Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

HUBUNGAN SELF-EFFICACY DENGAN SELF-MANAGEMENT BEHAVIOUR PADA PASIEN HIPERTENSI

I Made Cahyadi Agastiya, Putu Oka Yuli Nurhesti, Meril Manangkot

Program Studi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Udayana *Email: [email protected]

ABSTRAK

Hipertensi merupakan salah satu penyakit kronis yang menjadi perhatian utama karena morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Self-management behaviour mempunyai peranan penting untuk mengontrol tekanan darah pada pasien hipertensi secara efektif. Self-efficacy merupakan konsep dasar self-management behaviour yang akan berpengaruh terhadap keyakinan pasien hipertensi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan self-efficacy dengan selfmanagement behaviour pada pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Utara. Penelitian ini merupakan penelitian jenis correlational dengan design cross sectional. Sampel penelitian ini adalah 61 pasien hipertensi yang dipilih dengan teknik non-probability yaitu total sampling. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu kuesioner Self-efficacy to Manage Hypertension-Five Item Scale dan Hypertension Self-management Behaviour Questionnaire. Hubungan self-efficacy dengan self-management behaviour dianalisis menggunakan Spearman Rank karena data tidak terdistribusi normal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki self-management behaviour tingkat sedang dan self-efficacy tingkat buruk. Uji Spearman Rank menunjukkan hasil yang signifikan dengan hasil p-value yaitu 0,000 (p<0,05), r=0,794, R=63,04 dengan tingkat kesalahan 5%. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara self-efficacy dengan self-management behaviour pada pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Utara. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan untuk mengembangkan intervensi keperawatan yang dapat meningkatkan selfefficacy pada pasien dengan hipertensi sehingga berdampak pada self-management behaviour.

Kata kunci: hipertensi, self-efficacy, self-management behavior

ABSTRACT

Hypertension is one of chronic diseases and the main concern because of its high morbidity and mortality. Self-management behaviour has an important role to control blood pressure among hypertensive patients in effective way. Self-efficacy is the basic/main concept of selfmanagement behaviour which give an impact to confidence of hypertensive patients. This study aimed to investigate the correlation between self-efficacy and self-management behaviour among hypertensive patients in Puskesmas III Denpasar Utara. This study was a correlational study with cross sectional design. Non-probability sampling with total sampling was used to recruit 61 hypertensive patients. The research instruments included Self-efficacy to Manage Hypertension-Five Item Scale and Hypertension Self-management Behaviour Questionnaire. In order to determine the correlation between self-efficacy and self-management behaviour, Spearman Rank was used because the data weren’t normally distributed. The results of this study show that most of hypertensive patients have moderate level of self-management behaviour, while for self-efficacy have a bad level. Spearman Rank test shows the significant result with p-value=0,000 (p<0,05), r=0,794, R=63,04, error level 5%. In conclusion, there is a strong and positive correlation between self-efficacy and self-management behaviour among hypertensive patients in Puskesmas III Denpasar Utara. Based on the result of this study, it is suggested to develop nursing intervention to improve self-efficacy among hypertensive patients to affect the self-management behaviour.

Keywords: hypertension, self-efficacy, self-management behavior

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan salah satu penyakit kronis yang menjadi perhatian utama karena morbiditas dan mortalitas yang tinggi. World Health Organization (2012) menyebutkan bahwa sekitar 50% penduduk dunia mengalami hipertensi. Kemenkes RI (2013) menyatakan dalam hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi hipertensi pada seluruh provinsi di Indonesia sebesar 25,8%. Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2016 mencatat hipertensi sebagai penyakit terbesar kedua di Puskesmas dengan jumlah penderita sebanyak 89.394 dan Kota Denpasar menjadi Kabupaten/Kota terbesar kedua dengan penyakit hipertensi dengan jumlah 13.551 kasus.

Prevalensi hipertensi yang tinggi menyebabkan tingginya morbiditas dan mortalitas hipertensi yang dapat diturunkan dengan melakukan pengontrolan tekanan darah (Akhter, 2010). Self-management behaviour mempunyai peranan penting untuk mengefektifkan pengontrolan tekanan darah pada pasien hipertensi (Balaga, 2012). Self-management behaviour merupakan kemampuan seseorang untuk mengelola gejala dan akibat dari penyakit kronis seperti pengobatan dan perawatan, aktivitas fisik, aktivitas sosial, dan perubahan gaya hidup (Peñarrieta et al, 2015). Self-efficacy merupakan konsep dasar self-management behaviour yang akan memengaruhi keyakinan pasien hipertensi untuk melakukan perubahan atau penyesuaian perilaku untuk mencapai tujuan pengobatan hipertensi (Adanza, 2015). Self-efficacy adalah kepercayaan seseorang dalam melakukan aktivitas tertentu, termasuk kepercayaan untuk melakukan aktivitas ketika ada hambatan untuk mencapai tujuan tertentu (Kauric-Klein, Peters, & Yarandi, 2017).

Penelitian Warren-Findlow, Seymour, dan Huber pada tahun 2012 yang dilakukan pada 190 pasien dengan hipertensi di Charlotte, University of North

Caroline menjelaskan bahwa self-efficacy yang baik memiliki hubungan yang signifikan dengan peningkatan kepatuhan terhadap pengobatan, konsumsi diet rendah garam, beradaptasi dengan aktivitas fisik, tidak merokok, dan melakukan teknik manajemen berat badan. Penelitian Meinema, Van Dijk, Beune, Jaarsma, Van Weert, Haafkens (2015) yang dilakukan pada 139 pasien hipertensi juga menyatakan bahwa self-efficacy juga berpengaruh terhadap kepatuhan dalam gaya hidup yang sesuai dengan rekomendasi oleh petugas kesehatan.

Hasil wawancara dengan 10 pasien hipertensi yang dilakukan peneliti di Poli Umum Puskesmas III Denpasar Utara didapatkan bahwa sebagian besar pasien hipertensi memiliki self-management behaviour yang buruk terutama terkait dengan pola aktivitas dan makan serta memiliki self-efficacy yang buruk. Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui hubungan self-efficacy dengan self-management behaviour pada pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Utara. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan selfefficacy dengan self-management behaviour pada pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Utara.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian jenis correlational dengan design cross sectional yang dilakukan di Puskesmas III Denpasar Utara pada bulan Maret-April 2018. Populasi target penelitian ini yaitu 61 pasien hipertensi yang melakukan kunjungan pada bulan Oktober 2017. Sampel penelitian adalah 61 pasien hipertensi yang dipilih dengan teknik nonprobability sampling yaitu total sampling. Kriteria inklusi penelitian ini yaitu rentang usia 45-65 tahun, klasifikasi hipertensi primer, terdiagnosa minimal enam bulan dan bersedia menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi penelitian ini yaitu memiliki fungsi kognitif dengan skor

(Mini Mental Status Exam) MMSE ≤ 17, memiliki penyakit penyerta seperti diabetes mellitus, gagal ginjal, stroke, kanker.

Kuesioner Self-efficacy to Manage Hypertension-Five Item Scale digunakan untuk variabel self-efficacy dengan lima item pernyataan. Hasil uji reliabilitas menunjukkan nilai Cronbach’s Alpha yaitu 0,903. Hypertension Self-management Behaviour Questionnaire (HSMBQ) digunakan untuk variabel self-management behaviour dengan 32 item pernyataan. Hasil uji reliabilitas menunjukkan nilai Cronbach’s Alpha yaitu 0,945.

Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuesioner di ruang tunggu

pengambilan obat puskesmas dengan estimasi waktu 15-20 menit. Data yang terkumpul kemudian ditabulasi ke dalam matriks pengumpulan data yang telah dibuat sebelumnya oleh peneliti dan kemudian dilakukan analisa data.

Uji korelasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Spearman Rank karena data tidak terdistribusi normal. Penelitian ini telah mendapatkan surat keterangan laik etik dari Komisi Etik Penelitian FK Unud/RSUP Sanglah.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 1 .

Karakteristik responden penelitian (n=61)

Variabel

Katagori

f

%

Usia

36-45

1

1,6

46-55

12

19,7

56-64

36

59

65-90

12

19,7

Jenis kelamin

Laki-laki

16

26,2

Perempuan

45

73,8

Tidak sekolah

3

4,9

Tingkat

Pendidikan

SD

16

26,2

SMP

15

24,6

SMA

13

21,3

Perguruan tinggi

14

23

Tinggal dengan keluarga

Ya

61

100

Tidak

0

0

Lama terdiagnosis

≥ 5 tahun

26

42,6

hipertensi

< 5 tahun

35

57,4

Merokok

Ya

0

0

Tidak

61

100

Minum

Ya

17

27,9

Kopi

Tidak

44

72,1

Normal

0

0

Tekanan darah sistolik

Pre HT

31

50,8

HT tk I

27

44,3

HT tk. II

3

4,9

Tekanan

Normal

4

6,6

Darah

Pre HT

18

29,5

Diastolik

HT tk I

24

39,5

HT tk. II

15

24,6

Tabel 1 menunjukkan karakteristik responden penelitian. Sebagian besar responden berada pada

rentang usia 56-64 tahun yaitu 59%. Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu 73,8%.

Sebagian besar responden berada pada tingkat pendidikan SD yaitu 26,2%. Seluruh responden tinggal dengan keluarga. Sebagian besar responden terdiagnosis hipertensi < 5 tahun yaitu 57,4%. Seluruh responden tidak memiliki kebiasaan merokok. Sebagian

besar responden tidak memiliki kebiasaan minum kopi yaitu 72,1%. Sebagian besar responden berada pada tekanan darah sistolik pre hipertensi yaitu 50,8%. Sebagian besar responden berada pada tekanan darah diastolik hipertensi tingkat I yaitu 39,5%.

Tabel 2.

Self-efficacy responden penelitian (n=61)

Self-efficacy

f

%

Baik

18

29,5

Buruk

43

70,5

Tabel 2 menunjukkan sebagian besar responden memiliki self-efficacy yang buruk yaitu 70,5%.

Tabel 3.

Self-management behaviour responden penelitian (n=61)

Self-management Behaviour

f

%

Baik

15

24,6

Sedang

34

55,7

Buruk

12

19,7

Tabel 3 menunjukkan sebagian besar responden memiliki selfmanagement behaviour sedang yaitu 55,7%. Hasil cross tabulation menunjukkan bahwa perempuan memiliki self-management behaviour yang lebih baik dibandingkan dengan laki-laki, rentang usia 56-64 tahun memiliki self-management behaviour yang paling baik dibandingkan dengan rentang usia lainnya, responden yang mendapatkan pendidikan formal (SD, SMP, SMA, PT) memiliki self-

management behaviour yang lebih baik dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan pendidikan formal, responden yang tidak memiliki memiliki kebiasaan minum kopi memiliki self-management behaviour yang lebih baik dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan minum kopi, responden yang memiliki tekanan darah hipertensi tingkat II memiliki self-management behaviour yang paling buruk.

Tabel 4.

Hasil Analisis Spearman Rank (n=61)

Variabel                    p-value               r          R

Hubungan      self-efficacy           0,000              0,794      63,04%

dengan     self-management

behaviour


Tabel 4 menunjukkan adanya hubungan yang kuat dan positif antara selfefficacy dengan self-management behaviour pada pasien hipertensi.

PEMBAHASAN

Self-efficacy pada pasien hipertensi yang berbeda-beda dapat disebabkan oleh perbedaan proses self-efficacy yang dijalani oleh setiap pasien hipertensi. Mcquiggan, Mott, & Lester (2008) dan Tsang, Hui, & Law (2012) menjelaskan bahwa terdapat empat proses self-efficacy yaitu proses kognitif, motivasi, efektif dan seleksi dan merupakan suatu proses yang berkesinambungan. Self-efficacy dalam penelitian ini juga dipengaruhi oleh rata-rata lama pasien hipertensi terdiagnosis hipertensi yang berhubungan dengan sumber self-efficacy yaitu pengalaman diri sendiri. Sebagian besar responden mempunyai kualitas pengalaman yang kurang baik terutama dalam penyesuaian pola hidup sehingga responden tidak termotivasi untuk mengontrol tekanan darah. Penelitian Breaux-Shropshire, Brown, Pryor, & Maples pada tahun 2012 yang menyatakan bahwa lama terdiagnosis hipertensi memiliki hubungan yang positif dengan self-efficacy seseorang terhadap kepatuhan minum obat.

Selain itu, keberadaan bersama keluarga juga memengaruhi self-efficacy yang berhubungan dengan sumber selfefficacy yaitu persuasi verbal. Persuasi verbal yang diberikan keluarga tidak dilakukan secara optimal karena keterbatasan dukungan yang diberikan keluarga. Sumber self-efficacy lain yang memengaruhi yaitu pengalaman orang lain. Hipertensi merupakan penyakit kronik yang salah satu faktor risikonya adalah riwayat keluarga atau keturunan (Kusumastuty, Widyani, & Wahyuni, 2016). Sebagian besar responden mengalami hipertensi bukan disebabkan oleh faktor risiko genetik. Hal tersebut menyebabkan responden kesulitan untuk mengetahui pengalaman dari orang lain terkait dengan hipertensi. Penelitian Arsyta

pada tahun 2017 yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dukungan keluarga dengan self-efficacy.

Pengamatan yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa keyakinan terkait kemampuan untuk melakukan penyesuaian tugas dan aktivitas sehari-hari untuk mengontrol tekanan darah memiliki skor paling rendah. Hal tersebut disebabkan karena pasien hipertensi pernah mengalami kegagalan dalam mengontrol tekanan darah sehingga motivasi untuk melakukan penyesuaian aktivitas fisik rendah.

Self-management behaviour yang berbeda-beda pada setiap pasien hipertensi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Perempuan memiliki self-management behaviour yang lebih baik dibandingkan dengan laki-laki. Padhy, Lalnuntluangi, Chelli, & Padiriyang pada tahun 2016 menjelaskan bahwa perempuan mempunyai kepatuhan terhadap pengobatan dan menjaga hubungan dengan tenaga kesehatan yang lebih baik dibandingkan dengan laki-laki.

Rentang usia 56-64 tahun memiliki self-management behaviour yang paling baik. Hal tersebut disebabkan karena pada rentang usia tersebut sudah memasuki masa pensiun serta belum terjadi penurunan kognitif yang drastis sehingga self-management behaviour dapat dilaksanakan secara optimal. Ide (2013) menjelaskan bahwa penurunan kognitif terbesar terjadi pada usia 65-70 tahun. Salim dkk (2015) menjelaskan bahwa rentang usia 25-59 tahun merupakan masa kerja produktif sehingga usia 60 tahun atau lebih sudah memasuki masa pensiun.

Responden yang mendapatkan pendidikan formal (SD, SMP, SMA, Perguruan tinggi) memiliki selfmanagement behaviour yang lebih baik. Penelitian Uldis (2011) menjelaskan bahwa tingkat pengetahuan seseorang memiliki dampak terhadap kemampuan seseorang untuk menerima dan memahami penyakit yang dialami.

Kebiasaan merokok ataupun minum kopi dapat digunakan sebagai salah satu indikator self-management behaviour pada pasien hipertensi. Responden yang tidak memiliki kebiasaan minum kopi memiliki self-management behaviour lebih baik. Kebiasaan minum kopi, merokok, dan alkohol dianggap sebagai faktor risiko utama terjadinya hipertensi dan merupakan kebiasaan yang harus dihindari (Tambayong, 2010).

Tekanan darah merupakan indikator utama self-management behaviour pada pasien hipertensi. Tekanan darah yang terkontrol dapat dijadikan gambaran bahwa pasien hipertensi sudah mampu untuk melakukan self-management behaviour dengan optimal. Tekanan darah sistolik dan diastolik pasien hipertensi menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat klasifikasi hipertensi maka semakin buruk self-management behaviour. Hal tersebut didukung oleh penelitian Lee & Park (2017) menjelaskan bahwa selfmanagement behaviour yang buruk memiliki risiko tekanan darah sistolik dan diastolik yang tinggi.

Hasil analisis yang dilakukan oleh peneliti pada komponen self-management behaviour menunjukkan bahwa komponen integrasi diri yang terdiri dari kebiasaan pola hidup memiliki skor yang paling rendah dan komponen kepatuhan terhadap pengobatan memiliki skor yang paling tinggi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kebiasaan buruk yang sudah dijalani sebelum terdiagnosis hipertensi lebih sulit untuk diubah dibandingkan dengan menambah perilaku baru yang harus dijalani seperti minum obat antihipertensi sesuai dosis secara teratur.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang kuat dan positif (r=0,794) antara self-efficacy dengan self-management behaviour pada pasien hipertensi. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Adanza (2015) yang menyatakan bahwa self-efficacy merupakan konsep dasar pada selfmanagement behaviour yang akan

berpengaruh terhadap keyakinan pasien hipertensi untuk melakukan perubahan atau penyesuaian perilaku untuk mencapai tujuan pengobatan hipertensi.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan self-efficacy memengaruhi self-management behaviour sebesar 63,04% dan 36,96% dipengaruhi faktor lain seperti jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, kebiasaan merokok dan minum kopi, dukungan keluarga dan lama terdiagnosis hipertensi. Oleh karena itu, seseorang dengan self-efficacy yang tinggi akan lebih mudah untuk melakukan perilaku manajemen diri sesuai dengan anjuran pada pasien hipertensi.

Self-efficacy memengaruhi kognitif, afektif dan motivasi pasien hipertensi dalam manajemen atau mengontrol tekanan darah. Proses tersebut akan membentuk keyakinan dan merubah perilaku kesehatan untuk mencapai tujuan pengobatan hipertensi (Adanza, 2015). Self-efficacy dapat memotivasi pasien untuk merubah atau mempertahankan perilakunya dalam kepatuhan minum obat, diet, latihan fisik sehingga tekanan darah seseorang akan dapat terontrol (Kaveh -Savadkooh, Zakerimoghadam, Gheyasvandian, & Kazemnejad, 2012). Perubahan perilaku pasien hipertensi untuk mencapai self-management behaviour tergantung pada proses self-efficacy yang dijalani oleh seseorang tersebut. Apabila seseorang masih berada pada proses kognitif akan mempunyai self-efficacy yang lebih rendah sehingga selfmanagement behaviour juga rendah dan sebaliknya.

Hubungan self-efficacy dengan selfmanagement behaviour pada pasien hipertensi dipengaruhi oleh karakteristik Puskesmas III Denpasar Utara yaitu adanya paguyuban hipertensi, akses lokasi yang mudah dijangkau dan pembiayaan yang tidak memberatkan pasien hipertensi untuk melakukan kontrol tekanan darah karena merupakan pelayanan kesehatan primer.

SIMPULAN

Sebagian besar responden memiliki self-efficacy yang buruk. Sebagian besar responden memiliki self-management behaviour yang sedang. Self-efficacy memiliki hubungan yang kuat dan positif dengan self-management behaviour.

DAFTAR PUSTAKA

Adanza, J. R. (2015). Self-efficacy in managing personal chronic health conditions among older people in selected communities of Cavite, Philippines. International Journal of Research in Social Sciences, 5(2), 346.

Akhter, N. (2010). Self-management among patients with hypertension in Bangladesh. Prince of Songkla University.

Arsyta, S. (2017). Hubungan dukungan keluarga dengan self-efficacy pada pasien dengan penyakit stroke di ruang rawat jalan poli saraf Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak. Proners, 3(1).

Balaga, P. A. G. (2012). Self-efficacy and self-care management outcome of chronic renal failure patients. Asian Journal of Health, 2(1), 111-29.

Breaux-Shropshire, T. L., Brown, K. C., Pryor, E. R., & Maples, E. H. (2012). Relationship of blood pressure selfmonitoring, medication adherence, self-efficacy, stage of change, and blood pressure control among municipal      workers      with

hypertension. Workplace health & safety, 60(7), 303-311.

Dinas Kesehatan Provinsi Bali. (2016). Profil kesehatan provinsi Bali 2015. Denpasar: Dinas Kesehatan Provinsi Bali.

Ide, P. (2013). Agar otak sehat: Bahan pangan pilihan untuk menjaga otak

tetap awet muda dan mencegah stroke dan demensia. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Kauric-Klein, Z., Peters, R. M., & Yarandi, H. N. (2017). Self-efficacy and blood pressure self-care behaviors in patients on chronic hemodialysis. Western journal of nursing research, 39(7), 886-905.

Kaveh-Savadkooh, O., Zakerimoghadam, M., Gheyasvandian, S.,    &

Kazemnejad, A. (2012). Effect of self-management program on selfefficacy in hypertensive patients. Journal of Mazandaran University of Medical Sciences, 22(92), 19-28.

Kemenkes RI. (2013). Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013. Diunduh dari                                         :

www.depkes.go.id/resources/downlo ad/general/Hasil%20Riskesdas%202 013.pdf.

Kusumastuty, I. Widyani, D. & Wahyuni, E.S. (2016). Asupan protein dan kalium berhubungan dengan penurunan tekanan darah pasien hipertensi rawat jalan. Indonesian Journal of Human Nutrition; 3(1): 19 – 28

Lee, E., & Park, E. (2017). Self-care

behavior and related factors in older patients      with      uncontrolled

hypertension. Contemporary nurse, 1-15.

Mcquiggan, S. W., Mott, B. W., & Lester, J. C. (2008). Modeling self-efficacy in intelligent tutoring systems: An inductive approach. User modeling and user-adapted interaction, 18(1), 81-123.

Meinema J.G, Van Dijk N, Beune E.J.A.J, Jaarsma D.A.D.C, Van Weert H.C.P.M, & Haafkens, J.A (2015). Determinants of adherence to treatment in hypertensive patients of

african descent and the role of culturally appropriate education. PLoS ONE 10(8):   e0133560.

doi:10.1371/journal.pone.0133560

Padhy, M., Lalnuntluangi, R., Chelli, K., & Padiri, R. A. (2016). Social Support and Adherence among Hypertensive Patients.

Peñarrieta, M. I.,  Flores-Barrios,  F.,

Gutiérrez-Gómez, T., Piñones-Martínez, S., Resendiz-Gonzalez, E., & María Quintero-Valle, L. (2015). Self-management and family support in chronic diseases. Journal of Nursing Education and Practice, 5(11), 73.

Salim, dkk. (2015). Population dynamics and sustainable development in Indonesia.     Jakarta:     UNPFA

Indoensia

Tambayong, J. (2010). Patofisiologi keperawatan. Jakarta: ECG.

Tsang, S. K., Hui, E. K., & Law, B. (2012). Self-efficacy as a positive youth development construct: a conceptual review. The Scientific World Journal, 2012.

Uldis, K. A. (2011). Selfmanagement in chronic illness:    concept and

dimensional analysis. Journal of Nursing and Healthcare of Chronic Illness, 3(2), 130-139.

Warren-Findlow, J., Seymour, R. B., & Huber, L. R. B. (2012). The association between self-efficacy and hypertension self-care activities among African American adults. Journal of community health, 37(1), 15-24.

World Health Organization  (WHO).

(2012). Non infection  diseases

progress.       Diunduh       dari:

http://www.who.int/publication/.

Volume 8, Nomor 1, April 2020

72