih baik terhadap penyakitnya dan laki-laki lebih sedikit memiliki rasa khawatir dan stress karena penyakitnya (Siddiqui et al., 2013). Perempuan cenderung lebih mudah depresi, cemas dan stress dibandingkan dengan laki-laki. Selain itu, sensitivitas perempuan terhadap penyakitnya lebih besar dan cenderung lebih berusaha mencari informasi ke tenaga kesehatan serta memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan (Bener, 2011).

Faktor lain yang dapat mempengaruhi HLC adalah budaya. Budaya barat cenderung memiliki internal HLC dan budaya timur memiliki eksternal HLC. Hal ini didukung oleh hasil wawancara, yang mana ketergantungan pada tenaga medis serta keluarga diungkapkan oleh sebagian besar responden yang disebabkan oleh ketidakpercayaan terhadap diri sendiri untuk berusaha dalam meningkatkan derajat kesehatannya.

Sebanyak 71 pasien GGT (71%) yang menjadi responden penelitian tergolong patuh dalam menjalani terapi hemodialisis. Kepatuhan pasien GGT dalam menjalani terapi hemodialisis bisa dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jangka waktu terapi hemodialisis. Ghimire et al. (2016), menemukan bahwa usia memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku kepatuhan. Peningkatan usia berkaitan erat dengan kedewasaan, kematangan berpikir, dan kemampuan dalam mengambil keputusan seperti keputusan untuk mengikuti program terapi yang berdampak pada kesehatannya

318


(Izzati & Annisha, 2016; Schultz & Schultz, 2012).

Faktor jenis kelamin juga dapat mempengaruhi kepatuhan terlihat dari mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki dan memiliki rerata skor kepatuhan melebihi rerata skor perempuan. Kecenderungan pasien GGT laki-laki dalam mematuhi program terapi lebih besar daripada perempuan yang disebabkan oleh sikap memimpin baik digunakan dalam mengambil keputusan terhadap dirinya termasuk keputusan dalam mengikuti terapi yang berdampak untuk kesehatannya (Kim & Evangelista, 2011). Pada perempuan memiliki kesibukan mengurus rumah tangga dan kurangnya motivasi yang dapat mempengaruhi perempuan dalam mempertahankan perilaku (Izzati & Annisha, 2016). Selain itu, kecenderungan perempuan berada dalam kondisi labil lebih sering daripada laki-laki. Hal ini menyebabkan perempuan mengalami kesulitan dalam mempertahankan keyakinan ataupun perilakunya (Syamsiah, 2011).

Tingkat pendidikan juga dapat mempengaruhi kepatuhan. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa rerata skor kepatuhan pada tingkat pendidikan tamat SMA paling tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh seseorang yang memiliki pendidikan tinggi lebih mudah untuk memahami instruksi pengobatan dan pentingnya perawatan untuk kesehatannya serta lebih baik dalam melakukan upaya untuk menjaga kesehatannya lebih tepat. Selain itu, pendidikan yang tinggi dapat meningkatkan kematangan intelektualnya, sehingga mampu membuat keputusan terbaik dalam menjaga status kesehatannya (Fithria & Isnaini, 2014; Kammerer et al., 2007; Ozen et al., 2019).

Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kepatuhan adalah lama menjalani terapi hemodialisis. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa kepatuhan pasien yang menjalani terapi hemodialisis tidak lebih dari

setahun lebih tinggi daripada pasien dengan program terapi melebihi 1 tahun. Lamanya pengobatan mengharuskan pasien mengubah gaya hidupnya. Kejenuhan akan muncul seiring lamanya waktu pengobatan yang berdampak pada ketidakpatuhan pasien dalam proses pengobatan. Pasien dengan terapi hemodialisis lebih lama akan merasakan kejenuhan atau kebosanan terhadap penyakitnya, sehingga dapat berdampak pada ketidakpatuhan pasien dalam menjalani terapi hemodialisis (Alisa, 2019; Kammerer et al., 2007).

Hasil analisa data memperlihatkan adanya hubungan positif lemah antara internal HLC dengan patuhnya pasien dalam menjalani terapi hemodialisis (r=0,236; p value=0,018). Hubungan positif menunjukkan bahwa tingkat internal HLC yang tinggi akan berpengaruh pada semakin baiknya terapi hemodialisis. Internal HLC adalah keyakinan yang dimiliki oleh individu terhadap penyakit yang dialami yang mana kesehatannya bergantung pada dirinya sendiri (Nuraini, 2013). Individu yang berorientasi internal HLC akan cenderung memiliki manajemen penyakit yang baik, sehingga pasien akan lebih bersedia untuk mematuhi rekomendasi pengobatan. Individu dengan internal HLC juga memiliki kesadaran bahwa kesehatannya dapat dikendalikan oleh kemampuan dan tindakan mereka sendiri (Nuraini, 2013; Pramesti, 2019).

Berdasarkan hasil analisis data ditinjau dari nilai rata-rata, pasien yang berorientasi pada dimensi internal HLC memiliki nilai rata-rata kepatuhan paling tinggi diantara dimensi lainnya. Hal ini membuktikan bahwa individu yang berorientasi internal HLC patuh dalam menjalani terapi hemodialisis yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan. Hasil tersebut didukung oleh penelitian Bolman et al. (2011) dan Pramesti (2019) yang menyatakan tingginya internal HLC berhubungan secara signifikan dengan patuhnya pasien dalam pengobatan.

Faktor motivasi dapat mempengaruhi lemahnya hubungan. Motivasi pada pasien

319


GGT merupakan komponen penting dalam menjalani terapi hemodialisis, sehingga dengan adanya motivasi pasien diharapkan mampu menghadapi berbagai stressor yang timbul dan dapat berdampak pada kepatuhan pasien dalam menjalani terapi hemodialisis (Izzati & Annisha, 2016).

Faktor pengetahuan juga dapat mempengaruhi lemahnya hubungan. Alisa, (2019), Klinovszky et al. (2019), dan Wulandari (2019) menemukan adanya keterkaitan antara pengetahuan dengan patuhnya pasien dalam menjalani hemodialisis. Hal ini berhubungan dengan health literacy yang dimiliki oleh seseorang, yang mana pengetahuan merupakan bagian dari health literacy. Tingkat health literacy yang berbeda-beda antar individu yang menyebabkan perbedaan kemampuan responden dalam memahami informasi yang diberikan sehingga mempengaruhi tingkat pengetahuan responden. Responden dengan health literacy yang rendah mengalami ketidakmampuan dalam memahami informasi yang diberikan, sehingga pengetahuan yang didapatkan juga lebih sedikit (Qobadi et al., 2015).

Faktor lama menjalani terapi hemodialisis adalah faktor terakhir yang dapat mempengaruhi lemahnya hubungan. Berdasarkan penelitian Kammerer et al., (2007) yang mendapatkan hasil berupa perbedaan tingkat kepatuhan pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis di bawah satu tahun dengan yang di atas satu tahun. Terapi hemodialisis yang semakin lama akan beresiko terhadap terjadinya penurunan tingkat kepatuhan semakin tinggi. Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, responden yang menjalani terapi hemodialisis kurang dari satu tahun memiliki keyakinan internal HLC lebih tinggi dibandingkan dengan responden dengan terapi hemodialisis di atas 1 tahun yang mengindikasikan semakin lama individu menjalani terapi hemodialisis maka semakin berkurang tingkat keyakinan pada dimensi internal HLC yang dapat berdampak pada

kepatuhan dalam menjalani terapi hemodialisis.

Hasil analisa data bivariat pada powerful others HLC dengan kepatuhan mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan positif dengan kekuatan sedang antara powerful others HLC dengan kepatuhan menjalani terapi hemodialisis (r = 0,416; p value = 0,001). Nurlatifah (2018), Wulandari (2015), dan Klinovszky et al., (2019) mendapati hasil yang serupa dengan penelitian ini berupa signifikannya hubungan positif antara powerful others HLC dengan kepatuhan pengobatan. Powerful others HLC adalah keyakinan yang dimiliki individu terkait adanya faktor dari luar yang memberikan pengaruh kuat pada kondisi kesehatan mereka seperti halnya keluarga, tenaga kesehatan, pasangan atau orang berpengaruh dalam kondisi kesehatannya (Nuraini, 2013).

Adapun faktor yang mempengaruhi kekuatan hubungan adalah dukungan keluarga. Adanya dukungan keluarga menjadi faktor penting dalam penentuan keyakinan beserta nilai-nilai dari setiap penerimaan program pengobatan (Niven, 2012). Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pasien mengatakan bahwa dengan adanya dukungan keluarga, pasien GGT lebih bersemangat dalam menjalani terapi hemodialisis. Adanya perhatian dan dukungan dari keluarga dapat meningkatkan kesadaran pasien GGT dalam menjalani terapi hemodialisis, sehingga pasien dapat patuh mengikuti terapi yang direkomendasikan.

Dalam penelitian ini, tidak ditemukannya pengaruh chance HLC pada kepatuhan pasien dalam menjalani terapi hemodialisis (r = 0,058; p value= 0,564). Wulandari (2015) mendukung hasil penelitian ini dengan pernyataan bahwa kepatuhan diet cairan pada pasien gagal ginjal kronik tidak dipengaruhi secara signifikan oleh chance HLC. Chance HLC adalah keyakinan yang dimiliki individu bahwa kondisi kesehatannya ditentukan oleh keberuntungan, takdir, dan nasib.

320


Individu yang berorientasi pada chance HLC meyakini bahwa penyakit yang mereka alami sebagai suatu musibah ataupun kecelakaan. Individu tersebut akan berasumsi bahwa semuanya bukan dikarenakan oleh kurang baiknya kendali diri atau lingkungan sekitar, namun semuanya merupakan takdir. Mereka yakin bahwa apapun yang terjadi merupakan bentuk dari kurang beruntungnya nasib mereka (Safitri, 2013). Hal ini juga didukung dengan data kuesioner dan wawancara pada beberapa pasien yang menyatakan bahwa pasien masih mengalami kesulitan dalam mengikuti regimen pengobatan yang direkomendasikan tenaga kesehatan yang mana pembatasan cairan dan makanan yang paling sulit untuk dilakukan oleh pasien. Individu dengan chance HLC meyakini bahwa tindakan apapun yang telah dilakukan yang dianggap dapat meningkatkan status kesehatannya, tidak memiliki dampak yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa kendali yang dimiliki pasien tidak ada hubungannya dengan kepatuhan pasien dalam melaksanakan terapi hemodialisis.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari penjabaran sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya 1) hubungan positif dengan kekuatan hubungan lemah antara internal HLC dengan kepatuhan menjalani terapi hemodialisis pada pasien GGT, 2) hubungan positif dengan kekuatan hubungan sedang antara powerful others HLC dengan kepatuhan menjalani terapi hemodialisis pada pasien GGT, 3) tidak ditemukannya hubungan antara chance HLC dengan patuhnya pasien GGT dalam melakukan terapi hemodialisis.

Dikembangkannya variabel-variabel lain seperti kepatuhan nutrisi, kepatuhan program obat-obatan, kepatuhan terapi hemodialisis serta kepatuhan retriksi cairan merupakan saran dari penelitian ini untuk para peneliti berikutnya. Pada variabel HLC diharapkan peneliti dapat melihat dimensi HLC yang dimiliki oleh setiap individu, sehingga dapat

menentukan intervensi yang akan diberikan untuk meningkatkan kepatuhan terapi hemodialisis pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Alisa, F. (2019). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pasien Penyakit Ginjal Kronik (Pgk) yang Menjalani Hemodialisa Di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Mercusuar,                              2(2).

https://doi.org/10.36984/jkm.v2i2.63

Bener, A. (2011). High Prevalence of Depression, Anxiety and Stress Symptoms Among Diabetes Mellitus Patients. The Open Psychiatry Journal,              5(1),              5–12.

https://doi.org/10.2174/187435440110501000 5

Bolman, C., Arwert, T. G., & Völlink, T. (2011). Adherence to prophylactic asthma medication: Habit strength and cognitions. Heart & Lung, 40(1),                                 63–75.

https://doi.org/10.1016/j.hrtlng.2010.02.003

Caninsti, R. (2013). Kecemasan dan Depresi pada Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisis. Jurnal Psikologi Ulayat, 1, 16.

Fithria, F., & Isnaini, M. (2014). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat pada penderita hipertensi di klinik Sumber Sehat Indrapuri Aceh Besar. Idea Nursing Journal, 5(2), 56-66.

Ghimire, S., Peterson, G. M., Castelino, R. L., Jose, M. D., & Zaidi, S. T. R. (2016). Medication

Regimen Complexity and Adherence in Haemodialysis Patients: An Exploratory Study. American Journal of Nephrology, 43(5), 318– 324. https://doi.org/10.1159/000446450

Grotz, M., Hapke, U., Lampert, T., & Baumeister, H. (2011). Health locus of control and health behaviour:   Results from a nationally

representative survey. Psychology, Health & Medicine,          16(2),          129–140.

https://doi.org/10.1080/13548506.2010.52157 0

Hudak, C. M., & Gallo, B.M. (2010). Keperawatan kritis: Pendekatan holistic (6th ed.) Jakarta: EGC

INDONESIAN RENAL REGISTRY. (2017). 40.

Izzati, W., & Annisha, F. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pasien yang Menjalani Hemodialisis di Ruang Hemodialisa Di RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2015. 3, 30.

321


Kammerer, J., Garry, G., Hartigan, M., Carter, B., & Erlich, L. (2007). Adherence in Patients On Dialysis:      Strategies      for     Success.

NEPHROLOGY NURSING JOURNAL, 34(5), 10.

Kemenkes (Riskesdas). (2013)

Kemenkes (Riskesdas Bali). (2013).

Kim, Y., & Evangelista, L. S. (2011). Relationship between Illness Perceptions, Treatment Adherence, And Clinical Outcomes in Patients On Maintenance Hemodialysis. 18.

Klinovszky, A., Kiss, I. M., Papp-Zipernovszky, O., Lengyel, C., & Buzás, N. (2019). Associations of different adherences in patients with type 2 diabetes mellitus. Patient Preference and Adherence,    Volume    13,    395–407.

https://doi.org/10.2147/PPA.S187080

National Kidney Foundation. (2019). Kidney failure: A to z health guide. In New York: National Kidney Foundation, Inc., p.8. Retrieved from https://www.kidney.org/atoz/content/KidneyFa ilure.

Niven, N. (2012). Psikologi pengantar untuk perawat dan profesional kesehatan lain (2nd ed.). Jakarta: EGC.

Nuraini, A. (2013). Hubungan antara Self-Efficacy dengan Health Locus of Control pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Anggota Perkumpulan Senam Diabetes di Puskesmas Pakis Surabaya. 2(1), 6.

Nurlatifah. (2018). Hubungan Health Locus Of Control dengan Kepatuhan Pengobatan pada Pasien Penyakit Kronis: Kanker di Medan.

Ozen, N., Cinar, F. I., Askin, D., Mut, D., & Turker, T. (2019). Nonadherence in Hemodialysis Patients and Related Factors: A Multicenter Study. 27(4), 11.

Pramesti, A. D. (2019.). Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. 144.

Price & Wilson. (2012). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Volume 2. EGC. Jakarta.

Qobadi, M., Besharat, M. A., Rostami, R.,  &

Rahiminezhad, A. (2015). Health Literacy and Medical Adherence in Hemodialysis Patients:

The Mediating Role of Disease-Specific Knowledge.           Thrita,           4(1).

https://doi.org/10.5812/thrita.26195

Safitri, I. N. (2013). Kepatuhan Penderita Diabetes Mellitus Tipe Ii ditinjau dari Locus of Control. 01, 18.

Schultz, D. P., & Schultz, S. E. (2012). Theories of Personality. THEORIES of Personality, 500.

Siddiqui, M., Khan, M., & Carline, T. (2013). Gender Differences in Living with Diabetes Mellitus. Materia Socio Medica,   25(2),   140.

https://doi.org/10.5455/msm.2013.25.140-142

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth (8th ed.). Jakarta : EGC.

Sudoyo. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (6th ed.). Jakarta: Interna:1035-37.

Suwitra. (2014). Penyakit ginjal kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II (6th ed.). Jakarta: FKUI.

Syamsiah, N. (2011). Fakultas Ilmu Keperawatan Program Studi Magister Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah Universitas Indonesia Depok, Juli 2011. 142.

USRDS. (2017). Chapter 1: Incidence, Prevalence, Patient Characteristics and Treatment Modalities. Volume 2: ESRD in the United States.

ESRD (2018). Chapter 1: Incidence, prevalence, patient characteristics and treatment modalities. 2, 412.

Wallston, K. A., & Wallston, B. S. (1981). Health Locus of Control Scales. In Research with the Locus of Control Construct (pp. 189–243). Elsevier. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-443201-7.50010-5

Wulandari Priyanti. (2015.) Pengaruh Illnes Perception, Dukungan Sosial, dan Health Locus of Control terhadap Kepatuhan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik.          Jurnal         Universitas

Paramadina, 12(1), 1253-1288.

322


Volume 9, Nomor 3, Juni 2021